Halaman

"BAPA YANG KEKAL KUPERSEMBAHKAN KEPADA-MU, TUBUH DAN DARAH, JIWA DAN KE-AILAHAN PUTERA-MU YANG TERKASIH TUHAN KAMI YESUS KRISTUS, DEMI PENEBUSAN DOSA-DOSA KAMI DAN DOSA SELURUH DUNIA" - YESUS RAJA KERAHIMAN ILAHI, AKU PERCAYA KEPADA-MU

Rabu, Julai 31, 2013

DUA PERUMPAMAAN YESUS TENTANG KERAJAAN SURGA

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XVII – Kamis, 1 Agustus 2013)
(Peringatan S. Alfonsus Maria de Liguori, Uskup-Pujangga Gereja – pendiri Tarekat CSsR – Redemptoris)

“Demikianlah pula hal Kerajaan Surga itu seumpama jala yang ditebarkan di laut lalu mengumpulkan berbagai jenis ikan. Setelah penuh, jala itu diseret orang ke pantai, lalu duduklah mereka dan mengumpulkan ikan yang baik ke dalam tempayan dan ikan yang tidak baik mereka buang. Demikianlah juga pada akhir zaman: Malaikat-malaikat akan datang memisahkan orang jahat dari orang benar, lalu mencampakkan orang jahat ke dalam dapur api; di sanalah akan terdapat ratapan dan kertak gigi.

Mengertikan kamu semuanya itu?” Mereka menjawab, “Ya, kami mengerti.” Lalu berkatalah Yesus kepada mereka, “Karena itu, setiap ahli Taurat yang menerima pelajaran tentang Kerajaan Surga itu seumpama tuan rumah yang mengeluarkan harta yang baru dan yang lama dari perbendaharaannya.”
Setelah Yesus selesai menceritakan perumpamaan-perumpamaan itu, Ia pun pergi dari situ. (Mat 13:47-53)

Bacaan Pertama: Kel 40:16-21,34-38 atau Rm 8:1-4; Mazmur Tanggapan: Mzm 84:3-6,8,11

Dua perumpamaan Yesus dalam Bacaan Injil hari ini merupakan perumpamaan-perumpamaan terakhir yang disajikan oleh Matius dalam serangkaian ajaran tentang Kerajaan Allah (Mat 13:1-52). Dalam perumpamaan ini, Yesus mengajar tentang akhir zaman di mana yang baik akan dipisahkan dari yang jahat. Implikasinya adalah bahwa yang baik dan yang buruk akan ada bersama dalam Gereja atau komunitas iman sampai dilakukannya suatu pekerjaan pemisahan yang bersifat final. Para pengikut Yesus berpartisipasi dalam pekerjaan memajukan Kerajaan Surga. Mereka menjadi para “penjala manusia” yang berarti “penginjil” (lihat Mat 4:19). Kendati demikian, pekerjaan final untuk memisah-misahkan diserahkan kepada Allah (dilambangkan dalam perumpamaan ini oleh para malaikat). Orang-orang jahat akan dihakimi dan akan dicampakkan ke dalam dapur api; di sanalah akan terdapat ratapan dan kertak gigi (lihat Mat 13:49-50). Mereka akan mengalami rasa penyesalan yang tak henti-hentinya.

Catatan Matius perihal kata-kata Yesus sehubungan dengan “tuan rumah yang mengeluarkan harta yang baru dan yang lama dari perbendaharaannya” (Mat 13:52), digunakan sebagai ikhtisar ajaran-ajaran-Nya tentang Kerajaan Surga seperti termuat dalam berbagai perumpamaan-Nya. Para pengikut Yesus, khususnya mereka yang berfungsi sebagai para pemimpin Gereja “yang menerima pelajaran tentang Kerajaan Surga” (Mat 13:52) harus melakukan discernment manakah yang mempunyai nilai di antara harta yang baru dan yang lama. Istilah-istilah “baru” dan “lama” dapat ditafsirkan secara simbolis sebagai acuan kepada perjanjian baru dan perjanjian lama.

Sang tuan rumah adalah seorang ahli dalam memahami nilai dari hartanya yang baru maupun nilai dari hartanya yang lama. Dengan cara serupa, setiap ahli Taurat (yang memperoleh pendidikan dalam hal-hal yang spiritual) juga harus ahli dalam membeda-bedakan nilai spiritual dari ajaran perjanjian baru maupun perjanjian lama. Yesus datang untuk menggenapi hukum Taurat dan kitab-kitab para nabi dan bukan untuk meniadakannya (Mat 5:17). Jadi seorang ahli Taurat yang bijak harus melakukan discernment bagaimana Yesus – sang Penggenap hukum Taurat – adalah jawaban terhadap berbagai nubuat yang terdapat dalam Kitab Suci Ibrani.

Ketika Yesus selesai mengajar dengan perumpamaan-perumpamaan itu, Ia pun pergi dari situ (Mat 13:53) dan melanjutkan misi-Nya untuk mengajar, terus bekerja mempersiapkan orang banyak untuk menerima Dia dalam penderitaan sengsara-Nya, kematian-Nya dan kebangkitan-Nya. Dia meninggalkan para murid-Nya yang akan lebih memahami tantangan yang harus dihadapi oleh mereka yang akan merangkul Kerajaan Allah.

DOA: Tuhan Yesus, semoga Roh Kudus-Mu memberikan kepada kami hikmat untuk merangkul Kerajaan Allah dengan lebih erat lagi. Terima kasih, ya Tuhan Yesus. Terpujilah nama-Mu selama-lamanya. Amin.


Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Selasa, Julai 30, 2013

HARTA YANG TAK TERNILAI DI MATA YESUS

(Bacaan Injil Misa Kudus, Peringatan S. Ignasius dr. Loyola, Imam – Rabu, 31 Juli 2013)

“Hal Kerajaan Surga itu seumpama harta yang terpendam di ladang, yang ditemukan orang, lalu dipendamnya lagi. Oleh sebab sukacitanya pergilah ia menjual seluruh miliknya lalu membeli ladang itu.

Demikian pula halnya Kerajaan Surga itu seumpama seorang seorang pedagang yang mencari mutiara yang indah. Setelah ditemukannya mutiara yang sangat berharga, ia pun pergi menjual seluruh miliknya lalu membeli mutiara itu.” (Mat 13:44-46)

Bacaan Pertama: Kel 34:29-35; Mazmur Tanggapan: Mzm 99:5-7,9

Adalah suatu praktek umum dalam dunia kuno bagi orang-orang untuk menyembunyikan barang-barang berharga milik mereka di dalam tanah. Teristimewa dalam masa-masa peperangan, keluarga-keluarga seringkali “menanam” barang-barang berharga mereka sebelum mereka meninggalkan tempat mereka untuk melarikan diri (mengungsi) ke tempat lain, dengan harapan dapat kembali ke tempat tinggal mereka dan mengambil kembali harta mereka yang ditanam itu, apabila keadaan sudah pulih kembali. Yesus tahu bahwa para pendengar-Nya familiar dengan praktek-praktek yang disebutkan di atas. Dengan demikian Ia mengetahui bahwa para pendengar-Nya itu akan memahami sukacita besar dan excitement yang dirasakan seseorang yang menemukan harta-benda yang telah lama terpendam itu.

Lagi-lagi, dalam menggunakan ilustrasi “mutiara”, Yesus yakin bahwa para pendengar-Nya mengetahui bahwa mutiara dinilai sebagai benda yang sangat berharga dan relatif mahal. Di samping nilainya secara moneter, orang-orang juga melihat keindahannya. Dalam menggunakan contoh-contoh ini, Yesus mengilustrasikan nilai dan keindahan Kerajaan Allah yang luarbiasa tingginya, di samping itu juga Dia mengilustrasikan sukacita besar yang dialami seseorang karena mengenal dan mengalami kasih Allah.

Sekarang, baiklah kita (anda dan saya) membayangkan diri kita sebagai harta kekayaan atau mutiara yang tak ternilai harganya itu. Bayangkan Allah sangat menghargai kita karena Dia tahu sekali nilai kita yang sebenarnya dan Ia ingin memiliki diri kita. Bagi banyak dari kita, hal ini dapat menjadi sulit. Kita dapat memandang diri kita sebagai barang “BS” …… damaged goods …… “nggak mulus lagi” …… karena dosa-dosa dan segala kesalahan dan kegagalan dalam mematuhi perintah-perintah-Nya. Kita dapat merasa bahwa kita telah melakukan sesuatu yang menjadikan diri kita tidak pantas, bahkan tak dapat diampuni lagi, pokoknya …… penuh noda!

Tetapi kebenarannya adalah bahwa Yesus sudah sedemikian lama mencari-cari kita; Dia ingin berjumpa dengan kita. Dia telah memberikan segalanya, diri-Nya sendiri, bahkan sampai mati kayu salib, agar kita dapat menjadi anak-anak Bapa-Nya dan bersama-sama dengan-Nya menjadi pewaris-pewaris harta kekayaan Kerajaan Allah. O, kita sungguh mempunyai “seorang” Allah luarbiasa. “Dialah kebaikan yang sempurna, segenap kebaikan, seluruhnya baik, kebaikan yang benar dan tertinggi. Dialah satu-satunya yang baik, penyayang, pemurah, manis dan lembut ……” (Santo Fransiskus dari Assisi, Anggaran Dasar Tanpa Bulla, XXIII:9). Di mata-Nya kita adalah anak-anak-Nya yang sangat dikasihi-Nya, sangat berharga, bahkan bisa jadi jauh lebih berharga daripada “harta” dan “mutiara” dalam dua perumpamaan di atas.

Saudari dan Saudaraku, marilah kita membuat diri kita agar dapat dijumpai oleh Yesus pada hari ini. Janganlah kita menyembunyikan dosa-dosa kita, termasuk kesombongan kita. Janganlah kita mencoba-coba untuk membuat diri kita kelihatan baik di mata-Nya. Dia telah memanggil kita masing-masing sebagai harta-kekayaan-Nya sendiri. Dia rindu untuk datang masuk ke dalam hati kita dan membuat kita masing-masing ikut ambil bagian dalam kehidupan-Nya – suatu kehidupan sukacita, penuh damai-sejahtera dan pelayanan bagi orang-orang lain. Marilah kita menyambut Dia dalam doa kita masing-masing.

DOA: Tuhan Yesus, aku menyerahkan diriku sepenuhnya kepada-Mu, agar dengan demikian aku menjadi harta kesayangan-Mu. Aku adalah milik-Mu sepenuhnya! Amin.


Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

KITA ADALAH KEDUA-DUANYA: GANDUM DAN LALANG

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XVII – Selasa, 30 Juli 2013)

Sesudah itu Yesus meninggalkan orang banyak itu, lalu pulang. Murid-murid-Nya datang dan berkata kepada-Nya, “Jelaskanlah kepada kami perumpamaan tentang lalang di ladang itu.” Ia menjawab, “Orang yang menaburkan benih baik ialah Anak Manusia; ladang ialah dunia. Benih yang baik itu anak-anak Kerajaan sedangkan lalang anak-anak si jahat. Musuh yang menaburkan benih lalang ialah Iblis. Waktu menuai ialah akhir zaman dan para penuai itu malaikat. Jadi, seperti lalang itu dikumpulkan dan dibakar dalam api, demikian juga pada akhir zaman. Anak Manusia akan menyuruh malaikat-malaikat-Nya dan mereka akan mengumpulkan segala sesuatu yang menyebabkan orang berdosa dan semua orang yang melakukan kejahatan dari dalam Kerajaan-Nya. Semuanya akan dicampakkan ke dalam dapur api; di sanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi. Pada waktu itulah orang-orang benar akan bercahaya seperti matahari dalam Kerajaan Bapa mereka. Siapa yang bertelinga, hendaklah ia mendengar!” (Mat 13:36-43)

Bacaan Pertama: Kel 33:7-11;34:5-9,28; Mazmur Tanggapan: Mzm 103:6-13

Banyak dari perumpamaan-perumpamaan Yesus tentang Kerajaan Surga menyangkut persoalan “kebaikan dan kejahatan”, dan bagaimana Allah ingin agar keduanya (baik dan jahat) ada dalam kehidupan kita, namun pada akhirnya harus dipisahkan. Dalam perumpamaan ini gandum harus diselamatkan karena satu-satunya yang bernilai. Di lain pihak lalang harus dicabut dan dibakar. Waktu panen/tuain adalah waktu untuk mengambil keputusan, waktu penghakiman, pada waktu mana yang baik harus dipisahkan dari yang jahat.

Dapatkah kita memandang masalah ini secara sempit: gandum itu adalah orang-orang baik, sedangkan lalang adalah orang-orang jahat? Apakah pandangan ini sejalan dengan kebanyakan pengalaman kita? Apakah memang kita menemukan orang-orang yang sepenuhnya baik dan di sisi lain orang-orang yang sepenuhnya jahat? Atau, apakah kita melihat dalam diri kita masing-masing, bahwa kita adalah kedua-duanya: gandum dan lalang, baik dan jahat? Kalau memang demikian halnya, maka cepat atau lambat – sebelum kita menikmati kebahagiaan sejati dan ganjaran surgawi – maka semua lalang atau apa saja yang jahat harus dicabut dari diri kita dan kemudian dibakar habis!

Sayangnya, memang kita masing-masing bertumbuh sebagai tumbuhan mendua, tumbuhan ganda yang terdiri dari gandum yang baik yang bercampur dengan lalang yang jahat. Lalang harus dibakar sebelum gandum itu menjadi cukup baik agar dapat disimpan dalam lumbung kebahagiaan di masa mendatang. Itulah sebabnya mengapa Allah memperkenankan kita menderita, itulah sebabnya mengapa kita harus banyak berkorban, menyangkal diri kita, dan memperbaiki diri dari berbagai kesalahan yang kita buat, termasuk kelalaian kita untuk mematuhi perintah-perintah-Nya. Lalang bertumbuh dan berkembang-biak dalam kebun atau ladang yang tak terurus. Jadi, lalang yang dimaksudkan oleh Yesus dalam perumpamaan ini adalah kejahatan-kejahatan yang bertumbuh-kembang dalam sebuah jiwa yang tak terurus, tak karuan arahnya.

Satu lagi realitas yang kita lihat: banyak dari kita, sayangnya tidak menyelesaikan pekerjaan memotong lalang sebelum Allah memanggil kita dan berkata: “Waktumu sudah habis!” Itulah sebabnya kita percaya akan keberadaan purgatorio – api pencucian – sebuah “tempat” pemurnian. Kita berharap akan adanya sebuah cara di mana sisa lalang yang belum dicabut dapat dibakar habis, agar hanya gandum yang baik sajalah yang tertinggal. Kebahagiaan sempurna adalah bagi orang-orang yang sempurna, sehingga dengan demikian tidak tersisa apa pun yang jahat.

Jadi, ada kebutuhan yang mendesak bagi kita untuk melakukan kebaikan; agar kita dapat mengalami proses pemurnian itu sebanyak mungkin selama kita masih hidup di dunia. Allah menciptakan kita untuk saling menolong. Orang-orang lain juga adalah anak-anak Allah, jadi mereka adalah saudari-saudara kita yang harus ditolong ketika mereka mengalami kesusahan. “Model” sempurna bagaimana caranya melakukan kebaikan adalah Yesus Kristus sendiri, Saudara tua kita semua. Dengan demikian janganlah kita pernah lupa – teristimewa pada waktu kita berada dalam posisi nyaman – untuk bermurah hati, lemah-lembut, dan tidak “mikiran diri sendiri melulu”. Janganlah kita lupa juga untuk mendoakan orang-orang lain …… termasuk mereka yang telah mendzolimi diri kita. Hidup yang terselamatkan lewat perbuatan baik kita boleh jadi adalah hidup kita sendiri!

DOA: Tuhan Yesus, selagi kami berjalan kembali kepada-Mu, sembuhkanlah hati kami dan perbaharuilah hidup kami. Terpujilah nama-Mu selama-lamanya. Amin.


Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Khamis, Julai 25, 2013

ANNA DAN YOAKIM – IBU DAN AYAH DARI BUNDA MARIA

(Bacaan Pertama Misa Kudus, Peringatan S. Yoakim dan S. Anna, Orangtua SP Maria – Jumat, 26 Juli 2013)

Tetapi berbahagialah matamu karena melihat dan telingamu karena mendengar. Sebab sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Banyak nabi dan orang benar ingin melihat apa yang kamu lihat, tetapi tidak melihatnya, dan ingin mendengar apa yang kamu dengar, tetapi tidak mendengarnya. (Mat 13:16-17)

Bacaan Pertama: Sir 44:1,10-15; Mazmur Tanggapan: Mzm 132:11,13-14,17-18

Banyak ibu dan nenek dapat mengidentifikasi diri mereka dengan Santa Anna, ibunda Maria dan nenek dari Yesus. Menurut tradisi, istri dari Santo Yoakim ini, menjembatani Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Anna berasal dari keluarga Daud dan hidup di Betlehem.

Banyak dari apa yang kita pelajari tentang Anna dan Yoakim berasal dari “Injil Kelahiran Maria” (Inggris: The Gospel of the Birth of Mary) dan THE PROTOEVANGELION BY JAMES THE LESSER, COUSIN AND BROTHER OF THE LORD JESUS; keduanya terdapat dalam THE LOST BOOKS OF THE BIBLE, New York: New American Library, 1974 (asli:1926). Tulisan kedua di atas juga terdapat dalam Ron Cameron (Editor), The Other Gospels dengan judul THE PROTEVANGELIUM OF JAMES. Oleh Gereja, kedua tulisan ini tidak diterima dalam kanon Kitab Suci, namun merupakan peninggalan penting dan dapat memberikan pandangan sekilas tentang kehidupan kedua orangtua Maria tersebut. Kenyataan bahwa Tuhan Yesus mempunyai seorang nenek dan kakek menggarisbawahi pentingnya aspek historis dalam agama Kristiani. Yesus adalah seorang pribadi yang memiliki suatu garis keturunan yang historis.

Gaya hidup Anna mencakup juga kerja keras. Rumah keluarga mereka sederhana, dengan atap datar, dan batu karang dari bebukitan menjadi tembok belakang rumah mereka. Mempelajari Hukum (Taurat) dan kitab para nabi serta doa harian merupakan bagian dari tradisi keluarga mereka. Seperti banyak perempuan muda lainnya, Anna tentu mempunyai harapan untuk menikah, melahirkan anak, dan juga merindukan kedatangan Mesias yang akan menyelamatkan Israel.

Nama “Anna” berarti “rahmat”. Nama dari calon suaminya, Yoakim, berarti “persiapan bagi sang Juruselamat”. Yoakim berasal dari suku Yehuda dari mana Mesias yang dijanjikan akan datang. Anna mandul sebelum diberitahukan oleh malaikat bahwa satu-satunya anak perempuan akan dilahirkan olehnya di usianya yang sudah tua. Anak itu harus dikuduskan bagi TUHAN, tinggal dalam kanisah, dan pada akhirnya akan membawa Putera Allah, sang Juruselamat – lewat rahimnya. Ada orang yang berpikir bahwa Maria dilahirkan di Yerusalem, tetapi tinggal di Nazaret juga. Mungkin saja Anna dan Yoakim mempunyai dua tempat tinggal. Sumber yang dapat dipercaya (Butler’s Lives of the Saints, Vol. III, hal. 205) memperkirakan bahwa Santa Anna mempersembahkan Maria dalam kanisah ketika masih kecil dan meninggalkannya di tempat itu untuk dididik. Namun hal ini tidak berarti bahwa sang ibu tidak mendidik Maria di rumah pada waktu-waktu tertentu. Seturut adat-kebiasaan pada masa itu, Maria akan kembali ke rumahnya di Nazaret ketika dia mencapai usia siap-nikah, yaitu 14 tahun. Maria dipertunangkan dengan Yusuf, – yang menurut sejumlah tradisi – adalah sepupunya sendiri. Ronda De Sola Chervin (Treasury of Women Saints) menulis bahwa, terserah kepada kitalah untuk membayangkan bagaimana peristiwa-peristiwa yang dinarasikan dalam Injil Lukas (Luk 1-2) mempengaruhi hidup Anna. Bahkan apabila Anna percaya bahwa anak perempuannya ini “ditakdirkan” menjadi ibunda sang Mesias, ia dapat dihantui rasa takut akan reaksi-reaksi orang-orang sekampung atas kehamilan Maria. Mereka dapat saja merajam Maria sampai mati jika tidak dilindungi oleh Yusuf. Bayangkanlah juga betapa terkejut Anna (nenek bayi Yesus) ketika mendengar kabar mengenai pembunuhan anak-anak kecil yang tak bersalah di Betlehem yang terjadi setelah menyingkirnya “keluarga kudus” ke Mesir, sebagaimana dinarasikan dalam Injil Matius (Mat 2:13-18).

Ada yang mengatakan bahwa Anna menjadi seorang janda tidak lama setelah kelahiran cucunya. Kita dapat membayangkan sukacita yang dialami Anna pada waktu “keluarga kudus” pulang ke Nazaret dari pengungsian di Mesir. Pikirannya juga tentunya dipenuhi dengan hal-hal indah berkaitan dengan cucunya ini. Walaupun kita tidak mengetahui kapan tepatnya Anna meninggal dunia, dalam kesenian religius, ia digambarkan berbaring di tempat tidur kematiannya sambil dikelilingi oleh Maria, Yesus yang masih anak-anak, dan anggota keluarga yang lain.

Lukisan-lukisan dan patung-patung Santa Anna, dan gereja-gereja yang didedikasikan kepadanya dapat ditemukan di banyak tempat di seluruh dunia. Tradisi mengatakan bahwa selama hidupnya di dunia, Anna melayani orang sakit dan banyak terjadi mukjizat penyembuhan lewat syafaatnya, khususnyta di St. Anne De Beaupré dekat Quebec, Kanada, dan juga di gereja-gereja ritus Timur. Santa Ana adalah orang kudus pelindung para ibu rumah tangga.

Para nenek – teristimewa pada zaman modern ini – dapat memainkan peranan yang sangat berarti dalam pendidikan cucu-cucu mereka. Biasanya mereka mempunyai waktu yang lebih banyak daripada para ibu dari anak-anak itu. Mereka dapat menggunakan sebagian dari waktu kunjungan mereka (kalau tidak tinggal serumah) untuk mengajar cucu-cucu mereka bagaimana berdoa, membacakan Kitab Suci kepada mereka, membacakan atau menceritakan riwayat para kudus dlsb.

Santa Anna juga memberikan sebuah “model” dari kehidupan sebagai janda yang kudus. Kematian seorang suami bukanlah akhir dari segalanya. Banyak perempuan yang keberadaannya sebagai janda justru melihat terbukanya pintu bagi berbagai karya pelayanan yang sebelumnya tertutup bagi mereka karena memang tidak ada waktu yang tersedia untuk itu.

DOA: Bapa surgawi, pada hari “peringatan Santo Yoakim dan Santa Anna” ini, secara khusus kami berdoa untuk semua orangtua agar mereka terbuka bagi rahmat yang Engkau berikan bagi kehidupan keluarga yang benar di mata-Mu. Berikanlah kepada kami rahmat untuk mempersiapkan diri kami bagi peranan apa pun yang Engkau tentukan bagi kami masing-masing dalam hidup ini. Amin.


Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Selasa, Julai 23, 2013

ALLAH MEMERINTAH DALAM HATI YANG KUAT BERAKAR DALAM FIRMAN-NYA

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XVI – Rabu, 24 Juli 2013)

Pada hari itu keluarlah Yesus dari rumah itu dan duduk di tepi danau. Lalu datanglah orang banyak berbondong-bondong dan mengerumuni Dia, sehingga Ia naik ke perahu dan duduk di situ, sedangkan orang banyak semuanya berdiri di pantai. Ia mengucapkan banyak hal dalam perumpamaan kepada mereka. Kata-Nya, “Adalah seorang penabur keluar untuk menabur. Pada waktu ia menabur, sebagian benih itu jatuh di pinggir jalan, lalu datanglah burung dan memakannya sampai habis. Sebagian jatuh di tanah yang berbatu-batu, yang tidak banyak tanahnya, lalu benih itu pun segera tumbuh, karena tanahnya tipis. Tetapi sesudah matahari terbit, layulah tanaman-tanaman itu dan menjadi kering karena tidak berakar. Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri, lalu makin besarlah semak itu dan menghimpitnya sampai mati. Sebagian jatuh di tanah yang baik lalu berbuah: ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat. Siapa yang bertelinga, hendaklah ia mendengar!” (Mat 13:1-9)

Bacaan Pertama: Kel 16:1-5,9-15; Mazmur Tanggapan: Mzm 78:18-19,23-28

Perumpamaan ini sungguh merupakan sebuah tantangan besar. Sekali sabda Allah ditanam dalam hati kita, kita mempunyai pilihan bagaimana kita akan menanggapi sabda tersebut. Yesus mengajar dengan jelas: Apabila benih gagal berakar dalam diri kita, maka kita tidak akan mampu bertahan ketika menghadapi kesulitan. Tanah yang baik adalah “orang yang mendengar firman itu dan mengerti, dan karena itu ia berbuah” (Mat 13:23). Perumpamaan ini menunjukkan bahwa kita dapat memupuk hati kita sehingga, ketika sang penabur menaburkan benihnya ke dalam diri kita, maka kita akan siap untuk menerima benih (sabda/firman) itu dan memahaminya agar dengan demikian dapat berbuah.

Bagaimana kita dapat menjadi tanah yang baik dan subur? Kita dapat mulai dengan memohon kepada Roh Kudus untuk mengisi diri kita dengan suatu hasrat yang tulus akan sabda Allah dan suatu keterbukaan terhadap kuasa sabda Allah itu guna mentransformasikan kita. Kita juga dapat membuat diri kita tersedia bagi Allah sehingga “benih” di dalam diri kita dapat menghasilkan akar yang dalam serta kuat, dan dapat menghasilkan buah secara berlimpah-limpah. Melalui doa-doa harian, bacaan dan studi Kitab Suci serta partisipasi aktif dalam Misa Kudus, kita dapat membawa makanan bagi diri kita secara konstan, menciptakan suatu keadaan di mana benih sabda Allah dapat bertumbuh dan menjadi produktif.

Disamping hati yang baik, jujur dan taat, kita juga membutuhkan kesabaran kalau mau melihat tanaman itu tumbuh dan berbuah seratus kali lipat. Selagi kita berjalan melalui kehidupan kita ini, pastilah kita mengalami berbagai godaan, masalah dan kesulitan. Barangkali kekhawatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan menghimpit sabda itu sehingga tidak berbuah (Mat 13:22). Namun Allah memerintah dalam hati yang kuat berakar pada sabda-Nya. Allah akan melihat kita melalui waktu-waktu di mana kita tergoda untuk mengambil jalan-mudah, atau ketika kita mengalami distraksi (pelanturan) yang disebabkan oleh berbagai tuntutan atas waktu dan perhatian kita. Yesus, sang Firman/Sabda Allah, akan menjaga hati kita agar tetap lembut dan lunak. Kalau kita menantikan-Nya dengan sabar, maka Dia tidak akan mengecewakan kita.

Marilah kita menerima sabda Allah dengan kesabaran dan penuh kepercayaan. Marilah kita minta kepada Roh Kudus untuk menanam sabda-Nya dalam-dalam pada diri kita, sehingga tidak ada yang dapat mencabutnya, apakah Iblis, atau godaan-godaan, atau kekayaan, atau kenikmatan-kenikmatan yang ditawarkan dunia. Baiklah kita memusatkan pikiran dan hati kita pada sabda-Nya, mohon kepada Roh Kudus untuk membawa sabda-Nya itu ke dalam diri kita. Baiklah kita membuat Kitab Suci sebagai fondasi kita yang kokoh-kuat.

DOA: Bapa surgawi, berkat rahmat-Mu buatlah agar hidup kami berbuah demi kemuliaan-Mu. Tumbuhkanlah dalam hati kami suatu hasrat untuk menerima sabda-Mu. Ubahlah hati kami supaya menjadi tanah yang baik dan subur bagi sabda-Mu untuk tumbuh dan berbuah. Amin.


Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Rabu, Julai 17, 2013

UNDANGAN YESUS UNTUK MENJADI MURID-MURID-NYA

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XV – Kamis, 18 Juli 2013)

“Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah gandar yang Kupasang dan belajarlah kepada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab gandar yang Kupasang itu menyenangkan dan beban-Ku pun ringan.” (Mat 11:28-30)

Bacaan Pertama: Kel 3:13-20; Mazmur Tanggapan: Mzm 105:1,5,8-9,24-27

Terkadang beban-beban kehidupan terasa seperti tidak henti-hentinya …… tidak habis-habisnya membuat berat hidup kita. Kita harus menyediakan sandang, pangan dan papan bagi diri kita sendiri dan keluarga kita. Dinamika kehidupan berkeluarga dapat membawa kita kepada ketegangan. Membesarkan anak-anak dalam dunia yang kompleks sungguh dapat merupakan beban berat yang menindih para orangtua. Usia tua dan penyakit dapat mengkonfrontir kita dengan ketidakpastian, luka-luka batin dan tentunya biaya. Walaupun demikian, Yesus mengajak kita untuk memikul gandar/kuk yang dipasang-Nya …… dan pada akhirnya jiwa kita akan mendapat ketenangan (Mat 11:29).

Yesus berjanji untuk menolong kita memikul beban-beban kita selagi kita menerima salib-Nya dan belajar dari Dia. “Memikul gandar yang dipasang Yesus” berarti kita menjawab undangan-Nya kepada pemuridan … undangan untuk menjadi murid-murid-Nya. Mengikuti Yesus … menjadi seperti Dia, tidaklah berarti melakukan atau tidak melakukan hal-hal yang termuat dalam sebuah daftar panjang yang berisikan segala apa yang harus kita lakukan dan tidak boleh lakukan (do’s and don’ts). Mengikuti Yesus berarti kita memperkenankan diri-Nya memancarkan terang-Nya pada pikiran-pikiran dan motif-motif kita dan menggerakkan kita untuk taat pada perintah-perintah-Nya. Dalam kelemah-lembutan dan bela rasa, Dia akan menyatakan kasih-Nya dan menawarkan kesembuhan kepada kita. Perjumpaan dengan kasih sedemikian dapat mentransformasikan kita. Situasi-situasi yang sulit menjelma menjadi kesempatan-kesempatan bagi rahmat Allah untuk bergerak dalam diri kita dan melalui kita, kepada orang-orang lain.

Yesus mengundang setiap orang yang merasa letih dan berbeban berat, tidak hanya mereka yang “suci-suci” atau yang mempunyai kecenderungan untuk melibatkan diri dalam hal-hal yang “berbau” religius. Siapa saja dapat memberi tanggapan terhadap undangan-Nya karena siapakah Allah itu, bukan karena siapakah kita ini. Melalui Yesus, Allah telah membebaskan kita dari beban-beban kehidupan. Melalui kuat-kuasa-Nya dan syafaat-Nya (lihat Ibr 9:15), bahkan ketika Dia kelihatan jauh, Yesus senantiasa siap untuk menolong kita untuk memikul beban-beban kita. Yesus dapat dipercaya dan Ia akan dengan setia memenuhi segalanya yang telah dijanjikan-Nya kepada kita.

Kita dapat memperoleh ketenangan di hadapan hadirat Allah dengan mengheningkan hati dan pikiran kita. Kita dapat memeditasikan sebuah ayat Kitab Suci atau sebuah misteri Kristus. Kita dapat merenungkan anugerah besar yang kita terima pada saat Ekaristi. Kita dapat mencari hati Yesus dalam diri orang-orang di sekeliling kita, melihat dalam diri mereka sebagian dari kebesaran Allah, bukan sekadar seorang pribadi lain dengan siapa kita harus berelasi. Marilah kita memperkenankan Yesus mengisi kita dengan kehadiran-Nya. Yesus rindu sekali untuk mencurahkan kasih-Nya, menganugerahkan karunia hikmat, rahmat, karunia untuk menyembuhkan, bahkan karunia untuk membuat mukjizat. Yang perlu kita lakukan adalah untuk minta kepada-Nya.

DOA: Tuhan Yesus, di hadapan hadirat-Mu jiwaku mendapat ketenangan. Datanglah, ya Tuhan Yesus, dan terangilah pikiranku dan transformasikanlah hatiku. Aku rindu akan kasih-Mu dan segala karunia yang ingin Kau anugerahkan kepadaku pada hari ini. Amin.


Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Selasa, Julai 16, 2013

ALLAH INGIN MENYATAKAN DIRI-NYA

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XV – Rabu, 17 Juli 2013)
MISC: HARI RAYA S. Maria Magdalena Postel

Pada waktu itu berkatalah Yesus, “Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil. Ya Bapa, itulah yang berkenan kepada-Mu. Semua telah diserahkan kepada-Ku oleh Bapa-Ku dan tidak seorang pun mengenal Anak selain Bapa, dan tidak seorang pun mengenal Bapa selain Anak dan orang yang kepadanya Anak itu berkenan menyatakannya.” (Mat 11:25-27)

Bacaan Pertama: Kel 3:1-6,9-12; Mazmur Tanggapan: Mzm 103:1-4,6-7

Dalam doa syukur-Nya kepada Bapa surgawi, Yesus mengakui bahwa hikmat ilahi disembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai (Mat 11:25). Mengapa Allah harus menyembunyikan diri-Nya seperti ini, teristimewa dari mereka yang memiliki reputasi sebagai orang-orang berhikmat? Bukankah merupakan strategi yang lebih baik apabila Dia menyatakan diri-Nya kepada mereka dahulu, lalu menggunakan mereka untuk meyakinkan orang-orang sederhana? Akan tetapi kalau kita melihat cara Allah bekerja sepanjang sejarah, maka kita dapat melihat bahwa yang terjadi terlebih-lebih merupakan kasus di mana orang-orang mencoba untuk menyembunyikan diri mereka dari Allah, bukannya Allah mencoba menyembunyikan diri dari mereka.

Allah tidak ingin untuk tetap tersembunyi. Dia ingin menyatakan diri-Nya. Dia ingin menunjukkan kepada kita semua pikiran dan hati-Nya. Namun seperti dikatakan Yesus, Allah menyatakan diri-Nya kepada orang-orang yang seperti anak kecil. Hal ini merupakan tantangan bagi kita semua. Allah juga ingin menyatakan diri-Nya kepada kita secara bebas. Anugerah pernyataan diri Allah ini bukanlah imbalan atas kerja kita berdasarkan kekuatan kita sendiri. Anugerah Allah ini diberikan secara bebas oleh-Nya.

Namun dalam hal ini kita harus jelas juga. Menerima pernyataan diri Allah dapat menjadi “mahal” … menyangkut “biaya” tinggi. Mengapa? Karena hal itu pertama-tama menuntut dari diri kita pengakuan akan kebutuhan-kebutuhan kita. Kita tidak mempunyai segala jawaban berkaitan dengan kehidupan, tentang para sahabat dan keluarga kita, atau bahkan mengenai diri kita sendiri. Menerima kenyataan ini tidak selalu mudah karena menyangkut rasa harga diri kita … kebanggaan kita dan bahkan menempatkan kita dalam suatu posisi ketergantungan. Pernyataan diri Allah itu mahal juga karena berarti menyerahkan kendali atas hidup kita dan memperkenankan Yesus untuk memerintah dalam diri kita.

Teolog kondang Hans Urs von Balthasar sekali mengamati, bahwa ketika Yesus berkata, “jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini” (Mat 18:3), Ia tidak mengacu hanya kepada anak-anak kecil, melainkan kepada diri-Nya sendiri. Yesus, Putera Allah, tidak hanya menjadi anak yang aktual dari Bapa. Sepanjang hidup-Nya, Yesus mengosongkan diri-Nya dan mencari hikmat dan rencana Bapa-Nya dengan kesederhanaan dan kerendahan hati seorang anak kecil. Karena sifat-Nya yang seperti anak kecil, Yesus mampu untuk mendengar Bapa-Nya kapan saja dan di mana saja. Hati-Nya senantiasa terbuka bagi pernyataan dan hikmat Bapa-Nya. Semoga kita semua mengikuti teladan Yesus dan menjadi seperti anak-anak kecil di hadapan hadirat Bapa surgawi.

DOA: Bapa surgawi, tolonglah aku agar dapat menjadi seorang pribadi yang dapat diajar, senantiasa mencari kehendak-Mu dan memeditasikan sabda-Mu. Aku tidak hanya ingin menerima hikmat-Mu. Aku ingin hikmat-Mu itu mengubah hatiku dan menjadi cara hidupku sendiri. Semoga dari hari ke hari aku dapat menjadi semakin serupa dengan Putera-Mu terkasih, Tuhan dan Juruselamat kami semua. Amin.


Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Isnin, Julai 15, 2013

ORANG-ORANG TIDAK SEMPURNA DIPANGGIL ALLAH

(Bacaan Pertama Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XV – Selasa, 16 Juli 2013)

Seorang laki-laki dari keluarga Lewi kawin dengan seorang perempuan Lewi; lalu mengandunglah ia dan melahirkan seorang anak laki-laki. Ketika dilihatnya, bahwa anak itu cantik, disembunyikannya tiga bulan lamanya. Tetapi ia tidak dapat menyembunyikannya lebih lama lagi, sebab itu diambilnya sebuah peti pandan, dipakalnya dengan gala-gala dan ter, diletakkannya bayi itu di dalamnya dan ditaruhnya peti itu di tengah-tengah teberau di tepi sungai Nil; kakaknya perempuan berdiri di tempat yang agak jauh untuk melihat, apakah yang akan terjadi dengan dia. Maka datanglah puteri Firaun untuk mandi di sungai Nil, sedang dayang-dayangnya berjalan-jalan di tepi sungai Nil, lalu terlihatlah olehnya peti yang di tengah-tengah teberau itu, maka disuruhnya hambanya perempuan untuk mengambilnya. Ketika dibukanya, dilihatnya bayi itu, dan tampaklah anak itu menangis, sehingga belas kasihanlah ia kepadanya dan berkata: “Tentulah ini bayi orang Ibrani.”

Lalu bertanyalah kakak anak itu kepada puteri Firaun: “Akan kupanggilkah bagi tuan puteri seorang inang penyusu dari perempuan Ibrani untuk menyusukan bayi itu bagi tuan puteri?” Sahut puteri Firaun kepadanya: “Baiklah.” Lalu pergilah gadis itu memanggil ibu bayi itu. Maka berkatalah puteri Firaun kepada ibu itu: “Bawalah bayi ini dan susukanlah dia bagiku, maka aku akan memberi upah kepadamu.” Kemudian perempuan itu mengambil biaya itu dan menyusuinya. Ketika anak itu telah besar, dibawanyalah kepada puteri Firaun, yang mengangkatnya menjadi anaknya, dan menamainya Musa, sebab katanya: “Karena aku telah menariknya dari air.”
Pada waktu itu, ketika Musa telah dewasa, ia keluar mendapatkan saudara-saudaranya untuk melihat kerja paksa mereka; lalu dilihatnya seorang Mesir memukul seorang Ibrani, seorang dari saudara-saudaranya itu. Ia menoleh ke sana sini dan ketika dilihatnya tidak ada orang, dibunuhnya orang Mesir itu, dan disembunyikannya mayatnya dalam pasir.

Ketika keesokan harinya ia keluar lagi, didapatinya dua orang Ibrani tengah berkelahi. Ia bertanya kepada yang bersalah itu: “Mengapa engkau pukul temanmu?” Tetapi jawabnya: “Siapakah yang mengangkat engkau menjadi pemimpin dan hakim atas kami? Apakah engkau bermaksud membunuh aku, sama seperti engkau telah membunuh orang Mesir itu?” Musa menjadi takut, sebab pikirnya: “Tentulah perkaraku telah ketahuan.” Ketika Firaun mendengar tentang perkara itu, dicarinya ikhtiar untuk membunuh Musa. (Kel 2:1-15a)

Mazmur Tanggapan: Mzm 69:3,14,30-31,33-34; Bacaan Injil: Mat 11:20-24

Lagi dan lagi kita melihat dari bacaan Perjanjian Lama ini, bahwa Allah telah memilih orang-orang yang paling tidak mungkin menjadi instrumen-instrumen-Nya apabila dilihat dari kaca mata manusia. Yunus yang pengecut melarikan diri dari tugas yang diberikan Allah untuk berkhotbah kepada orang-orang Niniwe. Raja Daud melakukan perzinahan dengan seorang perempuan cantik dan mengatur kematian suami perempuan itu yang note bene adalah salah seorang panglima pasukan bersenjatanya. Petrus, yang begitu bangga akan keberanian dan kesetiaannya kepada Yesus, ternyata ketika berada dalam situasi “kepepet” malah menyangkal mengenal-Nya. Paulus dengan sombong dan merasa benar sendiri mengejar dan menganiaya umat Kristiani awal. Namun Allah memanggil masing-masing mereka, kendati berbagai kesalahan mereka, agar ikut memainkan peran penting dalam rencana-Nya.

Musa juga adalah salah satu dari banyak sekali orang tidak sempurna yang dipanggil untuk memajukan Kerajaan Allah. Sebagai seorang bayi kecil tak berdaya yang sudah “diteken mati” oleh Firaun (Kel 1:22), ia diselamatkan melalui tindakan penuh keberanian dari ibunda dan saudara perempuannya serta bela rasa dari puteri Firaun. Kitab Keluaran tidak menceritakan kepada kita tentang tahun-tahun di mana Musa bertumbuh menjadi dewasa dalam rumah tangga Firaun secara istimewa dan penuh kenyamanan. Hal berikutnya yang kita baca tentang Musa adalah bagaimana dalam upayanya untuk menolong seorang budak, ia membunuh seorang mandor Mesir, menyembunyikan mayatnya, dan namanya masuk ke dalam DPO (Kel 2:11-15). Kiranya ini bukanlah jenis heroisme yang kita harapkan dari seorang calon hamba Allah.

Akan tetapi inilah bagaimana cara Allah bekerja. Lagi dan lagi Allah memanifestasikan kuasa-Nya dengan mentransformasikan kelemahan menjadi kekuatan dan para pendosa menjadi orang-orang kudus. Sebagaimana Allah dapat mengubah Musa menjadi seorang pembebas bagi bangsanya, maka Dia juga dapat mengambil siapa saja dari kita (termasuk anda dan saya) untuk digunakan dalam karya pelayanan bagi-Nya. Yang kita perlukan hanyalah ketundukan dan penyerahan diri kita terhadap Roh Kudus. Darah Kristus sungguh kuat untuk mentransformasikan kita masing-masing, tak peduli dari mana kita berasal atau apa yang telah kita lakukan. Dosa-dosa kita di masa lampau tidak perlu mendiskualifikasi diri kita dari pelayanan yang efektif kepada-Nya atau dari kemuliaan di masa depan!

Ketika kita menyadari bagaimana Allah mengubah dan menggunakan orang-orang seperti Musa, Yunus, Daud, Petrus dan Paulus, maka marilah kita juga jangan cepat-cepat menganggap remeh serta menghina mereka yang menurut pandangan kita tidak pantas menjadi calon-calon hamba Allah, … tidak pantas menjadi instrumen-instrumen-Nya. Kita tidak pernah boleh melupakan bahwa rahmat Allah dapat mengubah seseorang yang suka “nyebelin” dan membuat susah banyak orang, atau seorang anggota paroki yang suka berperilaku seperti seorang “boss”, menjadi suatu tanda kelihatan dari kasih-Nya. Yang diminta oleh Allah adalah agar kita memberkati mereka, berdoa bagi mereka, dan memperkenankan Kristus dalam diri kita mengasihi mereka.

DOA: Kami menyembah dan memuji Engkau, ya Yesus, karena oleh darah-Mu Engkau membersihkan kami dari dosa. Oleh kuasa Roh Kudus-Mu, transformasikanlah kami masing-masing ke dalam gambar dan rupa-Mu sendiri dan gunakanlah kami sebagai instrumen-instrumen-Mu. Amin.


Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Ahad, Julai 14, 2013

BARANGSIAPA MENYAMBUT KAMU, IA MENYAMBUT AKU

(Bacaan Injil Misa Kudus, Peringatan S. Bonaventura, Uskup Pujangga Gereja – Senin, 15 Juli 2013)
Keluarga Fransiskan: Pesta S. Bonaventura, Uskup Pujangga Gereja

Jesus_109“Jangan kamu menyangka bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi; Aku datang bukan untuk membawa damai di atas bumi; Aku datang bukan untuk membawa damai, melainkan pedang. Sebab Aku datang untuk memisahkan orang dari ayahnya, anak perempuan dari ibunya, menantu perempuan dari ibu mertuanya, dan musuh orang ialah orang-orang seisi rumahnya.

Siapa saja yang mengasihi bapa atau ibunya lebih daripada Aku, ia tidak layak bagi-Ku; dan siapa saja yang mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih daripada Aku, ia tidak layak bagi-Ku. Siapa saja yang tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku. Siapa saja yang mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan siapa saja yang kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya.
Barangsiapa menyambut kamu, ia menyambut Aku dan barangsiapa menyambut Aku, ia menyambut Dia yang mengutus Aku. Barangsiapa menyambut seorang nabi sebagai nabi, ia akan menerima upah nabi, dan barangsiapa menyambut seorang benar sebagai orang benar, ia akan menerima upah orang benar. Siapa saja yang memberi air sejuk secangkir saja pun kepada salah seorang yang kecil ini, karena ia murid-Ku, sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Ia tidak akan kehilangan upahnya.”

Setelah Yesus mengakhiri pesan-Nya kepada kedua belas murid-Nya, pergilah Ia dari sana untuk mengajar dan memberitakan Injil di dalam kota-kota mereka. (Mat 10:34-11:1)

Bacaan Pertama: Kel 1:8-14,22; Mazmur Tanggapan: Mzm 124:1-8

“Barangsiapa menyambut kamu, ia menyambut Aku” (Mat 10:40).

Bacaan Injil hari ini muncul pada akhir “diskursus misioner” – sejenis sesi pelatihan untuk para murid terdekat Yesus berkaitan dengan tugas pelaksanaan Misi-Nya. Seperti seorang kepala negara yang sedang memberi briefing kepada para duta dan duta besarnya sebelum mengutus mereka ke berbagai ibu kota negara asing, Yesus menginstruksikan para murid-Nya itu sebelum Ia melepas mereka untuk mewakili diri-Nya ke kota-kota di Galilea. Misi mereka itu serupa dengan misi-Nya sendiri. Yesus datang untuk menyatakan Bapa surgawi, dan pada gilirannya mereka akan menyatakan sang Juruselamat yang diutus dari surga.

Bayangkanlah betapa erat Yesus mengidentifikasikan diri-Nya dengan para murid-Nya. Dia mengatakan kepada mereka bahwa apabila orang-orang mau menyambut para murid-Nya dalam daging, maka hal itu berarti bahwa mereka pun siap untuk menerima diri-Nya dalam roh. Sebaliknya, apabila orang-orang itu menolak para murid-Nya, maka hal itu berarti bahwa orang-orang itu menolak tawaran-Nya akan pengampunan.

Sebagai perwakilan-perwakilan resmi dari negara mereka, para duta atau duta besar menjunjung tinggi kehormatan pemerintah mereka dan bangsa yang mereka wakili. Demikian pula di tengah-tengah masyarakat manusia, kehormatan Kristus juga ada di tangan kita karena kita adalah para utusan-Nya … para duta-Nya. Dapatkah kita (anda dan saya) percaya bahwa Yesus memandang kita dengan hormat sampai-sampai Dia mempercayakan kita dengan tugas panggilan yang sedemikian luhur? Kita mungkin adalah orang-orang biasa saja dan kita berpikir bahwa tidak banyak yang dapat kita berikan kepada Yesus. Namun pada kenyataannya Yesus seringkali memanggil orang-orang biasa-biasa saja untuk melakukan karya-karya yang luar biasa. Pikirkanlah dan renungkanlah bagaimana Yesus memanggil 12 orang yang biasa-biasa saja untuk menjadi inti dari karya misioner-Nya ke ujung-ujung bumi. Pada awal abad ke-13 Yesus juga memanggil seorang anak muda yang berlatar belakang pendidikan sekolah rendah paroki saja – Fransiskus dari Assisi – untuk tugas memperbaharui Gereja yang memang dalam kondisi memprihatinkan pada masa itu. Tidak seperti sahabatnya – Santo Dominikus – Fransiskus tidak pernah menjadi seorang imam. Memang kemudian ia ditahbiskan sebagai seorang diakon untuk memungkinkannya berkhotbah dalam gereja-gereja.

Ingatlah, Saudari dan Saudaraku terkasih, sebagai para awam dan klerus, kita bersama-sama membentuk Gereja Kristus. Bersama-sama pula kita dipanggil untuk menyebarkan Injil ke seluruh dunia. Kita seharusnya menanggapi panggilan itu dengan rendah hati, bukan menampiknya karena rendah-diri atau disebabkan kerendahan hati yang palsu!

Selagi kita menerima misi kita sebagai duta-duta Yesus pada zaman ini, kita dapat menaruh kepercayaan bahwa Roh-Nya akan memberdayakan kita. Kita akan mengambil oper keprihatinan-keprihatinan dan rencana-rencana Yesus, bahkan karakter-Nya sendiri. Kehadiran-Nya akan memancar dari diri kita, dan kita pun akan menjadi “Kristus-Kristus kecil” – seorang Kristus yang lain – bagi keluarga kita masing-masing, bagi para sahabat, bagi para rekan kerja dan tetangga kita. Lalu, orang-orang yang menerima kita sesungguhnya akan menerima Yesus ke dalam hati mereka.

DOA: Tuhan Yesus, aku bersembah sujud di hadapan hadirat-Mu dalam kedinaan. Terima kasih penuh syukur kuhaturkan kepada-Mu karena Engkau telah memilih untuk berdiam dalam diriku. Aku menyerahkan hidupku kepada-Mu agar dengan demikian aku dapat menjadi terang keserupaan dengan-Mu dalam dunia di sekelilingku. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS


Khamis, Julai 11, 2013

KORONKA KEPADA KERAHIMAN ILAHI


Saat Koronka didaraskan, kita berdoa, "Demi sengsara Yesus yang pedih...." Justru inilah saat kerahiman ilahi memuncak. Maka Yesus bersabda, "Ingatlah akan sengsara-Ku dan kalau engkau tidak percaya akan kata2-Ku, sekurang-kurangnya percayalah akan luka2-Ku" (BCH 379).

"Anak-Ku, doronglah agar semua jiwa mendoakan koronka yang Kuajarkan padamu, sehingga Aku dapat memberi apa yang mereka minta dari-Ku. Bila para pendosa mendoakannya, Aku akan melimpahi jiwa mereka dengan damai dan saat ajalnya akan bahagia" (BCH 1541).

Buku Catatan Harian St. Faustina

MENDENGARKAN SUARA ROH KUDUS

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XIV – Jumat, 12 Juli 2013)
Keluarga OFM dan OFMConv.: Peringatan S. John Jones & S. John Wall, Martir

“Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati.

Tetapi waspadalah terhadap semua orang; karena ada yang akan menyerahkan kamu kepada majelis agama dan mereka akan mencambuk kamu di rumah ibadatnya. Karena Aku, kamu akan digiring ke hadapan penguasa-penguasa dan raja-raja sebagai suatu kesaksian bagi mereka dan bagi bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Apabila mereka menyerahkan kamu, janganlah kamu khawatir tentang bagaimana dan apa yang kamu katakan, karena semuanya itu akan dikaruniakan kepadamu pada saat itu juga. Karena bukan kamu yang berkata-kata, melainkan Roh Bapamu; Dia yang akan berkata-kata di dalam kamu.

Seorang saudara akan menyerahkan saudaranya untuk dibunuh, demikian juga seorang ayah terhadap orangtuanya dan akan membunuh mereka. Kamu akan dibenci semua orang oleh karena nama-Ku; tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat. Apabila mereka menganiaya mereka kamu dalam kota yang satu, larilah ke kota yang lain; karena sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Sebelum kamu selesai mengunjungi kota-kota Israel, Anak Manusia sudah datang. (Mat 10:16-23)

Bacaan Pertama: Kej 46:1-7,28-30; Mazmur Tanggapan: Mzm 37:3-4,18-19,27-28,39-40

“… bukan kamu yang berkata-kata, melainkan Roh Bapamu; Dia yang akan berkata-kata di dalam kamu” (Mat 10:20).

Seperti yang diingatkan oleh Yesus kepada para murid-Nya 2.000 tahun lalu, maka pada hari ini pun Ia mengingatkan bahwa kita – para murid-Nya pada zaman sekarang – menghadapi risiko penolakan, kesalahpahaman, bahkan pengejaran dan penganiayaan, bilamana kita mencoba untuk mewartakan Injil. Dari zaman ke zaman pesan pertobatan dan ketundukan serta penyerahan diri kepada Allah telah menemui penolakan dari berbagai penjuru.

Walaupun terasa suram, Yesus juga berjanji bahwa Dia tidak akan memberikan kepada kita tugas lebih daripada apa yang dapat kita emban dan Ia akan datang menolong apabila kita mengalami berbagai kesulitan. Ia menjanjikan Roh Kudus yang akan memberikan kepada kita hikmat dan bimbingan agar dengan demikian kita dapat menjawab dengan jelas namun dengan rendah hati, mereka yang menentang kita.

Kata-kata Yesus dapat terdengar begitu sederhana, dan dalam artian tertentu memang demikianlah halnya. Kita dapat selalu percaya bahwa apabila Yesus menjanjikan sesuatu, maka Dia akan memenuhinya. Namun kita perlu bertanya bagaimana kita akan mampu mengenali suara Roh Kudus pada waktu kita mengalami kesulitan. Jelaslah bahwa perubahan sedemikian tidak terjadi dalam satu malam. Mendengar suara Roh Kudus bukanlah suatu kemampuan ajaib yang terbuka bagi kita hanya pada saat yang tepat dan kemudian “menghilang” lagi. Mendengarkan suara Roh Kudus adalah suatu keterampilan yang menuntut praktek, eksperimentasi dan ketekunan. Hal ini menuntut kita menghadap hadirat Allah dalam doa setiap hari, menjadi akrab dengan suara-Nya dalam Kitab Suci, dan menjaga hati kita agar tetap terbuka sepanjang hari. Selagi kita mengambil langkah-langkah praktis ini, kita akan menemukan kenyataan bahwa mendengar suara Roh Kudus yang lemah-lembut dan tidak ribut-ribut telah menjadi sesuatu yang alamiah bagi kita.

Praktek dan eksperimentasi secara harian selama saat-saat penuh kedamaian dan menyenangkan adalah kunci untuk melakukan upaya discernment terhadap suara Roh Kudus dalam masa pencobaan dan penganiayaan. Jika kita membuat proses ini menjadi kebiasaan, maka hal ini akan mempersiapkan diri kita dalam menghadapi tekanan-tekanan dan intensitas yang lebih besar, di mana lebih banyak lagi yang dipertaruhkan. Setiap hari, marilah kita berupaya untuk mentaati Tuhan dan mendengarkan Roh Kudus. Setiap hari, marilah kita menukar “kemandirian” (dalam artinya yang jelek) kita dengan “hikmat dari Allah” yang akan “mengagetkan” dunia dan menghasilkan karya-karya yang akan membuat takjub raja-raja.

DOA: Roh Kudus Allah, datang dan masuklah ke dalam hidupku dan tetaplah berdiam bersamaku selalu. Buatlah aku agar dapat mengenali suara-Mu. Biarlah kata-kata-Mu dapat menjadi penghiburan, sukacita dan kehidupan bagiku. Amin.


Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Selasa, Julai 09, 2013

KUAT-KUASA UNTUK MENGAMPUNI

(Bacaan Pertama Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XIV – Rabu, 10 Juli 2013)
Keluarga Fransiskan: Peringatan S. Nikolaus Pick dkk.-Martir; khusus OFS dan OSCCap.: Peringatan/Pesta: S. Veronika Yuliani, Perawan

Ketika seluruh negeri Mesir menderita kelaparan, dan rakyat berteriak meminta roti kepada Firaun, berkatalah Firaun kepada semua orang Mesir: “Pergilah kepada Yusuf, perbuatlah apa yang akan dikatakannya kepadamu.” Kelaparan itu merajalela di seluruh bumi. Maka Yusuf membuka segala lumbung dan menjual gandum kepada orang Mesir, sebab makin hebat kelaparan itu di tanah Mesir. Juga dari seluruh bumi datanglah orang ke Mesir untuk membeli gandum dari Yusuf, sebab hebat kelaparan itu di seluruh bumi.
Jadi di antara orang yang datang membeli gandum terdapatlah juga anak-anak Israel, sebab ada kelaparan di tanah Kanaan.
Sementara itu Yusuf telah menjadi mangkubumi di negeri itu; dialah yang menjual gandum kepada seluruh rakyat negeri itu. Jadi ketika saudara-saudara Yusuf datang, kepadanyalah mereka menghadap dan sujud dengan mukanya sampai ke tanah. Ketika Yusuf melihat saudara-saudaranya, segeralah mereka dikenalnya, tetapi ia berlaku seolah-olah ia seorang asing kepada mereka; ia menegur mereka dengan membentak, katanya: “Dari mana kamu?” Jawab mereka: “Dari tanah Kanaan untuk membeli bahan makanan.”
Dan dimasukkannyalah mereka bersama-sama ke dalam tahanan tiga hari lamanya.
Pada hari yang ketiga berkatalah Yusuf kepada mereka: “Buatlah begini, maka kamu akan tetap hidup, aku takut akan Allah. Jika kamu orang jujur, biarkanlah dari kamu bersaudara tinggal seorang terkurung dalam rumah tahanan, tetapi pergilah kamu, bawalah gandum untuk meredakan lapar seisi rumahmu. Tetapi saudaramu yang bungsu itu haruslah kamu bawa kepadaku, supaya perkataanmu itu ternyata benar dan kamu jangan mati.” Demikianlah diperbuat mereka. Mereka berkata seorang kepada yang lain: “Betul-betullah kita menanggung akibat dosa kita terhadap adik kita itu: bukankah kita melihat bagaimana sesak hatinya, ketika ia memohon belas kasihan kepada kita, tetapi kita tidak mendengarkan permohonannya. Itulah sebabnya kesesakan ini menimpa kita.” Lalu Ruben menjawab mereka: “Bukankah dahulu kukatakan kepadamu: Janganlah kamu berbuat dosa terhadap anak itu! Tetapi kamu tidak mendengarkan perkataanku. Sekarang darahnya dituntut dari pada kita.” Tetapi mereka tidak tahu, bahwa Yusuf mengerti perkataan mereka, sebab mereka memakai seorang juru bahasa. Maka Yusuf mengundurkan diri dari mereka, lalu menangis. (Kej 41:55-57; 42:5-7a,17-24a)

Mazmur Tanggapan: Mzm 33:2-3,10-11,18-19; Bacaan Injil: 10:1-7

Ketika Yusuf (anak kesayangan Yakub/Israel dari istrinya yang bernama Rahel) memangku jabatan mangkubumi di Mesir, saudara-saudaranya datang kepadanya untuk membeli bahan makanan karena pada masa itu memang terjadi kelaparan yang merajalela di seluruh bumi. Pada saat mereka bertemu dengan Yusuf di Mesir itu, tidak satu pun dari saudara-saudaranya itu mengenalinya, dan Kitab Suci mencatat bahwa Yusuf “berlaku seolah-olah ia seorang asing kepada mereka” (Kej 42:7). Tentunya hal sedemikian tidak mengherankan. Bertahun-tahun sebelumnya, Yusuf dijual oleh saudara-saudaranya kepada orang Ismael (Arab) senilai dua puluh syikal perak dan kemudian dijual oleh orang-orang Arab itu sebagai budak di Mesir (bacalah: Kej 37:12-36). Bayangkanlah sakit hati dan kemarahan yang dirasakan oleh Yusuf pada saat-saat penderitaannya itu: dikhianati oleh saudara-saudaranya sendiri ketika berumur 17 tahun, dipisahkan dari ayahnya yang sudah tua dan sangat mengasihinya, dan dipaksa masuk ke dalam perbudakan di sebuah negeri asing.

Seakan-akan belum cukup penderitaan yang harus ditanggungnya, selagi Yusuf menjadi budak di rumah Potifar, ia difitnah dan dijebloskan ke dalam penjara karena “katanya” mencoba menggauli (melakukan pelecehan seksual) istri majikannya (bacalah: Kej 39:1-23). Namun Kitab Kejadian mencatat dan meyakinkan para pembacanya bahwa “TUHAN (YHWH) menyertai Yusuf dan melimpahkan kasih setia-Nya kepadanya, dan membuat Yusuf kesayangan bagi kepala penjara itu …… dan apa yang dikerjakannya dibuat YHWH berhasil” (Kej 39:21-23). Pada akhirnya Yusuf dibebaskan dari penjara dan kemudian menjadi pejabat nomor dua di negeri Mesir, satu tingkat saja di bawah Firaun.

Seandainya kita (anda dan saya) adalah Yusuf yang sedang berhadap-hadapan dengan saudara-saudaranya, bagaimana kiranya perasaan kita? Marah? Terluka? Ingin membalas dendam? Tentunya dalam hal ini Yusuf mengalami pergumulan dalam dirinya (suatu intra-personal conflict) sehubungan dengan pikiran-pikiran seperti itu dlsb. Pertama-tama, dia memang memperlakukan para saudaranya dengan keras, karena apa yang telah mereka lakukan atas dirinya bukanlah sesuatu yang mudah untuk diampuni. Yusuf sesungguhnya bergumul guna memilih antara panggilan surgawi untuk mengampuni dan rasa sakit hatinya dan hasrat untuk membalas dendam. Namun, Allah senantiasa menyertai Yusuf selagi dia mengalami pergumulan batin itu. Allah tetap setia kepada Yusuf dan menganugerahkan kepadanya kuat-kuasa untuk mengampuni saudara-saudaranya dan memperhatikan serta menanggapi kebutuhan-kebutuhan mereka secara positif.

Saudari dan Saudaraku yang dikasihi Kristus, cerita yang indah-memikat hati dari Kitab Suci Perjanjian Lama ini tentunya sudah kita kenal sejak masa sekolah rakyat dahulu. Akan tetapi, apakah yang dapat kita pelajari dari cerita ini? Yang jelas kita membutuhkan rahmat dari Allah. Hanya dengan pertolongan-Nya saja kita dapat mengampuni apa dan siapa saja. Kadang-kadang pengampunan dapat terjadi secara instan, namun lebih sering pengampunan ini berupa proses yang berkembang secara bertahap dengan berjalannya waktu seturut mengurangnya rasa marah dan sakit hati kita.

Sekarang, bagaimana kita (anda dan saya) berurusan dengan sakit hati dalam hidup kita? Dapatkah kita mengatakan – dalam doa – kepada Allah bahwa kita ingin mengampuni orang-orang yang telah bersalah kepada kita, yang telah sangat menyakiti hati kita dlsb.? Hanya mengatakan dengan tulus hati, “Tuhanku dan Allahku, aku sungguh ingin mengampuni”, maka kita akan mengalami awal dari suatu proses penyembuhan yang penuh kuat-kuasa ilahi. Apabila kita bertekun di hadapan Allah, maka dunia pun akan menjadi sedikit lebih cerah bagi kita, dan Allah akan melimpahkan lebih banyak lagi rahmat dan berkat-Nya bagi kita. Yang diperlukan hanyalah sedikit kejujuran dari pihak kita masing-masing dan hati terbuka di hadapan hadirat-Nya.

DOA: Tuhanku dan Allahku, bawalah damai-sejahtera-Mu ke dalam setiap relasi-Mu dengan diriku dan anak-anak-Mu yang lain juga. Tunjukkanlah kepadaku bagaimana membawa belaskasih-Mu dan cintakasih-Mu ke dunia di sekelilingku, teristimewa kepada mereka yang sedang menderita karena memendam akar kepahitan. Amin.


Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Khamis, Julai 04, 2013

PANGGILAN MATIUS UNTUK MENGIKUT YESUS

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XIII – Jumat, 5 Juli 2013)

Setelah Yesus pergi dari situ, Ia melihat seorang yang bernama Matius duduk di tempat pemungutan cukai, lalu Ia berkata kepadanya, “Ikutlah Aku.” Matius pun bangkit dan mengikut Dia. Kemudian ketika Yesus makan di rumah Matius, datanglah banyak pemungut cukai dan orang berdosa dan makan bersama-sama dengan Dia dan murid-murid-Nya. Pada waktu orang Farisi melihat hal itu, berkatalah mereka kepada murid-murid Yesus, “Mengapa gurumu makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?” Yesus mendengarnya dan berkata, “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit. Jadi, pergilah dan pelajarilah arti firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa.” (Mat 9:9-13)

Bacaan Pertama: Kej 23:1-4,19;24:1-8,62-67; Mazmur Tanggapan: Mzm 106:1-5

Dalam setiap peristiwa yang diceritakan di dalamnya, Injil Matius senantiasa langsung menunjuk kepada inti kebenaran spiritual dari peristiwa tersebut. Narasi tentang panggilan Lewi (Matius) adalah sebuah contoh yang baik. Apa yang perlu kita pahami dengan benar dari narasi dalam bacaan Injil hari ini adalah bahwa dalam terang proklamasi Yesus tentang Kerajaan Allah, Matius melihat kerapuhan dari cara hidupnya yang lama dan ia pun mengambil keputusan cepat-tepat untuk berbalik dari cara hidupnya yang lama itu dan kemudian mengikut Yesus. Seperti dinarasikan dalam bacaan Injil, keputusan Matius ini seakan tidak berdasarkan keputusan yang matang, semuanya terasa spontan dan instan. Harapan manusiawi kita: mungkin akan lebih jelas kiranya apabila bacaan Injil tentang panggilan Matius ini memuat sedikit detil di sana sini untuk membantu para pembaca memahaminya dengan lebih tepat.

Di sisi lain, rasanya tidak mungkinlah apabila Yesus merupakan orang yang sama sekali asing di mata Matius. Yesus telah cukup dikenal di seluruh Galilea (Mat 4:23-25); lagi pula orang banyak senantiasa mengikuti ke mana saja Dia pergi; bahkan mengikuti Dia dari kota ke kota. Sebagai seorang pemungut cukai – seorang petugas yang biasa berhubungan dengan publik – Matius tentunya pernah mendengar tentang Yesus. Barangkali dia juga pernah hadir di satu atau lebih acara pengajaran/khotbah dan/atau acara penyembuhan orang-orang sakit serta pengusiran roh-roh jahat oleh Yesus.

Cintakasihnya kepada Allah bisa saja telah bekerja dalam diri Matius melalui apa yang telah diterimanya dari pesan-pesan yang disampaikan oleh Yesus “plus-plus” (misalnya dia menyaksikan penyembuhan ilahi, berbagai mukjizat dan tanda heran lainnya yang dibuat oleh Yesus). Namun, rasa ragu dan bimbang serta rasa takut mungkin saja belum hilang sama sekali dari dirinya. Yesus memiliki wawasan spiritual yang sempurna ke dalam hati orang. Maka, bayangkanlah apa yang terjadi ketika Matius yang sedang sibuk memungut cukai di tengah-tengah hiruk pikuk pasar yang penuh kesibukan, bertemu dengan Dia – muka ketemu muka. Kita harus senantiasa mengingat apa yang ditulis oleh Uskup Fulton Sheen (Life of Christ – terjemahan Indonesia: “Kristus”), bahwa perjumpaan dengan Yesus senantiasa terjadi di tempat yang kita tidak duga-duga dan pada waktu yang tidak kita sangka-sangka.

Undangan pribadi dari Yesus kepada si Matius pemungut cukai ini sangat singkat dan sederhana: “Ikutlah Aku” (Mat 9:9). Undangan Yesus ini membawa Matius kepada suatu titik pengambilan keputusan yang menentukan, dan – terpujilah Allah – ia memilih untuk memberi tanggapan positif dan sepenuh hati terhadap undangan ini, tentunya berdasarkan pertimbangan pengalamannya sendiri atas apa saja yang pernah didengar dan dilihatnya sebelum saat menentukan itu.

Apa yang hebat-mengagumkan dari pribadi seorang Matius ini? Matius bukanlah seorang insan yang mau hidup suci-suci sendiri. Dia mengundang para pemungut cukai dan pendosa untuk menghadiri perjamuan makan di rumahnya. Pesan Yesus tentang pertobatan dan pengampunan memiliki daya tarik bagi mereka yang mengetahui bahwa diri mereka adalah para pendosa. Jadi, sungguh merupakan suatu kesempatan besar bagi para pemungut cukai dan para pendosa lainnya untuk mengalami persekutuan dengan Yesus dan para murid-Nya lewat sebuah perjamuan makan di rumahnya (Mat 9:10). Dalam salah satu khotbahnya, Santo Bede [c.673-735] mengatakan: “Betapa profetisnya dia (Matius) yang [di kemudian hari] akan menjadi seorang rasul dan guru bangsa-bangsa. Pada jam pertobatannya, dia menarik sekelompok pendosa kepadanya untuk bersama-sama menuju keselamatan. Melalui dirinya yang belum menjadi seorang percaya yang sesungguhnya itu, dia sudah harus melaksanakan tugas evangelisasi yang akan menjadi tugasnya sebagai seorang yang sudah memiliki keutamaan/kebajikan yang matang” [terjemahan bebas dari Bahasa Inggris, Homilies, 21].

Lihatlah, Tuhan mampu untuk membuat kehidupan orang-orang yang mau dan mampu mengakui kedosaan mereka, untuk menghasilkan buah-buah yang baik! Ya Allah, Engkau sungguh baik hati, terimalah persembahan pujian kami!

DOA: Tuhan Yesus, jamahlah aku sekarang dengan kasih-Mu yang menyembuhkan, agar dengan demikian aku dapat menjadi saluran rahmat-Mu serta belarasa-Mu bagi orang-orang di sekelilingku yang membutuhkan. Amin.


Sdr. F.X. Indrapradja, OFS