Halaman

"BAPA YANG KEKAL KUPERSEMBAHKAN KEPADA-MU, TUBUH DAN DARAH, JIWA DAN KE-AILAHAN PUTERA-MU YANG TERKASIH TUHAN KAMI YESUS KRISTUS, DEMI PENEBUSAN DOSA-DOSA KAMI DAN DOSA SELURUH DUNIA" - YESUS RAJA KERAHIMAN ILAHI, AKU PERCAYA KEPADA-MU

Rabu, Oktober 31, 2012

HARI RAYA SEMUA ORANG KUDUS


( Bacaan Pertama Misa Kudus, HARI RAYA SEMUA ORANG KUDUS – Kamis, 1 November 2012 )


Lalu aku melihat seorang malaikat lain muncul dari tempat matahari terbit. Ia membawa meterai Allah yang hidup; dan ia berseru dengan suara nyaring kepada keempat malaikat yang ditugaskan untuk merusakkan bumi dan laut, “Janganlah merusak bumi atau laut atau pohon-pohon sebelum kami memeteraikan hamba-hamba Allah kami pada dahi mereka!”

Aku mendengar jumlah mereka yang dimeteraikan itu: Seratus empat puluh empat ribu yang telah dimeteraikan dari semua suku keturunan Israel.

Setelah itu aku melihat: Sesungguhnya, suatu kumpulan besar orang banyak yang tidak dapat dihitung jumlahnya, dari segala bangsa dan suku dan umat dan bahasa, berdiri di hadapan Anak Domba, memakai jubah putih dan memegang daun-daun palem di tangan mereka. Dengan suara nyaring mereka berseru, “Keselamatan ada pada Allah kami yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba!” Semua malaikat berdiri mengelilingi takhta dan tua-tua dan keempat makhluk itu; mereka sujud di hadapan takhta itu dan menyembah Allah, sambil berkata, “Amin! Puji-pujian dan kemuliaan, dan hikmat dan syukur, dan hormat dan kekuasaan dan kekuatan bagi Allah kita sampai selama-lamanya! Amin!” Lalu salah seorang dari antara tua-tua itu berkata kepadaku, “Siapakah mereka yang memakai jubah putih itu dan dari manakah mereka datang?” Aku berkata kepadanya, “Tuanku, Tuhan mengetahuinya.” Lalu ia berkata kepadaku, “Mereka ini orang-orang yang keluar dari kesusahan yang besar; dan mereka telah mencuci jubah mereka dan membuatnya putih di dalam darah Anak Domba. (Why 7:2-4,9-14)

Mazmur Tanggapan: Mzm 24:1-6; Bacaan Kedua: 1Yoh 3:1-3; Bacaan Injil: Mat 5:1-12a.

Sejak awal eksistensnya, Gereja telah melakukan penghormatan bagi para martir dan pahlawannya. Apa yang dimulai pada tingkat populer-lokal perlahan-lahan terangkai ke dalam liturgi, diawali sekitar abad ke-4 dalam Doa Ekaristi. Pada abad ke-5, sebuah pesta untuk menghormati semua orang kudus dideklarasikan dalam beberapa gereja Timur, dan dari sana perayaan tersebut kemudian dilaksanakan di Roma. Pada tahun 835, Paus Gregorius IV [827-844] mendeklarasikan sebuah “Hari Semua Orang Kudus” sebagai hari pesta untuk seluruh Gereja.

Satu hari untuk memperingati para kudus sebenarnya merupakan satu hari untuk bergembira dalam kebesaran Tuhan dan pengharapan akan kasih-Nya. Kemenangan yang kita lihat dalam diri para kudus memberikan kesaksian tentang Tuhan sendiri. Bukan hanya upaya mereka sendiri yang menghasilkan kekudusan pribadi sedemikian, melainkan pekerjaan Tuhan sendiri yang ingin mencurahkan kepenuhan hidup Yesus ke dalam hati kita. Inilah yang telah menjadi pengharapan dan sukacita semua orang kudus, selalu dan di mana saja, dan merupakan pengharapan dan sukacita kita juga.

Kitab Wahyu berisikan sebuah visi tentang mereka yang telah ditebus Tuhan dan berkumpul di sekitar takhta Allah. “Mereka telah mencuci jubah mereka dan membuatnya putih di dalam darah Anak Domba” (Why 7:14). Kemenangan mereka yang ditebus datang melalui darah Yesus, yang membasuh-bersih mereka, memurnikan mereka, dan memeteraikan mereka dengan janji akan kehidupan kekal.

Sesungguhnya, oleh iman, kuat-kuasa dari darah Kristus tersedia bagi kita setiap hari. Kita dapat berpaling kepada Yesus setiap saat dan memohon agar darah-Nya menutup dosa-dosa kita dan membersihkan kita. Kita dapat memohon kepada-Nya setiap saat untuk mencurahkan kuasa kematian dan kebangkitan-Nya guna memperkuat kita dan memampukan kita untuk hidup sebagai anak-anak Allah. “Betapa besarnya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita, sehingga kita disebut anak-anak Allah, dan memang kita adalah anak-anak Allah” (1Yoh 3:1). Kita adalah anak-anak Allah; Dia telah mengadopsi kita sebagai milik-Nya sendiri! Setiap hari, tangan Bapa diulurkan kepada kita dan kita mempunyai privilese besar untuk berada dekat-Nya.

Marilah kita memusatkan pandangan kita pada Domba di tengah-tengah takhta yang telah berjanji untuk menjadi Gembala kita dan akan menuntun mereka ke “mata air kehidupan” (Why 7:17). Tuhan yang telah bekerja dalam kehidupan para kudus, sekarang siap untuk bekerja dalam diri kita apabila kita mau berpaling kepada-Nya. Allah kita – yang telah memilih kita untuk menjadi milik-Nya sendiri – adalah Allah yang mahasetia!

DOA: Roh Kudus Allah, murnikanlah hatiku. Bentuklah aku agar dapat menjadi sebuah bejana yang layak bagi kehadiran-Mu. Penuhilah diriku dengan keyakinan akan kasih Yesus dan kuat-kuasa-Nya di dalam diriku. Aku akan pergi ke mana saja Engkau menuntunku. Amin.

F.X. Indrapradja, OFS

Selasa, Oktober 30, 2012

PINTU YANG SEMPIT


( Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXX – Rabu, 31 Oktober 2012 )


Kemudian Yesus berjalan keliling dari kota ke kota dan dari desa ke desa sambil mengajar dan meneruskan perjalanan-Nya ke Yerusalem. Lalu ada seseorang yang berkata kepada-Nya, “Tuhan, sedikit sajakah orang yang diselamatkan?” Jawab Yesus kepada orang-orang di situ, “Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sempit itu! Sebab Aku berkata kepadamu: Banyak orang akan berusaha untuk masuk, tetapi tidak akan dapat. Jika tuan rumah telah bangkit dan telah menutup pintu, kamu akan berdiri di luar dan mengetuk-ngetuk pintu sambil berkata, ‘Tuan, bukakanlah pintu bagi kami!’ dan Ia akan menjawab dan berkata kepadamu, ‘Aku tidak tahu dari mana kamu datang.’ Lalu kamu akan berkata: Kami telah makan dan minum di hadapan-Mu dan Engkau telah mengajar di jalan-jalan kota kami. Tetapi Ia akan berkata kepadamu: Aku tidak tahu dari mana kamu datang, enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu sekalian yang melakukan kejahatan! Di sana akan terdapat ratapan dan kertak gigi, ketika kamu melihat Abraham dan Ishak dan Yakub dan semua nabi di dalam Kerajaan Allah, tetapi kamu sendiri dicampakkan ke luar. Orang akan datang dari Timur dan Barat dan dari Utara dan Selatan dan mereka akan duduk makan di dalam Kerajaan Allah. Sesungguhnya ada orang yang terakhir yang akan menjadi orang yang pertama dan ada orang yang pertama yang akan menjadi orang yang terakhir. (Luk 13:22-30)

Bacaan Pertama: Ef 6:1-9; Mazmur Tanggapan: Mzm 145:10-14

Tema Injil hari ini memang tidak populer karena termasuk salah satu dari “kata-kata keras Yesus” …… tidak setiap orang dapat berhasil masuk melalui pintu yang sempit itu. Terasa seakan-akan Yesus telah menetapkan standar-standar yang ketat, karena Dia bersabda: “Banyak orang akan berusaha untuk masuk, tetapi tidak akan dapat” (Luk 13:24). “Sesungguhnya ada orang yang terakhir yang akan menjadi orang yang pertama dan ada orang yang pertama yang akan menjadi orang yang terakhir” (Luk13:30).

Dengan kata lain, seakan Yesus mengatakan, “Bagaimana pun juga, kami para penghuni surga mempunyai standar-standar kami sendiri! Kami adalah kelompok elit, namun ke-elit-an kami bukanlah berdasarkan standar-standar dunia! Di dunia anda memandang orang menurut tinggi-rendah status sosial-ekonominya dlsb. Di sini kami memandang ukuran kebesaran hati anda, cintakasih anda, kemurahan hati anda, kualitas karakter anda. Di dalam surga kami tidak memiliki prasangka dan praduga dunia yang memuakkan. Kami di surga akan menerima siapa saja tanpa melihat warna kulitnya, sukubangsanya, kaya-miskinnya dlsb., selama anda lulus melewati standar-standar kami yang telah kami sebutkan tadi. Di sini yang penting adalah apakah yang anda telah lakukan selama hidup di dunia: memberi makan kepada mereka yang lapar, memberi minum kepada yang haus, memberi tumpangan kepada mereka yang tidak mempunyai rumah, memberi baju kepada mereka yang telanjang, mengunjungi mereka yang sakit …… (lihat Mat 25:31-46).

Bagi para orangtua, pendidikan bagi anak-anak mereka berarti membimbing anak-anak di atas jalan yang sempit. Para orangtua harus dapat menunjukkan kepada anak-anak mereka bagaimana agar tetap dapat berjalan di jalan sempit itu sehingga dapat mencapai tujuan yang benar. Pendidikan yang baik menentukan batas-batas, dan di dalam batas-batas ini para orangtua memberi kesempatan bagi anak-anak mereka menggunakan talenta dan energi mereka, dengan demikian dapat bertumbuh dengan keyakinan-diri. Namun di luar batas-batas yang ditentukan oleh peraturan-peraturan yang bijaksana, anak-anak kita tidak dapat melangkah lagi. Sejumlah anak kecil berkumpul di dapur sambil memukul-mukul pintu dapur, tembok, panci dan alat-alat dapur lainnya … seperti “rock-band” yang penuh hingar-bingar dan kebisingan yang menyakitkan telinga. Akhirnya salah seorang dari mereka berkata, “Saya harap Ibu akan datang dan menghentikan kita! Saya sudah tidak tahan lagi dengan kebisingan ini!” Banyak orang menyadari bahwa suasana yang membingungkan dan ribut-ribut sungguh mematikan, dan bahwa mereka sungguh membutuhkan seseorang untuk membawa keteraturan ke dalam situasi hiruk-pikuk itu.

Kita belajar banyak dari kehidupan Yesus sendiri. Yesus sangat memperhatikan dan patuh pada perintah-perintah Bapa-Nya. “Aku senantiasa melakukan kehendak Bapa-Ku.” Disiplin-diri adalah cara kita mengembangkan karakter agar mampu melalui pintu yang sempit yang memimpin kita ke dalam Kerajaan Allah. Menurut Yesus, orang-orang yang membuat diri mereka yang pertama dengan sikap sombong, “menyelak-nyelak” secara tak terkendali akan menjadi yang terakhir. Dan yang terakhir akan menjadi yang pertama dalam Kerajaan Allah.

DOA: Tuhan Yesus, perkenankanlah aku untuk berdoa seperti Engkau sendiri berdoa kepada Bapa pada saat mengalami penderitaan yang mendalam di taman Getsemani: “… jangan kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang jadi” (Luk 22:42). Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Jumaat, Oktober 26, 2012

KUAT-KUASA YANG TERKANDUNG DALAM NAMA YESUS


( Bacaan Injil Misa Kudus, HARI MINGGU BIASA XXX – 28 Oktober 2012 )


Lalu tibalah Yesus dan murid-murid-Nya di Yerikho. Ketika Yesus keluar dari Yerikho bersama-sama murid-murid-Nya dan orang banyak yang berbondong-bondong ada seorang pengemis yang buta, bernama Bartimeus, anak Timeus, duduk di pinggir jalan. Ketika didengarnya bahwa itu adalah Yesus orang Nazaret, mulailah ia berseru, “Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!” Banyak orang menegurnya supaya ia diam. Namun semakin keras ia berseru, “Anak Daud, kasihanilah aku!” Yesus berhenti dan berkata, “Panggillah dia!” Mereka memanggil orang buta itu dan berkata kepadanya, “Teguhkanlah hatimu, berdirilah, ia memanggil engkau.” Orang buta itu menanggalkan jubahnya, lalu segera berdiri dan pergi kepada Yesus. Tanya Yesus kepadanya, “Apa yang kaukehendaki Kuperbuat bagimu?” Jawab orang buta itu, “Rabuni, aku ingin dapat melihat!” Lalu kata Yesus kepadanya, “Pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau!” Saat itu juga ia dapat melihat, lalu ia mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya. (Mrk 10:46-52)

Bacaan Pertama: Yer 31:7-9; Mazmur Tanggapan: Mzm 126:1-6; Bacaan Kedua: Ibr 5:1-6

“Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!” (Mrk 10:47,48)

Bartimeus yang buta itu menyerukan nama Yesus dengan keras – sampai dua kali – dan pada akhirnya penglihatannya dipulihkan. Memang sungguh luar biasa kuat-kuasa yang ada dalam nama Yesus! Yesus ini dengan penuh ketaatan kepada kehendak Bapa-Nya menerima kematian di atas kayu salib, dan “itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku, ‘Yesus Kristus adalah Tuhan,’ bagi kemuliaan Allah, Bapa!” (Flp 2:6-11).

Inilah NAMA yang dideklarasikan oleh Santo Petrus di hadapan Mahkamah Agama Yahudi: “Tidak ada keselamatan di dalam siapa pun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan” (Kis 4:12).

Nama Yesus adalah nama yang paling dicintai oleh orang-orang Kristiani yang sejati. Menurut Santo Bernardus dari Clairvaux [1090-1153], nama Yesus adalah “madu bagi mulut, musik bagi telinga, sebuah seruan kegembiraan dalam hati. Lihatlah dengan terbitnya nama itu setiap awan terpecah dan hari yang cerahpun kembali. Apakah ada orang yang telah jatuh ke dalam dosa, dan lari dengan putus-asa ke arah jaring-jaring maut? Bukankah dengan menyebut nama Kehidupan, maka kehidupan dapat diperbaharui dalam dirinya? (Sermon 15 tentang Kidung-kidung).

Ketika si buta Bartimeus mendengar bahwa Yesus ada di tengah-tengah orang banyak, dia mulai menyerukan nama-Nya: “Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!” Lihatlah tanggapan penuh kasih dari Yesus: …… Yesus berhenti dan berkata, “Panggillah dia!” Kemudian orang-orang itu mengatakan kepada Bartimeus: “Teguhkanlah hatimu, berdirilah, Ia memanggil engkau.” Ini adalah sebuah undangan Yesus kepada kita masing-masing untuk menyerukan nama-Nya untuk setiap kebutuhan kita!

Sedikit orang telah menulis dengan demikian indahnya mengenai kuasa penyembuhan yang terkandung dalam Nama Yesus, seperti Santo Bernardus dari Clairvaux. Dalam meditasinya tentang puji-pujian bagi nama yang dikasihi dalam Kidung Agung, Bernardus mengatakan: “Bukan tanpa alasan Roh Kudus mengibaratkan nama Mempelai laki-laki sebagai minyak, ketika Dia menginspirasikan mempelai perempuan untuk mengatakan kepada Mempelai laki-laki: Nama-Mu adalah seperti minyak yang dicurahkan. Karena minyak memberikan terang, memberikan makan, mengurapi. Minyak juga menyalakan api; membaharui tubuh; mengurangi rasa sakit. Minyak adalah terang, makanan, obat. Lihatlah bagaimana nama Mempelai laki-laki yang sejati. Nama itu adalah terang kalau diwartakan; adalah makanan dalam meditasi; balsem dan menyembuhkan kalau dimohonkan bantuannya.”

DOA: Yesus Kristus, Engkau adalah Tuhan dan Juruselamatku. Terpujilah nama-Mu selalu. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

PERTOBATAN MANUSIA DAN KESABARAN ALLAH


( Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXIX – Sabtu, 27 Oktober 2012 )

Pada waktu itu datanglah kepada Yesus beberapa orang membawa kabar tentang orang-orang Galilea, yang darahnya dicampur Pilatus dengan darah kurban yang mereka persembahkan. Yesus berkata kepada mereka, “Sangkamu orang-orang Galilea ini lebih besar dosanya daripada dosa semua orang Galilea yang lain, karena mereka mengalami nasib itu? “Tidak!”, kata-Ku kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa dengan cara demikian. Atau sangkamu kedelapan belas orang yang mati ditimpa menara dekat Siloam, lebih besar kesalahannya daripada kesalahan semua orang lain yang tinggal di Yerusalem? “Tidak”, kata-Ku kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa dengan cara demikian.”

Kemudian Yesus menyampaikan perumpamaan ini, “Seseorang mempunyai pohon ara yang ditanam di kebun anggurnya, dan ia datang untuk mencari buah pada pohon itu, tetapi ia tidak menemukannya. Lalu ia berkata kepada pengurus kebun anggur itu: Lihatlah, sudah tiga tahun aku datang mencari buah pada pohon ara ini dan aku tidak menemukannya. Tebanglah pohon ini! Untuk apa ia hidup di tanah ini dengan sia-sia! Jawab orang itu: Tuan, biarkanlah dia tumbuh tahun ini lagi, aku akan mencangkul tanah sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya, mungkin tahun depan ia berbuah; jika tidak, tebanglah dia!” (Luk 13:1-9)

Bacaan Pertama: Ef 4:7-16; Mazmur Tanggapan: Mzm 122:1-5

Dalam bagian pertama bacaan Injil hari ini (Luk 13:1-5) tercatatlah dua peristiwa. Yang pertama adalah sebuah peristiwa berdasarkan kehendak seorang pribadi manusia yang bernama Pilatus. Orang yang satu ini memang seorang manusia yang brutal-kejam dan hal ini diteguhkan oleh tulisan-tulisan sejarawan Yosefus. Gubernur Romawi ini telah menghancurkan sebuah pemberontakan orang-orang Zelot dari Galilea yang bertujuan menumbangkan pemerintahan yang berkuasa. Penindasan politis memang terjadi sepanjang sejarah umat manusia di mana-mana, dan kali ini terjadi di Yerusalem. Peristiwa yang kedua sepenuhnya merupakan kecelakaan: sebuah menara runtuh di Yerusalem.

Setiap peristiwa dapat membawa pesan bagi kita. Sebuah “pesan”, apabila kita tahu bagaimana membacanya dengan/dalam iman. Penderitaan sakit ini, kegagalan itu, sukses ini, masa “sunyi-sepi sendiri” itu, persahabatan itu, tanggung jawab ini, musibah itu, anak itu yang memberikan kepadaku sukacita atau anak ini yang membuatku senantiasa merasa khawatir-cemas, sikap dan perilaku istriku, suamiku, dll. – semua ini sesungguhnya merupakan tanda-tanda. Apakah yang Allah ingin beritahukan kepada kita melalui tanda-tanda ini? Apakah tanda yang ingin disampaikan oleh dua peristiwa itu?

Setelah berbicara mengenai dosa manusia berkaitan dengan dua peristiwa itu, dua kali Yesus berkata, “Jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa dengan cara demikian” (Luk 13:3,5). Pada zaman Yesus – bahkan sampai pada hari ini – korban-korban suatu peristiwa yang menyedihkan dipandang sebagai hukuman atas dosa-dosa mereka. Ini adalah jalan mudah untuk membenarkan diri, dan membuat diri seseorang sebagai pribadi yang memiliki “nurani yang baik”. Namun penafsiran Yesus berbeda: segala musibah, bencana dan peristiwa-peristiwa yang tidak membahagiakan bukanlah hukuman dari Allah. Dalam hal ini Yesus bersikap tegas tanpa ragu sedikit pun. Pada hakikatnya semua musibah dan sejenisnya itu adalah suatu undangan yang diperuntukkan bagi semua orang untuk bertobat. Semua kejahatan yang menimpa diri kita dan sesama kita adalah tanda-tanda kelemahan kita sebagai manusia. Kita tidak boleh menjadi mangsa dari “rasa aman yang keliru”. Seperti peziarah-peziarah, di atas bumi ini kita semua sedang melakukan perjalanan ziarah menuju rumah Bapa, tujuan akhir kita. Oleh karena itu kita harus mengambil posisi yang tegas, tidak plintat-plintut. Peninjauan kembali atas peristiwa-peristiwa dalam kehidupan kita tidak boleh menggiring kita untuk malah menghakimi orang-orang lain (hal sedemikian terlalu mudah untuk kita lakukan), melainkan untuk melakukan pertobatan pribadi.

Kemudian Yesus menceritakan “perumpamaan tentang pohon ara yang tidak berbuah” (Luk 13:6-9). Dalam perumpamaan ini, seseorang mempunyai pohon ara yang ditanam di kebun anggurnya dan ia datang ke kebunnya untuk mencari buah pada pohon itu, tetapi tidak menemukannya. Pemilik kebun itu berkata kepada pengurus kebun anggur itu: “Lihatlah, sudah tiga tahun aku datang mencari buah pada pohon ara ini dan aku tidak menemukannya. Tebanglah pohon ini! Untuk apa ia hidup di tanah ini dengan sia-sia! (Luk 13: 7). Sekali lagi, di sini Yesus berbicara mengenai suatu kebutuhan mendesak … Marilah kita bertanya kepada diri kita masing-masing: “Apakah aku ini sebatang pohon ara yang ‘steril’, mandul – tidak berbuah – bagi Allahku … dan bagi sesamaku?”

Menanggapi perintah si pemilik kebun anggur, si pengurus kebun berkata: “Tuan, biarkanlah dia tumbuh tahun ini lagi, aku akan mencangkul tanah sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya, mungkin tahun depan ia berbuah; jika tidak, tebanglah dia!” (Luk 13:8). Ini adalah unsur paling penting dalam menafsirkan tanda-tanda zaman, yaitu “kesabaran Allah”! Bagaimana pun perlunya bagi kita untuk tidak kehilangan sesaat pun bagi pertobatan kita, kita tetap harus memiliki kesabaran yang besar terhadap orang-orang lain, juga dalam melakukan doa syafaat bagi mereka.

Kita selalu cenderung untuk menghakimi orang-orang lain dengan cepat, mengorbankan mereka tanpa pikir-pikir panjang lagi. Namun demikian, Yesus memberikan kepada kita sebuah contoh: Ia mencangkul tanah di sekeliling pohon ara yang tidak berbuah, memberikannya pupuk. Ini adalah sebuah tanda dari sikap Allah terhadap kita … Ini adalah sikap Yesus terhadap diriku pada HARI INI … “Jika tidak, tebanglah dia!” “Satu tahun lagi” bagiku untuk berbuah! Akhir zaman sudah dekat … sudah dimulai …

DOA: Yesus Kristus, Engkau adalah Tuhan dan Juruselamatku. Biarkanlah aku menggunakan dengan baik waktu yang Kauberikan kepadaku. Terima kasih, ya Tuhan Yesus, Engkau memberikan Roh Kudus untuk menuntun diriku dalam hidup pertobatan ini. Terpujilah nama-Mu selalu! Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Rabu, Oktober 24, 2012

AKU DATANG UNTUK MEMBAWA DAMAI DI ATAS BUMI? BUKAN!


( Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXIX – Kamis, 25 Oktober 2012 )

“Aku datang untuk melemparkan api ke bumi dan betapa Aku harapkan, api itu telah menyala! Aku harus dibaptis dengan suatu baptisan, dan betapa susah hati-Ku, sebelum hal itu terlaksana! Kamu menyangka bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi? Bukan, kata-Ku kepadamu, bukan damai, melainkan pertentangan. Karena mulai sekarang akan ada pertentangan antara lima orang di dalam satu rumah, tiga melawan dua dan dua melawan tiga. Mereka akan saling bertentangan, ayah melawan anaknya laki-laki dan anak laki-laki melawan ayahnya, ibu melawan anaknya perempuan, dan anak perempuan melawan ibunya, ibu mertua melawan menantunya perempuan dan menantu perempuan melawan ibu mertuanya.” (Luk 12:49-53)

Bacaan Pertama: Ef 3:14-21; Mazmur Tanggapan: Mzm 33:1-2,4-4,11-12,18-19

Sadar atau tidak sadar, kita manusia adalah makhluk-makhluk yang terikat pada adat-kebiasaan. Kita menyukai rutinitas yang sudah familiar dan seringkali mencari keamanan dari hal-hal yang kita dapat kendalikan. Misalnya refren yang biasa kita dengar: “Pokoknya, damai tentram!” Akan tetapi Yesus mengatakan: “Kamu menyangka bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi? Bukan, kata-Ku kepadamu, bukan damai, melainkan pertentangan” (Luk 12:51). Kadang-kadang kata-kata Yesus memang sulit untuk dipahami. Injil-Nya bukanlah sekadar suatu pesan damai dan sukacita, melainkan pesan mengenai perpecahan dan perjuangan juga. Dia datang ke tengah umat manusia untuk memisahkan kegelapan dari terang, namun kecenderungan pribadi kita untuk berdosa menolak pemisahan sedemikian.

Sifat dari salib Kristus-lah yang akan membuat kita mampu untuk memisahkan daging dan roh. Semakin penuh kita menyerahkan diri kepada kerja Kristus membersihkan kita – walaupun terasa sulit – semakin besar pula warisan yang kita terima daripada-Nya pada akhir zaman. Dengan demikian, semakin besar pula sukacita dan damai sejahtera kita dalam kehidupan ini.

Yesus Kristus, sang Raja Damai, ingin agar kita memahami bahwa damai-sejahtera-Nya akan memenuhi diri kita apabila kita memilih diri-Nya dan jalan-Nya, bukannya jalan-jalan atau cara-cara dunia yang ujung-ujungnya berakibat negatif bagi keselamatan jiwa kita. Kemuridan/pemuridan Kristiani mengandung biaya yang tidak sedikit, karena dapat mengakibatkan perpecahan dalam keluarga. Akan tetapi, meski dalam situasi yang paling sulit dan penuh pencobaan pun, Yesus memerintahkan kita – seperti juga ketika Dia memberdayakan kita – untuk mengasihi musuh-musuh kita dan mendoakan mereka yang menganiaya kita (Mat 5:44). Ini adalah pilihan yang dapat kita buat di tengah-tengah konflik-konflik keluarga. Sebagai akibatnya, berkat-berkat ilahi akan mengalir dengan deras ketika kita mengingat belas kasih Allah atas diri kita masing-masing dan menempatkan iman kita dalam kehadiran Roh-Nya di dalam diri kita.

Yesus mengutus Roh Kudus – api cintakasih Allah – untuk memurnikan kita dan mencerahkan pikiran kita bagi kebenaran-kebenaran Kerajaan-Nya. Sementara kita terus setia dalam doa-doa harian kita dan pembacaan serta permenungan sabda Allah dalam Kitab Suci, dan selagi kita dengan setia pula berpartisipasi dalam liturgi-liturgi (terutama dalam perayaan Ekaristi) dan karya-karya pelayanan Gereja, maka Roh Kudus-Nya akan senantiasa bersama kita: Dia membimbing, menuntun dan memberdayakan kita dengan tak henti-hentinya. Roh Kudus ini akan memperkuat dan membimbing kita melalui setiap konflik dan perjuangan kita. Yesus meyakinkan kita: “Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia.” (Yoh 16:33).

DOA: Yesus, Engkau adalah Tuhan dan Juruselamatku. Tuhan, berikanlah kepadaku sebuah hati seperti hati-Mu, yang senantiasa bersedia melakukan kehendak Bapa. Penuhilah pikiran dan hatiku dengan kebenaran-Mu sehingga dengan demikian aku akan mengetahui bilamana diriku dimurnikan oleh api cintakasih-Mu. Engkau memang pantas untuk dikasihi, dipuji disembah dan dimuliakan, sekarang dan selama-lamanya. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Selasa, Oktober 23, 2012

BANYAK DIBERI, BANYAK DITUNTUT


( Bacaan Injil Misa Kudus,Hari Biasa Pekan Biasa XXIX – Rabu, 24 Oktober 2012 )

Tetapi ketahuilah ini: Jika tuan rumah tahu pukul berapa pencuri akan datang, ia tidak akan membiarkan rumahnya dibongkar. Hendaklah kamu juga siap sedia, karena Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu duga.” Kata Petrus, “Tuhan, kamikah yang Engkau maksudkan dengan perumpamaan itu atau juga semua orang?” Jawab Tuhan, “Jadi, siapakah pengurus rumah yang setia dan bijaksana yang akan diangkat oleh tuannya menjadi kepala atas semua hambanya untuk memberikan makanan kepada mereka pada waktunya? Berbahagialah hamba yang didapati tuannya melakukan tugasnya itu, ketika tuannya itu datang. Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Tuannya itu akan mengangkat dia menjadi pengawas segala miliknya. Akan tetapi, jikalau hamba itu jahat dan berkata di dalam hatinya, ‘Tuanku tidak datang-datang,’ lalu ia mulai memukul hamba-hamba laki-laki dan hamba-hamba perempuan, dan makan minum dan mabuk, maka tuan hamba itu akan datang pada hari yang tidak disangkanya, dan pada saat yang tidak diketahuinya, dan akan memenggalnya dan membuatnya senasib dengan orang-orang yang tidak setia. Adapun hamba yang tahu akan kehendak tuannya, tetapi yang tidak mengadakan persiapan atau tidak melakukan apa yang dikehendaki tuannya, ia akan menerima banyak pukulan. Tetapi barangsiapa tidak tahu akan kehendak tuannya dan melakukan apa yang harus mendatangkan pukulan, ia akan menerima sedikit pukulan. Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, akan banyak dituntut dari dirinya, dan kepada siapa yang banyak dipercayakan, akan lebih banyak lagi dituntut dari dirinya.” (Luk 12:39-48)

Bacaan Pertama: Ef 3:2-12; Mazmur Tanggapan: Yes 12:2-6

“Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, akan banyak dituntut dari dirinya, dan kepada siapa yang banyak dipercayakan, akan lebih banyak lagi dituntut dari dirinya” (Luk 12:48).

Inilah ayat terakhir dari bacaan Injil hari ini. Aplikasinya yang paling langsung adalah terhadap tanggung jawab para pemimpin agama kepada siapa Kristus memberikan lebih banyak rahmat, namun pada saat yang sama mengharapkan lebih banyak dari mereka daripada dari orang-orang lain.

Kita dapat dan harus senantiasa menerapkan kata-kata ini pada banyak karunia yang diberikan Allah kepada kita. Lihatlah, misalnya negara kita yang diberkati oleh Allah dengan kekayaan alam yang berlimpah. Kristus ingin agar kita menggunakan kekayaan alam ini, karena Allah menciptakan semua itu dan semua itu sesungguhnya baik. Akan tetapi, kita semua harus menggunakan hal-hal yang baik tersebut dengan penuh tanggung jawab. Cara kita menggunakan anugerah Allah ditentukan oleh komitmen dan sikap kita yang mendasar terhadap Allah dan sesama manusia.

Sikap mendasar ini harus dihayati dalam hidup kita sehari-hari. Kalau tidak demikian halnya, maka semuanya menjadi tidak riil. Di sini tidak menyangkut soal doa. Sebagian dari jalan menuju Allah adalah melalui dunia, dunia kerja/karya, kehidupan keluarga, RT/RW. Mengapa jalan menuju Allah? Karena dalam area-area inilah kita menggunakan karunia-karunia Allah dan mengembalikan semua kepada-Nya seperti yang diminta oleh-Nya.

Harta kekayaan kita, talenta-talenta kita, energi dan upaya-upaya kita adalah karunia dari Allah. Dan seturut apa yang telah diberikan kepada kitalah kita harus memberi. Sesama kita membutuhkan kita. Apabila kita memiliki lebih daripada yang kita butuhkan menurut akal sehat, maka orang-orang miskin mempunyai hak atas “surplus” yang kita miliki. Apabila kita memiliki talenta-talenta di bidang kepemimpinan, komunitas kita harus menikmati manfaat dari kualitas-kualitas kepemimpinan tersebut. Kita harus mengkontribusikan kepada perkembangan dunia ciptaan melalui kerja yang energetik dan yang penuh antusiasme. Ini adalah bagian dari rencana Allah.

Kita harus mewujudkan roh Injil hari ini dalam praktek kehidupan sehari-hari. Marilah kita menanggapi pesan Kristus dan memberi seturut ukuran yang telah kita terima.

DOA: Bapa surgawi, Engkau telah memenuhi diri kami masing-masing dengan rupa-rupa anugerah dan talenta. Semua kerja kami adalah untuk kemuliaan dan pujian bagi-Mu, dan untuk pembangunan umat-Mu di dunia ini. Sungguh, Engkau adalah keselamatanku (Mzm 12:2). Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Isnin, Oktober 22, 2012

WASPADA DAN SIAP SEDIA


( Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXIX – Selasa, 23 Oktober 2012 )
  
“Hendaklah pinggangmu tetap terikat dan pelitamu tetap menyala. Hendaklah kamu sama seperti orang-orang yang menanti-nantikan tuannya yang pulang dari perkawinan, supaya jika ia datang dan mengetuk pintu, segera dibuka pintu baginya. Berbahagialah hamba-hamba yang didapati tuannya berjaga-jaga ketika ia datang. Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Ia akan mengikat pinggangnya dan mempersilakan mereka duduk makan, dan ia akan datang melayani mereka. Apabila ia datang pada tengah malam atau pada dini hari dan mendapati mereka berbuat demikian, maka berbahagialah mereka.” (Luk 12:35-38)

Bacaan Pertama: Ef 2:12-22; Mazmur Tanggapan: Mzm 85:9-14

Apakah anda siap? Apakah anda mempunyai cukup banyak minyak agar pelitamu tetap dapat bernyala? Orang-orang pada zaman Yesus mengetahui, barangkali jauh lebih tahu dari kita semua, akan kebutuhan untuk senantiasa bersikap waspada. Pada zaman itu banyak perampok atau penyamun beroperasi di malam hari. Oleh karena itu para penjaga rumah dan/atau penjaga malam harus sungguh waspada setiap saat, siap untuk menghadapi bahaya apa pun yang mungkin mengancam.

Memang kebanyakan kita – teristimewa orang kota besar – tidak merasa adanya keperluan untuk menghadapi ancaman para pencuri di malam hari, namun kita dipanggil untuk menjaga harta warisan kita dalam Kristus. Musuh-musuh kita – Iblis, hal-ikhwal duniawi, kodrat kita sendiri yang cenderung berdosa – terus saja mengancam kita semua. Kalau tidak waspada, maka kita pun dapat hancur berkeping-keping! Iblis dan hal-hal yang disebutkan tadi senantiasa mencari kesempatan untuk menggeser posisi kita yang penuh kepercayaan pada Kristus, a.l. dengan menimbulkan keraguan terhadap martabat kita sebagai anak-anak Allah; juga dengan mengaburkan ingatan kita akan karya Allah dalam kehidupan kita dan yang meyakinan kita bahwa Kristus sungguh ada dalam diri kita masing-masing, dan bahwa Dia samasekali bukanlah harapan kemuliaan bagi kita. Setiap Selasa malam dalam Ibadat Penutup, Santo Petrus senantiasa mengingatkan kita: “Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya” (1Ptr 5:8).

Menghadapi ancaman-ancaman tersebut di atas, Yesus memanggil kita untuk senantiasa waspada. Dia ingin kita untuk siap-siaga tidak hanya dalam menantikan kedatangan-Nya untuk kedua kalinya, melainkan juga siap untuk segala waktu akan kedatangan-Nya kepada kita dalam kehidupan kita sehari-hari untuk memberikan rahmat dan hikmat-Nya kepada kita. Dengan tetap waspada, kita dapat menjaga posisi istimewa yang kita miliki dalam Kristus, martabat kita sebagai “kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarta Allah” (Ef 2:19). Kesiap-siagaan akan menjaga kita untuk terbuka menyambut Yesus kapan saja Dia datang.

Janji Injil hari ini adalah bahwa apabila kita tetap waspada menantikan Tuhan Yesus, maka musuh-musuh kita akan kehilangan kontrolnya atas diri kita. Bahkan badai kehidupan sekali pun akan menjadi kesempatan-kesempatan sangat berharga untuk melihat bagaimana Yesus bertempur untuk kita. Tuhan Yesus ingin sekali melayani kita dengan penuh kemurahan hati. Sayup-sayup atau jelas kita mendengar suara-Nya: “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu” (Mat 11:28). Oleh karena itu, marilah kita menyerahkan segala beban dan kesusahan kita, dan Ia pun akan menggantinya menjadi sukacita dan tawa-ceria.

Waspadalah dan selalu ingatlah bahwa kita (anda dan saya) mempunyai ‘seorang’ Allah yang telah mengasihi kita sejak sediakala dan menginginkan kita mengalami kemenangan-Nya dan mencicipi sukacita yang akan datang bersama-Nya pada saat Ia kembali kelak.

DOA: Tuhan Yesus, Engkau adalah segalanya yang kubutuhkan. Engkau adalah mutiaraku yang sangat berharga. Tolonglah aku agar mampu mengambil keputusan-keputusan hari ini yang akan menjaga harta kehidupan yang telah Engkau taruh dalam hatiku. Aku akan menjaga agar pelitaku tetap bernyala selagi Engkau mengisi diriku dengan minyak Roh-Mu, karena bersama sang pemazmur aku percaya bahwa “Engkau, Tuhan, akan memberikan kebaikan” (Mzm 85:12) kepadaku . Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Ahad, Oktober 21, 2012

…… JIKALAU IA TIDAK KAYA DI HADAPAN ALLAH


(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXIX – Senin, 22 Oktober 2012)

Seorang dari orang banyak itu berkata kepada Yesus, “Guru, katakanlah kepada saudaraku supaya ia berbagi warisan dengan aku.” Tetapi Yesus berkata kepadanya, “Saudara, siapakah yang telah mengangkat Aku menjadi hakim atau pengantara atas kamu?” Kata-Nya lagi kepada mereka, “Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung pada kekayaannya itu.” Kemudian Ia menyampaikan kepada mereka suatu perumpamaan, “Ada seorang kaya, tanahnya berlimpah-limpah hasilnya. Ia bertanya dalam hatinya: Apakah yang harus aku perbuat, sebab aku tidak mempunyai tempat di mana aku dapat menyimpan hasil tanahku. Lalu katanya: Inilah yang akan aku perbuat; aku akan merombak lumbung-lumbungku dan aku akan mendirikan yang lebih besar dan akan menyimpan di dalamnya semua gandum dan barang-barangku. Sesudah itu aku akan berkata kepada jiwaku: Jiwaku, engkau memiliki banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah! Tetapi firman Allah kepadanya: Hai engkau yang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil daripadamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti? Demikianlah jadinya dengan orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, jikalau ia tidak kaya di hadapan Allah.” (Luk 12:13-21)

Bacaan Pertama: Ef 2:1-10; Mazmur Tanggapan: Mzm 100:2-5

Dengan menceritakan perumpamaan tentang “Orang kaya yang bodoh”, Yesus mendesak para pendengar-Nya (termasuk kita pada zaman modern ini) untuk menjadi kaya di hadapan Allah, bukannya kaya bagi diri kita sendiri. Yesus tidak ingin kita menghinakan benda-benda materiil. Apalagi, Allah itu murah hati terhadap kita dan Ia senang memberikan kita kemakmuran dan kelimpahan. Apa yang ditekankan oleh Yesus adalah agar kita mempertimbangkan apakah kita mendasarkan ekspektasi kita akan kebahagiaan berdasarkan benda-benda materiil – atau apakah kita memandang Allah sebagai sumber sukacita kita yang paling tinggi? Apakah kita fokus perhatian kita hanya pada kebahagiaan kita sendiri, ataukah kita menggunakan sumber daya materiil kita untuk melayani berbagai kebutuhan orang-orang lain?

Yesus itu murah hati kepada kita, dan Ia minta kita untuk bermurah hati juga kepada orang-orang lain. Hal ini termasuk memberi kepada Gereja dan berbagai pelayanan lainnya yang mendukung kegiatan penyebaran Injil. Hal ini termasuk juga mensyeringkan sumber daya yang Kita miliki dengan orang-orang miskin, yang membutuhkan, orang-orang yang tersisihkan dari masyarakat …… “wong cilik”. Pada bagian lain Perjanjian Baru, Yesus mengatakan bahwa “segala sesuatu yang kita lakukan untuk salah seorang dari saudara-Nya yang paling hina, kita telah melakukannya untuk Dia” (lihat Mat 25:40). Jadi, apabila kita sungguh ingin menjadi kaya di hadapan Allah, maka cara mana lagi yang lebih baik daripada menjadi kaya terhadap mereka yang “paling hina” di dalam dunia? Semakin banyak kita menyerahkan harta benda yang kita miliki dalam kehidupan kita – uang kita, waktu kita, energi kita, apa pun sumber daya yang kita hargai – dan memberikan semua itu kepada orang-orang yang membutuhkan, semakin banyak pula kita akan dipenuhi dengan kasih dan berkat-berkat Tuhan lainnya.

Tentu saja kita harus bertanggung jawab, namun janganlah kita biarkan rasa takut menahan kita dari tindakan memberi. Allah tidak akan meninggalkan para pelayan-Nya (para hamba-Nya). Ia mengasihi orang-orang miskin, dan ia mempunyai cinta kasih yang istimewa bagi mereka yang mengasihi orang-orang miskin itu. Dorothy Day adalah salah satu pendiri Catholic Worker Movement dan seorang pecinta orang miskin. Perempuan hebat ini pernah menulis yang berikut ini: “Semakin dekat kita kepada orang-orang miskin, semakin dekat pula kita kepada kasih Kristus.” Sungguh merupakan sebuah paradoks: kita dapat menjadi kaya dalam Kristus denggan mengasihi orang-orang miskin!

Selagi kita menanggapi dorongan Yesus untuk menjadi kaya di hadapan Allah, kit aakan menemukan kekayaan kasih-Nya dan kekayaan yang tak dapat diukur dari hal-hal yang sungguh berarti.

DOA: Tuhan Yesus, berikanlah kepadaku sebuah hati bagi orang-orang miskin, teristimewa bagi orang-orang yang tidak mempunyai siapa-siapa yang dapat memperhatikan dan merawat mereka. Kirimkanlah seseorang kepada mereka, ya Tuhan! Tunjukkanlah kepadaku apa yang dapat kulakukan. Tolonglah mereka yang membutuhkan pengalaman akan bela-rasa-Mu yang penuh cintakasih dan juga pemeliharaanmu yang lembah lembut. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Sabtu, Oktober 20, 2012

DAPATKAH KAMU MEMINUM CAWAN YANG HARUS KUMINUM?


( Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Minggu Biasa XXIX – 21 Oktober 2012 )
Hari Minggu Evangelisasi; OSU: Hari Raya S. Ursula, Pelindung Tarekat

Lalu Yakobus dan Yohanes, anak-anak Zebedeus, mendekati Yesus dan berkata kepada-Nya, “Guru, kami harap Engkau melakukan apa pun yang kami minta dari Engkau!” Jawab-Nya kepada mereka, “Apa yang kamu kehendaki Kuperbuat bagimu?” Lalu kata mereka, “Perkenankanlah kami duduk dalam kemuliaan-Mu kelak, yang seorang di sebelah kanan-Mu dan yang seorang lagi di sebelah kiri-Mu.” Tetapi kata Yesus kepada mereka, “Kamu tidak tahu apa yang kamu minta. Dapatkah kamu meminum cawan yang harus Kuminum atau dibaptis dengan baptisan yang harus kuterima?” Jawab mereka, “Kami dapat.” Yesus berkata kepada mereka, “Memang, kamu akan meminum cawan yang harus Kuminum dan akan dibaptis dengan baptisan yang harus Kuterima. Tetapi hal duduk di sebelah kanan-Ku atau di sebelah kiri-Ku, Aku tidak berhak memberikannya. Itu akan diberikan kepada orang-orang yang baginya hal itu telah disediakan.” Mendengar itu kesepuluh murid yang lain menjadi marah kepada Yakobus dan Yohanes. Lalu Yesus memanggil mereka dan berkata, “Kamu tahu bahwa mereka yang diakui sebagai pemerintah bangsa-bangsa bertindak sewenang-wenang atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Siapa saja yang ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya. Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.” (Mrk 10:35-45)

Bacaan Pertama: Yes 53:10-11; Mazmur Tanggapan: Mzm 33:4-5,18-20,22; Bacaan Kedua: Ibr 4:14-16

Yesus sama sekali tidak menegur dengan keras Yakobus dan Yohanes ketika mereka minta kepada-Nya untuk menjadi tokoh-tokoh penting yang masing-masing akan duduk di sisi kanan dan kiri Yesus dalam kemuliaan-Nya. Yesus hanya mengatakan bahwa kedua orang murid-Nya itu tidak tahu apa yang mereka minta. Kemudian, Yesus menantang mereka: “Dapatkah kamu meminum cawan yang harus Kuminum atau dibaptis dengan baptisan yang harus kuterima?” (Mrk 10:38). Dengan mensejajarkan ambisi dua orang murid-Nya dengan kerendahan hati-Nya sendiri, Yesus mengoreksi semangat bergebu-gebu mereka untuk memperoleh kemuliaan dengan mengajar mereka untuk mengindahkan panggilan Allah kepada pelayanan yang dilakukan dengan kerendahan hati.

Kerendahan hati Yesus berasal dari cintakasih-Nya kepada Bapa dan dunia. Yesus mau menanggung apa saja – malah kematian sekali pun – guna menyelamatkan umat manusia. Kerendahan hati macam inilah yang melepaskan kasih Allah bagi dunia dan memajukan Kerajaan-Nya. Kerendahan hati macam inilah yang diajarkan Yesus kepada para murid-Nya, ketika Dia berkata: “Siapa saja yang menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan siapa saja yang ingin menjadi yang pertama di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya” (Mrk 10:43-44).

Jangan salah! Yesus tidak mencari murid-murid yang seperti tanaman “puteri malu”. Itu bukanlah macam kerendahan hati yang dicari oleh-Nya. Dia mencari orang-orang seperti diri-Nya sendiri yang akan menanggung kesedihan Bapa atas penderitaan dalam dunia. Dia mencari orang-orang yang akan bekerja dengan diri-Nya agar dunia dapat dibebas-merdekakan dari dosa. Jadi, Yesus tidak menegur dan memarahi Yakobus dan Yohanes untuk ambisi mereka yang salah-arah. Sebaliknya, Yesus justru menyalurkan ambisi mereka sehingga mau merangkul kehendak Bapa: “Kamu akan meminum cawan yang harus Kuminum dan akan dibaptis dengan baptisan yang harus Kuterima” (Mrk 10:39).

Jika kita tidak sampai menciut, pentinglah untuk memahami bahwa cawan pengorbanan ini juga merupakan suatu keintiman dengan Allah. Setiap tindakan kematian terhadap diri sendiri demi Kerajaan Allah akan membawa kita lebih dekat lagi dengan Yesus. Semakin penuh kita minum dari cawan ini, semakin penuh pula kita belajar bahwa Yesus tidak pernah meminta atau menuntut lebih dari diri kita daripada pemberdayaan yang telah dilakukan-Nya atas diri kita untuk mampu memberikan sesuatu. Yesus selalu mengundang kita untuk “dengan penuh keberanian menghampiri takhta anugerah, supaya kita menerima rahmat dan menemukan anugerah untuk mendapat pertolongan pada waktunya” (Ibr 4:16).

DOA: Tuhan Yesus, kami mengkomit diri kami kepada-Mu untuk saling melayani dengan kerendahan hati, sebagaimana Engkau telah mengasihi dan melayani kami. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Jumaat, Oktober 19, 2012

MENGAKUI DIA DI DEPAN MANUSIA


( Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXVIII – Sabtu, 20 Oktober 2012 )
FMM: Hari Peringatan Beatifikasi B. Marie de la Passion (Pendiri Kongregasi)

Aku berkata kepada-Mu: Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Anak Manusia juga akan mengakui di depan malaikat-malaikat Allah. Tetapi siapa saja yang menyangkal Aku di depan manusia, ia akan disangkal di depan malaikat-malaikat Allah. Setiap orang yang mengatakan sesuatu melawan Anak Manusia, ia akan diampuni; tetapi siapa saja yang menghujat Roh Kudus, ia tidak akan diampuni. Apabila orang menghadapkan kamu kepada majelis di rumah-rumah ibadat atau kepada pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa, janganlah kamu khawatir bagaimana kamu harus membela diri dan apa yang harus kamu katakan. Sebab pada saat itu juga Roh Kudus akan mengajar kamu apa yang yang harus kamu katakan” (Luk 12:8-12).

Bacaan Pertama: Ef 1:15-23; Mazmur Tanggapan: Mzm 8:2-7

Kebaktian gereja di Munich, Jerman, telah selesai, ketika tiba-tiba perempuan itu melihat laki-laki itu; mantan prajurit SS Nazi yang bertugas menjaga di dekat pintu kamar mandi di kamp konsentrasi Ravensbruck. Banyak tahun telah berlalu, namun memori-memori membanjiri pikiran perempuan itu – ruangan yang penuh berisi laki-laki yang mengolok-olok dirinya, tumpukan baju, rasa takut yang bercampur dengan marah dan malu. Pada suatu hari, setelah baru saja menyelesaikan ceramahnya, seorang laki-laki muncul dari antara orang-orang yang hadir dan mendatanginya dan berkata kepada perempuan itu, “Betapa penuh syukur saya mendengar pesan anda, …… berpikir bahwa Yesus telah membasuh bersih dosa-dosaku!”

Mula-mula perempuan ini, yang sudah begitu sering berceramah tentang betapa perlunya mengampuni, tidak mau mengulurkan tangannya ketika laki-laki itu mengulurkan tangannya untuk menyalaminya. Merasakan keengganan dirinya, kemudian perempuan itu memohon kepada Yesus untuk menolongnya mengampuni laki-laki itu. Tanpa mampu tersenyum sedikit pun, perempuan itu berdoa lagi: “Yesus, aku tidak dapat. Berikanlah pengampunanmu kepadaku.” Pada akhirnya, selagi dia berjabatan tangan dengan laki-laki itu, “terjadilah suatu hal yang luar biasa. Dari pundakku terus melewati lengan dan tanganku, terasa adanya sesuatu yang mengalir dari diriku kepada orang itu, sementara dari ke dalam hatiku mengalirlah keluar cintakasih bagi orang asing ini, hal mana hampir membuat aku ‘kewalahan’ karena karena rasa gembira yang penuh ketakjuban.”

Perempuan itu adalah Corrie ten Boom. Siapa yang dapat menyalahkan Corrie untuk sikapnya yang tidak mau mengampuni? Keluarganya dihabiskan oleh para penguasa Nazi hanya karena mereka adalah orang-orang Kristiani yang menyembunyikan orang-orang Yahudi dari pengejaran para penguasa Nazi tersebut. Akan tetapi, melalui rahmat Allah yang bersifat supernatural, Corrie dimampukan untuk dapat melihat melampaui rasa sakit hatinya dan berpaling kepada Yesus dalam momen pengambilan keputusan yang krusial. Sebagai bukti kebenaran-kebenaran dari hal-hal yang telah disyeringkan olehnya kepada orang-orang lain, sikap dan tindakan sederhana Corrie terhadap mantan-penganiayanya menunjukkan, bahwa belas-kasih dapat menang-berjaya atas penghakiman.

Apakah mereka mengetahuinya atau tidak – dan apakah kita mempersepsikannya atau tidak – sebenarnya setiap insan (Nazi, komunis, atheis, agnostik dlsb.) memiliki kerinduan untuk mengenal Injil. Itulah sebabnya, mengapa Allah memanggil kita masing-masing untuk menjadi saksi-saksi-Nya. Itulah sebabnya, mengapa Dia memberikan kepada kita berbagai kesempatan setiap hari untuk menyebarkan Kabar Baik-Nya kepada para anggota keluarga kita, para sahabat kita, para rekan-kerja kita dll. Evangelisasi tidak perlu sulit-sulit amat! Evangelisasi dapat sama sederhananya dengan percakapan sehari-hari. Dengan tetap berada dekat dengan Yesus membuat kita terus terbuka bagi gerakan-gerakan Roh-Nya. Dengan demikian, Injil yang kita hayati dalam kehidupan kita akan menarik banyak orang kepada Allah. Marilah kita menjaga diri kita agar tetap terbuka bagi Roh Kudus dan senantiasa mengingat kebenaran yang satu ini: yaitu bahwa Roh Kudus inilah yang melakukan evangelisasi, bukan kita. Roh Kudus Allah-lah yang sesungguhnya merupakan SANG PEWARTA, Dia yang senantiasa bekerja di belakang layar.

DOA: Roh Kudus yang penuh kuasa dan kasih, berikanlah kepadaku hati seorang penginjil. Semoga diriku senantiasa mencerminkan kebenaran-kebenaran Injil. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Rabu, Oktober 17, 2012

HANYA LUKAS YANG TINGGAL DENGAN AKU


( Bacaan Pertama Misa Kudus, Pesta Santo Lukas, Pengarang Injil – Kamis, 18 Oktober 2012 )
…Demas telah mencintai dunia ini dan meninggalkan aku. Ia telah berangkat ke Tesalonika. Kreskes telah pergi ke Galatia dan Titus ke Dalmatia. Hanya Lukas yang tinggal dengan aku. Jemputlah Markus dan bawalah ia kemari, karena pelayanannya berguna bagiku. Tikhikus telah kukirim ke Efesus. Jika engkau kemari bawa juga jubah yang kutinggalkan di Troas di rumah Karpus dan juga kitab-kitabku, terutama yang terbuat dari kulit.


Aleksander, tukang tembaga itu, telah banyak berbuat jahat terhadap aku. Tuhan akan membalasnya menurut perbuatannya. Hendaklah engkau juga waspada terhadap dia, karena dia sangat menentang ajaran kita. Pada waktu pembelaanku yang pertama tidak seorang pun yang membantu aku, semuanya meninggalkan aku – kiranya hal itu jangan ditanggungkan atas mereka – tetapi Tuhan telah mendampingi aku dan menguatkan aku, supaya dengan perantaraanku Injil diberitakan dengan sepenuhnya dan semua orang bukan Yahudi mendengarkannya. Dengan demikian aku lepas dari mulut singa. (2Tim 4:10-17)

Mazmur Tanggapan: Mzm 145:10-13,17-18; Bacaan Injil: Luk 10:1-9

“Hanya Lukas yang tinggal dengan aku” (2Tim 4:11).

Dari sepucuk surat yang ditulis Santo Paulus, orang kudus yang pestanya kita rayakan pada hari ini dikenal sebagai “tabib Lukas yang terkasih” (Kol 4:14). Santo Lukas adalah penulis Injil ketiga yang indah itu, di mana kita dapat membaca kisah kelahiran Yohanes Pembaptis dan Yesus Kristus; Kidung Maria (magnificat) ketika mengunjungi Elisabet; perumpamaan tentang “Orang Samaria yang murah hati”, perumpamaan tentang “Anak yang Hilang”, dll. yang hanya terdapat dalam Injil ketiga ini. Lukas adalah juga penyusun “Kisah Para Rasul”, sebuah “bacaan wajib” bagi kita semua yang baru mulai mendalami Kitab Suci dan sebuah bacaan indah yang memuat sejarah awal Gereja dan kisah-kisah tentang karya Roh Kudus yang menakjubkan di tengah-tengah umat yang giat melakukan evangelisasi.

Ada yang kurang kita ketahui tentang “dokter” Lukas ini: dia memiliki karunia sebagai sahabat setia. Lukas tetap menemani Paulus, baik pada saat-saat baik yang menyenangkan maupun pada saat-saat buruk penuh penderitaan; baik pada masa-masa serba berkekurangan maupun pada masa-masa berkelebihan; pada waktu menderita sakit maupun ketika sehat walafiat – seakan-akan ia telah mengucapkan janji perkawinan! Pada waktu Paulus berada dalam tahanan rumah di Roma, hanya seorang Lukas lah yang menemaninya (2Tim 4:11). Bahkan ketika maut memisahkan kedua orang sahabat ini, perpisahan itu hanyalah sementara saja. Sekarang mereka kembali bersama di hadapan takhta Allah Bapa.

Sebagai seorang rekan-kerja Paulus, Lukas berbagi kerja dengan Paulus dan menghadapi segala kesulitan yang dihadapi dan dialami Paulus: dimasukkan ke dalam penjara, dianiaya secara fisik, kecelakaan kapal laut, malam hari tanpa tidur, kelaparan, kehausan, kedinginan, bahaya-bahaya dari para pengkhianat dan penjahat (2Kor 11:23-27). Paulus menanggung semua itu, dan Lukas berada di sisinya – ringan sama dijinjing dan berat sama dipikul. “…….persaudaraan sejati”, yang seharusnya menjadi ciri-pribadi yang kelihatan dari para murid Kristus! Bersama-sama mereka sangat mengasihi Yesus Kristus, dan bersama-sama pula mereka menghayati “jantung” dari Injil: “Tidak ada kasih yang lebih besar daripada ini, yakni seseorang memberikan nyawanya demi sahabat-sahabatnya” (Yoh 15:13).

Persahabatan ideal yang ditunjukkan oleh Santo Lukas seharusnya membuka mata (-hati) kita terhadap keinginan Allah untuk menganugerahkan kita hal yang sama – kita satu sama lain sebagai anak-anak-Nya. Bapa surgawi senantiasa siap untuk mencurahkan berkat-berkat istimewa-Nya apabila kita mengesampingkan kecenderungan-kecenderungan kita untuk menjadi bersahabat hanya pada saat-saat kita sedang membutuhkan sesuatu, atau hanya dengan orang-orang yang menyenangkan, atau hanya pada waktu semuanya serba-nyaman. Allah sangat senang bilamana kita tetap berdiri di samping sahabat kita, pada waktu baik atau pun buruk, demi Injil-Nya.

Walaupun melibatkan banyak kesulitan, janganlah kita luput melihat bahwa persahabatan Kristiani yang sejati mempunyai penghiburan-penghiburan yang indah. Janganlah anda pernah merasa ragu-ragu sedikit pun bahwa Paulus dan Lukas pernah mengalami waktu-waktu penuh sukacita bersama. Selagi mereka melakukan perjalanan misi ke mana-mana, tanpa diragukan lagi ada saat-saat di mana mereka disambut dengan hospitalitas yang hangat, hal mana mereka rayakan dalam kasih akan Allah. Mereka mempunyai kesempatan-kesempatan untuk bergembira-ria pada saat terjadi penyembuhan atas orang-orang sakit, mukjizat dan tanda-tanda heran lainnya, dan pada waktu terpesona atau diliputi perasaan takjub menyaksikan bagaimana Allah menyelamatkan mereka dari mara-bahaya yang mengancam kehidupan mereka. Mereka mengalami cintakasih penuh syukur yang ditunjukkan oleh ribuan umat yang dipertobatkan lewat evangelisasi mereka – bahkan oleh banyak sekali orang di segala zaman – termasuk anda dan saya – yang masih terus saja diuntungkan oleh karya penginjilan mereka dan tetap mengasihi mereka, bahkan pada hari ini juga!

DOA: Tuhan Yesus, terima kasih penuh syukur kami haturkan kepada-Mu untuk contoh persahabatan yang telah diberikan oleh Santo Lukas. Terima kasih untuk para sahabat yang Kauberikan kepada kami, baik Kristiani maupun yang beriman lain. Tolonglah kami masing-masing agar mau dan mampu menjadi sahabat yang baik, bahkan sampai memberikan nyawa kami bagi para sahabat itu. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Selasa, Oktober 16, 2012

AGAR DAPAT HIDUP, KITA HARUS MATI DULU


( Bacaan Injil Misa Kudus, Peringatan S. Ignasius dari Antiokia, Uskup-Martir – Rabu, 17 Oktober 2012 )

Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Jika biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah. Siapa saja yang mencintai nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, tetapi siapa saja yang membenci nyawanya di dunia ini, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal. Siapa saja yang melayani Aku, ia harus mengikut Aku dan di mana Aku berada, di situ pun pelayan-Ku akan berada. Siapa saja yang melayani Aku, ia akan dihormati Bapa. ( Yohanes 12:24-26 )
Bacaan Pertama: Flp 3:17-4:1;Mazmur Tanggapan: Mzm 34:2-9
Dalam setiap biji gandum terkandunglah suatu potensi untuk bertumbuh, menjadi matang dan menghasilkan buah. Akan tetapi agar dapat bertumbuh, biji gandum itu pertama-tama harus ditanam/jatuh ke dalam tanah dan menjadi mati, artinya menyerahkan dirinya untuk perubahan selanjutnya. Hanya dengan begitu biji gandum itu dapat menghasilkan kehidupan.
Seorang Kristiani menerima kehidupan dengan cara yang serupa. Agar dapat hidup, kita harus mati dulu. Mati berarti dibaptis ke dalam kematian Tuhan Yesus! Dengan menyatukan diri kita dalam iman pada kematian-Nya, maka kita setuju dalam hati kita bahwa kita tidak lagi memiliki hasrat untuk diatur oleh kehidupan yang kita warisi dari Adam dan Hawa setelah kejatuhan mereka ke dalam dosa. Kita menginginkan tanda sakramental kematian kita dalam pembaptisan untuk diaktualisasikan, agar kita bahkan sekarang dapat mengalami kematian terhadap cinta-diri dan dorongan-dorongan dari dalam diri semata.
Dalam pembaptisan, “biji gandum” kita telah dikubur dan kita pun dimampukan untuk menerima suatu kehidupan baru. Karena kita turut ambil bagian dalam kematian Yesus, kita juga ikut ambil bagian dalam kebangkitan-Nya (Rm 6:4). Karena Yesus dibangkitkan dan duduk di sebelah kanan Allah Bapa, maka kehidupan yang kita terima mempunyai asal-usul di surga. Roh Kudus memberdayakan kehidupan baru dalam diri kita dengan memperbaharui akal budi dan hati kita. Kita bekerja sama dengan berdoa, melakukan pertobatan, menerima kehidupan-Nya dari liturgi dan sakramen, membaca dan merenungkan sabda Allah dalam Kitab Suci, dan mencari terus kehendak-Nya atas diri kita. Dengan berjalannya waktu, berkat rahmat Allah, kita mulai dapat menghasilkan buah-buah yang baik. Tindakan-tindakan kita dan kata-kata yang kita ucapkan menjadi semakin lebih berpusat pada Kristus. Pada saat yang sama berbagai tindakan dan kata-kata kita yang mencerminkan pemusatan pada diri kita sendiri juga semakin menyusut. Kita pun mulai merindukan Allah lebih daripada dunia.
Santo Ignasius dari Antiokhia [+ 110] yang kita peringati pada hari ini adalah contoh yang baik dari sebutir biji gandum yang mati dan tumbuh serta berbuah. Barangkali orang kudus ini berasal dari Siria. Ada yang mengatakan bahwa Ignasius adalah salah seorang anak yang dipangku Yesus di hadapan para Rasul. Ia menjadi uskup kedua sesudah Santo Petrus di kota pusat Kristinitas, yaitu Antiokhia di Siria. Di tempat inilah Ignasius yang sudah lanjut usia dihukum mati dan dikirim ke Roma agar supaya diterkam binatang buas sebagai tontonan. Dalam perjalanannya ke Roma dia menulis surat-surat yang membuat dirinya menjadi terkenal. Kapal mereka singgah sebentar di Smirna. Di situ Ignasius bertemu dengan Polikarpus, murid Rasul Yohanes. Dari kota inilah ia menulis empat surat kepada umat di Efesus, Magnesia, Tralles dan Roma. Di Listra, sebelum menyeberang ke Eropa, Ignasius menulis tiga surat, yaitu kepad jemaat di Filadelfia, Smirna dan surat perpisahan kepada uskup Polikarpus yang masih muda itu. Surat-surat Ignasius itu sangat berharga untuk mengetahui kehidupan umat Kristiani purba. Ignasius selalu menasihatkan, supaya orang Kristiani tetap utuh bersatu, menghadiri perjamuan Ekaristi dengan layak dan patuh kepada pimpinan uskup: “Di mana ada uskup, di situlah Gereja!” Suratnya yang paling bagus ialah yang dikirim sebelum ke Roma. Surat itu melukiskan Ignasius sebagai orang yang berbudi bahasa haous dan beriman teguh.

DOA: Bapa surgawi, karena cintakasih yang berapi-api Santo Ignasius dari Antiokhia menjadi pelayan-Mu yang setia dan martir-Mu yang mulia. Sebagaimana dicontohkan olehnya, semoga kami mengasihi Yesus Kristus dengan sungguh-sungguh dan melaksanakan apa saja yang diajarkan-Nya kepada kami. Amin.
Cilandak, 4 Oktober 2012

SANTA MARGARETA MARIA ALACOQUE [1647-1690]


Hari ini, tanggal 16 Oktober, kita memperingati Santa Margareta Maria Alocoque, seorang kudus yang tidak dapat dilepaskan dari kegiatan devosi kepada Hati Kudus Yesus. Perhormatan kepada Hati Kudus Yesus, khususnya pada Jumat pertama setiap bulan, bukanlah kebiasaan yang diwariskan oleh Gereja Perdana. Ibadat ini dikehendaki Yesus sendiri melalui penampakan-Nya kepada seorang suster dari kongregasi Visitasi yang bernama Margareta Maria ini. Margaret lahir di Lhatecour, Perancis. Masa kanak-kanaknya penuh penderitaan karena ayahnya meninggal dunia pada waktu Margaret masih bayi. Ibunya juga sakit-sakitan, sehingga kehidupan rumahtangganya dicukupi dan diatur oleh bibi dan saudara sepupu yang tidak menaruh kasih sayang kepadanya.
Pada tahun 1671, ketika berumur 24 tahun, Margareta bergabung dengan para suster Visitasi di biara Paray-le-Monial, dekat Lyons, Perancis Selatan, setelah mengalami perang batin antara perasaan berat meninggalkan ibunya yang sering sakit itu dan niat untuk mengabdi Tuhan secara penuh. Namun dalam biara pun penderitaan Margaret tidak berkurang. Banyak kegagalan dalam pelaksanaan tugas yang diberikan kepadanya. Seringkali dia dimarahi meskipun tidak melakukan kesalahan, seakan tidak ada yang senang melihat suster muda ini. Namun demikian Margareta menjalani semua itu dengan penuh kesabaran dan tanpa mengeluh. Suster Margareta Maria mengucapkan kaul kekal pada bulan November 1672. Antara Desember 1673 dan 1675, dia berjumpa dengan Yesus lewat beberapa penampakan ilahi. Yesus meminta kepadanya untuk menjadi rasul menganjurkan kebaktian kepada Hati Kudus Yesus. Menghadapi kritik-kritik dari komunitasnya sendiri pada awalnya, suster Margareta Maria maju terus dengan penuh ketekunan serta ketaatan kepada perintah Guru dan Tuhannya. Dia dikanonisasikan oleh Paus Benedictus XV pada tahun 1920.
Setiap tahun, sekitar 400.000 peziarah mengunjungi kota Paray-le-Monial. Tujuan mereka adalah sebuah kapel di mana Santa Margaret Maria Alacoque mendapat penampakan-penampakan Yesus. Kapel itu dibangun di tahun 1633 untuk kebutuhan doa para suster Visitasi. Ukuran panjangnya hanya 23m x 8 m lebar. Suasana di dalam kapel khidmat. Di dinding terlihat gambar besar. Kristus menyinarkan nyala api, seperti dikatakan dalam Kitab Suci, Allah adalah “Sebab YHWH, Allahmu, adalah api yang menghanguskan” (Ul 4:24). Di sekeliling Kristus digambarkan para kudus dari Kongregasi Visitasi serta beberapa rasul Hati Yesus. Semuanya “memandang kepada Dia yang telah ditikam.” Di sebelah kanan atas kita melihat Santa Perawan Maria, pelindung kongregasi Visitasi, Sang Ibu yang telah mendalami hasrat serta penderitaan Hati Yesus dengan sedalam-dalamnya. Di bawahnya ada Santo Paulus yang telah berbicara begitu baik tentang kasih Kristus; kemudian Santo Fransiskus de Sales dan Santa Yohana de Chantal, yang bersama-sama mendirikan Kongregrasi Visitasi. Lalu ada juga gambar Pater Mateo Crawley-Boevey. Di sebelah kiri ada Santo Yohanes Rasul sebagai saksi mata terpercaya yang telah melihat darah dan air memancar keluar dari Hati Yesus. Berikutnya ada Santo Fransiskus dari Assisi yang telah dipilih oleh suster Margareta Maria sebagai “pembimbing rohani” walaupun berasal dari zaman yang berbeda; Santo Yohanes Eudes, yang telah mempromosikan kebaktian kepada Hati Yesus dan Maria; Beato Claude La Colombière (Yesuit) dan Charles de Foucauld (1858-1916), martir di Gurun Sahara, sebagai wakil kebaktian modern kepada Hati Yesus yang lebih bersifat Ekaristis.
PENYERAHAN PRIBADI KEPADA HATI KUDUS
Aku ……………… (nama) menyerahkan dan mempersembahkan diriku, hidup, karya, usaha, serta penderitaan dan kegembiraanku kepada hati kudus Yesus. Sejak saat ini, dengan segala kekuatanku serta bantuan-Mu, aku akan berusaha menghormati, memuji, dan mencintai hati kudus Yesus. Dengan seluruh tenagaku, aku akan berusaha menjadi milik-Nya. Aku akan menolak segala perbuatan yang tidak berkenan di hati-Nya. aku memilih hati kudus Yesus sebagai devosi utama penghormatanku, sebagai pelindung hidup dan jaminan keselamatanku, sebagai obat untuk menyembuhkan kekurangan serta kegoyahan sikapku, untuk menyilih dosa-dosa dari seluruh hidupku dan untuk memperoleh bantuan di saat ajalku.
Hati Yesus yang penuh kebajikan, jadilah penyilih dosa-dosaku serta perisai terhadap murka Allah atas diriku. Hati Yesus yang penuh cinta, seluruh harapanku kupasrahkan pada-Mu.
Lindungilah aku terhadap si jahat, kuatkanlah kehendakku. Hancurkanlah segala sesuatu di dalam hatiku yang tidak berkenan di hati-Mu dan apa saja yang melawan Dikau.
Sdr. F.X. Indrapradja, OFS