Halaman

"BAPA YANG KEKAL KUPERSEMBAHKAN KEPADA-MU, TUBUH DAN DARAH, JIWA DAN KE-AILAHAN PUTERA-MU YANG TERKASIH TUHAN KAMI YESUS KRISTUS, DEMI PENEBUSAN DOSA-DOSA KAMI DAN DOSA SELURUH DUNIA" - YESUS RAJA KERAHIMAN ILAHI, AKU PERCAYA KEPADA-MU

Sabtu, Oktober 31, 2015

HARI RAYA SEMUA ORANG KUDUS

(Bacaan Injil Misa Kudus, HARI RAYA SEMUA ORANG KUDUS – Minggu, 1 November 2015) 
KHOTBAH DI BUKIT - 501
Ketika Yesus melihat orang banyak itu, naiklah Ia ke atas bukit dan setelah Ia duduk, datanglah murid-murid-Nya kepada-Nya. Yesus pun mulai berbicara dan mengajar mereka, kata-Nya, “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang punya Kerajaan Surga. Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur. Berbahagialah orang yang lemah-lembut, karena mereka akan memiliki bumi. Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kehendak Allah, karena akan dipuaskan. Berbahagialah orang yang berbelaskasihan, karena mereka akan beroleh belas-kasihan. Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah. Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah. Berbahagialah orang yang dianiaya karena melakukan kehendak Allah, karena merekalah yang punya Kerajaan Surga. Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di surge. (Mat 5:1-12a) 

Bacaan Pertama: Why 7:2-34, 9-14; Mazmur Tanggapan: Mzm 24:1-6; Bacaan Kedua: 1Yoh 3:1-3 
Berbicara mengenai orang-orang kudus, Santo Bernardus dari Clairvaux [1090-1153]  pernah mengatakan, “Aku mengaku bahwa hatiku terbakar dengan hasrat mendalam pada saat aku mengingat mereka.” Namun, sementara kita sedang terkagum-kagum mengenang hidup para kudus, belum tentu kita juga serta-merta mau mengikuti gaya hidup mereka – yang seringkali bukan merupakan hidup penuh kenyamanan, sukses, atau dikagumi dan dihormati masyarakat pada umumnya. Kita seringkali bertanya di dalam hati bagaimana orang-orang kudus ini dapat menjalani suatu kehidupan yang tidak mementingkan diri sendiri dan penuh dedikasi.
st-joan-of-arc-execution-1431
Ada film tentang S. Jeanne d’Arc [1412-1431] yang menggambarkan orang kudus ini sebagai seorang pribadi yang sangat berani, tabah, dan taat pada panggilan Allah dalam hidupnya. Akan tetapi, di atas atribut-atribut ini, film tersebut menunjukkan, bahwa dengan berjalannya waktu Jeanne semakin bertumbuh dalam keintimannya dengan Allah sebagai seorang Pribadi yang dapat diandalkannya pada setiap tahap kehidupannya. Penghiburan dan dorongan yang datang dari relasi kesehariannya dengan Allah sungguh menguatkan niat-niat luhurnya dan memberdayakannya untuk tetap memegang kebenaran sampai titik akhir.

Inilah rahasia dari para kudus dan inilah juga rahasia yang dapat disyeringkan kepada kita semua. Kita semua dapat mengenal Bapa, Putera dan Roh Kudus secara intim dan pribadi. Kita dapat menerima sabda-Nya yang menghibur dan menguatkan selagi kita bertumbuh dalam doa, menerima sakramen-sakramen secara teratur, membaca Kitab Suci, dan terlibat dalam persekutuan antara sesama anggota tubuh Kristus.
Kita semua telah dipanggil untuk menjadi serupa dengan orang-orang yang disebut bahagia oleh Yesus dalam “Sabda/Ucapan Bahagia-Nya” di atas – miskin dalam roh (TB II LAI: “miskin di hadapan Allah”), lapar dan haus akan kebenaran, berbelaskasihan, suci hatinya, yang membawa damai. Dan panggilan ini disertai sebuah janji: Setiap orang yang mencoba untuk hidup seturut “Sabda/Ucapan Bahagia” Yesus dapat menjadi orang kudus yang hidup.
mahatma-gandhi1
Sekarang, marilah kita tidak membatasi pandangan kita tentang “orang-orang yang berbahagia” atau “orang-orang yang terberkati” hanya terhadap mereka yang menjadi para pengikut Kristus seperti kita. Ada banyak orang yang cocok dengan gambaran dalam “Sabda/Ucapan Bahagia” Yesus tersebut, bahkan mereka yang berasal dari kelompok-kelompok yang beriman lain. Mereka pun dikasihi dan diberkati oleh Allah. Semua orang yang miskin dalam roh, yang berdukacita, yang menderita demi Kerajaan Allah akan mengenal Kerajaan itu melihat Allah. Ini sungguh merupakan sebuah janji yang indah!

DOA: Bapa surgawi, kuatkanlah hasratku akan Engkau, dengan demikian aku dapat merangkul hidup kemiskinan, kelemah-lembutan, dan kasih agar sungguh-sungguh dapat berada bersama Engkau. Tolonglah diriku agar dapat menjadi seorang kudus seturut rencana-Mu pada saat Engkau menciptakanku. Amin.
Catatan: Untuk mendalami Bacaan Injil hari ini (Mat 5:1-12), bacalah tulisan yang berjudul “HARI RAYA SEMUA ORANG KUDUS [6]” (bacaan tanggal 1-11-15) dalam situs/blog PAX ET BONUMhttp://catatanseorangofs.wordpress.com; kategori: 15-11 PERMENUNGAN ALKITABIAH NOVEMBER 2015. 
Cilandak, 30 Oktober 2015 [B. Angelus dr Acri, Imam Biarawan] 
Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Jumaat, Oktober 30, 2015

TUAN RUMAHLAH YANG AKAN MENENTUKAN

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXX – Sabtu, 31 Oktober 2015) 
Stained Glass Depicting Jesus Christ March 4, 2004
Stained Glass Depicting Jesus Christ March 4, 2004
Pada suatu hari Sabat Yesus datang ke rumah salah seorang pemimpin orang-orang Farisi untuk makan di situ. Semua yang hadir mengamat-amati Dia dengan saksama.
Karena Yesus melihat bagaimana para undangan memilih tempat-tempat kehormatan, Ia menyampaikan perumpamaan ini kepada mereka, “Kalau seorang mengundang engkau ke pesta perkawinan, janganlah duduk di tempat kehormatan, sebab mungkin orang itu telah mengundang seorang yang lebih terhormat daripada engkau, supaya orang itu, yang mengundang engkau dan dia, jangan datang dan berkata kepadamu: Berilah tempat ini kepada orang itu. Lalu engkau dengan malu harus pergi duduk di tempat yang paling rendah. Tetapi, apabila engkau diundang, pergilah duduk di tempat yang paling rendah. Mungkin tuan rumah akan datang dan berkata kepadamu: Sahabat, silakan duduk di tempat yang lebih terhormat. Dengan demikian, engkau akan menerima hormat di depan mata semua orang yang makan bersamamu. Sebab siapa saja yang meninggikan diri, ia akan direndahkan dan siapa saja yang merendahkan diri, ia akan ditinggikan.” (Luk 14:1,7-11) 
Bacaan Pertama: Rm 11:1-2a,11-12,25-29; Mazmur Tanggapan: Mzm 93:12-15
Dengan latar belakang perjamuan makan di rumah seorang pemimpin orang-orang Farisi, Lukas melanjutkan pengajaran Yesus tentang pesta. Yesus menceritakan sebuah perumpamaan yang tidak seorang pun dari para hadirin akan mengalami kesulitan untuk memahami perumpamaan tersebut. Kelihatannya perumpamaan itu berada pada tingkat nasihat duniawi tentang bagaimana sampai kepada posisi puncak pada meja dengan mengawalinya dari posisi bawah, dan bagaimana menghindari tindakan memulai di posisi puncak hanya untuk menemukan diri kita digeser ke posisi bawah; namun jika memang itu yang dimaksudkan Yesus, maka hampir dapat dikatakan bahwa itu bukanlah sebuah perumpamaan. Cerita itu bergerak dari hal-hal yang familiar kepada hal-hal yang tidak familiar; Yesus menggiring para pendengar-Nya melalui metafora pesta perkawinan sampai kepada pandangan sekilas lintas tentang Kerajaan Allah, untuk memahami bagaimana kehormatan diberikan oleh Allah kepada orang-orang yang sungguh rendah hati.
Nasihat yang ditawarkan Yesus bersifat sederhana dan langsung: apabila engkau diundang ke pesta perkawinan, jangan terburu-buru mengambil tempat kehormatan pada meja perjamuan: para tamu terhormat akan tiba di tempat pesta belakangan, dan kita harus memberi tempat kepada mereka; dengan demikian kita berada dalam situasi di mana kita dipermalukan …… berjalan melewati tempat-tempat lain yang telah diisi, dan akhirnya kita mengambil tempat paling bawah pada meja perjamuan. Jadi, daripada memusatkan perhatian kita pada tempat terhormat, ambillah tempat terbawah sehingga dengan demikian ketika tuan rumah masuk ke ruang perjamuan dan melihat kita, maka dia akan menghormati kita di depan para hadirin dengan membimbing kita ke tempat yang lebih tinggi. Karena kita masing-masing adalah tamu pada pesta perjamuan, maka serahkanlah kepada tuan rumah untuk menentukan siapa saja yang pantas menduduki tempat-tempat terhormat, karena ini adalah perjamuannya, maka hal tersebut adalah privilesenya.
YESUS MAKAN BERSAMA ORANG FARISI
Pada pembacaan awal, kata-kata Yesus kelihatannya menawarkan suatu cara yang terkalkulasi dan cerdik, yang menjamin bahwa kita (anda dan saya) akan memperoleh posisi top jika saja kita memainkan power-game dengan cara yang  cocok-manis, tidak hanya akan membuat kita mencapai posisi top, tetapi setiap orang dengan gamblang akan melihat kita naik sampai ke posisi puncak itu. Kemudian kita dapat duduk dan diam-diam memberi selamat kepada diri kita sendiri karena berhasilnya strategi kita. Namun pendalaman lebih lanjut atas teks Injil ini akan meratakan tafsir yang baru saja dikemukakan tadi: orang yang meninggikan dirinya sendiri – apakah melalui cara-cara kasar dengan merebut posisi  atau secara halus lewat insinuasi – akan direndahkan. Jadi, apabila seseorang mengambil tempat paling rendah bukan karena dia percaya bahwa posisi itu adalah memang diperuntukkan baginya, melainkan sebagai hitung-hitung untuk mempengaruhi sikap tuan rumah untuk memindahkannya ke tempat yang lebih tinggi, maka orang itu akhirnya akan terdampar dalam posisi yang memalukan, yaitu ditinggalkan dalam posisi terendah tadi. Kerendahan hati bukanlah masalah memainkan power game yang cantik, melainkan masalah mengakui kebenaran bahwa karena kita diundang (artinya sebuah privilese), maka peranan Allah-lah – bukan peranan kita – untuk memilih tempat duduk kita dalam pesta perjamuan yang diadakan.

Di sini Yesus samasekali tidak memberikan sebuah ringkasan kursus tentang “etiket pada perjamuan makan”; Ia mengundang para pendengar-Nya untuk bergerak melalui contoh sebuah pesta perjamuan yang familiar di telinga para pendengar-Nya untuk sampai kepada pemahaman sebenarnya perihal kehormatan sejati dalam Kerajaan Allah. Seorang pribadi yang akan ditinggikan dalam Kerajaan Allah bukanlah orang yang telah merekayasa jalannya menuju posisi puncak, melainkan seseorang yang mengakui bahwa kehormatan dalam Kerajaan Allah akan diperolehnya (datang kepadanya) pada waktu Sang Tuah Rumah (Allah) sendiri mengakui hal tersebut, bukan pada waktu seorang tamu mengganggapnya demikian. Kehormatan dalam Kerajaan Allah dianugerahkan sesuai dengan apa yang sudah diungkapkan dalam Kidung Maria (Magnificat): “(Ia) menceraikan orang-orang yang congkak hatinya; Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dari takhtanya dan meninggikan orang-orang yang rendah; Ia melimpahkan segala yang baik kepada orang yang lapar, dan menyuruh orang yang kaya pergi dengan tangan hampa” (Luk 1:51b-53).
DOA:  Tuhan Yesus, ajarlah aku untuk menaruh kepercayaan pada penyelenggaraan ilahi hari ini dan tolonglah aku untuk mengasihi dan memperhatikan siapa saja yang Kautempatkan pada jalan hidupku hari ini. Amin.
Catatan: Untuk mendalami Bacaan Injil hari ini (Luk 14:1,7-11), bacalah tulisan yang berjudul “DAPATKAH KITA MENJADI LEBIH SERUPA LAGI DENGAN YESUS?” (bacaan tanggal 31-10-15) dalam situs/blog PAX ET BONUM http://catatanseorangofs.wordpress.com; kategori: 15-10 PERMENUNGAN ALKITABIAH OKTOBER 2015. 
Cilandak, 29 Oktober 2015 
Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Khamis, Oktober 29, 2015

ISTIRAHAT ALLAH

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXX – Jumat, 30 Oktober 2015) 
jesus_the_christ_detail_bloch__93932_zoom
Pada suatu hari Sabat Yesus datang ke rumah salah seorang pemimpin orang-orang Farisi untuk makan di situ. Semua yang hadir mengamat-amati Dia dengan saksama. Datanglah seorang yang sakit busung air berdiri di hadapan-Nya. Lalu Yesus berkata kepada ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi itu, “Apakah boleh menyembuhkan orang pada hari Sabat atau tidak?” Mereka diam semuanya. Lalu Ia memegang tangan orang sakit itu dan menyembuhkannya serta menyuruhnya pergi. Kemudian Ia berkata kepada mereka, “Siapakah di antara kamu yang tidak segera menarik ke luar anaknya atau lembunya kalau terperosok ke dalam sebuah sumur pada hari Sabat?” Mereka tidak sanggup membantah-Nya. (Luk 14:1-6) 

Bacaan Pertama: Rm 9:1-5; Mazmur Tanggapan: Mzm 147:12-15,19-20 
Sekali lagi, Yesus menemukan diri-Nya di tengah-tengah kontroversi tentang penyembuhan di hari Sabat. Orang-orang Farisi yang berkonfrontasi dengan Yesus berpijak pada tafsir sangat sempit tentang perintah-perintah Allah, yang menggiring mereka pada kecurigaan terhadap diri Yesus dan mencari kesempatan untuk menjebak-Nya. Di lain pihak, Yesus mengambil kesempatan ini untuk mengajar mereka tentang inti pokok dari hukum Allah, yang adalah belas kasih dan penyembuhan.
Ketika Yesus menyembuhkan orang yang sakit busung air – suatu penyakit yang disebabkan oleh banyaknya cairan dalam tubuh yang mungkin berkaitan dengan suatu kondisi jantung – maka Dia sekali lagi mengkonfrontir pemahaman sempit orang-orang Farisi tentang cara-cara atau jalan-jalan Allah. Aplikasi sempit dari hukum Sabat tidak memberi ruang sedikit pun bagi kasih dan belas kasih yang merupakan fondasi dari setiap perintah Allah. Yesus langsung saja mempersoalkan kekakuan tafsir/sikap dari orang-orang Farisi tersebut. Jika orang yang berakal sehat saja akan menyelamatkan anak atau hewan peliharaannya yang terperosok ke dalam sebuah sumur pada hari Sabat, apalagi Allah yang begitu berhasrat untuk menyelamatkan anak-anak-Nya yang membutuhkan pertolongan di mana dan kapan saja? Dari semua hari sepanjang pekan, justru hari Sabat-lah yang paling pas bagi para anak Allah untuk menerima sentuhan penyembuhan-Nya. Lagipula, bukankah Allah selalu menginginkan kita masuk ke dalam istirahat-Nya?
CELAKALAH ENGKAU KATA YESUS
Istirahat Sabat yang diinginkan oleh Allah bagi kita datang dari suatu pengalaman akan kasih-Nya yang intim – suatu keintiman yang menempatkan damai-sejahtera dalam hati kita, apa pun sikon yang kita hadapi. Yesus datang untuk melakukan inaugurasi atas istirahat Sabat ini di atas bumi melalui penderitaan, wafat dan kebangkitan-Nya. Sebagai umat-Nya, Gereja, kita sekarang dapat mengalaminya secara lebih mendalam.  Dalam keintiman ini, kita mengenal Allah sebagai “seorang” Bapa yang sangat mengasihi kita dan Ia juga Mahaperkasa, dan kita tahu bahwa kita adalah milik-Nya. Kita belajar untuk menaruh kepercayaan bahwa Dia akan memenuhi segala kebutuhan kita dan kita menyerahkan hidup kita kepada penyelenggaraan-Nya.

Bagaimana kita mengalami istirahat Allah? Unsur atau elemen yang paling esensial adalah doa, yang menempatkan kita ke dalam kontak dengan realitas-realitas Kerajaan Allah. Selagi kita membuka diri kita bagi Allah melalui doa, pembacaan dan permenungan sabda Allah dalam Kitab Suci, dan hidup sakramental dalam Gereja, maka hidup Allah mampu untuk meresap ke dalam keberadaan kita secara lebih penuh. Dengan beristirahat dalam Kristus melalui doa dan ketaatan yang diungkapkan dengan rendah hati, kita menjadi lebih yakin akan kasih-Nya bagi kita dan kita menerima sentuhan penyembuhan-Nya secara lebih mendalam.
DOA: Tuhan Yesus, aku membuka hatiku bagi-Mu sekarang.  Semoga aku dapat masuk ke dalam istirahat-Mu dan mengalami belas kasih dan kesembuhan daripada-Mu. Tolonglah aku agar supaya dapat melihat bahwa kasih itu berada di jantung setiap hukum-Mu. Amin.
Catatan: Untuk mendalami Bacaan Injil hari ini (Luk 14:1-6), bacalah tulisan yang berjudul “DISEMBUHKAN UNTUK MENJADI PRIBADI-PRIBADI YANG UTUH” (bacaan tanggal 30-10-15) dalam situs/blog PAX ET BONUM http://catatanseorangofs.wordpress.com; kategori: 15-10 PERMENUNGAN ALKITABIAH OKTOBER 2015. 
Cilandak, 27 Oktober 2015
Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Rabu, Oktober 28, 2015

DIA YANG DATANG DALAM NAMA TUHAN

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXX – Kamis,  29 Oktober 2015) 
YESUS MENANGSISI YERUSALEM - 003
Pada waktu itu datanglah beberapa orang Farisi dan berkata kepada Yesus, “Pergilah, tinggalkanlah tempat ini, karena Herodes hendak membunuh Engkau. Jawab Yesus kepada mereka, “Pergilah  dan katakanlah kepada si rubah itu: Aku mengusir setan dan menyembuhkan orang, pada hari ini dan besok, dan pada hari yang ketiga Aku akan selesai. Tetapi hari ini dan besok dan lusa Aku harus meneruskan perjalanan-Ku, sebab tidaklah semestinya seorang nabi dibunuh di luar Yerusalem. Yerusalem, Yerusalem, engkau yang membunuh nabi-nabi dan melempari dengan batu orang-orang yang diutus kepadamu! Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya, tetapi kamu tidak mau. Sesungguhnya rumahmu ini akan ditinggalkan. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kamu tidak akan melihat Aku lagi sampai pada saat kamu berkata: Terpujilah Dia yang datang dalam nama Tuhan!” (Luk 13:31-35) 

Bacaan Pertama: Rm 8:31b-39; Mazmur Tanggapan: Mzm 109:21-22,26-17,30-31 
Lukas menghubungkan bacaan Injil hari ini dengan perikop sebelumnya yang dibuka dengan sebuah peringatan, bahwa Yesus sedang berada di tengah perjalanan ke Yerusalem (lihat Luk 13:22). Nah, dalam bacaan Injil hari ini diceritakan bahwa Yesus menerima sebuah peringatan dari beberapa orang Farisi bahwa karena Herodes Antipas ingin membunuhnya, maka Yesus harus secepat mungkin meninggalkan tempat di mana sekarang Ia berada – yaitu wilayah kekuasaan Herodes Antipas.
Yesus sangat tegas dalam jawaban-Nya, dan membuat jelas bahwa Dia tidak akan pernah dapat diintimidasi oleh seorang raja-boneka Romawi seperti Herodes Antipas. Kalau pun Yesus pergi meninggalkan teritori raja-wilayah ini,  maka hal itu hanyalah disebabkan karena misi-Nya menuntut diri-Nya untuk pergi ke Yerusalem. Sejarawan Yosefus mencatat bahwa Herodes adalah seorang penguasa yang sangat ingin menghindar dari konflik apa pun di daerah kekuasaannya, seorang penguasa yang lembek. Sebaliknya, Lukas di sini menghadirkan Yesus sebagai seorang tokoh yang kuat, yang menguasai diri dengan mantap, yang memegang kendali atas “nasib”-Nya sendiri, dan yang berbicara lantang di depan publik tentang rencana-rencana-Nya di masa depan.
Dari teks bacaan Injil memang tidak jelas apakah orang-orang Farisi itu datang kepada Yesus karena keprihatinan yang murni atas keamanan diri-Nya atau karena mereka hanya digunakan oleh Herodus Antipas guna menakut-nakuti Yesus agar Ia meninggalkan wilayah kekuasaannya. Yesus memberi julukan “si rubah” kepada Herodes Antipas. Menurut T.W. Manson (Sayings, hal. 276), kata “rubah” seperti digunakan oleh orang Yahudi mempunyai dua arti, yaitu “licik” sebagai lawan dari sikap terus terang dan langsung tidak berputar-putar, dan kata itu digunakan juga sebagai lawan dari “singa”, maksudnya adalah, bahwa “rubah” adalah pribadi kelas tiga yang tidak signifikan ketimbang seorang pribadi yang memiliki kuasa dan kebesaran yang riil. Menamakan Herodus Antipas sebagai “si rubah” sama saja dengan mengatakan bahwa dia bukan orang besar atau orang yang berbicara terbuka dan langsung; orang ini tidak memiliki kemuliaan atau kehormatan.
Yesus mengirim pesan kembali kepada Herodes bahwa Dia akan melanjutkan pekerjaan-Nya melawan kuasa kejahatan dan menyembuhkan segala sakit-penyakit sampai saat misi-Nya diselesaikan. Yesus merasa pasti bahwa Dia akan menyelesaikan misi-Nya di Yerusalem, bukan di dalam wilayah kekuasaan Herodes Antipas. Yerusalem dilihat sebagai “ringkasan” umat Israel, dan Yesus mengingatkan para pendengar-Nya tentang bagaimana Yerusalem memperlakukan para nabi di masa lampau: Yerusalem telah memainkan peran sebagai pembunuh, jadi layaklah bahwa kota ini pun akan memainkan peran yang sama atas diri nabi terbesar sepanjang masa, Yesus. Herodes Antipas tidak dapat memasuki drama ini sekarang dan mengubah hubungan fatal yang ada antara Yerusalem dan Yesus, antara pembunuh dan korbannya. Dan dalam hal ini, sang korban sedang melakukan perjalanan-Nya ke tempat sang pembunuh.
Dalam ratapan-Nya atas Yerusalem yang menyayat hati mereka yang mendengar-Nya, Yesus berbicara dalam bahasa Hikmat-Kebijaksanaan dan mengingat upaya-upaya yang dilakukan berulang kali oleh Allah untuk mengirim para utusan-Nya ke tengah penduduk kota itu, namun yang ada hanyalah kekerasan dan pembunuhan. Allah tergerak untuk bertindak karena keprihatinan-Nya, sedangkan penduduk Yerusalem tergerak untuk bertindak karena nafsu membunuh yang keluar dari kekerasan hati dan kebebalan. Dan, mereka akan melakukan yang sama atas diri nabi yang sekarang sedang menuju kota itu.
Ratapan Yesus berisikan suatu gambaran “seorang” Allah yang lemah lembut, “seorang” Allah seperti seorang ibu yang penuh perhatian, yang ingin mengumpulkan anak-anaknya di bawah perlindungannya. Namun anak-anaknya itu tidak berminat – barangkali mereka bukan anak-anak kecil lagi. Gambarannya adalah tentang “seorang” Allah yang ngin mengumpulkan umat-Nya ke dalam Kerajaan-Nya, namun umat-Nya itu tidak mau berurusan dengan Allah. Jadi di sini kita dapat membayangkan “seorang” Allah yang sendiri dan kesepian, yang penuh kerinduan untuk bersatu dengan anak-anak-Nya. “Seorang” Allah yang berbicara tentang kegagalan-Nya sendiri untuk mengumpulkan umat-Nya hanya dapat berbuat begitu jika Dia berharap bahwa segala sesuatunya akan  menjadi lain.
Dalam kekerasannya terhadap para nabi dan Yesus, Yerusalem adalah adalah tempat di mana lebih banyak berbicara tentang absennya Allah daripada kehadiran-Nya.  Hal ini bukan berarti bahwa Allah telah melupakan dan/atau mengabaikan kota ini, melainkan bahwa Dia telah dibuang secara berulang kali justru oleh penduduk Yerusalem. Hal itu akan tetap begitu sampai penduduk Yerusalem mengakui “Dia yang datang dalam nama Tuhan” (Luk 13:35). Jika ini merupakan acuan pada kedatangan Mesias untuk terakhir kali, maka pengakuan tersebut akan terlambat. Seperti yang dikemukakan oleh Yesus dalam perikop sebelumnya, suatu pengakuan di depan pintu yang sudah tertutup merupakan suatu keterlambatan yang fatal (Luk 13:25-27). Jika memang masih tersedia waktu untuk memproklamasikan Yesus sebagai “Dia yang datang dalam nama Tuhan”, maka waktu itu adalah “sekarang”, “sekarang”, dan “sekarang”. 
DOA: Kasihanilah aku, ya Allah, kasihanilah aku, sebab kepada-Mulah jiwaku berlindung; dalam naungan sayap-Mu aku akan berlindung, kepada Allah yang menyelesaikannya bagiku. Sungguh Engkau telah menjadi pertolonganku, dan dalam naungan sayap-Mu aku bersorak-sorai. Amin (Mzm 57:2; 63:9).
Catatan: Untuk mendalami Bacaan Injil hari ini (Luk 13:31-35), bacalah tulisan yang berjudul “JIKALAU BUKAN TUHAN YANG ……” (bacaan tanggal 29-10-15) dalam situs/blog PAX ET BONUMhttp://catatanseorangofs.wordpress.com; kategori: 15-10 PERMENUNGAN ALKITABIAH OKTOBER 2015. 
Cilandak, 27 Oktober 2015 
Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Isnin, Oktober 26, 2015

MENGKLAIM WARISAN KITA SEBAGAI ANAK-ANAK ALLAH

(Bacaan Pertama Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXX – Selasa, 27 Oktober 2015) 
St Paul Icon 4
Sebab aku yakin bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita.

Sebab dengan sangat rindu seluruh makhluk menantikan saat anak-anak Allah akan dinyatakan. Karena seluruh makhluk telah ditaklukkan kepada kesia-siaan, bukan oleh kehendaknya sendiri, tetapi oleh kehendak Dia, yang telah menaklukkannya, tetapi dalam pengharapan, karena makhluk itu sendiri juga akan dimerdekakan dari perbudakan kebinasaan dan masuk ke dalam kemerdekaan dan kemuliaan anak-anak Allah. Sebab kita tahu bahwa sekarang segala makhluk sama-sama mengeluh dan sama-sama merasa sakit bersalin. Bukan hanya mereka  saja, tetapi kita yang telah menerima karunia sulung Roh, kita juga mengeluh dalam hati kita sambil menantikan pengangkatan sebagai anak, yuaitu pembebasan tubuh kita. Sebab kita diselamatkan dalam pengharapan yang dilihat, bukan pengharapan lagi; sebab bagaimana orang masih mengharapkan apa yang dilihatnya? Tetapi, jika kita mengharapkan apa yang tidak kita lihat, kita menantikannya dengan tekun. (Rm 8:18-25) 
Mazmur Tanggapan: Mzm 126:1-6; Bacaan Injil: Luk 13:18-21 
“… kita yang telah menerima karunia sulung Roh, kita juga mengeluh dalam hati kita sambil menantikan pengangkatan sebagai anak, yaitu pembebasan tubuh kita” (Rm 8:23). 
Santo Paulus mengatakan bahwa kita semua telah menerima Roh yang menjadikan kita anak-anak Allah (lihat Rm 8:15). Allah telah mengadopsi kita menjadi anak-anak-Nya sendiri. Rasa memiliki martabat, kepantasan, dan bahkan kemampuan untuk dikasihi dapat mengalir dari kebenaran yang mengejutkan ini. Kita semua sebenarnya tidak pantas, namun telah dirahmati dengan warisan ilahi yang tidak seorang pun yang dapat mengambilnya dari diri kita.
Bagaimana caranya kita mengklaim warisan ini? Kita dapat mencoba dengan suatu “eksperimen dalam Roh”. Untuk beberapa hari ke depan (katakanlah tiga hari) kita tentukan sesuatu yang spesifik dalam doa-doa kita, yaitu memohon kepada Roh Kudus agar membimbing kita ke dalam suatu perjumpaan yang lebih mendalam dan lebih akrab dengan Bapa surgawi. Kita juga memohon kepada Roh Kudus untuk melingkupi kita dengan pengetahuan bahwa Allah sungguh adalah “Abba” atau “Ayah” kita (lihat Rm 8:15) – seorang Bapa yang penuh kebaikan, belas kasih dan suatu kasih yang lemah lembut dan melampaui bapa manusia mana pun.
Selagi kita berdoa, perhatikanlah cara bagaimana Roh Kudus mengubah pandangan kita tentang kehidupan. Carilah suatu keyakinan yang lebih mendalam bahwa kita (anda dan saya) dapat menghadap Yesus dan mohon kepada-Nya untuk membebaskan kita dari rasa takut, dosa, atau kebiasaan yang mungkin selama ini membelenggu kita. Kita harus berusaha untuk mengasihi Allah secara lebih mendalam, sesuatu yang mengalir dari hati kita dan yang mengangkat kita di tengah berbagai tantangan atau kemunduran. Marilah kita lihat juga apakah kita dapat melihat diri kita tersenyum, bahkan tertawa dengan lebih cepat dan spontan. Kita harus waspada agar supaya martabat kita yang telah dimenangkan oleh Yesus di atas kayu salib tidak dirampas oleh si Jahat. Kemenangan itu adalah milik kita. “Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan …… tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah” (Rm 8:15).
Sementara kita melanjutkan doa untuk lebih mengenal Allah Bapa secara lebih mendalam, baiklah untuk memikirkan 
ROHHULKUDUS
tentang apa yang dimaksudkan dengan anak-anak Allah karena adopsi. Panti asuhan pada umumnya penuh sesak, di mana setiap anak yatim-piatu berharap-harap pada suatu hari sepasang orangtua ideal akan mengadopsi dirinya, dengan demikian mereka dapat mengalami kehidupan yang samasekali berbeda (tentunya lebih baik). Situasi kita dalam Kristus tidaklah seperti dalam panti asuhan seperti itu. Keselamatan dalam Kristus bukanlah suatu realitas masa depan, melainkan sesuatu yang kita mulai alami ketika diri kita digabungkan dengan/ke dalam Kristus pada saat dibaptis dan terus mengalaminya selagi hiidup-Nya bertumbuh dalam diri kita dan di antara kita.

Bagaimana kita dengan cara terbaik dapat menyiapkan adopsi tersebut? Dengan menghayati hidup seakan kita telah menjadi anggota penuh dari keluarga Allah. Keanggotaan itu mungkin sekali-kali sulit untuk dikenali. Para orangtua dan anak-anak mereka yang sedang berada di tengah ketidakcocokan dalam relasi, mungkin tidak menyadari betapa dalam mereka menilai/menghargai satu sama lain. Orang-orang yang terlibat dalam suatu tugas yang rumit dan menuntut banyak pikiran dan tenaga mungkin saja lupa sampai berapa jauh mereka telah melibatkan diri dalam tugas tersebut atau ke arah mana seharusnya mereka melanjutkan pengerjaan tugas itu.
Ada satu hal yang jelas: Dari hari ke hari, Allah bekerja dalam diri kita, tidak hanya memanggil kita sebagai anak-anak-Nya sendiri, tetapi juga rindu untuk mencurahkan kasih kebapaan-Nya atas diri semua orang (anak-anak-Nya) yang datang kepada-Nya. Oleh karena itu, Saudari dan Saudaraku. Marilah kita mengklaim warisan kita, dan biarlah kasih-Nya membanjiri hati kita masing-masing.
DOA: Roh Kudus Allah, aku mengetahui bahwa hidup Yesus telah bekerja dalam diriku. Aku tahu bahwa Engkau telah berseru “Abba! Bapa!” dari relung hatiku yang terdalam. Tolonglah aku agar supaya mampu suara-Mu dan hidup hari ini sebagai seorang anggota penuh dari keluarga Allah. Terpujilah Allah Tritunggal Mahakudus, Bapa, Putera dan Roh Kudus. Amin.
Catatan: Untuk mendalami bacaan Injil hari ini (Luk 13:18-21), bacalah tulisan yang berjudul “BIJI SESAWI DAN RAGI” (bacaan tanggal 27-10-15) dalam situs/blog PAX ET BONUMhttp://catatanseorangofs.wordpress.com; kategori: 15-10 PERMENUNGAN ALKITABIAH OKTOBER 2015. 
Cilandak, 24 Oktober 2015 
Sdr.F.X. Indrapradja, OFS

Ahad, Oktober 25, 2015

MEMUJI DAN MEMULIAKAN ALLAH

(Bacaan Pertama Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXX – Senin, 26 Oktober 2015 
YESUS MENYEMBUHKAN SEORANG PEREMPUAN PADA HARI SABAT DI SINAGOGA LUK 13 10 DST
Pada suatu kali Yesus mengajar dalam salah satu rumah ibadat pada hari Sabat. Di situ ada seorang perempuan yang telah delapan belas tahun dirasuk roh sehingga ia sakit sampai bungkuk punggungnya dan tidak dapat berdiri tegak lagi. Ketika Yesus melihat perempuan itu, Ia memanggil dia dan berkata kepadanya, “Hai ibu, penyakitmu telah sembuh.” Lalu Ia meletakkan tangan-Nya atas perempuan itu, dan seketika itu juga tegaklah perempuan itu, dan memuliakan Allah. Tetapi kepala rumah ibadat gusar karena Yesus menyembuhkan orang pada hari Sabat, lalu ia berkata kepada orang banyak. “Ada enam hari untuk bekerja. Karena itu datanglah pada salah satu hari itu untuk disembuhkan dan jangan pada hari Sabat.”  Tetapi Tuhan berkata kepadanya, “Hai orang-orang munafik, bukankah setiap orang di antaramu melepaskan lembunya atau keledainya pada hari Sabat dari kandangnya dan membawanya ke tempat minuman? Perempuan ini keturunan Abraham dan sudah delapan belas tahun diikat oleh Iblis; bukankah ia harus dilepaskan dari ikatannya itu?”  Waktu ia berkata demikian, semua lawan-Nya merasa malu dan semua orang banyak bersukacita karena segala perbuatan mulia yang telah dilakukan-Nya. (Luk 13:10-17) 

Bacaan Pertama: Rm 8:12-17; Mazmur Tanggapan: Mzm 68:2,6-7,20-21 
Melalui bacaan Injil hari ini, Tuhan Yesus mengatakan kepada kita bahwa semangat untuk memuji dan memuliakan Allah tidak boleh dilumpuhkan, melainkan harus didorong dan dipupuk. Bacaan Injil Lukas ini menunjukkan, bahwa ketika Yesus melihat perempuan yang bungkuk itu, Ia memanggil dia dan berkata kepadanya, “Hai ibu, penyakitmu telah sembuh.” Lalu Ia meletakkan tangan-Nya atas perempuan itu, dan seketika itu juga tegaklah perempuan itu, dan memuliakan Allah (Luk 13:12-13). Kepala rumah ibadat gusar karena Yesus menyembuhkan pada hari Sabat, dan ia pun menyampaikan kepada orang banyak apa yang diyakininya berdasarkan hukum Taurat (Luk 13:14). Yesus menanggapi ocehan si kepala rumah ibadat tersebut dengan sangat efektif (Luk 13:15-16). Semua lawan-Nya merasa malu dan “semua orang banyak bersukacita karena segala perbuatan mulia yang telah dilakukan-Nya” (Luk 13:17).
Di atas kita dapat melihat betapa menakjubkan semangat “memuji dan memuliakan Allah” yang ditunjukkan oleh perempuan bungkuk yang disembuhkan oleh Yesus itu. Semangat yang sama juga ditunjukkan oleh seorang pengemis buta di dekat Yerikho yang disembuhkan oleh Yesus (lihat Luk 18:35-43). Injil Lukas mencatat bahwa setelah disembuhkan, pengemis yang disembuhkan dari kebutaannya itu mengikuti Yesus sambil memuliakan Allah. Melihat hal itu, “seluruh rakyat memuji-muji Allah” (Luk 18:43). Ketika Yesus membangkitan putera dari janda di Nain (lihat Luk 7:11-17), semua orang itu ketakutan dan mereka memuliakan Allah, sambil berkata, “Seorang nabi besar telah muncul di tengah-tengah kita,” dan “Allah telah datang untuk menyelamatkan umat-Nya” (Luk 7:16).
Pada hari Minggu Palma, ketika Yesus mendekati Yerusalem dengan menunggang keledai, di tempat jalan menurun dari Bukit Zaitun, mulailah semua murid yang mengiringi Dia bergembira dan memuji Allah sambil menyanyikan Mzm 118:26 dengan suara nyaring oleh karena segala mukjizat yang telah mereka lihat (Luk 19:36-38). Kemudian beberapa orang Farisi berkata kepada Yesus, “Guru, tegurlah murid-murid-Mu itu.”  Yesus menjawab: “Aku berkata kepadamu: Jika mereka diam, maka batu-batu ini akan berteriak” (Luk 19:39-40).
Apa implikasinya? Implikasinya adalah, bahwa Allah harus dipuji dan dimuliakan! Kita sebagai anak-anak Allah haruslah memuji dan memuliakan Allah. Jika kita menolak atau abai memuji dan memuliakan Allah, maka Allah akan membangkitkan orang-orang lain untuk memuji dan memuliakan-Nya. Dan jika kita mengakui karya-karya indah dan agung dari Yesus dalam hidup kita, maka tanggapan kita secara alamiah akan berupa tindakan memuji dan memuliakan Allah.
DOA: Nyanyikanlah nyanyian baru bagi TUHAN, menyanyilah bagi TUHAN, hai segenap bumi! Menyanyilah bagi TUHAN, pujilah nama-Nya, kabarkanlah keselamatan yang dari pada-Nya dari hari ke hari. Ceritakanlah kemuliaan-Nya di antara bangsa-bangsa dan perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib di antara segala suku bangsa. Sebab TUHAN maha besar dan terpuji sangat, Ia lebih dahsyat daripada segala allah. Sebab segala allah bangsa-bangsa adalah hampa, tetapi TUHAN-lah yang menjadikan langit. Keagungan dan semarak ada di hadapan-Nya, kekuatan dan kehormatan ada di tempat kudus-Nya. (Mzm 96:1-6). Kemuliaan kepada Bapa dan Putera dan Roh Kudus, seperti pada permulaan, sekarang, selalu dan sepanjang segala abad. Amin.
Catatan: Untuk mendalami Bacaan Pertama hari ini (Rm 8:12-17), bacalah tulisan yang berjudul “KAMU TELAH MENERIMA ROH KUDUS YANG MENJADIKAN KAMU ANAK ALLAH” (bacaan untuk tanggal 24-10-11) dalam situs/blog PAX ET BONUM http://catatanseorangofs.wordpress.com; kategori: 15-10 PERMENUNGAN ALITABIAH OKTOBER 2015. 
Cilandak, 23 Oktober 2015 
Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Sabtu, Oktober 24, 2015

IMAN DAN RASA SYUKUR

(Bacaan Injil Misa Kudus, HARI MINGGU BIASA XXX [TAHUN B] – 25 Oktober 2015) 
BARTIMEUS - 000
Lalu tibalah Yesus dan murid-murid-Nya di Yerikho. Ketika Yesus keluar dari Yerikho bersama-sama murid-murid-Nya dan orang banyak yang berbondong-bondong ada seorang pengemis yang buta, bernama Bartimeus, anak Timeus, duduk di pinggir jalan. Ketika didengarnya bahwa itu adalah Yesus orang Nazaret, mulailah ia berseru, “Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!” Banyak orang menegurnya supaya ia diam. Namun semakin keras ia berseru, “Anak Daud, kasihanilah aku!” Yesus berhenti dan berkata, “Panggillah dia!” Mereka memanggil orang buta itu dan berkata kepadanya, “Teguhkanlah hatimu, berdirilah, ia memanggil engkau.” Orang buta itu menanggalkan jubahnya, lalu segera berdiri dan pergi kepada Yesus. Tanya Yesus kepadanya, “Apa yang kaukehendaki Kuperbuat bagimu?”  Jawab orang buta itu, “Rabuni, aku ingin dapat melihat!”  Lalu kata Yesus kepadanya, “Pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau!” Saat itu juga ia dapat melihat, lalu ia mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya. (Mrk 10:46-52) 

Bacaan Pertama: Yer 31:7-9; Mazmur Tanggapan: Mzm 126:1-6; Bacaan Kedua: Ibr 5:1-6
Bacaan Pertama hari ini dialamatkan kepada orang-orang Yahudi yang hidup dalam pengasingan di Babel. Barangkali “berada” di Babel adalah suatu cara yang lebih baik untuk mengatakannya, karena pada kenyataannya mereka adalah orang-orang tertindas, hidup sebagai para budak di dalam sebuah negeri asing yang terletak jauh dari tempat tinggal mereka di Palestina. Selama periode pengasingan (pembuangan), semangat keagamaan mereka hampir seluruhnya terserap dalam permohonan yang tak henti-hentinya agar supaya Allah akan mengingat mereka dan membebas-merdekakan mereka. Di atas segalanya, mereka rindu sekali untuk kembali ke negeri mereka sendiri, ke kota Yerusalem yang mereka cintai, dan teristimewa ke Bait Suci, di mana mereka menyembah YHWH-Allah. Allah, dalam bacaan dari Kitab Yeremia ini, berjanji bahwa Dia sungguh akan membebaskan umat-Nya dan memimpin mereka kembali dengan selamat ke negeri asal mereka. Allah memegang janji-Nya. Namun, setelah itu suatu hal yang aneh terjadi. Orang-orang itu (umat Allah) mulai menjauhi-Nya. Selama dalam pembuangan, yang mereka pikirkan tidak lain adalah Allah, satu-satunya pengharapan mereka. Setelah Allah memenuhi janji-Nya, walaupun mereka mulai dekat lagi dengan Bait Suci, praktis mereka melupakan segala sesuatu tentang Allah.
Dalam bacaan Injil hari ini, kita melihat bahwa yang mempunyai kebutuhan akan pertolongan Allah bukanlah sebuah umat, melainkan seorang pribadi. Bartimeus – Anak Timeus – adalah seorang buta. Dari gambaran mendalam yang diberikan oleh Injil berkenan dengan insiden ini, kita dapat memperoleh kesan tersendiri bahwa Bartimeus adalah seorang yang masih muda usia, bukan seorang tua yang daya penglihatannya kian menurun, walaupun secara bertahap, yang hanya beberapa tahun saja sebagai sisa hidupnya di atas bumi. Seluruh hidupnya terbentang di hadapannya, namun demikian ia tertindas oleh segala hal yang menimpa dirinya, seorang budak dari kegelapan yang terus-menerus dan bersifat tetap. Jadi, tidak mengherankanlah apabila orang buta ini tidak ragu-ragu untuk berseru, “Yesus, anak Daud, kasihanilah aku!” (Mrk 10:47) ketika dia mendengar bahwa Yesus-lah yang lewat.  Ketika dia ditegur oleh banyak orang yang mencoba untuk menghentikan teriakannya, dia malah berseru dengan lebih keras lagi, “Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!” (Mrk 10:48).
Pada saat itu, Bartimeus tidak memikirkan apa pun kecuali kemungkinan bahwa Yesus akan menyembuhkan dirinya dari kebutaan. Dan Yesus memang menyembuhkannya! Pada saat ia mempunyai kebutuhan yang besar, Bartimeus berpaling kepada Yesus, namun kita harus bertanya-tanya apakah yang akan terjadi setelah kesembuhannya. Apakah imannya kepada Yesus akan mengendur secara berangsur-angsur setelah dirinya dibebaskan dari kebutaan, seperti yang terjadi dengan nenek moyangnya setelah mereka dibebas-merdekakan dari pembuangan di Babel? Kita tidak memiliki indikasi kuat bahwa Bartimeus adalah salah satu dari sedikit orang yang menjadi pengikut Yesus yang setia, namun kita juga mau melihatnya secara positif. Injil mencatat yang berikut ini: Saat itu juga ia dapat melihat, lalu ia mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya (Mrk 10:52).
Ayat terahir ini merupakan puncak seluruh kisah. Kiranya pertama kali seumur hidup Bartimeus sungguh bergerak bebas! Tetapi saat ia sembuh, Bartimeus menggunakan kebebasan yang baru diperoleh untuk mengikuti Yesus. Mana yang lebih baik menggunakan kebebasan daripada mengikat diri kepada Tuhan? (P. Van Breemen SJ, MENUNGGU FAJAR MEREKAH [AS CERTAIN AS THE DAWN],Yogyakarta: Kanisius, 1982,  hal. 84).
DOA PRIBADI
Kita semua kiranya dapat menerima kenyataan bahwa apabila kita berada dalam kesusahan besar, ketika kita sungguh membutuhkan pertolongan, maka hampir secara instinktif kita akan berpaling kepada Allah supaya memperoleh pertolongan. Doa sedemikian tentunya baik, namun mengapa kita merasa begitu susah mengingat untuk mengungkapkan rasa syukur kita kepada Allah? Satu alasan mungkin karena kita mempunyai ide bahwa doa pada dasarnya adalah mengajukan permohonan kepada Allah untuk hal-hal yang kita butuhkan. Doa mempunyai makna yang jauh melampaui dari sekadar pengajuan permohonan kepada Allah. Doa mencakup juga juga memuji Allah untuk kebaikan dan kuat-kuasa-Nya, dan berterima kasih penuh syukur kepada-Nya karena Dia juga meneruskan kebaikan dan kuat-kuasa-Nya kepada kita.

Barangkali alasan mengapa kita tidak berterima kasih kepada Allah dengan cara yang sepatutnya, jauh lebih mendalam daripada sekadar karena “terlupa”, atau karena gagal untuk menyadari bahwa doa mencakup juga ungkapan syukur. Di kedalaman hati kita, kita mungkin merasakan bahwa ada hal-hal kecil untuk mana kita harus merasa bersyukur. Hidup itu sulit – misalnya mengupayakan hidup perkawinan yang berbahagia, melakukan yang terbaik untuk membesarkan anak-anak kita pada saat-saat di mana situasi-kondisi hidup modern kelihatan begitu menentang kita, bekerja untuk memenuhi berbagai kebutuhan di bidang keuangan walaupun kelihatannya sulit sekali, dan mempertanyakan apakah semua itu bukanlah upaya yang sia-sia. Kita dapat mengembangkan sejenis myopia atau kesempitan pandangan, selagi kita hanya melihat masalah-masalah yang sekarang ada di bawah hidung kita dan gagal untuk memusatkan perhatian pada segala hal indah yang Allah telah lakukan bagi kita dan janjikan kepada kita di masa depan. Memang masalah kita adalah “kesempitan pandangan rohani” (spiritual myopia). Jadi, apabila kita ingin memohon sesuatu dalam doa, kita harus memohon kepada Yesus untuk menjernihkan visi spiritual kita, seperti Dia menyembuhkan Bartimeus dari kebutaan fisiknya. Iman adalah satu-satunya penyembuh atas kesempitan pandangan rohani, suatu iman mendalam yang memampukan kita untuk melihat dengan jelas kebenaran dari mazmur tanggapan hari ini: “TUHAN (YHWH)  telah melakukan perkara besar kepada kita” (Mzm 126:3).
Yesus berkata kepada Bartimeus: “Pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau!” (Mrk 10:52). Memang tidak ada obat penyembuh selain iman. Tanpa iman sejati, kita akan melihat agama seperti balon seorang anak kecil, yang penuh dengan gambar indah di bagian luar, namun hanya diisi dengan udara di bagian dalam. Balon seperti itu mudah pecah. Dengan iman, kita dapat melihat dari bagian luar balon tersebut dan menyadari bahwa balon itu dipenuhi dengan kekuatan dan kebaikan Allah, dan balon tersebut akan berkembang secara konstan tanpa pernah meletus. Hanya dengan iman kita dapat melihat dengan jelas bahwa “TUHAN telah melakukan perkara besar kepada kita”, dan bahwa kita mempunyai alasan mendalam untuk memuji dan berterima penuh syukur kepada-Nya untuk kuat-kuasa-Nya dan kasih-Nya.
DOA: Bapa surgawi, kami bersyukur penuh terima kasih kepada-Mu karena dalam Yesus Kristus, Putera-Mu, Terang-Mu datang di dunia, membebaskan kami dari kegelapan dan mengundang kami ke jalan kehidupan. Ia beserta kami selalu, asal kami memiliki mata untuk melihat; dan Ia berbicara kepada kami selalu, asal kami memiliki telinga untuk mendengar. Berilah kepada kami mata baru dan telinga baru, agar kami mampu melihat kehadiran-Nya dan mendengar panggilan-Nya dalam hidup kami dan hidup orang lain. Berilah juga kepada kami keberanian untuk mengikuti jejak-Nya dengan setia. Amin.
Catatan: Untuk mendalami Bacaan Injil hari ini (Mrk 10:46-52), bacalah tulisan yang berjudul “KUAT-KUASA YANG TERKANDUNG DALAM NAMA YESUS” (bacaan tanggal 25-10-15) dalam situs/blog PAX ET BONUM http://catatanseorangofs.wordpress.com; kategori: 15-10 PERMENUNGAN ALKITABIAH 2015. 
Cilandak, 23 Oktober 2015  
Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Jumaat, Oktober 23, 2015

PERTOBATAN

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXIX – Sabtu, 24 Oktober 2015) 
YESUS DI GEREJA ORTODOX SIRIA
Pada waktu itu datanglah kepada Yesus beberapa orang membawa kabar tentang orang-orang Galilea, yang darahnya dicampur Pilatus dengan darah kurban yang mereka persembahkan. Yesus berkata kepada mereka, “Sangkamu orang-orang Galilea ini lebih besar dosanya daripada dosa semua orang Galilea yang lain, karena mereka mengalami nasib itu? “Tidak!”, kata-Ku kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa dengan cara demikian. Atau sangkamu kedelapan belas orang yang mati ditimpa menara dekat Siloam, lebih besar kesalahannya daripada kesalahan semua orang lain yang tinggal di Yerusalem? “Tidak”, kata-Ku kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa dengan cara demikian.”

Kemudian Yesus menyampaikan perumpamaan ini, “Seseorang mempunyai pohon ara yang ditanam di kebun anggurnya, dan ia datang untuk mencari buah pada pohon itu, tetapi ia tidak menemukannya. Lalu ia berkata kepada pengurus kebun anggur itu: Lihatlah, sudah tiga tahun aku datang mencari buah pada pohon ara ini dan aku tidak menemukannya. Tebanglah pohon ini! Untuk apa ia hidup di tanah ini dengan sia-sia! Jawab orang itu: Tuan, biarkanlah dia tumbuh tahun ini lagi, aku akan mencangkul tanah sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya, mungkin tahun depan ia berbuah; jika tidak, tebanglah dia!” (Luk 13:1-9). 
Bacaan Pertama: Rm 18:1-11; Mazmur Tanggapan: Mzm 24:1-6 
Yesus melanjutkan pengajaran-Nya tentang tema “pertobatan” dan memerintahkan para pendengar-Nya supaya mengindahkan peringatan-Nya tentang urgency dari tugas yang harus mereka lakukan, yaitu melakukan pertobatan sebelum terlambat. Beberapa dari orang banyak yang hadir menceritakan kepada-Nya suatu peristiwa yang mungkin terjadi pada waktu-waktu di sekitar hari raya Paskah, di mana sejumlah orang Galilea dibunuh selagi mereka mempersembahkan kurban.
Tidak ada sumber lain kecuali Injil Lukas yang membuktikan nilai kesejarahan dari peristiwa yang mengejutkan ini. Namun, jika kita sungguh mengetahui betapa bencinya Pilatus terhadap orang-orang Yahudi, dan jika kita sungguh mengetahui catatan tentang intensitas dan bobot perlawanan orang-orang Galilea dalam perjuangan mereka melawan orang-orang Romawi, maka peristiwa itu sangat mungkin merupakan peristiwa yang  memang sungguh terjadi. Pilatus biasanya mengirim pasukannya yang menyaru dengan mengenakan jubah-jubah panjang. Mereka menyelusup ke tengah-tengah umat Yahudi yang sedang berkumpul. Dengan demikian, jika mulai ada tanda-tanda yang mencurigakan, maka massa dapat dibubarkan dengan  menggunakan pentungan. Sejarawan Yosefus memberi kesaksian tentang efisiensi yang penuh keganasan dari para serdadu di bawah komando Pilatus. Memang Yosefus tidak menyebutkan peristiwa yang diceritakan dalam bacaan Injil hari ini, namun pesannya sungguh selaras, sedikitnya tidak bertentangan.
Akan tetapi, dalam hal ini kita pun tidak boleh mengabaikan bahwa orang-orang yang membawa kabar tersebut mungkin saja membuat-buat cerita untuk men-tes tanggapan Yesus terhadap pendudukan negeri mereka oleh Kekaisaran Roma dan mungkin-tidaknya Dia mengambil inisiatif untuk memulai gerakan revolusioner secara besar-besaran. Apa pun motif yang melatar-belakangi tindakan orang-orang tersebut melaporkan peristiwa tersebut kepada Yesus, Ia menggunakan saat itu untuk mengajarkan kepada mereka tentang “pertobatan”.
God the Father
Yesus kemudian mensyeringkan refleksi-Nya sendiri tentang suatu insiden di mana 18 orang mati ditimpa menara di dekat Siloam. Yesus mengatakan bahwa para korban kecelakaan tersebut tidak lebih buruk daripada orang-orang Galilea lain dalam hal kedosaan. Dengan tegas Yesus menolak pandangan kuno yang menyamakan antara kedosaan dan penderitaan. Bencana dan kecelakaan bukanlah ditimpakan oleh Allah atas diri orang sebagai hukuman atas dosa orang itu. Kalau begitu halnya, maka orang dapat berkesimpulan bahwa orang yang hidup adalah kurang berdosa. Lebih penting lagi, Yesus menolak imaji Allah yang memiliki pandangan khusus seperti itu. Yesus membuat jelas bahwa Allah yang diwartakan-Nya tidak menjalin relasi dengan umat-Nya melalui peristiwa bencana dan kecelakaan, juga Allah tidak membuktikan diri-Nya Allah dengan menyusun “liturgi sadisme” di mana Ia sungguh akan diakui sebagai Allah.

Allah yang diperkenalkan oleh Yesus adalah Allah yang tidak memiliki kharisma untuk menimbulkan kekacau-balauan. Ia adalah Allah yang ingin agar supaya umat-Nya kembali kepada-Nya dan menemukan diri mereka sendiri yang sebenarnya. Yesus mengatakan bahwa setiap orang memiliki keserupaan dasar dengan orang-orang Galilea yang dibunuh oleh Pilatus dan 18 orang yang menjadi korban kecelakaan di dekat Siloam: setiap orang adalah orang berdosa yang perlu/harus melakukan pertobatan. Namun sebaliknya dari orang-orang itu, generasi sekarang ini telah diberitahukan jauh-jauh hari sebelumnya agar supaya dapat mempersiapkan diri dengan baik. Yesus bersabda: “… jika kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa dengan cara demikian” (Luk 13:5).
Sekarang, kita akan menyoroti bagian kedua bacaan Injil ini, yaitu “perumpamaan tentang pohon ara yang tidak berbuah” (Luk 13:6-9). Pesan dari perumpamaan Yesus ini adalah, bahwa masih ada waktu untuk perubahan. Imaji Allah yang disampaikan oleh Yesus di sini adalah “seorang” Allah yang sabar, yang bersedia atau mau untuk menunggu. Namun apabila Allah memiliki segala waktu di dalam dunia, tidak demikian halnya dengan manusia. Per definisi, waktu membatasi tindak-tanduk manusia, dan Yesus mendesak agar supaya para pendengar-Nya menggunakan waktu yang mereka miliki untuk melakukan pertobatan. Kedosaan dari seseorang yang direncanakan-Nya untuk menjadi seorang manusia baik, sama saja artinya dengan ketidakmampuan untuk berbuah dari sebatang pohon yang diciptakan untuk menghasilkan buah. Yesus menginginkan agar orang-orang sungguh-sungguh berupaya untuk melakukan pertobatan.
DOA: Yesus, Engkau adalah Tuhan dan Juruselamatku, terimalah pengakuan dosa-dosaku yang selama ini menjadi beban yang menindih diriku. Perkenankanlah aku menjadi seorang murid-Mu yang setia. Amin.
Catatan: Tulisan ini terinspirasi oleh tulisan saya pada tahun 2010. Untuk mendalami Bacaan Injil hari ini (Luk 13:1-9), bacalah tulisan yang berjudul “PERLUNYA SEMUA ORANG UNTUK BERTOBAT” (bacaan tanggal 24-10-15) dhari inialam situs/blog SANG SABDAhttps://sangsabda.wordpress.com; kategori: 15-10 BACAAN HARIAN OKTOBER 2015. 
Cilandak, 20 Oktober 2015 
Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Khamis, Oktober 22, 2015

ASAL SAJA KITA MAU MEMBUKA MATA HATI KITA

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXIX – Jumat, 23 Oktober 2015)
Peringatan S. Yohanes dr Capistrano
Keuskupan TNI-POLRI: Pesta S. Yohanes dr Capistrano 
Jesus_109
Yesus berkata lagi kepada orang banyak, “Apabila kamu melihat awan naik di sebelah barat, segera kamu berkata: “Akan datang hujan, dan hal itu memang terjadi. Apabila kamu melihat angin selatan bertiup, kamu berkata: Hari akan panas terik, dan hal itu memang terjadi. Hai orang-orang munafik, rupa bumi dan langit kamu tahu menilainya, mengapakah kamu tidak dapat menilai zaman ini?

Mengapa engkau juga tidak memutuskan sendiri apa yang benar? Sebab, jikalau engkau dengan lawanmu pergi menghadap pemerintah, berusahalah berdamai dengan dia selama di tengah jalan, supaya jangan engkau diseretnya kepada hakim dan hakim menyerahkan engkau kepada pembantunya dan pembantu itu melemparkan engkau ke dalam penjara. Aku berkata kepadamu: Engkau tidak akan akan keluar dari sana, sebelum engkau membayar hutangmu sampai lunas.” (Luk 12:54-59) 
Bacaan Pertama: Rm 7:18-25; Mazmur Tanggapan: Mzm 119:66,68,76-77,93-94 
Dengan cara sendiri-sendiri, mereka yang ada ditengah-tengah orang banyak sebenarnya tahu bagaimana memahami dan menanggapi jalannya peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekeliling mereka. Awan akan mendatangkan hujan; angin selatan berarti panas terik. Dalam kedua situasi tersebut tidak sulitlah untuk mengetahui jenis pakaian apa yang akan kita kenakan atau bagaimana merencanakan kegiatan-kegiatan kita. Masalahnya adalah, bahwa orang-orang mau menanggapi dengan baik segala peristiwa alam yang berlangsung dalam hidup mereka, namun tidak mau memberikan tanggapan terhadap peristiwa-peristiwa yang bersifat adikodrati, beberapa di antaranya malah jauh lebih jelas dan dapat diandalkan daripada ramalan-ramalan cuaca.
Yesus bertanya mengapa mereka tidak dapat memahami “zaman ini” se-akurat seperti mereka dapat memahami hal-ikhwal cuaca atau keperluan-keperluan sehubungan dengan tindakan hukum (Luk 12:56). Ada dua kata dalam bahasa Yunani yang berarti ‘waktu’. Yang pertama adalah kronos (ingat kata kronologi) yang adalah waktu dalam arti sehari-hari. Ada lagi satu kata, yaitu kairos, yang dalam Perjanjian Baru sering dimaksudkan sebagai suatu waktu spesifik yang ditetapkan Allah sendiri. Tanda-tanda zaman ada di sekeliling orang-orang Yahudi: roti yang diperlipat-gandakan, orang lumpuh dapat berjalan, orang buta dibuat melihat lagi, para pendosa melakukan pertobatan, dan Kabar Baik juga disebar-luaskan. Yesus sendiri berdiri di tengah-tengah umat sebagai suatu manifestasi kasih dan kuasa Bapa surgawi. Bagaimana seseorang yang dikelilingi dengan tanda-tanda heran sedemikian, tidak terdorong untuk memeriksa keterbukaan dirinya terhadap karya Allah yang dilihatnya berlangsung di depan matanya? Bukankah ini kairos Tuhan?
Seperti juga pada zaman Yesus dulu, hari ini tanda-tanda yang sama ada dan berlangsung di sekeliling kita. Seluruh dunia telah ditransformasikan oleh kebangkitan Kristus dan pencurahan Roh Kudus. Tanda-tanda heran ada di sana, asal saja kita mau membuka mata (hati) kita. Mukjizat-mukjizat dan berbagai keajaiban terjadi: kesembuhan-kesembuhan batin maupun fisik terjadi manakala anak-anak Allah yang dipimpin Roh melibatkan diri, relasi-relasi yang sudah berantakan dapat dipulihkan kembali, sukacita Kristiani yang sejati terungkap dalam diri mereka yang melibatkan diri dalam karya- karya karitatif, bermunculannya dorongan-dorongan batin yang asli untuk melakukan persekutuan dengan mereka yang beriman lain dari kita. Pada tahun 2002, saya sempat menyaksikan bagaimana Bruder Severino Lee OFM dan beberapa saudara dina lain setiap hari dengan penuh sukacita melayani orang-orang miskin kota Seoul lewat “dapur umum” mereka yang bernama BETLEHEM (artinya “rumah roti”, bukan?). Samasekali bukanlah upaya “Kristenisasi”, tetapi sekadar melayani “wong cilik” dengan hati yang tulus sebagai sesama yang sederajat, seperti telah dicontohkan oleh Bapak Fransiskus. Saudara-saudariku, Allah memang terus bekerja di tengah-tengah umat-Nya. Begitu banyak buktinya, asal saja kita mau melihat dan mendengarkan Dia. Inilah kairos Tuhan, jangan merasa ragu lagi!
Yesus mendesak para pendengar-Nya agar membaca tanda-tanda ini dan bertindak selagi masih ada waktu untuk itu (Luk 12:57-59). Perumpamaan tentang pergi ke pengadilan untuk menyelesaikan perbedaan-perbedaan yang ada, menunjuk kepada Allah dan penghakiman-Nya. Memperlakukan sesama kita dengan adil adalah tanggapan yang pantas terhadap apa yang dikehendaki Allah. Dengan melakukan hal itu, kita pun sebenarnya sedang menyiapkan diri untuk penghakiman-Nya kelak.
DOA: Bapa surgawi, dalam kerahiman-Mu Engkau telah menebusku dan membuka pintu surga bagiku. Oleh Roh-Mu, tolonglah aku agar mampu mengenali tanda-tanda kasih dan kuasa-Mu. Tunjukkanlah kepadaku bagaimana menanggapi undangan-Mu kepada kehidupan sejati. Amin. 
Catatan: Untuk mendalami Bacaan Injil hari ini (Luk 12:54-59), bacalah tulisan yang berjudul “SELESAIKANLAH HAL ITU SEKARANG” (bacaan tanggal 23-10-15) dalam situs/blog PAX ET BONUM http://catatanseorangofs.wordpress.com; kategori: 15-10 PERMENUNGAN ALKITABIAH OKTOBER 2015. 
(Tulisan ini adalah hasil saduran dari sebuah tulisan saya pada tahun 2009) 
Cilandak, 19 Oktober 2015 
Sdr. F.X. Indrapradja, OFS