Halaman

"BAPA YANG KEKAL KUPERSEMBAHKAN KEPADA-MU, TUBUH DAN DARAH, JIWA DAN KE-AILAHAN PUTERA-MU YANG TERKASIH TUHAN KAMI YESUS KRISTUS, DEMI PENEBUSAN DOSA-DOSA KAMI DAN DOSA SELURUH DUNIA" - YESUS RAJA KERAHIMAN ILAHI, AKU PERCAYA KEPADA-MU

Khamis, Februari 28, 2013

PERUMPAMAAN TENTANG PARA PENGGARAP KEBUN ANGGUR


(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan II Prapaskah – Jumat, 1 Maret 2013)

“Dengarkanlah suatu perumpamaan yang lain. Adalah seorang tuan tanah membuka kebun anggur dan membuat pagar sekelilingnya. Ia menggali lubang tempat memeras anggur dan mendirikan menara jaga di dalam kebun itu. Kemudian ia menyewakan kebun itu kepada penggarap-penggarap lalu berangkat ke negeri lain. Ketika hampir tiba musim petik, ia menyuruh hamba-hambanya kepada penggarap-penggarap itu untuk menerima hasil yang menjadi bagiannya. Tetapi penggarap-penggarap itu menangkap hamba-hambanya itu: mereka memukul yang seorang, membunuh yang lain dan melempari yang lain lagi dengan batu. Kemudian tuan itu menyuruh pula hamba-hamba yang lain, lebih banyak daripada yang semula, tetapi mereka pun diperlakukan sama seperti kawan-kawan mereka. Akhirnya ia menyuruh anaknya kepada mereka, katanya: Anakku akan mereka segani. Tetapi ketika penggarap-penggarap itu melihat anaknya itu, mereka berkata seorang kepada yang lain: Inilah ahli warisnya, mari kita bunuh dia, supaya warisannya menjadi milik kita. Mereka menangkapnya dan melemparkannya ke luar kebun anggur itu, lalu membunuhnya. Apabila tuan kebun anggur itu datang, apakah yang akan dilakukannya dengan penggarap-penggarap itu?” Kata mereka kepada-Nya, “Ia akan membinasakan orang-orang jahat itu dan kebun anggurnya akan disewakannya kepada penggarap-penggarap lain, yang akan menyerahkan hasilnya kepadanya pada waktkunya.” Kata Yesus kepada mereka, “Belum pernahkah kamu baca dalam Kitab Suci: Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru: hal itu terjadi dari pihak Tuhan, suatu perbuatan ajaib di mata kita. Sebab itu, Aku berkata kepadamu bahwa Kerajaan Allah akan diambil dari kamu dan akan diberikan kepada suatu bangsa yang akan menghasilkan buah Kerajaan itu.

Ketika imam-imam kepala dan orang-orang Farisi mendengar perumpamaan-perumpamaan Yesus, mereka mengerti bahwa merekalah yang dimaksudkan-Nya. Mereka berusaha untuk menangkap Dia, tetapi mereka takut kepada orang banyak, karena orang banyak itu menganggap Dia nabi. (Mat 21:33-43,45-46)

Bacaan Pertama: Kej 37:3-4,12-13,17-28; Mazmur Tanggapan: Mzm 105:16-21

Perumpamaan Yesus yang sedikit terselubung tentang “para penggarap kebun anggur (yang jahat)” sebenarnya merupakan sebuah peringatan kepada para imam kepala dan orang-orang Farisi. Israel adalah kebun anggur Allah, dan para pemimpinnya adalah para penggarap yang jahat. Allah telah mempercayakan kepada mereka tanggung-jawab untuk melayani umat/rakyat Israel, dan mereka telah mengkhianati kepercayaan itu. Para nenek moyang mereka membunuh nabi-nabi Allah yang diutus dari abad ke abad, dan sekarang mereka akan membunuh Anak-Nya yang tunggal. Orang-orang Farisi memahami pesan Yesus dalam perumpamaan ini, dan hal ini hanya membuat mereka semakin berketetapan hati untuk membunuhnya. Karena berkonfrontasi dengan para pemimpin agama Yahudi dengan cara begini, maka memulai serangkaian peristiwa yang pada akhirnya membawa diri-Nya ke kayu salib di Golgota.

Dengan menyitir Mzm 118:22 (Mat 21:42), Yesus bernubuat bahwa orang-orang Farisi akan menolak diri-Nya, sang “batu penjuru.” Mengapa? Karena mereka gagal untuk melihat apa, bagaimana dan siapa sebenarnya diri mereka sendiri. Orang-orang Farisi memandang tinggi diri mereka sendiri. Karena mereka tidak mampu melihat dosa mereka sendiri, maka mereka tidak mengakui adanya kebutuhan mereka akan seorang Juruselamat. Karena mereka mengklaim telah mengikuti segala peraturan yang ada, dan karena orang-orang lain datang memohon bimbingan dari mereka, mereka membiarkan kuasa dan prestise mereka menyelubungi dosa mereka dan kebutuhan mereka akan keselamatan.

Bayangkan berapa banyak orang sepanjang 2.000 tahun ini yang telah membuat kesalahan yang sama. Pada setiap zaman, orang-orang yang memiliki kekuasaan, orang-orang yang hidup nyaman dan kaya-raya seringkali menolak Yesus. Barangkali lebih mudah bagi orang-orang miskin, orang-orang sakit, dan orang-orang yang yang tersisihkan dalam masyarakat melihat kebutuhan mereka. Ini adalah orang-orang yang merangkul Yesus ketika Dia berada di dunia. Orang-orang itu tidak dapat berpaling ke mana-mana kecuali kepada Yesus, yang mereka percayai sebagai Dia yang dapat membuat diri mereka utuh.

Kita hidup di sebuah dunia di mana kata “dosa” jarang terdengar dan di mana pilihan pribadi digunakan sebagai pembenaran terhadap kejahatan. Seperti orang-orang Farisi, mata (hati) kita dapat dibutakan sehingga tidak dapat melihat adanya kebutuhan akan pengampunan. Akan tetapi, kita semua rentan terhadap dosa – terhadap keserakahan, terhadap kesombongan, terhadap kemasa-bodohan. Menyadari kebutuhan kita, mengakui dosa-dosa kita dan memohon belaskasih Allah – ini adalah sikap-sikap hati yang dapat membuka diri kita bagi suatu relasi dengan Tuhan yang lebih mendalam dan lebih penuh. Ia senantiasa menantikan kita dengan tangan-tangan terbuka untuk mengampuni kita, menghibur kita dan menyembuhkan kita.

DOA: Tuhan Yesus, Engkau adalah batu penjuru hidup kami. Berikanlah kepada kami keberanian dan kerendahan-hati agar dapat melihat kebutuhan kami akan diri-Mu. Tolonglah kami untuk datang kepada-Mu sehinga Engkau dapat menyentuh kami dan membuat kami menjadi pribadi-pribadi yang utuh. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Rabu, Februari 27, 2013

KEBERADAAN LAZARUS-LAZARUS DALAM KEHIDUPAN KITA


(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan II Prapaskah – Kamis, 28 Februari 2013)

“Ada seorang kaya yang selalu berpakaian jubah ungu dan kain halus, dan setiap hari ia bersukaria dalam kemewahan. Ada pula seorang pengemis bernama Lazarus, badannya penuh dengan borok, berbaring dekat pintu rumah orang kaya itu, dan ingin menghilangkan laparnya dengan apa yang jatuh dari meja orang kaya itu. Malahan anjing-anjing datang dan menjilat boroknya. Kemudian matilah orang miskin itu, lalu dibawa oleh malaikat-malaikat ke pangkuan Abraham. Orang kaya itu juga mati, lalu dikubur. Sementara ia menderita sengsara di alam maut ia memandang ke atas, dan dari jauh dilihatnya Abraham, dan Lazarus duduk di pangkuannya. Lalu ia berseru, Bapak Abraham, kasihanilah aku. Suruhlah Lazarus, supaya ia mencelupkan ujung jarinya ke dalam air dan menyejukkan lidahku, sebab aku sangat kesakitan dalam nyala api ini. Tetapi Abraham berkata: Anak, ingatlah bahwa engkau telah menerima segala yang baik sewaktu hidupmu, sedangkan Lazarus segala yang buruk. Sekarang di sini ia mendapat hiburan dan engkau sangat menderita. Selain itu, di antara kami dan engkau terbentang jurang yang tak terseberangi, supaya mereka yang mau pergi dari sini kepadamu ataupun mereka yang mau datang dari situ kepada kami tidak dapat menyeberang. Kata orang itu: Kalau demikian, aku minta kepadamu, Bapak, supaya engkau menyuruh dia ke rumah ayahku, sebab masih ada lima orang saudaraku, supaya ia memperingati mereka dengan sungguh-sungguh, agar mereka jangan masuk ke dalam tempat penderitaan ini. Tetapi kata Abraham: Mereka memiliki kesaksian Musa dan para nabi; baiklah mereka mendengarkannya. Jawab orang itu: Tidak, Bapak Abraham, tetapi jika seorang yang datang dari antara orang mati kepada mereka, mereka akan bertobat. Kata Abraham kepada-Nya Jika mereka tidak mendengarkan kesaksian kesaksian Musa dan para nabi, mereka tidak juga akan mau diyakinkan, sekalipun oleh seorang yang bangkit dari antara orang mati.” (Luk 16:19-31)

Bacaan Pertama: Yer 17:5-10; Mazmur Tanggapan: Mzm 1:1-4,6

Orang kaya dalam perumpamaan Yesus ini kelihatannya mempunyai segalanya: pakaian dan jubah dari kain yang tenunannya halus dan mahal, makanan-minuman yang terbaik, dan kita dapat mengasumsikan bahwa para hamba atau pelayannya senantiasa siap melayaninya dalam segala kebutuhannya. Selagi menceritakan perumpamaan ini, tentang si orang kaya itu Yesus mengatakan bahwa “setiap hari ia bersukaria dalam kemewahan” (Luk 16:19) untuk menunjukkan bahwa orang kaya itu tidak kekurangan sesuatu apa pun untuk hidup baik dan nyaman. Orang ini begitu kaya dan berkuasa sehingga ada indikasi bahwa keluarganya pun bahkan memiliki salinan Kitab Taurat sendiri dan juga kitab para nabi (lihat Luk 16:29). Dengan segala harta-kekayaan yang dimilikinya dan juga Kitab Sucinya, maka tentunya tidak ada alasan baginya untuk mengabaikan kebutuhan orang miskin yang berbaring dekat pintu rumahnya. Namun sayangnya, orang kaya itu mengabaikan keberadaan si miskin itu.

Kesalahan orang kaya itu bukanlah fakta bahwa dia adalah seorang kaya, melainkan dia begitu sibuk dengan pemuasan dirinya dengan segala kenikmatan sehingga tidak memperkenankan sabda Allah dalam Kitab Suci – atau seruan orang miskin – untuk merobek hatinya. Sebagai sabda Allah, Kitab Suci memiliki kuat-kuasa untuk merobek hati kita dan membuka diri kita bagi kebenaran-kebenaran Injili dan janji-janji Allah. Ini benar dalam Perjanjian Lama seperti juga benar dalam Perjanjian Baru. Abraham mengatakan kepada si orang kaya itu bahwa saudara-saudaranya mempunyai “Musa dan para nabi” untuk mengajar mereka tentang Allah, perintah-perintah-Nya dan kasih-Nya – dan semua itu seharusnya cukup bagi mereka.

Kitab Suci sebagai sabda Allah mempunyai kekuatan untuk menyentuh dan mengubah diri kita. Sang pemazmur mengatakan: “Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN (YHWH), dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam” (Mzm 1:1-2).

Hidup kita sehari-hari dipenuhi kesibukan, kebutuhan-kebutuhan keluarga, tuntutan-tuntutan di tempat kerja, dan urusan rumah tangga yang kelihatannya tak selesai-selesai. Ini semua adalah tanggung-jawab yang baik dan perlu. Namun apabila semua itu menjadi fokus kita satu-satunya, maka dengan mudah membuat kita luput menyadari keberadaan Lazarus-Lazarus dalam kehidupan kita, dan seperti si orang kaya dalam perumpamaan Yesus ini, kita pun akan terjerat pada urusan-urusan kita sendiri. Allah menginginkan begitu banyak lagi bagi diri kita. Yang diperlukan dari diri kita adalah membuka pintu dan jendela hati kita dan menyerahkan diri kita kepada-Nya, maka kita pun akan menemukan kekayaan berkelimpahan dari sabda-Nya, kekayaan yang dapat menjadi makanan pesta kita setiap hari. Semoga kita senantiasa membuka diri kita bagi sabda Allah.

DOA: Roh Kudus Allah, berikanlah kepadaku sebuah hati yang terbuka dan dapat menerima pengajaran-Mu. Aku mungkin sangat sibuk hari ini, namun aku tetap memohon kepada-Mu untuk menolong aku menyerahkan waktuku dan pemusatan perhatianku kepada-Mu, sehingga aku pun dapat disentuh oleh sabda-Mu. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Selasa, Februari 26, 2013

UNTUK MELAYANI, BUKAN UNTUK DILAYANI


(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan II Prapaskah – Rabu, 27 Februari 2013)

Ketika Yesus akan pergi ke Yerusalem, Ia memanggil kedua belas murid-Nya tersendiri dan berkata kepada mereka di tengah jalan, “Sekarang kita pergi ke Yerusalem dan Anak Manusia akan diserahkan kepada imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, dan mereka akan menjatuhi Dia hukuman mati. Mereka akan menyerahkan dia kepada bangsa-bangsa lain, supaya diolok-olokkan, dicambuk dan disalibkan, tetapi pada hari ketiga Ia akan dibangkitkan.”

Kemudian datanglah ibu anak-anak Zebedeus serta anak-anaknya itu kepada Yesus, lalu sujud di hadapan-Nya untuk meminta sesuatu kepada-Nya. Kata Yesus, “Apa yang kaukehendaki?” Jawabnya, “Berilah perintah, supaya kedua anakku ini boleh duduk kelak di dalam Kerajaan-Mu, yang seorang di sebelah kanan-Mu dan yang seorang lagi di sebelah kiri-Mu.” Tetapi Yesus menjawab, kata-Nya, “Kamu tidak tahu apa yang kamu minta. Dapatkah kamu meminum cawan, yang harus Kuminum? Kata mereka kepada-Nya, “Kami dapat.” Yesus berkata kepada mereka, “Cawan-Ku memang akan kamu minum, tetapi hal duduk di sebelah kanan-Ku atau di sebelah kiri-Ku, Aku tidak berhak memberikannya. Itu akan diberikan kepada orang-orang yang baginya Bapa-Ku telah menyediakannya.” Mendengar itu marahlah kesepuluh murid yang lain kepada kedua saudara itu. Tetapi Yesus memanggil mereka lalu berkata, “Kamu tahu bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa bertindak sebagai tuan atas rakyatnya, dan para pembesarnya bertindak sewenang-wenang atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Siapa saja yang ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan siapa saja yang ingin menjadi yang pertama di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu; sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.” (Mat 20:17-28)

Bacaan Pertama: Yer 18:18-20; Mazmur Tanggapan: Mzm 31:5-6,14-16

Dalam ilmu management ada tipe pribadi yang diberi julukan “gung ho, take-charge kind of person”. Gambaran apa yang ada dalam pikiran anda seandainya anda diperkenalkan dengan orang tipe ini? Bagi banyak dari kita, kata-kata gung ho dst. ini menggambarkan seseorang yang ambisius – dan barangkali bahkan suka mendesak-desak dan mendorong-dorong agar keinginannya tercapai (Inggris: pushy). “Pukul/lakukan saja dulu, urusan belakangan!” Orang seperti ini dapat sangat baik dalam mengendalikan suatu situasi dan mewujudkan rencana/agendanya, apakah untuk kebaikan atau pun sesuatu yang buruk. Tidak meragukan lagi, pribadi seperti ini juga adalah seorang real doer dapat bergerak leluasa di lapangan, bukan sekadar seorang pemikir yang lebih banyak berada di belakang meja kerjanya. Orang seperti itu juga berkemungkinan besar untuk menjadi pemimpin yang alami (Inggris: natural).

Yakobus dan Yohanes bersaudara (anak Zebedeus sang juragan ikan) cocok sekali dengan gambaran seperti ini. Misalnya, ketika Yesus tidak diterima dengan baik di sebuah desa Samaria, dua orang bersaudara ini ingin agar para penduduk desa itu disambar api/kilat yang turun dari langit (lihat Luk 9:51-56). Markus juga menceritakan kepada kita bahwa Yesus menamakan dua orang bersaudara itu “Boanerges”, artinya: anak-anak guruh (Mrk 3:17), barangkali karena entusiasme dan sifat agresif yang mereka miliki. Sekarang, dalam bacaan Injil hari ini, kita memperoleh sedikit kesan dari mana kedua orang bersaudara itu memperoleh sifat mereka yang suka take-charge itu: dari ibunda mereka sendiri. Nyonya Zebedeus kelihatannya tanpa rasa ragu dan malu-malu melakukan pendekatan kepada Yesus dengan suatu permintaan yang “berani” menyangkut dua orang anaknya.

Dapatkah anda membayangkan betapa penuh tantangan tentunya bagi Yakobus dan Yohanes untuk mengikuti Yesus? Mereka harus mendengarkan Dia dengan penuh perhatian, bukannya memegang sendiri kendali atas situasi/orang-orang lain. Mereka juga harus belajar bersikap diam dan membuka hati mereka bagi hikmat Allah, bukan seenaknya mengikuti dorongan hati sendiri, atau ide-ide sendiri. Akhirnya, mereka harus belajar betapa pentingnya menjadi para pelayan/hamba/abdi yang rendah-hati bagi orang-orang lain – bukannya menjadi penguasa atas orang-orang lain. Hal ini sungguh tidak mudah, teristimewa bagi orang-orang yang dididik dan dibesarkan untuk menjadi pemimpin dalam artiannya yang kita kenal secara umum.

Dengan berjalannya waktu, Yesus mentransformir Yakobus dan Yohanes menjadi para pelayan/hamba/abdi sejati, yang memahami kebutuhan untuk mengheningkan hati mereka dan mendengarkan arahan dari Allah sendiri. Apabila Yesus dapat melakukan “mukjizat” perubahan atas dua orang bersaudara ini, maka tentunya Dia dapat melakukannya juga atas diri kita masing-masing. Satu hal bersifat kunci yang dimiliki Yakobus dan Yohanes adalah bahwa mereka tidak menjadi ciut-hati ketika Yesus mengoreksi mereka. Mereka hanya mengikuti terus Yesus, dengan penuh semangat belajar bagaimana menjadi rendah-hati – oleh karena itu menjadi efektif – seperti Yesus sendiri.

Saudari-saudaraku yang dikasihi Kristus, marilah kita mengikuti contoh yang diberikan oleh dua orang bersaudara – Yakobus dan Yohanes – itu dan belajar betapa pentingnya bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani.

DOA: Tuhan Yesus, aku ingin menjadi seorang pelayan seperti Engkau. Tolonglah aku untuk cukup mengerem diriku agar dapat berdiam dalam kasih-Mu dan kerahiman (belaskasih)-Mu, sehingga dengan demikian aku pun dapat berbagi kasih-Mu dan kerahiman (belaskasih)-Mu itu dengan orang-orang lain. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

YESUS SANG MESIAS ADALAH GURU KITA YANG SEJATI


(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan II Prapaskah – Selasa, 26 Februari 2013)

Lalu berkatalah Yesus kepada orang banyak dan kepada murid-murid-Nya, “Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa. Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya. Mereka mengikat beban-beban berat, lalu meletakkannya di atas bahu orang, tetapi mereka sendiri tidak mau menyentuhnya. Semua pekerjaan yang mereka lakukan hanya dimaksudkan untuk dilihat orang; mereka memakai tali sembahyang yang lebar dan jumbai yang panjang; mereka suka duduk di tempat terhormat dalam perjamuan dan di tempat terbaik di rumah ibadat; mereka suka menerima penghormatan di pasar dan suka dipanggil orang ‘Rabi.’ Tetapi kamu, janganlah kamu disebut ‘Rabi’; karena hanya satu Rabimu dan kamu semua adalah saudara. Janganlah kamu menyebut siapa pun ‘bapak’ di bumi ini, karena hanya satu Bapamu, yaitu Dia yang di surga. Janganlah kamu disebut pemimpin, karena hanya satu pemimpinmu, yaitu Mesias. Siapa saja yang terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu. Siapa saja yang meninggikan diri, ia akan direndahkan dan siapa saja yang merendahkan diri, ia akan ditinggikan. (Mat 23:1-12)

Bacaan Pertama: Yes 1:10,16-20; Mazmur Tanggapan: Mzm 50:8-9,16-17,21,23

Dalam bacaan Injil hari ini, Yesus mengatakan Dia mengetahui bahwa kita membutuhkan seorang guru, namun Ia tidak ingin kita mengambil guru yang salah. Orang-orang yang mengklaim diri mereka sebagai para pemuka agama yang memberi pengajaran atau berkhotbah di sana-sini, namun tidak mempraktekkan apa yang mereka ajarkan atau khotbahkan, – seperti yang Yesus katakan tentang orang-orang Farisi dan para ahli Taurat – adalah orang-orang munafik, …… tentunya mereka adalah guru-guru yang salah, karena guru-guru yang baik seharusnya menjadikan hidup mereka patut diteladani atau menjadi “model” bagi para murid mereka.

Kita memang sangat membutuhkan guru-guru yang baik. Dengan banyaknya masalah yang ada di dunia ini dan betapa buruknya masalah-masalah itu dengan segala dampaknya yang buruk pula, maka kita sungguh membutuhkan guru-guru yang handal dan baik, yang mampu menunjukkan kepada kita cara untuk memecahkan berbagai masalah yang kita hadapi. Kita harus akui bahwa kita tidak kekurangan orang yang mengklaim diri mereka sebagai guru, apakah namanya “motivator” atau pun “gelar” lainnya. Mereka mengklaim diri mereka mampu memberikan solusi-solusi atas berbagai macam masalah yang ada di dalam dunia ini. Ada yang menganjurkan perlunya mengandalkan diri sendiri dalam menghadapi masalah yang dihadapi dengan motto yang sangat menyesatkan: “God only helps those people who help themselves!”. Ada juga “guru-guru” yang menekankan pentingnya mengasihi Allah dan sesama, namun menyebarkan kebencian terhadap sesama manusia yang berkeyakinan-iman lain. Ada “guru-guru” yang berbicara lantang tentang keadilan, perdamaian, cintakasih, keharmonisan dalam kehidupan dlsb., namun tidak kelihatan membela mereka yang dengan tekun “berdemontrasi damai” menuntut keadilan karena para anggota keluarga mereka dahulu telah mengalami ketidakadilan karena diculik, dibunuh dll. Banyak sekali contoh yang dapat dipaparkan dalam tulisan ini, namun tidak cukup ruangan yang tersedia. Yang jelas, banyak “guru palsu” yang berkeliaran di tengah masyarakat kita.

Kenyataan apa yang kita miliki dalam masyarakat kita? Meningkatnya pemerkosaan di angkutan umum dan pelecehan seksual terhadap anak-anak di bawah umur; meningkatnya KDRT; meningkatnya ketergantungan pada narkoba yang tidak hanya melibatkan kalangan menengah ke atas, namun juga kalangan menengah ke bawah yang mempunyai dampak atas meningkatnya kriminalitas; meningkatnya korupsi di kalangan para elite negara/bangsa ini yang mengaku diri mereka “agamis”, bahkan di tengah mereka yang memimpin partai-partai agama. Apabila kita menonton televisi, tidak ada satu hari pun tanpa kita menyaksikan adegan-adegan kekerasan yang terjadi dalam masyarakat. Media massa – sengaja atau tak sengaja – telah membuat kita menyerah seakan kejahatan-kejahatan yang terjadi dalam masyarakat adalah hal-hal yang dapat diterima karena tidak dapat dihindari dan/atau dicegah. Namun kejahatan tetap bercokol di sana, rasa tidak percaya kepada sesama manusia pun menjadi pudar dan kemudian hilang. Ketergantungan seseorang pada miras dan narkoba adalah upaya untuk melarikan diri dari masalah-masalah yang dihadapinya, namun akibatnya malah lebih buruk, yaitu berupa rasa tidak-aman, rasa takut akan masa depan, dan kehilangan arah ke mana orang itu harus pergi atau apa yang harus dilakukannya. Semua ini sebenarnya menyangkut soal dosa manusia, yang tidak cukup dipecahkan lewat pendekatan sosiologis, budaya, politis dll.

Masa Prapaskah ini mengajak kita untuk dengan rahmat Allah – lewat karya Roh Kudus-Nya – membebaskan diri dari kebingungan, keterpurukan karena terjerat dalam dosa dan cengkeraman si Jahat dan para pengikutnya, dengan melakukan pertobatan semestinya. Oleh karena itu, bukalah diri kita masing-masing bagi karya Roh Kudus.

Dalam bacaan Injil hari ini kita mendengar sabda Yesus sendiri yang dapat diungkapkan sebagai berikut: “Hanya satu Guru/Rabimu dan Pemimpinmu: sang Mesias. Hanya satu bapakmu: Allah, Bapamu di surga. Hanya pada Dia-lah kamu dapat memperoleh solusi-solusi atas masalah-masalah yang kamu hadapi. Memang hanya Dia-lah yang dapat memecahkan masalah-masalah kita. Oleh karena itu dalam bacaan pertama hari ini kita dapat membaca sabda Allah yang ditulis dalam Kitab Yesaya: “Akulah TUHAN (YHWH), Allahmu, yang mengajar engkau tentang apa yang memberi faedah, yang menuntun engkau di jalan yang harus kautempuh. Sekiranya engkau memperhatikan perintah-perintah-Ku, maka damai sejahteramu akan seperti sungai yang tidak pernah kering, dan kebahagiaanmu akan terus berlimpah seperti gelombang-gelombang laut yang tidak pernah berhenti ……” (Yes 48:17-18). Ini adalah sebuah gambaran yang sungguh kuat. Kuat-kuasa untuk menyembuhkan sakit-penyakit kita telah diberikan kepada kita, namun kita harus menerima Yesus secara total agar dapat mengalami kuat-kuasa-Nya.

Inilah masalah riil kita: kita menaruh banyak rintangan yang menghalangi jalan Tuhan. Kita acapkali mencoba untuk menemukan pengganti-pengganti Kristus yang mudah, namun mereka tidak bekerja … tidak memberikan solusi apa pun!

DOA: Tuhan Yesus, Engkau adalah jawaban sesungguhnya dari segala masalah yang kami hadapi, hanya apabila kami memberi kesempatan kepada-Mu untuk menunjukkannya kepada kami. Terima kasih, ya Tuhan Yesus. Terpujilah nama-Mu sekarang dan selama-lamanya. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS