Halaman

"BAPA YANG KEKAL KUPERSEMBAHKAN KEPADA-MU, TUBUH DAN DARAH, JIWA DAN KE-AILAHAN PUTERA-MU YANG TERKASIH TUHAN KAMI YESUS KRISTUS, DEMI PENEBUSAN DOSA-DOSA KAMI DAN DOSA SELURUH DUNIA" - YESUS RAJA KERAHIMAN ILAHI, AKU PERCAYA KEPADA-MU

Khamis, Mac 07, 2013

KASIH YANG SEJATI

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan III Prapaskah – Jumat, 8 Maret 2013)

Lalu seorang ahli Taurat, yang mendengar Yesus dan orang-orang Saduki bersoal jawab dan tahu bahwa Yesus memberi jawab yang tepat kepada orang-orang itu, datang kepada-Nya dan bertanya, “Perintah manakah yang paling utama?” Jawab Yesus, “Perintah yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhanlah Allah kita, Tuhan itu esa. Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Perintah yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada perintah lain yang lebih utama daripada kedua perintah ini.” Lalu kata ahli Taurat itu kepada Yesus, “Tepat sekali, Guru, benar kata-Mu itu bahwa Dia esa, dan bahwa tidak ada yang lain kecuali Dia. Memang mengasihi Dia dengan segenap hati dan dengan segenap pengertian dan dengan segenap kekuatan, dan juga mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri jauh lebih utama daripada semua kurban bakaran dan kurban lainnya.” Yesus melihat bagaimana orang itu menjawab dengan bijaksana, dan Ia berkata kepadanya, “Engkau tidak jauh dari Kerajaan Allah!” Sesudah itu, seorang pun tidak berani lagi menanyakan sesuatu kepada Yesus. (Mrk 12:28-34)

Bacaan Pertama: Hos 14:2-10; Mazmur Tanggapan: Mzm 81:6-11,14,17

Kelihatannya ahli Taurat yang bertanya kepada Yesus dalam bacaan Injil kali ini tidak tergolong mayoritas para pemuka agama Yahudi yang ingin mempermalukan, mencelakakan, malah menghabiskan Yesus. Ia melontarkan pertanyaan yang sama (baca Luk 10:25 dsj.), namun terkesan tulus: “Perintah manakah yang paling utama?” (12:28). Kebanyakan ahli Taurat memandang Yesus sebagai sebagai seorang rabi yang merupakan saingan, … sebagai ancaman! Lain halnya dengan ahli Taurat yang satu ini: dia memandang Yesus sebagai suatu kesempatan untuk belajar. Oleh karena itu secara sopan dia mengajukan sebuah pertanyaan sederhana yang mencerminkan suatu keprihatinan yang tertanam dalam-dalam di setiap hati anak manusia.

Pertanyaan ahli Taurat ini mencerminkan sebuah hati yang mencari – kalau mungkin, untuk memahaminya – suatu prinsip tunggal sederhana yang mendasari kompleksitas hukum yang berlaku. Jawaban Yesus mengacu pada apa yang tertulis dalam Ul 6:4-5 dan Im 19:18. Dan, ahli Taurat itu menanggapi jawaban Yesus itu dengan positif: “Tepat sekali, Guru, benar kata-Mu itu bahwa Dia esa, dan bahwa tidak ada yang lain kecuali Dia. Memang mengasihi dia dengan segenap hati dan dengan segenap pengertian dan dengan segenap kekuatan, dan juga mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri jauh lebih utama daripada semua kurban bakaran dan kurban lainnya” (Luk 12:32-33). Yesus memuji ahli Taurat untuk pemahamannya bahwa kasih adalah perintah Allah yang paling penting. Mengasihi Allah dan mengasihi sesama – ini adalah perintah paling utama, kata Yesus kepadanya. Dan orang itu pun setuju sepenuh hatinya dengan jawaban Yesus itu.

Namun mengasihi Allah dan sesama tidaklah semudah kedengarannya. Kasih yang sejati adalah sebuah tantangan bagi orang-orang pada umumnya, teristimewa mereka yang tergolong menengah ke atas dan tinggal di kota-kota besar. Mereka memiliki banyak kenikmatan materiil, dan hal ini cenderung membuat orang menjadi semakin serakah, semakin tamak. Mereka pun tidak secara otomatis merasakan adanya kebutuhan besar akan satu sama lain. Pengaruh iklan-iklan di media massa, misalnya televisi, juga ada (kalau saya tidak katakan banyak) yang bersifat negatif. Ujung-ujungnya membuat orang-orang menjadi ingin mendapat/memperoleh saja daripada memberi. Dengan demikian cinta atau kasih hanya menjadi daya tarik pada tingkat permukaan saja yang tidak ada hubungannya dengan kasih yang sejati.

Sungguh merupakan suatu tragedi, apabila seseorang memiliki sebuah rumah indah yang dilengkapi dengan dengan segala aksesorinya seperti mebel-mebel mahal, televisi dengan layar lebar di ruang keluarga, beberapa buah mobil dlsb., namun rumah itu bukanlah rumah yang membahagiakan para penghuninya …… karena kasih-sejati tidak ada dalam rumah itu. Tidak ada kasih-sejati yang tidak terbuka, penuh kemurahan-hati, penuh pengorbanan dan berdisiplin. Allah adalah kasih (1Yoh 4:8,16), dan hanya mereka yang hidup dalam kasih sejati dapat hidup dalam Allah. Kasih yang sejati mengalir ke luar dari diri seorang pribadi kepada orang-orang lain. Apabila kasih yang sejati tidak bertumbuh secara aktif dan hidup subur dalam keluarga, bagaimana kasih sejati itu mengalir ke luar kepada orang-orang lain? Ini adalah tanggung-jawab pertama dari para orangtua: untuk mengajar kasih sejati kepada anak-anak mereka, dan mereka sendiri harus memiliki kasih sejati tersebut. Para orangtua itu harus belajar mengasihi agar dapat belajar tentang Allah, karena Allah adalah kasih.
DOA: Bapa surgawi, gerakkanlah aku dengan kasih-Mu untuk mengasihi-Mu dan sesamaku dengan kasih-Mu yang sejati. Teristimewa pada masa Prapaskah ini, tolonglah aku agar dapat melihat hidup imanku sebagai suatu relasi, bukan sekadar suatu tugas. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Tiada ulasan:

Catat Ulasan