Halaman

"BAPA YANG KEKAL KUPERSEMBAHKAN KEPADA-MU, TUBUH DAN DARAH, JIWA DAN KE-AILAHAN PUTERA-MU YANG TERKASIH TUHAN KAMI YESUS KRISTUS, DEMI PENEBUSAN DOSA-DOSA KAMI DAN DOSA SELURUH DUNIA" - YESUS RAJA KERAHIMAN ILAHI, AKU PERCAYA KEPADA-MU

Rabu, Ogos 29, 2012

AWAL DARI SEPUCUK SURAT SEORANG GEMBALA UMAT YANG SEJATI

( Bacaan Pertama Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXI-Kamis, 30 Agustus 2012 )

Dari Paulus, yang atas kehendak Allah dipanggil menjadi rasul Kristus Yesus, dan dari Sostenes, saudara seiman kita, kepada jemaat Allah di Korintus, yaitu mereka yang dikuduskan dalam Kristus Yesus dan yang dipanggil menjadi orang-orang kudus, dengan semua orang di segala tempat, yang berseru kepada nama Tuhan kita Yesus Kristus, yaitu Tuhan mereka dan Tuhan kita. Anugerah dan damai sejahtera dari Allah, Bapa kita, dan dari Tuhan Yesus Kristus menyertai kamu.

Aku senantiasa mengucap syukur kepada Allahku karena kamu atas anugerah Allah yang diberikan-Nya kepada kamu dalam Kristus Yesus. Sebab di dalam Dia kamu telah menjadi kaya dalam segala hal: Dalam segala macam perkataan dan segala macam pengetahuan, sesuai dengan kesaksian tentang Kristus, yang telah diteguhkan di antara kamu. Demikianlah kamu tidak kekurangan dalam karunia apa pun sementara kamu menantikan pernyataan Tuhan kita Yesus Kristus. Ia juga akan meneguhkan kamu sampai kepada kesudahannya, sehingga kamu tak bercacat pada hari Tuhan kita Yesus Kristus. Allah, yang memanggil kamu kepada persekutuan dengan Anak-Nya Yesus Kristus, Tuhan kita, adalah setia. (1Kor 1:1-9)

Mazmur Tanggapan: Mzm 145:2-7; Bacaan Injil: Mat 24:42-51

Bacaan ini merupakan awal dari surat pertama yang ditulis Santo Paulus kepada jemaat di Korintus. Jemaat/gereja di Korintus adalah sebuah komunitas Kristiani yang baru bertumbuh dan sedang mengalami konflik intern … percekcokan antara mereka sendiri (1Kor 1:10-11), praktek-praktek liturgis yang buruk (1Kor 11:17-34), dan ketidaksetujuan yang bereskalasi sampai menjadi urusan hukum (1Kor 6:1-8). Jemaat di Korintus juga menunjukkan ketidakpedulian dan ketidakpekaan mereka terhadap orang-orang miskin (1Kor 11:22; 16:1-4), mengalami ketegangan-ketegangan perihal makan makanan persembahan berhala (1Kor 8:1-13), bahkan beberapa kasus imoralitas seksual (1Kor 5:1-11; 6:12-20).

Dalam situasi seperti itu, apa yang harus dilakukan oleh seorang gembala umat? Mungkin sekali Santo Paulus tergoda secara serius untuk mencuci tangan dalam menghadapi kekacauan di gereja Korintus dan terus bergerak “maju” ke gereja yang lain (mendirikan gereja lagi di tempat lain). Akan tetapi Paulus adalah gembala umat yang sejati. Dia mengingatkan umat Korintus bahwa mereka “dikuduskan dalam Kristus Yesus dan yang dipanggil menjadi orang-orang kudus” (1Kor 1:2). Ia mengangkat pikiran mereka kepada hal-hal yang paling penting bagi setiap orang percaya – suatu relasi pribadi dengan Yesus. Bagaimana pun rumitnya masalah yang dihadapi oleh jemaat Korintus, Paulus mengingatkan gereja muda ini bahwa “Allah adalah setia” (1Kor 1:9) dan mampu meneguhkan mereka sampai kepada kesudahannya, sehingga mereka tak bercacat pada hari Tuhan Yesus (1Kor 1:8).

Barangkali banyak dari kita – dalam situasi serupa – akan melarikan diri dari umat di Korintus. Namun Paulus bertindak atas nama Yesus, dan Allah senantiasa setia kepada umat-Nya. Kesetiaan Allah dan permanensi dengan mana Dia memandang kita adalah sebuah berkat yang besar. Betapa pun jauhnya kita sudah berada dari diri-Nya, bagaimana pun sulitnya kita berjuang untuk taat kepada-Nya, Dia tetap memegang kasih-perjanjiannya bagi kita. Bahkan apabila seseorang seperti Santo Paulus harus berbicara dengan kata-kata keras untuk mengoreksi kita, kasih Allah tetap konstan.

Bagi kita yang mencoba untuk hidup sebagai orang-orang Kristiani di tengah-tengah dunia yang semakin gelap ini, tulisan Santo Paulus ini memang merupakan faktor pendorong, pembangkit semangat. Kita memang tidak pernah boleh menyerah sebelum perang. Kita juga tidak pernah boleh berpikir bahwa Allah telah meninggalkan kita. Baiklah kita memohon kepada Roh Kudus agar diberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang kasih Bapa surgawi bagi kita sehingga kita tidak akan pernah merasa malu untuk datang kepada-Nya guna memperoleh bimbingan. Marilah kita membuka hati kita bagi Tuhan, karena baik kegelapan dunia maupun realitas dosa tidak dapat menjauhkan kasih-Nya dari kita.

DOA: Tuhan Yesus, kami sangat berterima kasih kepada-Mu karena Engkau mengasihi kami walaupun kami adalah orang-orang berdosa. Hanya melalui rahmat-Mu saja kami Kaupandang pantas untuk kasih-Mu. Kami memuji-muji Engkau, ya Raja kami, karena perjanjian kasih-Mu berlangsung untuk selama-lamanya. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Jumaat, Ogos 24, 2012

JANGAN MUNAFIK !!!


( Bacaan Injil Misa Kudus, Peringatan/Pesta S. Ludovikus IX, Raja & Pelindung Ordo Fransiskan Sekular – Sabtu, 25 Agustus 2012 )

Lalu berkatalah Yesus kepada orang banyak dan kepada murid-murid-Nya, “Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa. Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya. Mereka mengikat beban-beban berat, lalu meletakkannya di atas bahu orang, tetapi mereka sendiri tidak mau menyentuhnya. Semua pekerjaan yang mereka lakukan hanya dimaksudkan untuk dilihat orang; mereka memakai tali sembahyang yang lebar dan jumbai yang panjang; mereka suka duduk di tempat terhormat dalam perjamuan dan di tempat terbaik di rumah ibadat; mereka suka menerima penghormatan di pasar dan suka dipanggil orang ‘Rabi.’ Tetapi kamu, janganlah kamu disebut ‘Rabi’; karena hanya satu Rabimu dan kamu semua adalah saudara. Janganlah kamu menyebut siapa pun ‘bapak’ di bumi ini, karena hanya satu Bapamu, yaitu Dia yang di surga. Janganlah kamu disebut pemimpin, karena hanya satu pemimpinmu, yaitu Mesias. Siapa saja yang terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu. Siapa saja yang meninggikan diri, ia akan direndahkan dan siapa saja yang merendahkan diri, ia akan ditinggikan. (Mat 23:1-12)

Bacaan Pertama: Yeh 43:1-7; Mazmur Tanggapan: Mzm 85:9-14

Kalau kita merenungkan sejenak bacaan Injil hari ini, terasa ada rasa jengkel, mendongkol dan marah yang terkandung dalam kata-kata yang diucapkan Yesus tentang para ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Orang-orang itu memegang posisi terpandang dalam masyarakat Yahudi. Mereka dihormati, namun mereka tidak lebih daripada segerombolan orang-orang munafik.

Lain halnya dengan Yesus, kemunafikan tidak ada dalam kamus-Nya! Ia memperlakukan para ahli Taurat dan orang-orang Farisi ini secara berbeda, apabila dibandingkan dengan orang banyak. Yesus melihat tindakan-tindakan dan opini-opini mereka, bukan sekadar posisi mereka dalam masyarakat. Kita – manusia kebanyakan – sering tergoda untuk menilai bagian luar saja dari diri seseorang, tetapi Yesus melihat bagian dalamnya. Yesus tidak mempunyai masalah dengan fungsi para ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Dia bahkan mengajar orang banyak dan murid-murid-Nya untuk mentaati apa yang diajarkan para ahli Taurat dan orang-orang Farisi itu. Ucapan Yesus tidak mengagetkan orang banyak yang mendengarkan pengajaran-Nya karena para ahli Taurat dan orang-orang Farisi itu memang sangat dihormati dalam masyarakat Yahudi. Mereka dikenal untuk pengetahuan mereka dan dalam hal menepati Hukum Musa (Taurat). Yesus sendiri tidak datang ke dunia untuk meniadakan hukum Taurat. Dalam ‘Khotbah di Bukit’, Ia mengatakan, “Janganlah kamu menyangka bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya” (Mat 5:17). Santo Paulus bahkan menulis: “Kristus adalah tujuan akhir hukum Taurat, sehingga kebenaran diperoleh tiap-tiap orang yang percaya” (Rm 10:4).

Yang diserang oleh Yesus bukanlah posisi terhormat para ahli Taurat dan orang-orang Farisi, bukan juga pengaruh mereka. Ia tidak menyerang para ahli Taurat untuk pengetahuan mereka tentang tradisi, melainkan cara mereka memelintir semua itu untuk keuntungan mereka sendiri dan membangun kesan betapa pentingnya mereka. Yesus juga tidak menyalahkan orang-orang Farisi untuk semangat mereka sehubungan dengan hal-ikhwal Allah, melainkan karena fokus mereka terlalu banyak pada hal-hal kecil yang harus ditaati, sehingga tidak cukup banyak perhatian pada Allah dan perintah-Nya untuk mengasihi. Baik para ahli Taurat maupun orang-orang Farisi berada dalam posisi di mana mereka dapat memberikan pelayanan bagi bangsa Yahudi. Mereka sesungguhnya dapat mengabdikan diri mereka untuk mendorong atau menyemangati bangsa Yahudi dalam hal doa, saling mengasihi dan merangkul belas kasihan Allah. Sayangnya semua ini menjadi kabur sebagai akibat dari kesombongan, egoisme dan cinta kehormatan (gila hormat) mereka sendiri.

Seperti para rasul, kita juga harus menaruh perhatian pada panggilan Yesus agar menjadi rendah hati dan melayani sesama kita. Kadang-kadang garis pemisah antara kekudusan dan sikap serta perilaku yang mementingkan diri sendiri dapat menjadi sedemikian tipis. Oleh karena itu, baiklah kita menyadari bahwa semakin dekat kita dengan Yesus, semakin banyak pula kita mendengar suara-Nya, yang mendorong dan menyemangati kita, ajaran-ajaran-Nya, dan bahkan mengoreksi diri kita apabila diperlukan.

DOA: Tuhan Yesus, tolonglah aku menjaga hatiku agar terbuka bagi cara-cara Engkau bekerja di dalam dunia sekarang. Semoga aku tidak terlalu terpaku pada tradisi-tradisi, sehingga luput melihat Engkau dan hati-Mu yang penuh kasih. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Khamis, Ogos 23, 2012

DI BAWAH POHON ARA


( Bacaan Injil Misa Kudus, Pesta S. Bartolomeus, Rasul – Jumat, 24 Agustus 2012 )

Filipus menemui Natanael dan berkata kepadanya, “Kami telah menemukan Dia yang disebut oleh Musa dalam kitab Taurat dan oleh para nabi, yaitu Yesus, anak Yusuf dari Nazaret.” Kata Natanael kepadanya, “Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?” Kata Filipus kepadanya, “Mari dan lihatlah!” Yesus melihat Natanael datang kepada-Nya, lalu berkata tentang dia, “Lihat, inilah seorang Israel sejati, tidak ada kepalsuan di dalamnya!” Kata Natanael kepada-Nya, “Bagaimana Engkau mengenal aku?” Jawab Yesus kepadanya, “Sebelum Filipus memanggil engkau, Aku telah melihat engkau di bawah pohon ara.” Kata Natanael kepada-Nya: “Rabi, Engkau Anak Allah, Engkau Raja orang Israel!” Yesus berkata, “Apakah karena Aku berkata kepadamu, ‘Aku melihat engkau di bawah pohon ara,’ maka engkau percaya? Engkau akan melihat hal-hal yang lebih besar daripada itu.” Lalu kata Yesus kepadanya, “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, engkau akan melihat langit terbuka dan malaikat-malaikat Allah naik turun kepada Anak Manusia” (Yoh 1:45-51)

Bacaan Pertama: Why 21:9b-14; Mazmur Tanggapan: Mzm 145:10-13,17-18

“Sebelum Filipus memanggil engkau, Aku telah melihat engkau di bawah pohon ara” (Yoh 1:48)

Pada hari ini Gereja merayakan Pesta Santo Bartolomeus – yang juga dikenal dengan nama Natanael. Kita tidak tahu banyak tentang rasul yang satu ini, namun Injil Yohanes menunjukkan kepada kita bagaimana teman Bartolomeus yang bernama Filipus memperkenalkannya kepada Yesus. Ketika Bartolomeus mendengar bahwa Yesus berasal dari Nazaret, ia sama sekali tak terkesan. Bagaimana bisa Mesias yang sudah lama ditunggu-tunggu itu datang dari sebuah kota kecil di Galilea? Akan tetapi, untuk menghormati Filipus, Bartolomeus memutuskan untuk “datang dan melihat” sendiri siapa Yesus itu.

Skeptisisme Bartolomeus berubah menjadi iman dan rasa takjub ketika dia bertemu Yesus – muka ketemu muka. Rabi dari Nazaret ini dapat membaca hatinya seperti sebuah buku yang terbuka! Yesus melihat Bartolomeus sebagai seorang pribadi pendoa, seorang “Israel sejati” yang tidak memiliki kepalsuan di dalam dirinya. Yesus juga menyatakan bahwa Dia melihat Bartolomeus di bawah pohon ara. “Di bawah pohon ara” merupakan ungkapan Yahudi yang digunakan untuk menggambarkan seseorang yang mempelajari Kitab Suci dalam suasana doa. Pohon ara sendiri merupakan lambang berkat dan damai-sejahtera Allah, dan pohon ara ini menaungi seseorang yang duduk di bawahnya dari sengatan terik matahari di siang hari dan merupakan sebuah tempat yang teduh untuk melakukan “retret pribadi” dan berdoa.

Yohanes Penginjil kelihatannya memberi semacam petunjuk bahwa Bartolomeus sedang memeditasikan janji-janji Allah pada hari itu dan berdoa bahwa dia akan hidup untuk melihat sang Mesias. Jadi, waktu Bartolomeus benar-benar bertemu dengan Yesus, hatinya sudah terbuka untuk mengenali bahwa Orang ini sungguh “Raja orang Israel” yang akan memerintah sebagai “Putera Allah”.

Seperti ketika Dia menemukan Bartolomeus, Yesus juga mengundang kita untuk duduk “di bawah pohon ara”. Dia mengundang kita untuk menemukan sebuah tempat hening yang penuh kedamaian di mana kita dapat memeditasikan sabda-Nya. Yesus berjanji, bahwa apabila kita melakukannya, maka surga pun akan terbuka bagi kita.

Melalui karunia Roh Kudus, Allah ingin menuliskan sabda-Nya pada hati kita dan membuka pikiran kita agar dapat mengetahui jalan/cara-Nya. Setiap hari tubuh kita membutuhkan makanan/nutrisi bergizi, demikian pula jiwa kita membutuhkan makanan berupa sabda Allah. Marilah kita (anda dan saya) memperkenankan Yesus memenuhi diri kita dengan pengenalan akan kasih-Nya dan hikmat-Nya. Marilah kita memperkenankan Dia memperbaiki pikiran kita dan mentransformir kehidupan kita melalui sabda-Nya yang penuh kuat-kuasa, seperti ditulis oleh Santo Paulus: “Hendaklah perkataan Kristus tinggal dengan limpahnya di antara kamu” (Kol 3:16).

DOA: Bapa surgawi, biarlah Roh-Mu membuka telingaku agar dapat mendengar sabda-Mu dan perkenankanlah Dia untuk membuka pikiranku agar dapat memahami jalan/cara-Mu. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Rabu, Ogos 22, 2012

ROH-KU AKAN KUBERIKAN DIAM DI DALAM BATINMU


( Bacaan Pertama Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XX – Kamis, 23 Agustus 2012 )

Keluarga Fransiskan Kapusin: Peringatan B. Berardus dari Offida, Biarawan

Aku akan menguduskan nama-Ku yang besar yang sudah dinajiskan di tengah bangsa-bangsa, dan yang kamu najiskan di tengah-tengah mereka. Dan bangsa-bangsa akan mengetahui bahwa Akulah TUHAN (YHWH), demikianlah firman Tuhan ALLAH, manakala Aku menunjukkan kekudusan-Ku kepadamu di hadapan bangsa-bangsa. Aku akan menjemput kamu dari antara bangsa-bangsa dan mengumpulkan kamu dari semua negeri dan akan membawa kamu kembali ke tanahmu. Aku akan mencurahkan kepadamu air jernih, yang akan mentahirkan kamu; dari segala kenajisanmu dan dari semua berhala-berhalamu Aku akan mentahirkan kamu. Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat. Roh-Ku akan Kuberikan diam di dalam batinmu dan aku akan membuat kamu hidup menurut segala ketetapan-Ku dan tetap berpegang pada peraturan-peraturan-Ku dan melakukannya. Dan kamu akan diam di dalam negeri yang telah Kuberikan kepada nenek moyangmu dan kamu akan menjadi umat-Ku dan Aku akan menjadi Allahmu. (Yeh 36:23-28)

Mazmur Tanggapan: Mzm 51:12-15,18-19; Bacaan Injil: Mat 22:1-14

Allah kita adalah ‘seorang’ Allah yang mahasetia. Walaupun nabi Yehezkiel berbicara kepada orang-orang Israel mengenai kerahiman dan kuasa Allah pada waktu itu, sabda kenabiannya juga tertuju kepada generasi-generasi mendatang tentang restorasi dan kuasa yang membersihkan dari salib Kristus dan tentang karunia bebas dari Roh Kudus.

Kita semua mengetahui pepatah yang mengatakan bahwa orang-orang lain akan menilai kita dari bagaimana kita menjalani kehidupan di dunia ini. Inilah kasus yang dihadapi oleh orang-orang Israel pada waktu Allah mengambil keputusan untuk mengambil tindakan sendiri. Mereka telah menajiskan nama Allah. Mereka telah jauh dari perintah-perintah Allah, malah mereka mengambil-oper adat-istiadat/kebiasaan dan penyembahan berhala bangsa-bangsa kafir yang tanahnya sekarang mereka diami. Bagaimana seseorang dapat percaya kepada YHWH, Allah bangsa Israel, apabila umat-Nya tidak dapat dapat dibedakan dengan penduduk di sekeliling mereka?

Bangsa Israel telah menunjukkan ketidaksetiaan dan juga memberikan kesaksian hidup yang buruk. Namun demikian, Allah tetap mengasihi mereka secara mendalam dan merasa sedih untuk cara mereka menjauhkan diri daripada-Nya. Ia melihat kelemahan-kelemahan mereka dan berjanji untuk memberikan kepada mereka Roh-Nya sendiri untuk membimbing dan memberdayakan mereka. Seperti pada waktu penciptaan Allah mempunyai kuat-kuasa untuk menciptakan sebuah hati bagi Adam dan menghembuskan nafas kehidupan ke dalam dirinya, demikian pula sekarang Ia akan membuat suatu transformasi radikal dalam hati dan pikiran umat pilihan-Nya (Yeh 36:26-27).

Kita semua yang telah dibaptis sebenarnya telah menerima Roh Kudus. Dengan karunia ini, kita telah menerima kuat-kuasa untuk melakukan apa yang seringkali kita pandang sulit untuk kita kerjakan sendiri. Misalnya, ketika kita dilanda kebingungan atau pada saat pemikiran kita sedang dipenuhi ide akal-akalan tidak sehat, maka kita dapat mohon pertolongan Roh Kudus guna menunjukkan jalan yang benar kepada kita. Juga manakala kita sedang menghadapi godaan-godaan kuat, kita dapat mohon Roh Kudus untuk berdoa bersama Yesus, “Bukan kehendak-Ku Bapa, tetapi kehendak-Mu yang terjadi.” Yesus berjanji bahwa Dia tidak akan membuang kita atau meninggalkan kita sebagai anak yatim-piatu. Dia berjanji bahws bahwa Roh Kudus akan senantiasa datang berdiam bersama kita. Janji-janji yang dinyatakan lewat mulut nabi Yehezkiel berabad-abad lalu masih berlaku – dan kita adalah para pewaris janji-janji itu. Roh Kudus – Allah sendiri – selalu siap menolong kita, di mana saja dan kapan saja. Oleh karena itu, janganlah kita menjadi orang-orang yang tanpa pengharapan!

DOA: Roh Kudus Allah, aku berdiri dengan rasa takjub akan kehadiran-Mu dalam kehidupanku. Terima kasih untuk saat-saat di mana Engkau menyentuh hati nuraniku ketika aku tergoda untuk mengikuti jalan yang salah. Engkau adalah sahabatku yang sejati dan sungguh penghiburku. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Selasa, Ogos 21, 2012

YHWH, GEMBALA ISRAEL YANG BAIK


( Bacaan Pertama Misa Kudus, Peringatan SP Maria, Ratu – Rabu, 22 Agustus 2012 )

Lalu datanglah firman TUHAN (YHWH) kepadaku: “Hai anak manusia, bernubuatlah melawan gembala-gembala Israel, bernubuatlah dan katakanlah kepada mereka, kepada gembala-gembala itu: Beginilah firman Tuhan ALLAH: Celakalah gembala-gembala Israel, yang menggembalakan dirinya sendiri! Bukankah domba-domba yang seharusnya digembalakan oleh gembala-gembala itu? Kamu menikmati susunya, dari bulunya kamu buat pakaian, yang gemuk kamu sembelih, tetapi domba-domba itu sendiri tidak kamu gembalakan. Yang lemah tidak kamu kuatkan, yang sakit tidak kamu obati, yang luka tidak kamu balut, yang tersesat tidak kamu bawa pulang, yang hilang tidak kamu cari, melainkan kamu injak-injak mereka dengan kekerasan dan kekejaman. Dengan demikian mereka berserak, oleh karena gembala tidak ada, dan mereka menjadi makanan bagi segala binatang di hutan. Domba-domba-Ku berserak dan tersesat di semua gunung dan di semua bukit yang tinggi; ya, di seluruh tanah itu domba-domba-Ku berserak tanpa seorangpun yang memperhatikan atau yang mencarinya.

Oleh sebab itu, hai gembala-gembala, dengarlah firman YHWH: Demi Aku yang hidup, demikian firman Tuhan ALLAH, sesungguhnya oleh karena domba-domba-Ku menjadi mangsa dan menjadi makanan bagi segala binatang di hutan, lantaran yang menggembalakannya tidak ada, oleh sebab gembala-gembala-Ku tidak memperhatikan domba-domba-Ku, melainkan mereka itu menggembalakan dirinya sendiri, tetapi domba-domba-Ku tidak digembalakannya – oleh karena itu, hai gembala-gembala, dengarlah firman YHWH: Beginilah firman Tuhan ALLAH: Aku sendiri akan menjadi lawan gembala-gembala itu dan Aku akan menuntut kembali domba-domba-Ku dari mereka dan akan memberhentikan mereka menggembalakan domba-domba-Ku. Gembala-gembala itu tidak akan terus lagi menggembalakan dirinya sendiri; Aku akan melepaskan domba-domba-Ku dari mulut mereka, sehingga tidak terus lagi menjadi makanannya.

Sebab beginilah firman Tuhan ALLAH: Dengan sesungguhnya Aku sendiri akan memperhatikan domba-domba-Ku dan akan mencarinya. (Yeh 34:1-11)

Mazmur Tanggapan: Mzm 23:1-6; Bacaan Injil: Mat 20:1-16

 Setelah deportasi sebagian besar orang dari Yehuda ke Babel, dan kejatuhan Yerusalem sesudah itu, pentinglah bagi umat untuk memahami bahwa tragedi-tragedi yang telah menimpa bangsa mereka bukanlah sekadar masalah sejarah yang mengikuti jalannya sendiri. Hal ini juga bukanlah masalah politik dan militer: sebuah bangsa yang lebih kuat menundukkan bangsa yang lebih lemah. Ini adalah masalah pendisiplinan oleh Allah atas bangsa Yahudi/Israel. Mereka masih merupakan umat-Nya, namun – sebagai sebuah umat dan sebagai individu-individu anggota umat tersebut – mereka telah melanggar perjanjian dengan Tuhan. Di tempat pembuangan Ia menempatkan umat-Nya di sebuah tempat yang sangat kontras dengan kebiasaan hidup sehari-hari mereka yang penuh kenyamanan. Keangkuhan mereka berangsur hilang, dan YHWH pun menarik hati dan pikiran mereka kembali kepada diri-Nya.

Seperti dikemukakan oleh Yehezkiel, bahkan sikap dan perilaku para pemimpin bangsa pun tidak seperti diharap-harapkan. Mereka yang lewat tindakan dan teladan seharusnya secara terus-menerus memanggil umat untuk kembali kepada perjanjian mereka dengan YHWH (yang menentukan mereka sebagai sebuah bangsa), malah bertindak seperti para penguasa kafir, yang mengejar kekayaan bagi diri sendiri dan melindungi posisi mereka sendiri. Sebagai gembala-gembala yang tak bertanggung-jawab, otoritas mereka harus dicabut dan mereka tak mampu menolong bangsa mereka. Umat harus menantikan restorasi dari janji-janji Allah, saat di mana Allah sendiri akan menjadi gembala mereka.

Banyak orang sekarang memiliki otoritas dalam kawanan domba Tuhan. Ada yang mempunyai posisi-posisi formal di bidang pelayanan umat di dalam Gereja atau komunitas-komunitas religius; lebih banyak lagi yang mempunyai tugas pelayanan yang bersifat informal di dalam keluarga atau dalam kelompok-kelompok persekutuan. Allah sendiri sih senantiasa siap untuk mengajar kita guna menjadi gembala-gembala yang baik melalui akses kita kepada kasih-Nya dan hikmat-Nya dalam Yesus. Kita dapat mengajukan pertanyaan berikut ini kepada diri kita sendiri: “Apakah otoritas yang aku jalankan menolong orang-orang untuk berdiam dalam Kerajaan Allah, atau tidak?”

Tentu ada orang-orang yang dapat merasa bahwa mereka tidak mempunyai otoritas formal sama sekali atas orang-orang lain. Namun setiap orang Kristiani sesungguhnya mempunyai kuasa untuk berbicara sabda Allah. Santo Augustinus menulis: “Allah akan menolongku berbicara kebenaran dengan catatan aku tidak berkata-kata apa yang datang dari pikiranku sendiri. Apabila para gembala berbicara hanya berdasarkan apa yang diusulkan oleh pikiran mereka sendiri, maka mereka memberi makan diri mereka sendiri, bukan kawanan domba mereka; akan tetapi apabila mereka berbicara sabda Tuhan, maka Dia akan memberi makan kawanan-Nya, tidak peduli siapa yang menjadi pembicara” (Sermon 46). Kita semua dapat memiliki pengaruh semacam ini dalam dunia – untuk memberi makan umat dengan sabda Allah dan oleh teladan kita, menarik mereka ke dalam tempat berlindung kawanan-Nya.

DOA: Tuhan Yesus, Engkau adalah Gembala yang baik. Berikanlah kepada Gereja-Mu gembala-gembala yang sungguh mau dan mampu melayani umat-Mu dengan penuh kasih dan bela-rasa. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Ahad, Ogos 19, 2012

APAKAH SEMUA HAL YANG LAIN ITU LEBIH PENTING BAGI KITA DARIPADA RELASI KITA DENGAN YESUS?


( Bacaan Injil Misa Kudus, Peringatan S. Bernardus, Abas & Pujangga Gereja – Senin, 20 Agustus 2012 )

Ada seorang datang kepada Yesus, dan berkata, “Guru, perbuatan baik apakah yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?” Jawab Yesus, “Apakah sebabnya engkau bertanya kepada-Ku tentang apa yang baik? Hanya Satu yang baik. Tetapi jikalau engkau ingin masuk ke dalam hidup, turutilah segala perintah Allah.” Kata orang itu kepada-Nya, “Perintah yang mana?” Kata Yesus, “Jangan membunuh, jangan berzina, jangan mencuri, jangan memberi kesaksian palsu, hormatilah ayahmu dan ibumu dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Kata orang muda itu itu kepada-Nya, “Semuanya itu telah kuturuti, apa lagi yang masih kurang?” Kata Yesus kepadanya, “Jikalau engkau hendak hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di surga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku.” Mendengar perkataan itu, pergilah orang muda itu dengan sedih, sebab banyak hartanya. (Mat 19:16-22)

Bacaan Pertama: Yeh 24:14-24; Mazmur Tanggapan: Ul 32:18-21

Barangkali cerita tentang orang muda yang kaya ini adalah tentang sikap kita terhadap uang. Namun karena ada peristiwa-peristiwa lain yang diceritakan dalam Kitab Suci, misalnya tentang para perempuan yang menggunakan uang/harta-milik mereka untuk mendukung Yesus dan karya pelayanan-Nya (lihat Luk 8:1-3), maka lebih tepatlah apabila kita mengatakan bahwa bacaan Injil hari ini adalah tentang sikap dan disposisi kita yang tidak hanya berkaitan dengan masalah uang.

Ada sesuatu dalam sikap orang muda-kaya ini yang tidak benar. Yesus melihatnya dan berupaya untuk mengangkat masalahnya ke atas permukaan, agar supaya orang muda-kaya ini dapat bebas menerima kasih-Nya. Yesus melihat bahwa orang muda-kaya ini telah memperkenankan harta-kekayaannya menjadi berhala, yang mempunyai suatu posisi yang lebih tinggi daripada Allah sendiri.

Cerita dari Matius ini dapat menggerakkan kita untuk mengajukan suatu pertanyaan yang serupa. Apakah ada sikap kita terhadap uang, pengakuan/penghargaan dari orang lain, kepenuhan-diri, atau kekuasaan – yang menduduki tempat yang lebih tinggi daripada Allah? Apakah disposisi-disposisi ini begitu berarti bagi kita sehingga menyebabkan kita meminimalisir atau malah menghilangkan atau melupakan samasekali cara yang diinginkan Allah bagi kehidupan kita? Apakah semua itu lebih penting bagi kita daripada relasi kita dengan Yesus?

Bagi Yesus, hidup kita dengan-Nya bukanlah berdoa pada waktu-waktu tertentu secara teratur, menghadiri Misa, pekerjaan apa yang kita lakukan, atau cara kita hidup. Memang benar Tuhan Yesus menginginkan kita hidup dengan cara tertentu – dipenuhi dengan tindakan-tindakan positif penuh keutamaan. Akan tetapi mungkinlah untuk melakukan segala hal yang benar dan tetap menjalani kehidupan yang terfokus kepada (kepentingan)diri kita sendiri dan bukan pemberian kemuliaan dan kehormatan bagi Allah.

Saudari-saudara yang dikasihi Kristus, Allah menginginkan hati kita. Dia menginginkan kita menjadi kurban yang hidup bagi-Nya. Kita perlu jelas bahwa Bapa surga lebih menyukai umat yang memiliki komitmen penuh pada Putera-Nya – walaupun umat ini juga bisa saja tidak sempurna, lemah, rentan terhadap godaan dan dosa, dan tidak setia. Bapa surgawi mempunyai kesulitan yang jauh lebih besar dengan umat yang mungkin “nyaris-sempurna” namun yang juga berpegang teguh pada independensi mereka, kemandirian mereka dan pemenuhan-diri. Mereka yang lemah namun mengasihi Yesus lebih menarik bagi Allah daripada orang-orang hebat yang lebih mengasihi diri mereka sendiri ketimbang Putera-Nya, Yesus!

DOA: Tuhan Yesus, aku menyerahkan hatiku kepada-Mu. Anugerahkanlah kepadaku suatu hasrat untuk menyingkirkan setiap halangan yang merintangi diriku dapat berjalan bersama-Mu. Aku mengasihi Engkau, ya Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamatku. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

ROTI KEHIDUPAN YANG TELAH TURUN DARI SURGA

( Bacaan Injil Misa Kudus, HARI MINGGU BIASA XX – Minggu, 19 Agustus 2012 )


“Akulah roti kehidupan yang telah turun dari surga. Jikalau seseorang makan roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang akan Kuberikan itu ialah daging-Ku yang akan Kuberikan untuk hidup dunia.”

Orang-orang Yahudi pun bertengkar antara sesama mereka dan berkata, “Bagaimana Ia ini dapat memberikan daging-Nya kepada kita untuk dimakan?” Karena itu, kata Yesus kepada mereka, “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu. Siapa saja yang makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman. Sebab daging-Ku benar-benar makanan dan darah-Ku benar-benar minuman. Siapa saja yang makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia. Sama seperti Bapa yang hidup mengutus Aku dan Aku hidup oleh Bapa, demikian juga siapa saja yang memakan Aku, akan hidup oleh Aku. Inilah roti yang telah turun dari surga, bukan roti seperti yang dimakan nenek moyangmu dan mereka telah mati. Siapa saja yang makan roti ini, ia akan hidup selama-lamanya.” (Yoh 6:51-58)

Bacaan Pertama: Ams 9:1-6; Mazmur Tanggapan: Mzm 34:2-3,10-15; Bacaan Kedua Ef 5:15-20

“Sama seperti Bapa yang hidup mengutus Aku dan Aku hidup oleh Bapa, demikian juga siapa saja yang memakan Aku, akan hidup oleh Aku” (Yoh 6:57). Di sini Yesus mengatakan bahwa Bapa surgawi adalah “Bapa yang hidup”, dan diri-Nya sendiri “hidup oleh Bapa”. Allah Bapa adalah sumber segala kehidupan. Itulah sebabnya mengapa Dia dinamakan “Bapa”. Sejak awal mula Allah telah memberikan kehidupan kepada Putera-Nya. Bagi Putera-Nya, untuk menjadi “Putera” berarti Dia memperoleh kehidupan dari Bapa. Kabar Baik di sini adalah bahwa kita dapat ikut ambil bagian dalam hidup kekal yang bersifat ilahi dari Bapa dan Putera secara berwujud. Bagaimana dapat begitu?

Yesus memproklamasikan diri-Nya sebagai “roti kehidupan yang telah turun dari surga” (Yoh 6:51). Perhatikan frase unik “roti kehidupan” ini. Kita berpikir mengenai roti yang memberikan kehidupan bagi kita, namun kita tidak biasa menyebut roti itu hidup. Yesus adalah roti kehidupan berdasarkan dua alasan. Pertama-tama, Yesus memiliki hidup ilahi dari Bapa surgawi. Kedua, Bapa surgawi telah membangkitkan Yesus dan membuat-Nya menjadi Tuhan Kehidupan yang bangkit. Bapa telah memberikan Yesus kehidupan kekal sebagai Allah dan sebagai manusia yang bangkit.

Yesus adalah roti kita yang sejati karena Dia turun dari surga dari Bapa; Dia menjadi manusia. Yesus adalah pemberian kehidupan dari Bapa bagi dunia. Dalam Ekaristi, Bapa melanjutkan memberikan Yesus sebagai roti yang memberikan kehidupan. Dalam Ekaristi, kita makan tubuh dan minum darah Yesus. Putera ilahi, sekarang Tuhan yang bangkit, menjadi makanan kita untuk kehidupan kekal.

Inilah sebabnya mengapa Yesus begitu penuh empati di tengah-tengah keraguan orang-orang Yahudi. “Siapa saja yang makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman” (Yoh 6:54). Dengan makan tubuh-Nya dan minum darah-Nya, kita tinggal di dalam Yesus dan Ia dalam kita (lihat Yoh 6:56). Dengan berdiam dalam Yesus kita juga tinggal dalam Bapa, yang merupakan sumber kehidupan.

Ekaristi mempunyai efek yang sangat penuh kuat-kuasa. Ekaristi memberikan kepada kita kehidupan kekal di sini dan sekarang selagi kita ikut ambil bagian dalam keilahian Yesus. Kehidupan kekal bukan saja sesuatu yang kita terima pada saat kematian kita; karena kita telah memilikinya. Lagi pula, tubuh dan darah Yesus membuat diri kita imun terhadap kematian atau maut. Karena kita hidup dalam Yesus sekarang, maka kita akan hidup bersama-Nya untuk kehidupan kekal.

Ekaristi adalah suatu misteri agung karena dengan mengambil bagian di dalamnya kita ditransformasikan ke dalam keserupaan dengan Kristus. Kita menjadi ikut ambil bagian dalam kebangkitan-Nya. Kita menjadi berdiam dalam Putera dan hidup sebagai anak-anak Bapa surgawi, walaupun kita samasekali tidak pantas menerima anugerah yang sedemikian besar dan agung.

DOA: Bapa surgawi, kami percaya bahwa dengan memakan tubuh Kristus dan minum darah-Nya dalam Ekaristi, maka kami akan tinggal di dalam Dia dan Ia dalam kami. Dengan berdiam di dalam Dia, maka kami pun akan tinggal di dalam Engkau, sumber segala kehidupan. Terima kasih Bapa untuk anugerah Ekaristi bagi umat-Mu. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Selasa, Ogos 14, 2012


PENTINGNYA PENGAMPUNAN

( Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XIX – Rabu, 15 Agustus 2012 )

“Apabila saudaramu berbuat dosa, tegurlah dia di bawah empat mata. Jika ia mendengarkan nasihatmu engkau telah mendapatnya kembali. Jika ia tidak mendengarkan engkau, bawalah seorang atau dua orang lagi, supaya atas keterangan dua atau tiga orang saksi, perkara itu tidak disangsikan. Jika ia tidak mau mendengarkan jemaat, pandanglah dia sebagai seorang yang tidak mengenal Allah atau seorang pemungut cukai. Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Apa yang kamu ikat di dunia ini akan terikat di surga dan apa yang kamu lepaskan di dunia ini akan terlepas di surga. Lagi pula Aku berkata kepadamu: Jika dua orang dari antara kamu di dunia ini sepakat meminta apa pun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di surga. Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka.” (Mat 18:15-20)

Bacaan Pertama: Yeh 9:1-7;10:18-22; Mazmur Tanggapan: Mzm 113:1-6

Apakah kunci dari relasi yang baik? Kepercayaan (trust), penerimaan (acceptance), respek dan cintakasih tentunya diperlukan. Namun setiap hari kita menghadapi berbagai dosa dan godaan yang akan menghalang-halangi kita memberikan dan menerima cintakasih dan respek yang begitu bersifat vital. Pengalaman juga menunjukkan betapa mudahnya bagi kita menyerah kepada godaan-godaan ini – dan sementara proses itu berlangsung kita menyakiti orang-orang yang kita kasihi.

Itulah sebabnya mengapa ajaran Yesus tentang saling mengampuni satu sama lain mengandung arti yang sangat penting. Pengampunan memperlembut keadilan dengan belas kasih. Pengampunan membebaskan kita dari akar kepahitan, sakit hati, dendam, rasa dengki dlsb. dan secara bersamaan membuka diri kita untuk berbagi cintakasih yang kita semua tahu kita butuhkan. Mengampuni seseorang yang melakukan kesalahan terhadap diri kita adalah seperti membatalkan suatu utang. Pada awalnya mengandung biaya, namun manfaatnya dalam jangka panjang sungguh tak ternilai: ada rekonsiliasi, damai-sejahtera, persatuan dan suatu kasih yang telah diuji oleh api.

Ada cerita dari riwayat hidup Santo Fransiskus dari Assisi yang menggambarkan kuat-kuasa dari pengampunan. Hal ini dikisahkan dalam tulisan yang berjudul “Cermin Kesempurnaan” (Latin: Speculum Perfectionis; Inggris: Mirror of Perfection). Pada suatu hari di Celle, Perugia, Fransiskus bertemu dengan seseorang yang terlihat sedang mengalami kesulitan. Fransiskus bertanya kepadanya: “Saudara, apa yang terjadi dengan dirimu?” Orang itu langsung berkata-kata kasar terhadap/tentang tuannya, “Terima kasih kepada tuanku – Semoga Allah mengutuknya! – Saya tidak punya apa-apa, kecuali nasib buruk. Ia telah mengambil segalanya yang kumiliki.”

Mendengar itu Fransiskus dipenuhi dengan rasa kasihan terhadap orang itu, lalu berkata, “Saudara, ampunilah tuanmu demi kasih kepada Allah, dan bebaskanlah jiwamu sendiri; ada kemungkinan bahwa dia akan mengembalikan kepadamu apa saja yang telah diambilnya darimu. Kalau tidak demikian, maka engkau telah kehilangan harta-bendamu dan akan kehilangan jiwamu juga.” Namun orang itu berkata, “Aku tidak dapat sepenuhnya mengampuninya kalau dia tidak mengembalikan apa yang telah diambilnya dariku.” Fransiskus menjawab, “Lihatlah, aku akan memberikan jubahku kepadamu; namun aku mohon agar engkau mengampuni tuanmu demi cintakasih kepada Tuhan Allah.” Hati orang itu menjadi luluh dan tersentuh oleh kebaikan hati Fransiskus, dan ia pun mengampuni tuannya. [Sumber: Mirror of Perfection, 33 dalam Marion A.Habig OFM (Editor), St. Francis of Assisi – Omnibus of Sources, Quincy, Illinois: Franciscan Press – Quincy College, hal. 1158-1159. Terjemahan Leo Sherley-Price. Introduksi dalam bahasa Perancis oleh P. Théophile Desbonnets OFM diterjemahkan oleh Paul Oligny].

Seperti Santo Fransiskus, kita pun dapat menjadi pembawa (juru) damai (Inggris: peace maker; pembuat damai) dan saluran rahmat Allah. Bilamana kita berdoa bagi orang-orang yang menyakiti hati kita, maka hal itu membebaskan kita untuk mengasihi seperti Allah mengasihi. Rahmat Allah mempunyai kuat-kuasa tidak hanya untuk mengubah diri kita, melainkan juga mereka yang telah mendzolimi kita.

DOA: Tuhan Yesus, ajarlah aku bagaimana mengampuni. Semoga semua orang yang telah menyakiti diriku atau menyebabkan aku bersedih hati mengenal kuasa dan kebebasan dari belas kasih dan kasih dari-Mu. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Isnin, Ogos 13, 2012

MENJADI INOSENS KEMBALI SEPERTI ANAK KECIL

( Bacaan Injil Misa Kudus, Peringatan S. Maximilian Maria Kolbe, Imam-Martir – Selasa, 14 Agustus 2012 )
OFMConv: Pesta S. Maximilian Maria Kolbe, Imam-Martir

Pada waktu itu datanglah murid-murid itu kepada Yesus dan bertanya, “Siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Surga?” Lalu Yesus memanggil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka dan berkata, “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga. Sedangkan siapa saja yang merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Surga. Siapa saja yang menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku.”

“Ingatlah, jangan menganggap rendah salah seorang dari anak-anak kecil ini. Karena Aku berkata kepadamu: Ada malaikat mereka di surga yang selalu memandang wajah Bapa-Ku yang di surga.”

“Bagaimana pendapatmu? Jika seorang mempunyai seratus ekor domba, dan seekor di antaranya sesat, tidakkah ia akan meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di pegunungan dan pergi mencari yang sesat itu? Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Jika ia berhasil menemukannya, lebih besar kegembiraannya atas yang seekor itu daripada atas yang kesembilan puluh sembilan ekor yang tidak sesat. Demikan juga Bapamu yang di surga tidak menghendaki salah seorang dari anak-anak ini hilang.” (Mat 18:1-5,10,12-14)

Bacaan Pertama: Yeh 2:8-3:4; Mazmur Tanggapan: Mzm 119:14,24,72,103,111,131

Dalam Injil kita dapat melihat suatu kualitas pribadi yang sangat istimewa dari Yesus, yaitu kelemah-lembutan-Nya terhadap anak-anak, terhadap orang-orang miskin, dan terhadap para pendosa yang bertobat. Ia mengajarkan kepada kita bahwa orang-orang ini secara istimewa dekat pada Allah, dengan demikian Ia mengasihi mereka secara istimewa pula. “Siapa saja yang menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku” (Mat 18:5).

Cara terbaik untuk menguji kualitas cintakasih kita, untuk melihat sampai berapa sejati dan Kristiani-nya cintakasih itu, adalah untuk menguji cintakasih kita bagi “mereka yang kecil-kecil”, bagi anak-anak, bagi orang-orang miskin, bagi mereka yang paling sedikit diberkati dalam artian dunia.

Marilah kita merenungkan bagaimana Putera Allah sendiri memilih untuk datang ke tengah dunia. Dia tidak dilahirkan dalam istana raja, bukan pula di tengah keluarga bangsawan atau keluarga kaya-raya, bukan di atas tempat tidur yang terbuat dari emas dengan kasur dan bantal-bantal yang empuk serta kain mahal sebagai seprei. Tidak ada pelayan-pelayan perempuan yang menjaga, juga tidak ada wartawan yang akan meliput berita tentang diri-Nya. Yesus memilih kemiskinan dan kesederhanaan, sebuah gua/kandang dingin dan gelap yang sebenarnya diperuntukkan bagi hewan-hewan peliharaan. Yesus memilih sepasang orangtua yang tergolong paling miskin, palungan yang sederhana-murahan, makanan yang sederhana, …… tidak ada kenyamanan dan tidak ada publisitas. Yesus tidak memilih kaisar atau gubernur sebagai sahabat-sahabat-Nya yang pertama. Pada kenyataannya, seorang raja – Herodus – adalah musuh-Nya yang paling jahat. Para sahabat Yesus yang pertama adalah gembala-gembala yang bodoh, miskin, dan berbau badan sama seperti domba-domba mereka.

Yesus mengasihi anak-anak karena mereka pada umumnya jujur, inosens, memiliki hati yang terbuka, dan murni. Yesus juga mengasihi para pelacur dan pemungut cukai yang dijuluki pendosa-pendosa oleh orang-orang Farisi, karena mereka adalah orang-orang sederhana dan sungguh-sungguh bertobat. Mereka memiliki hati yang baik, dan mereka mau kembali menjadi inosens seperti anak kecil. Mereka juga mendengarkan dan dengan penuh kemauan menanggapi belas-kasih Allah.

Inilah orang-orang yang sungguh rendah-hati; mereka yang kecil pada pandangan mata mereka sendiri. Mereka tidak menjadi munafik, tidak adil, sombong, sia-sia, atau tidak jujur. Mereka adalah orang-orang dina atau rendah-hati yang dikasihi oleh Yesus. Yesus bersabda: “Siapa saja yang meninggikan diri, ia akan direndahkan dan siapa saja yang merendahkan diri, ia akan ditinggikan” (Mat 23:12). Hanya orang yang rendah-hati saja yang terbuka untuk menerima rahmat Allah. Hanya orang-orang seperti ini yang memiliki hikmat-spiritual untuk mohon pengampunan dari Allah, dan menghormati orang-orang kecil – wong cilik – yang dikasihi Allah.

DOA: Yesus, Engkau adalah Tuhan dan Juruselamatku. Oleh kuasa Roh Kudus-Mu, bentuklah diriku agar menjadi inosens kembali seperti anak kecil, sehingga dengan demikian aku pun dapat masuk ke dalam Kerajaan-Mu. Jadikanlah aku seorang pribadi yang sungguh memiliki kerendahan-hati dan berkenan kepada-Mu. Dengan terang-Mu, pimpinlah jalanku untuk melayani orang-orang lain menjadi murid-murid-Mu juga. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Ahad, Ogos 12, 2012

KITA HARUS BERMURAH-HATI KEPADA ALLAH DAN SESAMA


( Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XIX – Senin, 13 Agustus 2012 )

Pada waktu Yesus dan murid-murid-Nya bersama-sama di Galilea, Ia berkata kepada mereka, “Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia dan mereka akan membunuh Dia dan pada hari ketiga Ia akan dibangkitkan.” Hati murid-murid-Nya itu pun sedih sekali.

Ketika Yesus dan murid-murid-Nya tiba di Kapernaum datanglah pemungut pajak Bait Allah kepada Petrus dan berkata, “Apakah gurumu tidak membayar pajak sebesar dua dirham itu?” Jawabnya, “Memang membayar.” Ketika Petrus masuk rumah, Yesus mendahuluinya dengan pertanyaan, “Apakah pendapatmu, Simon? Dari siapakah raja-raja dunia ini memungut bea atau pajak? Dari rakyatnya atau dari orang asing?” Jawab Petrus, “Dari orang asing!” Lalu kata Yesus kepadanya, “Jadi, bebaslah rakyatnya. Tetapi supaya jangan kita membuat mereka gusar, pergilah memancing ke danau. Tangkaplah ikan pertama yang kaupancing dan bukalah mulutnya, maka engkau akan menemukan mata uang empat dirham di dalamnya. Ambillah itu dan bayarkanlah kepada mereka, bagi-Ku dan bagimu juga.” (Mat 17:22-27)

Bacaan Pertama: Yeh 1:2-5,24; Mazmur Tanggapan: Mzm 148:1-2,11-14

Pada waktu orang-orang Yahudi mulai kembali ke Yerusalem dari tanah pembuangan di Babel, mereka setuju untuk hidup dengan penuh tanggung jawab, sesuai dengan hukum Allah. Jika sebelumnya para raja Persia memberikan tunjangan dana untuk terselenggaranya kebaktian di Bait Allah, maka sekarang komunitas Yahudi berjanji untuk memberi sumbangan guna menunjang upacara kebaktian regular dari sumber daya mereka sendiri. Baik warga yang kaya maupun yang miskin, setiap laki-laki yang sudah berumur 20 tahun atau lebih mulai membayar dua dirham per tahunnya. Uang perak Yunani (8.60 g) yang senilai dua dirham sama besarnya dengan upah dua hari kerja seorang buruh biasa. Memang jumlah yang relatif kecil namun signifikan bagi orang-orang lebih miskin yang harus berjuang dari hari ke hari untuk survive.

Instruksi Yesus untuk menemukan sekeping uang logam senilai 4 dirham dalam mulut seekor ikan mungkin tidak masuk akal bagi Petrus. Pada titik ini, Petrus telah mendengar pengajaran Yesus dan menyaksikan banyak mukjizat-Nya. Petrus sendiri pun telah memproklamasikan Yesus sebagai “Anak Allah yang hidup” (Mat 16:16). Namun demikian, seperti kita, Petrus masih harus belajar lebih lagi tentang siapa Yesus sebenarnya dan juga tentang kebebasan yang diberikan-Nya kepada semua anak-anak Allah. Melakukan seperti apa yang diinstruksikan Yesus tentunya membawa Petrus kepada suatu tingkatan yang baru dalam upaya memahami Juruselamatnya.

Kemudian Yesus mengidentifikasikan diri-Nya dengan anak-anak raja yang tidak diwajibkan untuk membayar pajak kepada ayah mereka yang raja (Mat 17:25); maksudnya bahwa Dia tidak perlu membayar pajak keagamaan untuk pemeliharaan rumah ibadat, karena Dia adalah Putera dari sang Pemilik rumah ibadat itu. Yesus juga meng-cover kewajiban Petrus, artinya termasuk kita juga. Allah telah memanggil kita semua untuk menjadi pewaris-pewaris Kerajaan-Nya, dan melalui darah Kristus martabat kita dipulihkan. Yesus telah memberikan lebih daripada sekadar membayar jalan kita menuju Kerajaan. Masuk ke dalam hadirat-Nya dan kemampuan untuk mendengar suara-Nya sekarang adalah anugerah-Nya bagi kita, seperti dibayarkan pajak Bait Allah oleh Yesus merupakan anugerah bagi Petrus. Sekarang, Yesus minta agar persembahan kita di gereja datang dari sebuah hati yang penuh rasa syukur dan suatu hasrat untuk ikut ambil bagian dalam karya-Nya.

Kita harus bermurah-hati baik kepada Allah maupun kepada sesama kita. Oleh karena itu marilah kita bersahabat dengan para saudari dan saudara kita yang masih hidup sebagai orang-orang asing bagi Kerajaan-Nya. Marilah kita mengasihi mereka sepenuh hati agar supaya mereka dapat mengalami sentuhan Yesus dan menerima anugerah-anugerah (karunia-karunia) yang diberikan-Nya dengan penuh kemurahan-hati.

DOA: Bapa surgawi, Engkau telah begitu baik kepadaku dengan membuat diriku sebagai anak-Mu. Aku sungguh mengasihi-Mu, ya Allahku. Penuhilah diriku dengan Roh-Mu, agar supaya aku dapat mengasihi semua anak-anak-Mu. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Jumaat, Ogos 10, 2012

BERBAHAGIALAH IA YANG PERCAYA


( Bacaan Pertama Misa Kudus, HARI RAYA SP MARIA DIANGKAT KE SURGA – Minggu, 12 Agustus 2012 )

Lalu terbukalah Bait Suci Allah yang di surga, dan kelihatanlah tabut perjanjian-Nya di dalam Bait Suci itu dan terjadilah kilat dan deru guruh dan gempa bumi dan hujan es lebat.

Kemudian tampaklah suatu tanda besar di langit: Seorang perempuan berselubungkan matahari, dengan bulan di bawah kakinya dan sebuah mahkota dari dua belas bintang di atas kepalanya.

Lalu tampaklah suatu tanda yang lain di langit; dan lihatlah, seekor naga merah padam yang besar, berkepala tujuh dan bertanduk sepuluh, dan di atas kepalanya ada tujuh mahkota. Ekornya menyeret sepertiga dari bintang-bintang di langit dan melemparkannya ke atas bumi.

Lalu naga itu berdiri di hadapan perempuan yang hendak melahirkan itu, untuk menelan Anaknya, segera sesudah perempuan itu melahirkan-Nya. Ia melahirkan seorang Anak laki-laki, yang akan menggembalakan semua bangsa dengan gada besi; tiba-tiba Anaknya itu dirampas dan dibawa lari kepada Allah dan ke takhta-Nya. Perempuan itu lari ke padang gurun, di mana telah disediakan suatu tempat baginya oleh Allah, supaya ia dipelihara di situ selama seribu dua ratus enam puluh hari.

Lalu aku mendengar suara yang nyaring di surga berkata, “Sekarang telah tiba keselamatan dan kuasa dan pemerintahan Allah kita, dan kekuasaan Dia yang diurapi-Nya, karena telah dilemparkan ke bawah pendakwa saudara-saudara seiman kita, yang mendakwa mereka siang dan malam di hadapan Allah kita. (Why 11:19;12:1,3-6,10)

Mazmur Tanggapan: Mzm 45:10-12,16; Bacaan Kedua: 1Kor 15:20-26; Bacaan Injil: Luk 1:39-56

Diangkatnya SP Maria ke surga adalah suatu kepercayaan yang dalam-tertanam di dalam kesadaran Katolik dan dijadikan dogma Gereja oleh Paus Pius XII di tahun 1950, dalam Konstitusi Apostolik Munificentissimus Deus. Doktrin tentang “Maria diangkat ke surga” merupakan salah satu penghalang terbesar bagi saudari-saudara kita umat Kristiani. Terkadang, dalam menghadapi keluhan dan/atau tantangan bahwa doktrin ini tidak sesuai dengan Alkitab, orang-orang Katolik akan setuju, namun kemudian mengatakan bahwa doktrin ini berasal (atau bertumpu pada) dari tradisi, bukan dari Kitab Suci.

Tanggapan orang-orang Katolik seperti ini memang dapat dipahami, akan tetapi gagal untuk “menangkap” sesuatu yang signifikan berkaitan dengan kepercayaan ini. Keyakinan akan kebenaran kepercayaan ini berasal dari kalangan para pendoa, teristimewa para rahib dan rubiah di biara-biara monastik, yaitu mereka yang menyediakan bagian waktu terbanyak kehidupan sehari-hari mereka untuk memeditasikan sabda Allah dalam Kitab Suci. Jadi akan lebih akurat dan menolong apabila kita melakukan pendekatan terhadap doktrin “Maria diangkat ke surga” dengan memandangnya sebagai sesuatu yang didasarkan atas Kitab Suci, namun dengan cara yang berbeda dengan hal-hal lainnya untuk mana kita dapat menunjuk suatu teks khusus sebagai bukti.

Kepercayaan akan “Maria diangkat ke surga” konsisten dengan data alkitabiah dengan jangkauan yang luas. Maria adalah perempuan yang dengannya Allah mengadakan permusuhan dengan si Ular Tua atau Iblis (Kej 3:15). Lalu, memang ada beberapa orang kudus Perjanjian Lama yang diangkat ke surga secara fisik, misalnya Henokh (Kej 5:24) dan Elia (2Raj 2:11-12). Maria sendiri dibandingkan dengan tabut perjanjian; ia adalah pribadi di dalam rahimnya Putera Allah dikandung oleh Roh Kudus dan berdiam. Maria juga adalah perwujudan Puteri Sion (Zef 3:14; Za 9:9; Mat 21:5; Yoh 12:15), yang mempersonifikasikan Israel, dia yang membalikkan kutukan atas Hawa dengan tindakan penuh kepercayaan kepada utusan surgawi (malaikat agung Gabriel; lihat Luk 1:21-38).

Diangkatnya Maria ke surga harus dilihat dari perspektif kekal sebagai bagian dari rencana Allah baginya untuk menjadi ibunda dari Putera ilahi-Nya. Fiat atau “ya”-nya Maria kepada pemberitahuan malaikat agung Gabriel diucapkan olehnya dalam pandangan akan kemuliaan akhir surga. Tujuan final ini di samping Yesus yang dimuliakan adalah buah penuh dari kata-kata Elisabet: “Berbahagialah ia yang percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana” (Luk 1:45).

Perspektif surgawi ini harus diterapkan atas bacaan dari kitab Wahyu hari ini. Tentulah bukan suatu kebetulan bahwa visi/penglihatan perempuan yang berselubungkan matahari dan mengenakan sebuah mahkota dengan dua belas bintang menyusul terbukanya Bait Suci Allah dan suatu pemandangan tentang tabut perjanjian Allah (Why 11:19). Dalam penglihatan ini ini, baik Israel dan Maria direpresentasikan; yaitu dari Israel, khususnya dari Maria-lah bayi-Mesias dilahirkan.

Pada hari raya ini, marilah kita mengangkat hati dan pikiran kita ke surga untuk mengkontemplasikan rencana Allah yang mulia dan pemenuhannya dalam diri Maria, orang Kristiani yang pertama.

DOA: Bapa surgawi, Engkau memahkotai SP Maria pada hari dia diangkat ke surga dengan suatu kemuliaan yang tiada bandingnya. Engkau memandang kerendahan hatinya dan membuatnya ibu dari Tuhan kami Yesus Kristus, Putera-Mu yang tunggal. Bentuklah kami semua menjadi pribadi-pribadi yang rendah hati sesuai dengan teladan hidup SP Maria, agar kami pun dapat diselamatkan oleh misteri penebusan Yesus Kristus dan ikut ambil bagian bersamanya dalam kemuliaan kehidupan kekal. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Khamis, Ogos 09, 2012

ALLAH MENGASIHI ORANG YANG MEMBERI DENGAN SUKACITA


( Bacaan Pertama Misa Kudus, PESTA S. LAURENSIUS, DIAKON-MARTIR – Jumat, 10 Agustus 2012 )

Perhatikanlah ini: Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga. Hendaklah masing-masing memberi menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita. Lagi pula, Allah sanggup melimpahkan segala anugerah kepada kamu, supaya kamu senantiasa berkecukupan di dalam segala sesuatu dan malah berkelebihan di dalam berbagai perbuatan baik. Seperti ada tertulis: “Ia membagi-bagikan, Ia memberikan kepada orang miskin, kebenaran-Nya tetap untuk selamanya.” [1] Ia yang menyediakan benih bagi penabur, dan roti untuk dimakan, Ia juga yang akan menyediakan benih bagi kamu dan melipatgandakannya dan menumbuhkan buah-buah kebenaranmu. (2Kor 9:6-10)
[1] 2Kor 9-9, lihat Mzm 112:9

Mazmur Tanggapan: Mzm 112:1-2,5-9; Bacaan Injil: Yoh 12:24-26

“Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita” (2Kor 9:7).

Santo Laurensius [+ 258] adalah seorang diakon gereja di Roma. Kepadanya dipercayakan dua tanggung jawab, yakni melayani orang-orang miskin dan juga menjaga harta-benda gereja. Pada masa pengejaran dan penganiayaan atas umat Kristiani di tahun 258, Cornelius, perfek Roma memerintahkan Laurensius untuk menyerahkan harta-kekayaan gereja kepada Kaisar.

Pada hari yang telah ditetapkan, Laurensius dengan bangga mempresentasikan kepada Cornelius sekumpulan besar orang yang terdiri dari para janda, yatim-piatu, orang buta dan lumpuh – semuanya yang hidup didukung dan donasi umat Kristiani. Cornelius berkata: “Inilah harta-kekayaan Gereja”. Mendengar itu, sang perfek menjadi naik pitam dan memerintahkan agar Laurensius diikat lalu digiring ke sebuah tempat untuk dibakar hidup-hidup. Peristiwa itu sama sekali tidak mengintimidasi gereja, seperti diharapkan Cornelius. Sebaliknya, kemartiran Laurensius malah mendorong banyak orang lain untuk menerima dan merangkul Yesus dan mempraktekkan kasih Kristiani.

Santo Paulus mengingatkan kita bahwa kita tidak dapat mengalahkan Allah dalam hal kemurahan-hati. Sang rasul menulis: “Allah sanggup melimpahkan segala anugerah kepada kamu, supaya kamu senantiasa berkecukupan di dalam segala sesuatu dan malah berkelebihan di dalam berbagai perbuatan baik” (2Kor 9:8). Kasih sejati tidak mengenal kalkulasi untung-rugi, kasih sejati memberi dengan bebas. Bilamana Allah memberi, maka Dia memberi dengan berlimpah dari kasih-Nya yang tidak pernah mati, rahmat yang berkelimpahan, dan kerahiman yang tak mengenal batas.

Pada suatu kesempatan, Santo Augustinus [354-430] mengatakan, bahwa Allah senantiasa mencoba memberikan kepada kita segala sesuatu yang baik, namun tangan-tangan kita sudah terlalu penuh dengan yang lain-lain, sehingga tak lagi dapat menerima pemberian Allah itu. Hati kita seringkali tertawan oleh hal-hal yang kita hargai dan puja-puja. Dengan menambatkan diri pada hal-hal tersebut, sebenarnya kita menyediakan sedikit saja ruangan bagi rahmat Allah. Suatu roh yang murah-hati tidak hanya membebaskan kita untuk memberi tanpa rasa enggan, melainkan juga membuat diri kita reseptif terhadap Dia yang dapat memuaskan hasrat terdalam hati kita.

Apabila kita memberi dengan bebas dan dengan kemurahan-hati apa yang kita miliki – waktu, uang, ilmu-pengetahuan dan sumber daya lainnya – kepada mereka yang miskin, cacat atau terabaikan dalam masyarakat, maka sebenarnya kita meneladan Yesus yang mengasihi kita dan memberikan hidup-Nya sendiri untuk keselamatan kita. Santo Augustinus juga mengatakan: “Kasih mempunyai tangan-tangan untuk menolong orang-orang lain. Kasih mempunyai kaki-kaki untuk bergegas kepada orang-orang miskin dan membutuhkan pertolongan. Kasih mempunyai mata untuk melihat kesengsaraan dan kekurangan. Kasih mempunyai telinga untuk mendengar keluhan-keluhan dan duka-cita orang lain.” Marilah kita memohon kepada Allah agar Roh Kudus-Nya membentuk diri kita menjadi pribadi-pribadi yang lebih atentif terhadap kebutuhan-kebutuhan sesama ini, dan untuk menjadikan kita para pemberi yang penuh sukacita, seperti Yesus sendiri.

DOA: Bapa surgawi, semoga kasih-Mu menginspirasikan anak-anak-Mu di mana saja untuk memberi dengan kemurahan-hati kepada orang-orang miskin dan berkekurangan di seluruh dunia, tanpa membedakan agama, kepercayaan, bangsa dan bahasa mereka. Ya Allahku yang Mahabaik, penuhilah diriku dengan kemurahan-hati-Mu. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Rabu, Ogos 08, 2012

MENGAPA HARUS SALIB?


( Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XVIII – Kamis, 9 Agustus 2012 )

Setelah Yesus tiba di daerah Kaesarea Filipi, Ia bertanya kepada murid-murid-Nya, “Kata orang, siapakah Anak Manusia itu?” Jawab mereka, “Ada yang mengatakan: Yohanes Pembaptis, yang lain mengatakan; Elia dan yang lain lagi mengatakan: Yeremia atau salah seorang dari para nabi.” Lalu Yesus bertanya kepada mereka, “Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?” Jawab Simon Petrus, “Engkaulah Mesias, Anak Allah yang hidup!” Kata Yesus kepadanya, “Berbahagialah engkau Simon anak Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di surga. Dan Aku pun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya, kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Surga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di surga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di surga.” Lalu Yesus melarang murid-murid-Nya supaya jangan memberitahukan kepada siapa pun bahwa Ia Mesias.

Sejak itu Yesus mulai menyatakan kepada murid-murid-Nya bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem dan menanggung banyak penderitaan dari pihak tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga. Tetapi Petrus menarik Yesus ke samping dan mulai menegur Dia dengan keras, “Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu! Hal itu sekali-kali tidak akan menimpa Engkau.” Lalu Yesus berpaling dan berkata kepada Petrus, “Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.” (Mat 16:13-23)

Bacaan Pertama: Yer 31:31-34; Mazmur Tanggapan: Mzm 51:12-15,18-19

Setelah Yesus mendengar pernyataan Petrus (sebagai wakil para murid) bahwa diri-Nya adalah “Mesias, Anak Allah yang hidup” (Mat 16:15). Yesus kemudian berjanji untuk mendirikan Gereja-Nya dengan Petrus sebagai batu karang dan fondasi: “Berbahagialah engkau Simon anak Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di surga. Dan aku berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan diatas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya, kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Surga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di surga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di surga” (Mat 16:17-19). Kemudian Yesus memberitahukan kepada para murid-Nya bahwa Dia akan menanggung banyak penderitaan dari para pemuka bangsa dan agama Yahudi, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga. Langsung saja Petrus menanggapi pemberitahuan Yesus itu, bahwa hal sedemikian tidak harus terjadi. Petrus tidak mengerti! Yesus dengan keras menegurnya dan mengatakan kepadanya, bahwa Petrus tidak boleh melakukan penilaian sekadar berdasarkan standar-standar manusia dan bukannya standar-standar Allah (Mat 16:21-23).

Setelah itu Yesus mulai mengajar tentang syarat seseorang untuk menjadi murid-Nya: SALIB! Salib telah menjadi sebuah batu sandungan tidak hanya bagi Petrus, melainkan juga untuk umat manusia secara umum, sampai hari ini. Pertanyaan yang sering diajukan adalah mengapa orang harus menderita? Mengapa harus salib? Mengapa Kristus harus mengambil jalan yang begitu menyusahkan dan menyakitkan, agar supaya kita dapat menjadi anak-anak Allah?

“Penderitaan dan kematian” tetaplah merupakan sebuah misteri, namun kita dapat melihat terangnya pada peristiwa-peristiwa dalam alam. Kita melihat di sini adanya “kebenaran-aneh”, …… “paradoks”, bahwa kematian menghasilkan kehidupan. Sebutir benih harus mati agar dapat menghasilkan sebatang tetumbuhan baru. Seorang ibu mengalami sakit bersalin yang luarbiasa untuk dapat membawa kehidupan baru … bayinya! Demikian pula, kita tidak dapat mencapai hidup-kekal tanpa sebelumnya mati terhadap hidup ini.

Kematian Kristus memungkinkan terwujudnya kehidupan-kekal bagi kita. Akan tetapi kita pertama-tama harus ikut ambil bagian dalam kematian-Nya dengan mati terhadap diri sendiri. Yesus sangat jelas tentang hal ini: “Jika seseorang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku” (Mat 16:24). Tidak ada plus-minus di sini, tidak ada tawar-menawar pula! Sabda Yesus di sini jelas dan penuh empati. Di mana pun dalam Kitab Suci kita dapat membaca bahwa persatuan kita dengan Kristus dikondisikan oleh konformitas kita dengan diri-Nya dalam penderitaan-penderitaan-Nya di atas bumi.

Sehubungan dengan hal ini, Santo Paulus menulis: “Tidak tahukah kamu bahwa kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam kematian-Nya? Dengan demikian, kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia melalui baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru.Sebab jika kita telah menjadi satu dengan apa yang sama dengan kematian-Nya, kita juga akan menjadi satu dengan apa yang sama dengan kebangkitan-Nya” (Rm 6:3-5). Jadi, alasan mengapa kita harus menderita bersama Kristus adalah bahwa dengan demikian kita dapat dimuliakan bersama-Nya.

Tanpa salib, tidak ada kemuliaan! Tanpa kematian, tidak ada kebangkitan! Tanpa Hari Jumat Agung, tidak ada hari Paskah! Demikian pula dengan Paskah kita, yaitu kebangkitan kita kepada hidup-baru, baik di dunia maupun dalam kehidupan selanjutnya, tergantung pada bagaimana kita menerima hari Jumat Agung kita selama hidup di dunia.

DOA: Tuhan Yesus, jika aku harus menderita dan mati bersama-Mu, aku percaya bahwa aku juga akan hidup bersama-Mu. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS