Halaman

"BAPA YANG KEKAL KUPERSEMBAHKAN KEPADA-MU, TUBUH DAN DARAH, JIWA DAN KE-AILAHAN PUTERA-MU YANG TERKASIH TUHAN KAMI YESUS KRISTUS, DEMI PENEBUSAN DOSA-DOSA KAMI DAN DOSA SELURUH DUNIA" - YESUS RAJA KERAHIMAN ILAHI, AKU PERCAYA KEPADA-MU

Ahad, Mac 31, 2013

YESUS TELAH MENGALAHKAN MAUT


(Bacaan Injil Misa Kudus, HARI SENIN DALAM OKTAF PASKAH – 1 April 2013)

Mereka segera pergi dari kubur itu, dengan takut dan dengan sukacita yang besar dan berlari cepat-cepat untuk memberitahukannya kepada murid-murid Yesus. Tiba-tiba Yesus menjumpai mereka dan berkata, “Salam bagimu.” Mereka mendekati-Nya dan memeluk kaki-Nya serta menyembah-Nya. Lalu kata Yesus kepada mereka, “Jangan takut. Pergi dan katakanlah kepada saudara-saudara-Ku, supaya mereka pergi ke Galilea, dan di sanalah mereka akan melihat Aku.”

Sementara mereka di tengah jalan, datanglah beberapa orang dari penjaga itu ke kota dan memberitahukan segala yang terjadi itu kepada imam-imam kepala. Sesudah berunding dengan tua-tua, mereka mengambil keputusan lalu memberikan sejumlah besar uang kepada serdadu-serdadu itu dan berkata, “Kamu harus mengatakan bahwa murid-murid-Nya datang malam-malam dan mencuri-Nya ketika kamu sedang tidur. Apabila hal ini terdengar oleh gubernur, kami akan berbicara dengan dia, sehingga kamu tidak beroleh kesulitan apa-apa.” Mereka menerima uang itu dan berbuat seperti yang dipesankan kepada mereka. Cerita ini tersebar di antara orang Yahudi sampai sekarang. (Mat 28:8-15)

Bacaan Pertama: Kis 2:14,22-32; Mazmur Tanggapan: Mzm 16:1-2,5-7,8-11

Setelah mendengar berita dari malaikat bahwa Yesus telah bangkit dan info tersebut harus disampaikan kepada para murid-Nya (Mat 28:6-7) bergegaslah Maria Magdalena dan Maria yang lain itu dengan rasa takut bercampur sukacita yang besar. Mereka berlari cepat-cepat, namun Yesus menjumpai mereka dan berkata, “Salam bagimu” (Mat 28:9). Lalu Yesus mengatakan kepada mereka, “Pergi dan katakanlah kepada saudara-saudara-Ku, supaya mereka pergi ke Galilea, dan di sanalah mereka akan melihat Aku” (Mat 28:10).

Para perempuan yang mengikuti Yesus telah membuktikan bahwa diri mereka adalah yang paling setia kepada sang Guru, bahkan pada saat-saat penderitaan sengsara-Nya yang paling pahit dan kematian-Nya yang mengenaskan di atas kayu salib. Mereka tetap berada di kaki salib Yesus, menderita bersama-Nya (lihat Yoh 19:25). Sekarang mereka menerima ganjaran atas kesetiaan mereka, merekalah yang pertama-tama membawa Kabar Baik. Merekalah yang pertama-tama melaporkan apa yang belum dipahami oleh para murid. Mereka membawa kabar Paskah yang kelak akan dipermaklumkan oleh Petrus dalam khotbahnya yang dipenuhi kuasa Roh Kudus pada hari Pentakosta: “Allah membangkitkan Dia setelah melepaskan dia dari sengsara maut, karena tidak mungkin Ia tetap berada dalam kuasa maut itu” (Kis 2:24).

Pada pagi hari yang sungguh istimewa ini kedua perempuan ini diberikan privilese untuk membawa kepada dunia kabar yang paling baik yang pernah didengar oleh telinga manusia. “Apakah anda telah mencari pengharapan dan kekuatan terhadap rasa takut akan kejahatan dan rasa takut akan kematian? Anda tidak akan dikecewakan! Pada hari ini kami mengumumkan suatu peristiwa yang menjawab segala rasa sakitmu, pertanyaan-pertanyaanmu, keputusasaanmu! Hari ini adalah titik sentral dari segala sejarah: klimaks, puncak gunung umat beriman: Kristus Yesus telah bangkit dari antara orang mati!”

Pada pagi hari Minggu Paskah itu dunia dipenuhi dengan sukacita. Semua orang yang dikejar dan dianiaya karena iman mereka, orang-orang yang lumpuh, yang buta, yang sakit, yang sudah dekat dengan saat kematian, yang mendekam dalam penjara, yang disiksa, yang dibuang – semua orang yang menderita dapat bergembira pada hari ini. Pada suatu hari mereka akan tertawa walaupun mereka pernah menderita. Mengapa? Karena Yesus telah memberikan konfirmasi atas janji-Nya: “Akulah kebangkitan dan hidup; siapa saja yang percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati, dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya” (Yoh 11:25-26). Yesus telah mengalahkan maut, demikian pula halnya dengan para pengikut-Nya. Mereka akan bangkit juga, sudah disempurnakan, penuh sukacita, indah, kuat, sehat, bebas dan siap untuk kehidupan kekal bersama-Nya. Setelah menerima Kabar Baik ini, apa lagi yang relevan bagi kita?

Segala tragedi telah dapat kita lalui, namun hanya satu kesedihan yang tetap ada, yaitu apabila kita – atas dasar kehendak bebas kita sendiri – memilih untuk tidak bergabung dengan Yesus, jadi tidak akan bangkit bersama Dia.

DOA: Tuhan Yesus, oleh Roh Kudus bentuklah diriku menjadi seorang murid-Mu yang setia seperti para perempuan yang diceritakan dalam bacaan Injil hari ini, dengan demikian dapat mengemban tugas mewartakan Kabar Baik kepada orang-orang lain. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Jumaat, Mac 29, 2013

TELAH DIBAPTIS DALAM KEMATIAN KRISTUS


(Bacaan Kitab Suci Misa Kudus, TRI HARI PASKAH: MALAM PASKAH – Sabtu, 30 Maret 2013)

Atau tidak tahukah kamu bahwa kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam kematian-Nya? Dengan demikian, kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia melalui baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru.

Sebab jika kita telah menjadi satu dengan apa yang sama dengan kematian-Nya, kita juga akan menjadi satu dengan apa yang sama dengan kebangkitan-Nya. Karena kita tahu bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa. Sebab siapa yang telah mati, ia telah bebas dari dosa. Jadi, jika kita telah mati dengan Kristus, kita percaya bahwa kita akan hidup juga dengan Dia. Karena kita tahu bahwa sesudah bangkit dari antara orang mati, Kristus tidak mati lagi: Maut tidak berkuasa lagi atas Dia. Sebab Ia mati, yakni mati terhadap dosa, satu kali untuk selama-lamanya; namun ia hidup, yakni hidup bagi Allah. Demikianlah hendaknya kamu memandangnya: Bahwa kamu telah mati terhadap dosa, tetapi kamu hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus. (Rm 6:3-11)

Umat Kristiani percaya bahwa antara saat kematian-Nya dan kebangkitan-Nya, Yesus berada bersama orang-orang benar yang hidup dan mati sebelum pintu gerbang surga dibuka oleh kemenangan-Nya yang penuh dengan kemuliaan. Orang-orang benar ini telah merindukan kedatangan sang Mesias pada masa mereka hidup di dunia, dan sekarang mereka merindukan saat di mana mereka dapat memasuki kerajaan surgawi. Tanpa sengsara Yesus, kematian dan kebangkitan-Nya, mereka tidak mempunyai pengharapan untuk masuk menghadap hadirat Allah di surga. Jadi, kita dapat membayangkan kegembiraan yang mereka alami ketika menyadari bahwa janji keselamatan yang diberikan kepada mereka dahulu kala, akan dipenuhi dalam diri Yesus Kristus.

Kita harus memahami pentingnya kematian dan kebangkitan Yesus bagi diri kita sendiri juga, karena tanpa pemahaman itu kita pun tidak mempunyai pengharapan untuk masuk ke dalam surga. Yesus tidak hanya wafat untuk menebus dosa-dosa kita, melainkan juga Dia mati terhadap dosa. Kemenangan-Nya atas maut memisahkan diri-Nya secara lengkap dan total dari dosa. Dosa tidak lagi memiliki kuasa untuk menggoda atau menyakiti diri-Nya. Kita ikut ambil bagian dalam kematian Yesus untuk dosa-dosa kita, demikian pula kita ambil bagian dalam kematian-Nya terhadap dosa. “Kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia melalui baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru” (Rm 6:4). Ini adalah kebenaran mulia; artinya bahwa kita sekarang tidak lagi menjadi budak-budak dosa …… “tidak menghambakan diri lagi kepada dosa” (Rm 6:6). Dosa tidak lagi dapat menguasai diri kita. Kepada kita telah diberikan hidup baru dalam Kristus (Rm 6:8).

Manfaat-manfaat dari karunia/anugerah hidup baru menciptakan suatu kewajiban di pihak kita: “Bagaimanakah kita masih dapat hidup di dalamnya? …… Sebab siapa yang telah mati, ia telah bebas dari dosa” (Rm 6:2,7). Sebagai orang-orang yang telah dibebaskan dari kuasa dosa, kita dapat tetap mati terhadap dosa secara permanen. Jika melalui keteledoran atau ketidakpercayaan, kita membiarkan dosa mendirikan kembali “tempat berpijak”-nya dalam kehidupan kita, maka ingatlah bahwa kita tetap mempunyai kesempatan – bahkan hari ini – untuk kembali kepada Tuhan dan menyatakan kembali kepercayaan kita pada kebenaran bahwa kita telah mati terhadap dosa dalam Yesus Kristus. Kita telah menerima kuat-kuasa yang sama, dengan kuat-kuasa mana Yesus mengalahkan kuasa neraka dan menaklukkan kerajaan kegelapan.

DOA: Tuhan Yesus, terima kasih penuh syukur kami haturkan kepada-Mu untuk kuat-kuasa yang Kauanugerahkan kepada kami. Kami pun dengan penuh pengharapan siap untuk ikut ambil bagian secara lebih penuh lagi dalam kebangkitan-Mu. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

YESUS MEMBUAT KITA MENJADI MANUSIA BEBAS-MERDEKA


(Bacaan Injil dalam Liturgi Sabda, HARI JUMAT AGUNG – 29 Maret 2013)


Dekat salib Yesus berdiri ibu-Nya dan saudara ibu-Nya, Maria, istri Klopas dan Maria Magdalena. Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya, “Ibu, inilah anakmu!” Kemudian kata-Nya kepada murid-Nya, “Inilah ibumu!” Sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya.

Sesudah itu, karena Yesus tahu bahwa segala sesuatu telah selesai, berkatalah Ia – supaya digenapi yang tertulis dalam Kitab Suci – , “Aku haus!” Di situ ada suatu bejana penuh anggur asam. Lalu mereka melilitkan suatu spons, yang telah dicelupkan dalam anggur asam, pada sebatang hisop lalu mengulurkannya ke mulut Yesus. Sesudah Yesus meminum anggur asam itu, berkatalah Ia, “Sudah selesai.” Lalu Ia menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan nyawa-nya. (Yoh 19:25-30)

Bacaan Pertama: Yes 52:13-53:12; Mazmur Tanggapan: Mzm 31:2,6,12-13,15-17,25; Bacaan Kedua: Ibr 4:14-16;5:7-9; Bacaan Injil: Yoh 18:1-19:28

Tema liturgi Jumat Agung adalah PEMBEBASAN. Kita menjadi manusia bebas-merdeka karena kasih Kristus bagi kita. Apabila kita tidak memahami secara mendalam bahwa kurban Yesus membawa kepada kita karunia agung kebebasan ini, maka kita luput memperoleh sukacita sejati sebagai buah kehidupan Kristiani, dan kita pun akan menghadapi kesulitan untuk menghargai “nilai” diri kita sendiri.

Kita bebas-merdeka sekarang untuk membuat hidup kita menjadi berarti, mulia secara kekal karena penyerahan diri Kristus kepada salib. Kita bebas-merdeka sekarang karena cintakasih kita dan pekerjaan-pekerjaan baik kita mempunyai suatu makna sepanjang hidup kita di dunia dan juga dalam kehidupan kekal. Kita tidak lagi menjadi budak-budak yang harus menyerah kepada keterbatasan-keterbatasan manusiawi dan terhadap maut sebagai akhir yang menyedihkan dari segalanya. Kita menjadi bebas-merdeka secara kekal-abadi, dan tujuan kekal itu sangat berpengaruh atas waktu itu sendiri; telah mengubah hidup kita secara keseluruhan dan terinci. Makna abadi telah mencapai momen-momen yang sekecil apa pun dalam perjalanan waktu itu sendiri.

Setiap kata-kata yang diperdengarkan – dari pembacaan Kitab Suci, doa-doa dan lagu-lagu yang dinyanyikan – dan tanda-tanda lain dalam liturgi Jumat Agung sesungguhnya merayakan pembebasan umat manusia. Suasana duka yang menyelimuti diri kita yang hadir dalam kebaktian pada hari ini adalah ungkapan kesedihan hati kita karena kegagalan kita menyerahkan diri kita kepada kebebasan baru ini. Kita terus saja melanjutkan membuat rintangan pada jalan menuju kebebasan baru kita lewat dosa-dosa kita. Yesus sesungguhnya telah berkemenangan, namun kita membuat kemenangan Yesus itu menjadi tidak efektif dalam diri kita dengan menutup pintu bagi diri-Nya.

Namun begitu, biar bagaimana pun juga kita harus mengakui bahwa Yesus telah membebas-merdekakan kita. Dari nabi Hosea kita mendengar nyanyian pembebasan yang penuh kegembiraan: “Ia akan menyembuhkan kita … Ia akan membalut (luka-luka) kita … Pada hari yang ketiga Ia akan membangkitkan kita, dan kita akan hidup di hadapan-Nya” (Hos 6:1-2).

Dengan demikian, Saudari-Saudaraku, marilah kita mengikut Yesus menuju bukit Kalvari, di sanalah kita akan belajar mengenal Siapa Allah sesungguhnya, … Dia adalah kasih itu sendiri (1Yoh 4:8,16). Di taman Getsemani Yesus berkata kepada orang-orang yang mau menangkap-Nya, “Telah Kukatakan kepadamu, Akulah dia. Jika Aku yang kamu cari, biarlah mereka ini pergi” (Yoh 18:8). Ini dikatakan-Nya untuk menggenapi apa yang telah dikatakan-Nya, “Dari mereka yang Engkau serahkan kepada-Ku, tidak seorang pun yang Kubiarkan binasa.” (Yoh 18:9). Kepada Imam Besar, Yesus berkata: “Aku berbicara terus terang kepada dunia: Aku selalu mengajar di rumah-rumah ibadat dan di Bait Allah, tempat semua orang Yahudi berkumpul; Aku tidak pernah berbicara sembunyi-sembunyi” (Yoh 18:19-20). Kepada Gubernur Romawi Ponsius Pilatus, Yesus berkata: “Aku datang ke dalam dunia ini, supaya Aku bersaksi tentang kebenaran; setiap orang yang berasal dari kebenaran mendengarkan suara-Ku” (Yoh 18:37). Dari atas kayu salib, setelah menderita selama tiga jam, Yesus berseru, “Sudah selesai.” Lalu Ia menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya (Yoh 19:30). Yesus telah menyerahkan seluruh hidup-Nya untuk membuat kita menjadi orang-orang yang bebas-merdeka, tidak lagi budak-budak yang terus-menerus terkungkung oleh dosa-dosa.

DOA: Yesus Kristus, Engkau adalah sungguh Tuhan dan Juruselamat kami. Terima kasih Tuhan Yesus. Terpujilah nama-Mu, sekarang dan selama-lamanya. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Rabu, Mac 27, 2013

IA MENGASIHI MEREKA SAMPAI KESUDAHANNYA


(Bacaan Injil Misa Kudus, TRI HARI PASKAH: KAMIS PUTIH – 28 Maret 2013)


Sementara itu sebelum hari raya Paskah mulai, Yesus telah tahu bahwa saat-Nya sudah tiba untuk pergi dari dunia ini kepada Bapa. Ia mengasihi orang-orang milik-Nya yang di dunia ini, dan Ia mengasihi mereka sampai pada kesudahannya. Ketika mereka sedang makan bersama, Iblis telah membisikkan rencana dalam hati Yudas Iskariot, anak Simon, untuk mengkhianati Dia. Yesus tahu bahwa Bapa telah menyerahkan segala sesuatu kepada-Nya dan bahwa Ia datang dari Allah dan akan kembali kepada Allah. Lalu bangunlah Yesus dan menanggalkan jubah-Nya. Ia mengambil sehelai kain lenan dan mengikatkannya pada pinggang-Nya, kemudian Ia menuangkan air ke dalam sebuah baskom dan mulai membasuh kaki murid-murid-Nya lalu menyekanya dengan kain yang terikat pada pinggang-Nya itu. Lalu sampailah Ia kepada Simon Petrus. Kata Petrus kepada-Nya, “Tuhan, Engkau hendak membasuh kakiku?” Jawab Yesus kepadanya, “Apa yang Kuperbuat, engkau tidak tahu sekarang, tetapi engkau akan mengertinya kelak.” Kata Petrus kepada-Nya, “Engkau tidak akan pernah membasuh kakiku sampai selama-lamanya.” Jawab Yesus, “Jikalau Aku tidak membasuh engkau, engkau tidak mendapat bagian dalam Aku.” Kata Simon Petrus kepada-Nya, “Tuhan, jangan hanya kakiku saja, tetapi juga tangan dan kepalaku!” Kata Yesus kepadanya, “Siapa saja yang telah mandi, ia tidak usah membasuh diri lagi selain membasuh kakinya, karena ia sudah bersih seluruhnya. Juga kamu sudah bersih, hanya tidak semua.” Sebab Ia tahu, siapa yang akan menyerahkan Dia. Karena itu Ia berkata, “Tidak semua kamu bersih.”

Sesudah Ia membasuh kaki mereka, Ia mengenakan pakaian-Nya dan kembali ke tempat-Nya. Lalu Ia berkata kepada mereka, “Mengertikah kamu apa yang telah Kuperbuat kepadamu? Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan. Jadi jikalau aku, Tuhan dan Gurumu, membasuh kakimu, maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu; sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu. (Yoh 13:1-15)

Bacaan Pertama: Kel 12:1-8.11-14; Mazmur Tanggapan: Mzm 116:12-13,15-18; Bacaan Kedua: 1Kor 11:23-26

 Untuk memahami episode yang kita rayakan hari ini – pembasuhan kaki para murid oleh Yesus – kita harus membaca Injil Lukas guna memperoleh petunjuk. Dalam Injil Lukas kita membaca: “Terjadilah juga pertengkaran di antara murid-murid Yesus, siapakah yang dapat dianggap terbesar di antara mereka” (Luk 22:24). Apabila kita mengingat hal ini, maka kita dapat memahami apa yang terjadi dan apa yang menyebabkan peristiwa ini sampai terjadi.

Kita mengetahui bahwa jalan-jalan di Palestina pada masa itu tidak diratakan dengan baik seperti zaman sekarang, misalnya diaspal. Jalan-jalan itu juga dikotori dengan kotoran hewan, debu, kotoran lainnya, kotoran dari padang gurun. Itulah sebabnya mengapa di depan pintu setiap rumah disediakan tempat khusus berisikan air dan juga seorang pelayan yang akan membersihkan serta mengeringkan kaki seorang tamu.

Karena tidak ada seorang pun yang khusus berfungsi sebagai pelayan/hamba dalam kelompok/rombongan Yesus, maka para murid-Nya secara bergiliran melakukan tugas ini. Namun seperti kita dapat lihat sendiri, mereka sudah sampai pada tingkat persaingan tidak sehat satu sama lain yang disebabkan oleh ambisi dan kesombongan pribadi masing-masing, sehingga tidak ada seorang pun yang melakukan tugas tersebut. Dengan demikian, mereka masuk ke dalam rumah itu, masing-masing dengan sombongnya, kemudian duduk dengan kaki yang belum dibasuh, dan tidak seorang pun melakukan tugas itu sampai Yesus sendiri melakukannya.

Sebagaimana biasanya, apa yang dilakukan oleh Yesus, dilakukan-Nya dengan dua tujuan. Tujuan pertama – tentunya – adalah untuk mengajar para pengikut-Nya cara penghayatan iman seorang Kristiani. Yesus mengatakan, bahwa di kalangan orang kafir, pribadi yang menggunakan otoritas adalah yang menjadi tuan atas orang-orang lain, dia yang menuntut perlakuan istimewa, menanti untuk menjadi orang yang dinanti-nantikan oleh orang lain. Tidak demikian halnya dengan para murid Yesus: Siapa yang mau menjadi tuan harus menjadi hamba/pelayan. Yesus bersabda: “Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan. Jadi jikalau Aku Tuhan dan Gurumu, membasuh kakimu, maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu; sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu” (Yoh 13:13-15). Ini adalah indikasi tentang bagaimana komunitas Kristiani seharusnya diidentifikasikan. Sebuah komunitas yang akan melangkah maju untuk membasuh kaki-kaki yang ada di dunia …… melayani!

Jadi, ketika kita – seorang rohaniwan, religius atau awam – melakukan pembasuhan kaki orang lain, kita seharusnya melakukan pekerjaan itu dengan kerendahan hati – kedinaan – seperti yang dilakukan oleh Yesus sekitar 2.000 tahun lalu. Kita seharusnya tidak memandang wajah orang yang kita basuh kakinya, karena kiranya Yesus juga tidak melakukannya. Apakah kaki itu kaki Petrus, kaki Yohanes, atau kaki Yudas Iskariot, Ia samasekali tidak ingin mengetahui perbedaannya. Yesus hanya ingin agar semua orang mengetahui bahwa kasih-Nya mengalir kepada mereka, tidak peduli apakah orang itu seorang gembel yang tinggal di kolong jembatan di kawasan Jakarta Timur atau seorang raja yang menyandang gelar S3 dari IPB serta gelar-gelar kehormatan lainnya. Yesus tidak ingin memandang apakah wajah orang yang dibasuh kakinya itu cantik atau buruk rupa, apakah wajah orang baik atau orang jahat, dlsb. Yesus tidak ingin mengetahui apakah wajah seseorang itu hitam, putih, kuning, kuning langsat, apakah wajah seseorang itu wajah seorang laki-laki atau perempuan, wajah seorang budak atau orang bebas-merdeka, wajah seorang tuan-majikan atau wajah seorang hamba/pelayan; wajah seorang pribumi atau wajah seorang non-pribumi. Sungguh, Yesus sangat tidak mengenal diskriminasi dalam hal ini.

Komunitas Kristiani harus melakukan seperti yang dilakukan oleh Kristus sendiri yang seakan berkata, “Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu. Cawan ini adalah perjanjian baru oleh darah-Ku, yang ditumpahkan bagi kamu.Dan Aku membasuh kaki-kaki umat manusia guna membersihkannya dari dosa-dosa. Aku tidak mau memandang wajah masing-masing orang iuntuk memilih-milih.”

Itulah pelajaran pertama yang diberikan oleh Yesus kepada para murid-Nya berkaitan dengan peristiwa pembasuhan kaki para murid. Para murid-Nya belajar dengan disertai rasa malu. Ini adalah ringkasan Injil. Bagi para murid, inilah produk-akhir dari hidup selama tiga tahun sebagai murid-murid Yesus: melayani umat manusia, dan apabila seorang murid mempunyai aspirasi untuk menjadi yang paling besar, maka dia harus berlutut dan membasuh kaki-kaki manusia, siapa pun diri mereka.

Pelajaran kedua menyangkut EKARISTI. Yesus seakan mengatakan: “Kamu ingin mengetahui apa yang kita lakukan pada Perjamuan Terakhir? Dengan Aku mengambil roti dan cawan anggur serta mensyeringkannya dengan kamu, dengan membasuh kaki-kakimu, sebenarnya aku ingin agar kamu semua memahami makna dari Ekaristi. Ekaristi akan selamanya menjadi lambang yang hidup bahwa Aku berada di tengah-tengah kamu, mendorong kamu semua untuk melakukannya. Ketika aku mengambil roti dan berkata, ‘Inilah tubuh-Ku yang dipecah-pecah bagimu. Inilah cawan darah-Ku yang dicurahkan bagimu.’ Demikan pulalah yang harus dilakukan oleh komunitas Kristiani.”

Barangkali lambang yang paling agung dari pembasuhan kaki adalah ketika Yesus mengambil cawan itu, yang sangat mungkin telah dipegang dan diangkatnya untuk sekian waktu lamanya, sehingga mereka yang hadir akan mendapatkan/merasakan dampaknya secara penuh. Pada dasarnya Yesus mengatakan, seperti setiap kali dirayakan Ekaristi, “Ketika cawan-darah-Ku dicurahkan bagimu” – seperti para orangtua yang mencurahkan hidup mereka sepenuhnya bagi anak-anak mereka.

Sebuah cawan dikosongkan, dan kita pun dikosongkan dari kekuatan dan kesehatan ketika menderita sakit dan para hari tua kita. Sebuah cawan diisi, demikian pula halnya dengan kita ketika memasuki surga, atau pada waktu kita menyambut suatu hari yang baru dengan bahagia, dengan awal-awal yang baru. Sebuah cawan dipegang dan diangkat, seperti kehidupan yang dipegang dan disyeringkan setiap hari. Cawan pecah, seperti juga kehidupan menjadi berantakan disebabkan oleh dosa, dan kelangsungannya dipatahkan oleh kematian. Namun kasih Allah memiliki kuasa untuk membuatnya utuh kembali. Bilamana kita mensyeringkan cawan dalam Misa, hal ini berarti kita mensyeringkan hidup kita dengan semua orang, dengan kesusahan dan kegembiraan yang dikuatkan oleh Yesus, yang tetap ada bersama kita. Pembasuhan kaki berarti begitu juga.

Malam Perjamuan Terakhir adalah malam yang paling kudus di sepanjang tahun, saat di mana kita – umat Kristiani – diingatkan kembali kepada sebuah peristiwa yang terjadi sekitar 2.000 tahun lalu di dalam sebuah ruangan yang berukuran relatif kecil di Yerusalem. Yesus yang ada di tengah-tengah kita sekarang juga mendesak kita, “Ambillah tubuhmu dan berikanlah kepada orang-orang lain, dan pecah-pecahkanlah bagi orang-orang lain, dalam kasih. Ambillah cawan darahmu dan curahkanlah darahmu itu dan kosongkanlah cawan itu, peganglah dan tolong restorasikanlah orang-orang lain, agar umat manusia yang retak-retak itu dapat menjadi utuh kembali. Bilamana engkau makan roti ini dan minum cawan ini, engkau sungguh melakukannya sebagai kenangan akan Daku.”

Saudari dan Saudaraku, selagi kita melanjutkan perayaan Ekaristi pada malam yang kudus ini, marilah kita mencoba untuk menempatkan diri kita masing-masing kembali ke ruang atas di Yerusalem itu. Marilah kita berpretensi bahwa kita berada di sana dan Yesus baru saja membasuh kaki-kaki kita dan kita sungguh merasa malu. Namun sekarang kita telah mendapat pesan-Nya. Dan untuk selanjutnya pada perayaan Ekaristi malam ini, selagi kita maju ke depan untuk menerima roti yang telah dipecah-pecahkan dan ikut ambil bagian dari cawan yang sama, kita membuat janji baru kepada Yesus untuk menjadi komunitas-Nya dan kehadiran-Nya yang hidup. Kita pun membuat resolusi bahwa orang-orang akan mengenal kita sebagai orang-orang Kristiani lewat kasih kita satu sama lain.

(Uraian di atas adalah saduran dari tulisan Rm. William J. Bausch, TIMELY HOMILIES – The Wit and Wisdom of an Ordinary Pastor, Mystic, Connecticut: TWENTY-THIRD PUBLICATIONS, 1990, bab 27: Holy Thursday, hal. 144-147.)

DOA: Tuhan Yesus, terima kasih penuh syukur kami haturkan kepada-Mu karena Engkau telah menetapkan Ekaristi bagi kami, dengan demikian kami menjadi komunitas-Mu dan tanda kehadiran-Mu. Biarlah orang-orang mengenal kami sebagai orang-orang Kristiani karena kami senantiasa saling membasuh kaki dengan saudari-saudara kami. Amin.

Catatan: Untuk mendalami Bacaan Injil hari ini (Yoh 13:1-15), bacalah tulisan yang berjudul “JIKALAU AKU TIDAK MEMBASUH ENGKAU, ENGKAU TIDAK MENDAPAT BAGIAN DALAM AKU” (bacaan tanggal 28-3-13) dalam situs/blog PAX ET BONUM http://catatanseorangofs.wordpress.com; kategori: 13-03 PERMENUNGAN ALKITABIAH MARET 2013. Bacalah juga tulisan yang berjudul “MENGERTIKAH KAMU APA YANG TELAH KUPERBUAT KEPADAMU?” (bacaan tanggal 5-4-12) dalam situs/blog PAX ET BONUM.

Cilandak, 25 Maret 2013

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Selasa, Mac 26, 2013

TIDAK ADA YANG DAPAT MENAHAN YESUS MENUJU SALIB


(Bacaan Pertama Misa Kudus, HARI RABU DALAM PEKAN SUCI – 27 Maret 2013)

Tuhan ALLAH telah memberikan kepadaku lidah seorang murid, supaya dengan perkataan aku dapat memberi semangat baru kepada orang yang letih lesu. Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid. Tuhan ALLAH telah membuka telingaku, dan aku tidak memberontak, tidak berpaling ke belakang. Aku memberi punggungku kepada orang-orang yang memukul aku dan pipiku kepada orang-orang yang mencabut janggutku. Aku tidak menyembunyikan mukaku ketika aku dinodai dan diludahi.

Tetapi Tuhan ALLAH menolong aku; sebab itu aku tidak mendapat noda. Sebab itu aku meneguhkan hatiku seperti keteguhan gunung batu karena aku tahu, bahwa aku tidak akan mendapat malu. Dia yang menyatakan aku benar telah dekat. Siapakah yang berani berbantah dengan aku? Marilah kita tampil bersama-sama! Siapakah lawanku berperkara? Biarlah ia mendekat kepadaku! Sesungguhnya, Tuhan ALLAH menolong aku; siapakah yang berani menyatakan aku bersalah? (Yes 50:4-9a)
Mazmur Antar-bacaan: Mzm 69:8-10, 2121-22.31.33-34; Bacaan Injil: Mat 26:14-25

Dalam hari-hari menjelang kematian dan kebangkitan Yesus, Roh Kudus ingin menyatakan kepada kita lebih banyak lagi mengenai Yesus. Roh Kudus ingin menolong kita untuk membuka hati kita agar kita dapat membuang ide-ide keliru/salah, yang mungkin masih ada pada diri kita tentang Allah, dan menerima wawasan yang baru dan segar melalui sabda-Nya.

Dalam nyanyian ketiga “Hamba YHWH yang menderita”, Kitab Suci memberikan kepada kita gambaran profetis (kenabian) tentang ketaatan Yesus. Begitu besar kasih-Nya bagi kita sehingga Ia ikhlas menyelamatkan kita at any cost. Dalam kemanusiaan-Nya, Yesus menghadapi semua godaan yang kita hadapi. Dia mengetahui bahwa diri-Nya akan mengalami kematian yang mengerikan, dan hal itu sungguh membuat susah hati-Nya (lihat Mrk 14:33-36). Namun demikian, Yesus tidak pernah menolak rencana penyelamatan Allah. Kekuatan yang dimiliki Yesus untuk tetap taat terhadap kehendak Bapa-Nya adalah karena Dia senantiasa terbuka bagi hikmat dan penyelenggaraan Bapa (lihat Yes 50:5).

Yesus tidak pernah menolak kehendak Allah, demikian pula Dia tidak melarikan diri dari orang-orang yang bermaksud “menghabiskan” diri-Nya. Yesus praktis memberikan diri-Nya menjadi sasaran cemoohan dan kekejaman para lawan-Nya. Dia memperkenankan mereka untuk menampar wajah-Nya, meludahi-Nya dan menarik janggut-Nya (lihat Yes 50:6). Sekarang, marilah kita merenungkan kedinaan dan kasih Yesus: Tuhan alam semesta merendahkan diri-Nya “turun” ke tengah umat manusia dan memperkenankan dirinya dipukul, dianiaya dan diolok-olok oleh manusia. Dengan ikhlas Ia menerima perlakuan tidak semestinya dari manusia agar Ia dapat menyelamatkan umat manusia dari kematian dan api neraka. Jika saya mengatakan “umat manusia”, maka di dalamnya tentu saja termasuk anda dan saya! Dalam doa-doa kita hari ini perkenankanlah realitas ini mengendap dalam pikiran hati dan pikiran kita. Kasih Allah sungguh luar biasa dan tidak ada taranya.

Yesus setia dalam upaya-Nya memenuhi rencana Bapa surgawi untuk menyelamatkan kita manusia. “Aku meneguhkan hatiku seperti keteguhan gunung batu …” (Yes 50:7). Tidak ada yang dapat menahan-Nya menuju salib. Ia yakin bahwa Bapa-Nya akan memberikan kemenangan kepada-Nya (Yes 50:8-9). Janji Injil adalah bahwa kita pun dapat dibuat berketetapan hati secara pasti untuk melayani Tuhan. Selagi kita membuka telinga kita bagi Allah setiap hari selagi kita membaca sabda-Nya dalam Kitab Suci, maka Dia akan menguatkan kita dalam melayani-Nya.

DOA: Bapa surgawi, aku percaya bahwa Yesus begitu mengasihiku sehingga Dia taat kepada-Mu, bahkan sampai mati di kayu salib. Bukalah telingaku agar dapat mendengar suara-Mu. Bukalah hatiku agar aku lebih dapat mengalami kasih-Mu kepadaku. Tolonglah aku agar dapat mengasihi-Mu begitu rupa sehingga – seperti Yesus – aku pun dapat taat kepada-Mu, berapapun biayanya. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Isnin, Mac 25, 2013

SEBAGAI INSTRUMEN-INSTRUMEN IMAN DAN TERANG-NYA


(Bacaan Pertama Misa Kudus, HARI SELASA DALAM PEKAN SUCI – 26 Maret 2013)

Dengarkanlah aku, hai pulau-pulau, perhatikanlah, hai bangsa-bangsa yang jauh! TUHAN (YHWH) telah memanggil aku sejak dari kandungan telah menyebut namaku sejak dari perut ibuku. Ia telah membuat mulutku sebagai pedang yang tajam dan membuat aku berlindung dalam naungan tangan-Nya. Ia telah membuat aku menjadi anak panah yang runcing dan menyembunyikan aku dalam tabung panah-Nya. Ia berfirman kepadaku: “Engkau adalah hamba-Ku, Israel, dan olehmu Aku akan menyatakan keagungan-Ku.” Tetapi aku berkata: “Aku telah bersusah-susah dengan percuma, dan telah menghabiskan kekuatanku dengan sia-sia dan tak berguna; namun, hakku terjamin pada YHWH dan upahku pada Allahku.” Maka sekarang firman YHWH, yang membentuk aku sejak dari kandungan untuk menjadi hamba-Nya, untuk mengembalikan Yakub kepada-Nya, dan supaya Israel dikumpulkan kepada-Nya – maka aku dipermuliakan di mata YHWH, dan Allahku menjadi kekuatanku – , firman-Nya “Terlalu sedikit bagimu hanya untuk menjadi hamba-Ku, untuk menegakkan suku-suku Yakub dan untuk mengembalikan orang-orang Israel yang masih terpelihara. Tetapi Aku akan membuat engkau menjadi terang bagi bangsa-bangsa supaya keselamatan yang dari pada-Ku sampai ke ujung bumi.” (Yes 49:1-6)

Mazmur Tanggapan: Mzm 71:1-6,15,17; Bacaan Injil: Yoh 13:21-33.36-38

Semakin banyak kita belajar tentang Yesus, semakin banyak pula yang dapat kita pelajari tentang siapa diri kita sebenarnya. Dari keabadian, Allah mengetahui apa yang akan dipilih secara bebas untuk dilakukan oleh kita masing-masing. Ia mengetahui bahwa dosa kita memerlukan sebatang “anak panah yang runcing” dan disembunyikan untuk keselamatan kita (Yes 49:2). Jadi, dari keabadian dan karena kasih-Nya kepada kita, Allah memanggil Putera-Nya yang tunggal untuk menebus kita, agar kita dapat memperoleh hidup yang penuh di sini dan sekarang, dan hidup kekal bersama-Nya dalam surga.

Yesus, Putera Allah, menyerahkan hidup-Nya bagi kita. Selagi Dia hidup di dunia, Yesus mewartakan Kerajaan Allah dan menyerukan pertobatan, pengampunan dosa, dan kabar baik tentang kasih Allah. Ia menyembuhkan orang-orang sakit, membebaskan orang-orang yang tertindas, dan – di atas segalanya – Dia menunjukkan kepada dunia bahwa diri-Nya secara total taat kepada Bapa-Nya di surga, bahkan sampai mati di kayu salib (Flp 2:8). “Anak panah yang runcing” yang dibawa oleh Allah pada waktu yang tepat di maksudkan untuk menjadi “terang bagi bangsa-bangsa” (Yes 49:6).

Kita semua telah dipanggil untuk ambil bagian dalam buah-buah dan misi penebusan Yesus. Kita dapat menaruh percaya penuh keyakinan bahwa kita dikasihi oleh Allah, bahwa kita pantas dikasihi, dan bahwa dalam kita Allah dapat dimuliakan (Yes 49:3). Selagi kita bertumbuh semakin kuat dalam iman kita melalui praktek harian, kita pun dapat mewartakan Injil dengan kesederhanaan dan kejelasan yang telah Yesus lakukan. Kita dapat berdoa untuk orang-orang sakit dan orang-orang yang tertindas serta melayani mereka, mulai di rumah kita sendiri. Melalui Yesus, kita dapat menjadi “terang bagi bangsa-bangsa supaya keselamatan yang dari Allah sampai ke ujung bumi” (Yes 49:6).

Sekarang, marilah kita mengikut Yesus dan menjadi “anak-anak panah yang runcing” dalam tabung anak panah milik Allah. Allah telah memanggil kita dengan nama kita masing-masing, bahkan sejak dari perut ibu kita (Yes 49:1). Yesus diutus oleh Bapa surgawi tidak hanya sebagai sang Juruselamat, melainkan juga sebagai contoh atau “model”. Ketika kita mengalami godaan-godaan atau bisikan-bisikan yang mematahkan semangat, baiklah kita mengikuti pimpinan-Nya, karena mengetahui bahwa Bapa surgawi akan memegang dan menghormati kita untuk ketekunan kita sebagai instrumen-instrumen iman dan terang-Nya yang bercahaya di muka bumi.

DOA: Bapa surgawi, Engkau telah menghormati kami dengan mencurahkan hidup-Mu sendiri ke atas diri kami. Kami memproklamasikan bahwa Engkau adalah kekuatan kami. Berdayakanlah kami untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan baik yang telah Kaupercayakan kepada kami. Kami percaya bahwa kasih-Mu tidak akan mengecewakan kami. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Ahad, Mac 24, 2013

HAMBA-KU, YANG KEPADANYA AKU BERKENAN


(Bacaan Pertama Misa Kudus, HARI ISNIN DALAM MINGGU SUCI – 25 Mac 2013

Lihat, itu hamba-Ku yang Ku pegang, orang pilhan-Ku, yang kepadanya Aku berkenan. Aku telah menaruh Roh-Ku ke atasnya, supaya ia menyatakan hokum kepada bangsa-bangsa. Ia tidak akan berteriak atau menyaringkan suara atau memperdengarkan suaranya di jalan. Buluh yang patah tekulai tidak akan diputuskannya dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan di padamkannya, tetapi dengan setia ia akan menyatakan hokum. Ia sendiri tidak akan menjadi pudar dan tidak akan patah terkulai, sampai ia menegakkan hokum di bumi; segala pulau mengharapkan pengajarannya.
Beginilah firman Allah, Tuhan (YHWH), yang menciptakan langit dan membentangkannya, yang menghamparkan bumi dengan segala yang tumbuh di atasnya,yang memberikan nafas kepada umat manusia yang mendudukinya dan nyawa kepada mereka yang hidup di atasnya:”Aku ini, YHWH, telah memanggil engkau untuk maksud penyelamatan, telah memegang tanganmu; Aku telah membentuk engkau dan memberikan engkau menjadi perjanjian bagi umat manusia, menjadi terang untuk bangsa-bangsa, untuk membuka mata yang buta, untuk mengeluarkan orang hukuman dari tempat tahanan dan mengeluarkan orang-orang yang duduk dalam gelap dari rumah penjara. (Yesaya 42:1-7)

Mazmur Tanggapan: Mzm 27:1-3,13-14; Bacaan Injil: Yoh 12:1-11

“Lihat, itu hamba-Ku yang Ku pegang, orang pilihan-Ku, yang kepadanya Aku berkenan” (Yes 42:1).
Siapakah yang dimaksudkan dengan “hamba” di sini? Tentu saja kita dapat mengatakan bahwa “hamba” itu adalah Yesus, namun sebenarnya itu bukan satu-satunya jawaban. Karena kita semua dibaptis ke dalam Kristus, maka setiap orang yang dipersatukan dengan Dia dalam iman dapat juga mengklaim bagi diri mereka gelar “hamba Tuhan”. Setiap kita adalah pilihan Allah, dan Ia merasa senang dengan kita masing-masing.

Kata-kata ini memang menghibur, namun juga mengandung suatu tantangan. “Aku ini, YHWH, telah memanggil engkau untuk maksud penyelamatan, telah memegang tanganmu; Aku telah membentuk engkau dan memberi engkau menjadi perjanjian bagi umat manusia, menjadi terang untuk bangsa-bangsa” (Yes 42:6) Allah telah “memegang tangan kita”, tidak hanya demi kita sendiri namun juga demi dunia di sekeliling kita. Sebagaimana Dia memanggil Yesus, sekarang Dia juga memanggil kita untuk “menegakkan hukum di bumi” dan untuk menjadi “terang untuk bangsa-bangsa” (Yes 42:4,6).
Menegakkan hukum sejatinya adalah menegakkan keadilan. Bagaimana Allah dapat mengharapkan hal seperti ini dari kita? Kadang-kadang, kelihatannya suatu perjuangan besar walaupun sekadar menegakkan keadilan dalam hati kita sendiri, apalagi dalam kehidupan orang-orang di sekeliling kita. Akan tetapi, inilah sebabnya mengapa Tuhan Allah telah memberikan kepada kita Roh Kudus-Nya (Yes 42:1). Dipenuhi dengan rasa percaya dan kekuatan ilahi, setiap anggota Tubuh Kristus dapat membuat suatu perbedaan.

Bagaimana tampaknya “keadilan” itu? Secara sederhana kita dapat mengatakan bahwa “keadilan” itu kelihatan seperti kehidupan Yesus sebagai manusia. Hal itu berarti memperlakukan para warga masyarakat yang terlantar dengan lemah-lembut dan respek (Yes 42:3). Hal itu berarti mengunjungi penjara guna menyambut seorang tetangga yang baru dibebaskan dan membawanya jalan-jalan keliling kota dan mampir di warkop (Yes 42:7). Hal itu berarti tidak membuat diri kita sebagai pusat perhatian orang banyak melainkan dengan tidak banyak bicara melakukan pekerjaan kita sehari-hari dengan jujur dan menolak untuk ikut serta dalam praktek-praktek yang tidak benar atau menyimpang (Yes 42:2).Hal itu berarti berbicara membela hak-hak orang miskin, mereka yang belum lahir, mereka yang menjadi korban ketidakadilan. Hal itu berarti memberikan diri kita sepenuhnya kepada orang-orang miskin secara materiil, emosional dan spiritual, karena kita tahu dengan melakukan semua itu kita sebenarnya sedang meminyaki kaki Yesus (Yoh 12:1-8). Akhirnya, hal itu berarti tidak mengharapkan untuk melihat hasil akhir dari kerja kita melainkan bekerja dengan sabar dan menantikan Tuhan untuk bertindak dalam waktu-Nya (Mzm 27:14).

DOA: Tuhan, Engkau adalah terangku dan keselamatanku, dengan demikian aku menolak untuk menjadi takut. Ya Tuhan, aku memang diserang oleh para penjahat dan para musuh dan lawanku – termasuk keragu-raguanku dan keterbatasan-keterbatasanku sendiri. Namun aku tahu bahwa mereka sendirilah yang tergelincir dan jatuh, dan aku percaya akan melihat kebaikan Tuhan di negeri orang-orang yang hidup! (bdk. Mzm 27:1,2,13). Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Sabtu, Mac 23, 2013

TANPA ANUGERAH SALIB, KITA AKAN DIHUKUM


(Bacaan Kedua Misa Kudus, HARI MINGGU PALMA MENGENANGKAN SENGSARA TUHAN – 24 Maret 2013)


Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku, “Yesus Kristus adalah Tuhan,” bagi kemuliaan Allah, Bapa! (Flp 2:6-11)

Bacaan Perarakan: Luk 19:28-40; Bacaan Pertama: Yes 50:4-7; Mazmur Tanggapan: Mzm 22:8-9,17-20,23-24; Bacaan Injil: Luk 22:14-23:56 (Luk 23:1-49)

Seandainya kita berada di ruang atas pada waktu berlangsungnya Perjamuan Terakhir, kita dapat melihat bahwa Yesus mengetahui. Ia mengetahui siapa yang akan mengkhianati diri-Nya. Dia mengetahui bahwa Dia tidak akan minum anggur lagi. Ia mengetahui bahwa Simon Petrus akan menyangkal diri-Nya. Namun demikian, manakala kita membaca kisah sengsara, ada sesuatu dalam diri kita yang selalu menginginkan bahwa semua itu tidak pernah terjadi. Kita berpikir: Andaikan saja Pilatus mengetahui siapa Yesus itu sesungguhnya! Andaikan saja orang-orang Farisi lebih membuka diri!

Apakah kita dapat mencoba menyelamatkan Yesus dari “nasib”-Nya? Walaupun seluruh kebutaan umat manusia dapat dihilangkan, dan kita semua sadar akan kedosaan kita di hadapan Allah, kita akan tetap membutuhkan pengorbanan sempurna dari Yesus demi keselamatan kita. Tanpa anugerah salib, kita akan dihukum. Pembacaan kisah sengsara Yesus Kristus dapat menolong kita untuk mampu melihat betapa menyedihkan kondisi umat manusia pada waktu itu, dan masih begitu juga pada hari ini.

Yesus begitu dekat dengan Bapa-Nya, sehingga sekalipun dihukum berdasarkan tuduhan palsu/tidak benar dan disalibkan, Ia tetap mengampuni orang yang menghukum diri-Nya (Luk 23:34) dan Ia mohon agar orang-orang tidak menangisi diri-Nya (Luk 23:27-28). Kita dapat menolak untuk membayangkan Yesus yang berpeluh seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah ketika mengalami sakratul maut di taman Getsemani (Luk 22:44). Namun pada saat yang sama, kita dapat dipenuhi dengan rasa syukur selagi kita mengingat bahwa Dia mengalami serta menanggung semua penderitaan itu demi dan untuk kita. Selagi Roh Kudus membuka mata (-hati) kita agar dapat menyaksikan penderitaan sengsara Yesus, maka kita pun akan mengalami perubahan dan beralih memusatkan perhatian pada dosa-dosa kita sendiri, mengetahui bahwa karena kegelapan dalam diri kita-lah Yesus menderita sengsara dengan cara yang begitu hebat.

Pada hari ini, marilah kita mengambil waktu untuk membaca kisah sengsara Yesus Kristus, merenungkannya dan memohon kepada Tuhan untuk menunjukkan kasih-Nya kepada kita. Marilah kita menempatkan diri kita di ruang atas, atau di Getsemani, atau di bukit Kalvari. Dalam iman, marilah kita memandang(i) Sang Tersalib yang memberikan hidup-Nya sendiri untuk menyelamatkan kita – manusia berdosa. Dengan menempatkan diri kita bersama Yesus di tengah peristiwa-persitiwa ini, maka kita dapat mengalami penebusan kita secara penuh kuat-kuasa dan mampu mengubah hidup kita.

DOA: Tuhan Yesus, bukalah bagi kami misteri salib-Mu. Tolonglah kami agar dapat mengosongkan diri kami sendiri dengan rasa percaya bahwa pada suatu hari kelak kami akan ditinggikan bersama-Mu untuk ikut serta dalam kemuliaan-Mu yang tidak akan berakhir. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Jumaat, Mac 22, 2013

YESUS MENGUBAH KEKALAHAN MENJADI KEMENANGAN


(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan V Prapaskah – Sabtu, 23 Maret 2013)

Banyak di antara orang-orang Yahudi yang datang melawat Maria dan yang menyaksikan sendiri apa yang telah dibuat Yesus, percaya kepada-Nya. Tetapi beberapa di antara mereka pergi kepada orang-orang Farisi dan menceritakan kepada mereka, apa yang telah dibuat Yesus itu. Lalu imam-imam kepala dan orang-orang Farisi memanggil Mahkamah Agama untuk berkumpul dan mereka berkata, “Apa yang harus kita lakukan? Sebab Orang itu membuat banyak mukjizat. Apabila kita biarkan Dia, maka semua orang akan percaya kepada-Nya dan orang-orang Roma akan datang dan akan merampas tempat suci kita serta bangsa kita. Tetapi salah seorang di antara mereka, yaitu Kayafas, Imam Besar pada tahun itu, berkata kepada mereka, “Kamu tidak tahu apa-apa, dan kamu tidak insaf bahwa lebih berguna bagimu, jika satu orang mati untuk bangsa kita daripada seluruh bangsa kita ini binasa.” Hal itu dikatakannya bukan dari dirinya sendiri, tetapi sebagai Imam Besar pada tahun itu ia bernubuat bahwa Yesus akan mati untuk bangsa itu, dan bukan untuk bangsa itu saja, tetapi juga untuk mengumpulkan dan mempersatukan anak-anak Allah yang tercerai-berai. Mulai hari itu mereka sepakat untuk membunuh Dia.

Karena itu Yesus tidak tampil lagi di depan umum di antara orang-orang Yahudi, tetapi Ia berangkat dari situ ke daerah dekat padang gurun, ke sebuah kota yang bernama Efraim, dan di situ Ia tinggal bersama-sama murid-murid-Nya.

Pada waktu itu hari raya Paskah orang Yahudi sudah dekat dan banyak orang dari negeri itu berangkat ke Yerusalem untuk menyucikan diri sebelum Paskah itu. Mereka mencari Yesus dan sambil berdiri di dalam Bait Allah, mereka berkata seorang kepada yang lain, “Bagaimana pendapatmu? Aka datang jugakah Ia ke pesta?” (Yoh 11:45-56)

Bacaan Pertama: Yeh 37:21-28; Mazmur Tanggapan: Yer 31:10-13

“Apa yang harus kita lakukan? Sebab Orang itu membuat banyak mukjizat” (Yoh 11:47).

Sungguh sulit bagi kita untuk bersikap masa bodoh untuk waktu yang cukup lama apabila kita berada dalam kehadiran Allah. Kita (anda dan saya) harus – mau tidak mau – membuat pilihan, apakah menerima Dia atau menolak Dia, mengikut Dia atau meninggalkan Dia. Dengan demikian, apakah yang mengherankan, apakah yang harus membuat kita terkejut apabila melihat Yesus semakin terjerat dalam konflik yang semakin meningkat dengan para pemuka agama Yahudi sehubungan dengan klaim-Nya, tidak hanya bahwa Dia adalah sang Mesias, namun juga bahwa Dia setara dengan Allah?

Ketika berita tentang Yesus membangkitkan Lazarus yang sudah dimakamkan selama tiga hari itu menyebar dengan demikian cepat dari Betania ke Yerusalem, maka kota itu menjadi gempar/heboh. Para pemuka agama Yahudi menyadari bahwa mereka tidak lagi dapat tinggal diam. Dengan demikian, gara-gara rasa takut dan kecemburuan, mereka mengambil keputusan untuk “menghabiskan” Yesus sekali dan selama-lamanya. Apabila mereka memperkenankan Yesus untuk melanjutkan membuat berbagai mukjizat dan tanda heran, mereka pikir tentunya seluruh Israel akan membuat Yesus menjadi raja mereka. Hal sedemikian tentunya akan menggiring seluruh bangsa Israel ke dalam situasi konflik dengan pasukan pendudukan Romawi. Oleh karena itu kelihatannya perlulah bagi mereka untuk menghentikan Yesus sebelum terlambat.

Yesus bukanlah seorang “bonek” yang senang mencari-cari bahaya, tetapi Dia juga tidak akan melarikan diri situasi berbahaya bilamana ketaatan kepada Bapa-Nya menuntut-Nya untuk berdiri teguh. Semua hal telah mencapai suatu titik krisis, dan Yesus memutuskan untuk mengundurkan diri untuk sementara waktu sampai tibanya perayaan Paskah. Pada saat itulah Dia akan memasuki kota Yerusalem untuk menghadapi para lawan-Nya secara langsung dan menyelesaikan misi Bapa-Nya pada kayu salib di Kalvari.

Besok adalah HARI MINGGU PALMA MENGENANGKAN SENGSARA TUHAN, awal dari Pekan Suci. Selama Pekan Suci ini kita akan melihat/mendengar dosa dan kegelapan pada titiknya yang paling buruk selagi Yesus menyiapkan diri untuk memasuki konfliknya yang final dengan dosa dan kegelapan tersebut. Pada Pekan Suci ini pula kita juga akan melihat Yesus mengubah kekalahan menjadi kemenangan selagi Dia dengan sukarela dan penuh keikhlasan memanggul salib-Nya guna mengalahkan dosa dan maut, demi penebusan kita manusia.

Pada Pekan terakhir masa Prapaskah ini, marilah kita tidak melupakan pesan Prapaskah: Rahmat dan pertolongan Allah akan tetap ada walaupun dalam momen-momen paling gelap dari tragedi, dosa dan keputusasaan. Sepanjang perjalanan kita dengan Tuhan, kita dapat mengharapkan bagian kita sehubungan dengan tantangan-tantangan dan oposisi. Untuk berdiri teguh demi kebenaran, membela hak-hak azasi manusia, berpegang teguh pada hukum dan nilai-nilai moral, tidak membuat tafsiran yang mengada-ada atas pesan Injil – semua ini membutuhkan keberanian. Kabar baiknya adalah, bahwa Allah tidak akan membiarkan kita untuk menghadapi sendiri tantangan-tantangan ini. Dia memberikan kepada kita kekuatan-Nya dan keberanian-Nya sendiri agar kita mengikut Dia dengan setia dan memberikan kesaksian tentang kebenaran dengan berani.

DOA: Tuhan Yesus, berikanlah kepadaku sukacita dan ketetapan hati selagi aku berupaya untuk mengikuti-Mu sebagai seorang murid yang setia. Terima kasih, ya Tuhan. Terpujilah nama-Mu selama-lamanya. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Khamis, Mac 21, 2013

YESUS DAN ORANG-ORANG YAHUDI


(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan V Prapaskah – Jumat, 22 Maret 2013)

Sekali lagi orang-orang Yahudi mengambil batu untuk melempari Yesus. Kata Yesus kepada mereka, “Banyak pekerjaan baik yang berasal dari Bapa-Ku yang Kuperlihatkan kepadamu; pekerjaan manakah di antaranya yang menyebabkan kamu mau melempari Aku?” Jawab orang-orang Yahudi itu, “Bukan karena suatu pekerjaan baik maka kami mau melempari Engkau, melainkan karena Engkau menghujat Allah dan karena Engkau, sekalipun hanya seorang manusia saja, menjadikan diri-Mu Allah. Kata Yesus kepada mereka, “Bukankah ada tertulis dalam kitab Tauratmu: Aku telah berfirman: Kamu adalah ilah? Jikalau mereka, kepada siapa firman itu disampaikan, disebut ilah – sedangkan Kitab Suci tidak dapat dibatalkan – masihkah kamu berkata kepada Dia yang dikuduskan oleh Bapa dan yang telah diutus-Nya ke dalam dunia: Engkau menghujat Allah! Karena Aku telah berkata: Aku Anak Allah? Jikalau Aku tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan Bapa-Ku, janganlah percaya kepada-Ku, tetapi jikalau Aku melakukannya dan kamu tidak mau percaya kepada-Ku, percayalah akan pekerjaan-pekerjaan itu, supaya kamu boleh mengetahui dan mengerti bahwa Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Bapa.” Sekali-kali mereka mencoba menangkap Dia, tetapi Ia luput dari tangan mereka.
Kemudian Yesus pergi lagi ke seberang Yordan, ke tempat Yohanes membaptis dahulu, lalu Ia tinggal di situ. Banyak orang datang kepada-Nya dan berkata, “Yohanes memang tidak membuat satu tanda mukjizat pun, tetapi semua yang pernah dikatakan Yohanes tentang orang ini memang benar.” Lalu banyak orang di situ percaya kepada-Nya. (Yoh 10:31-42)

Bacaan Pertama: Yer 20:10-13; Mazmur Tanggapan: Mzm 18:2-7

Dalam banyak bacaan di pekan V Prapaskah ini, kita telah melihat bagaimana klaim Yesus sebagai Putera Allah membuat marah banyak pemimpin/pemuka agama Yahudi – sampai-sampai sebagian dari mereka berniat untuk membunuh-Nya. Bagi mereka itu Yesus telah menghujat Allah. Dalam pembelaan-Nya, Yesus menunjuk Bapa-Nya sebagai Pribadi yang mengutus diri-Nya ke tengah dunia. Yesus menantang para lawan-Nya agar paling sedikit menerima pekerjaan baik yang dilakukan-Nya walau pun mereka tidak dapat menerima kata-kata yang diucapkan-Nya.

Yohanes seringkali menggambarkan para lawan Yesus sebagai “orang-orang Yahudi”. Tentu saja memang sebagian besar dari tokoh-tokoh dalam Injil adalah orang-orang (yang berkebangsaan dan beragama) Yahudi – Yesus sendiri, ibunda-Nya, Yusuf ayah-Nya, para murid-Nya, banyak dari orang-orang yang menerima-Nya dan juga mereka yang menolak diri-Nya. Akan tetapi, Yohanes menggunakan istilah “orang-orang Yahudi” untuk mengacu secara spesifik kepada para pemuka/pemimpin agama yang melawan Yesus. Sayang sekali, pernyataan-pernyataan Yohanes tentang perlawanan/oposisi keras “orang-orang Yahudi” terhadap Yesus kadang-kadang diambil sebagai suatu gambaran negatif keseluruhan orang Yahudi. Dari abad ke abad penggambaran yang terdistorsi ini telah dipakai sebagai pembenaran sikap dan tindakan anti-semitisme – kadang-kadang malah dengan akibat-akibat yang bersifat katastropis – lihatlah misalnya pembunuhan massal yang dilakukan oleh Nazi Jerman atas orang-orang Yahudi dalam Perang Dunia II (holocaust).

Konsili Vatikan II dan para Paus telah bekerja keras untuk mengoreksi kesalahpahaman ini dan mempromosikan rasa hormat kepada orang-orang Yahudi, baik secara individual maupun koletif. Pada tahun 2000, ketika berada di Yerusalem, almarhum Paus Yohanes Paulus II mendeklarasikan: “Saya meyakinkan umat Yahudi bahwa Gereja Katolik …… merasa sedih secara mendalam disebabkan oleh kebencian, tindakan-tindakan penganiayaan, dan peragaan anti Semitisme yang ditujukan terhadap orang-orang Yahudi oleh orang-orang Kristiani kapan dan di mana saja.

Pada tahun yang sama, Sri Paus juga memimpin “Kebaktian Permohonan Ampun” di Vatikan. Pada kesempatan itu Sri Paus mengakui peranan Abraham sebagai Bapak iman bagi semua orang Kristiani, dan kenyataan adanya banyak orang Kristiani yang membawa /menyebabkan penderitaan atas diri anak-anak Abraham. Dalam doanya Sri Paus mohon pengampunan dari Allah dan mengatakan: “kami mau mengkomit diri kami sendiri guna tercapainya persaudaraan sejati dengan umat perjanjian”

Umat Yahudi akan senantiasa menjadi umat pilihan Allah, no matter what! Allah tidak pernah menarik perjanjian-Nya dengan umat Yahudi dan juga tidak pernah menarik berkat-Nya bagi umat pilihan-Nya itu. “Sebab Allah tidak menyesali karunia-karunia dan panggilan-Nya” (Rm 11:29). Marilah kita tidak letih-letihnya berdoa mohon kepada Allah agar mempersatukan hati umat Kristiani dan umat Yahudi di mana-mana dalam persaudaraan sejati.

DOA: Bapa surgawi, ampunilah kami untuk cara-cara kami yang telah membiarkan bertumbuhnya prasangka dalam hati kami. Perkenankanlah kami menabur cintakasih di mana ada kebencian, dan persaudaraan sejati di mana ada perpecahan antar semua orang Yahudi dan orang Kristiani. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Selasa, Mac 19, 2013

SETIAP ORANG YANG BERBUAT DOSA ADALAH HAMBA DOSA


(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan V Prapaskah – Rabu, 20 Maret 2013)

Lalu kata-Nya kepada orang-orang Yahudi yang telah percaya kepada-Nya, “Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu.” Jawab mereka, “Kami adalah keturunan Abraham dan tidak pernah menjadi hamba siapa pun. Bagaimana Engkau dapat berkata: Kamu akan merdeka?” Kata Yesus kepada mereka, “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, setiap orang yang berbuat dosa, adalah hamba dosa. Hamba tidak tetap tinggal dalam rumah, tetapi anak tinggal dalam rumah selama-lamanya. Jadi, apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamu pun benar-benar merdeka.”

“Aku tahu bahwa kamu adalah keturunan Abraham, tetapi kamu berusaha membunuh Aku karena firman-Ku tidak beroleh tempat di dalam kamu. Apa yang Kulihat pada Bapa, itulah yang Kukatakan, dan demikian juga kamu perbuat tentang apa yang kamu dengar dari bapakmu.” Jawab mereka kepada-Nya, “Bapak kami ialah Abraham.” Kata Yesus kepada mereka, “Jikalau sekiranya kamu anak-anak Abraham, tentulah kamu mengerjakan pekerjaan yang dikerjakan oleh Abraham. Tetapi sekarang kamu berusaha membunuh Aku, seorang yang mengatakan kebenaran kepadamu, yaitu kebenaran yang Kudengar dari Allah; pekerjaan yang demikian tidak dikerjakan oleh Abraham. Kamu mengerjakan pekerjaan bapakmu sendiri.” Jawab mereka, “Kami tidak dilahirkan dari zinah. Bapa kami satu, yaitu Allah.” Kata Yesus kepada mereka, “Jikalau Allah adalah Bapamu, kamu akan mengasihi Aku, sebab Aku datang dari Allah dan sekarang Aku ada di sini. Lagi pula Aku datang bukan atas kehendak-Ku sendiri, melainkan Dialah yang mengutus Aku. (Yoh 8:31-42)

Bacaan Pertama: Dan 3:14-20,24-25,28; Mazmur Tanggapan: Dan 3:52-56

Orang-orang Yahudi selalu melihat diri mereka sebagai keturunan terhormat dari Abraham, Musa dan Daud. Dengan demikian, mengapa mereka harus memandang diri mereka sebagai para budak yang membutuhkan kemerdekaan, teristimewa oleh seorang biasa seperti Yesus? Kebenarannya adalah bahwa setiap dan masing-masing kita – siapa pun leluhur atau nenek-moyang (karuhun) kita – mengalami keterikatan pada dosa atau keterlekatan-keterlekatan pada hal-hal duniawi.

Secara terus-terang Yesus mengatakan kepada orang-orang Yahudi ini bahwa dosa itu memperbudak: “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, setiap orang yang berbuat dosa, adalah hamba dosa” (Yoh 8:34). Dengan bersikap dan berperilaku “seenak perut” dan mencoba untuk “memerdekakan” diri kita dari Allah, sebenarnya kita menjadi terikat pada dosa. Dan dalam keterikatan ini, dosa akan membutakan kita sehingga tidak dapat melihat alternatif-alternatif yang sehat dan memberi kehidupan; dengan demikian melumpuhkan kebebasan kita untuk memilih. Untuk terjebak dalam suatu lingkaran tak berkesudahan dari ketidaktaatan dengan mengikuti kecenderungan-kecenderungan kita untuk bersikap dan berperilaku mementingkan diri sendiri dan mengabaikan “kerusakan” yang kita lakukan terhadap diri kita sendiri dan juga orang-orang lain selagi proses itu berlangsung, sesungguhnya hal ini lebih mudah daripada yang sering kita pikirkan!

Untunglah bagi kita, kebebasan yang dimenangkan oleh Yesus di kayu salib telah memulihkan kemampuan kita untuk mengasihi dan memilih Allah di atas segalanya. Sekarang tergantung kepada kita untuk belajar bagaimana merangkul kebebasan itu dan memperkenankannya mentransformasikan diri kita. Inilah sebabnya mengapa Sakramen Rekonsiliasi merupakan karunia/anugerah yang begitu menakjubkan. Ketika kita mengakukan dosa-dosa kita, Yesus melakukan lebih daripada sekadar mengampuni kita. Pada setiap pengakuan dosa, Yesus memberikan rahmat-Nya secara berlimpah, memberdayakan kita untuk lebih dimerdekakan lagi dari dosa dan efek-efeknya yang buruk.

Kita semua tahu betapa godaan dari Iblis dan/atau roh-roh jahat pengikutnya itu dapat menjadi sedemikian kuat. Namun, betapa pun kuatnya dosa itu, Yesus itu senantiasa lebih kuat secara tak terbatas. Belas kasih-Nya adalah baru setiap pagi. Nah, Hari Raya Paskah – hari kebangkitan Tuhan Yesus Kristus – sudah semakin dekat! Oleh karena itu mengapa kita tidak meringankan beban atas diri kita dengan menerima sakramen rekonsiliasi dan memperkenankan rahmat-Nya mengalir dalam hidup kita?

Seorang survivor dari kekejaman holocaust yang dilakukan oleh Nazi Jerman – Corrie ten Boom – sekali mengatakan kepada sekelompok orang: “Apabila kita mengakukan dosa-dosa kita, maka Allah akan melemparkan dosa-dosa itu ke dalam lautan yang paling dalam. Dan meskipun aku tidak dapat menemukan ayat dalam Kitab Suci untuk yang berikut ini, aku percaya bahwa Allah memasang sebuah tanda di sana dengan tulisan: ‘DILARANG MEMANCING.’” Walaupun dapat memakan waktu, perkenankanlah pengampunan Yesus membebaskan kita dari perbudakan dosa, dengan demikian kita dapat bebas untuk memilih kehendak Allah dalam setiap situasi!

DOA: Tuhan Yesus, Engkau adalah obat mujarab untuk dosa. Bebaskanlah diriku dari perbudakan dosa dan hal-hal duniawi, dengan demikian aku dapat mengasihi Engkau di atas segalanya dan mengasihi orang-orang di sekelilingku dengan penuh kemurahan- hati dan tanpa pamrih. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Isnin, Mac 18, 2013

SANTO YUSUF, SUAMI SANTA PERAWAN MARIA


(Bacaan Injil Misa, HARI RAYA S. YUSUF, SUAMI SP MARIA – Selasa, 19 Maret 2013)

Yakub mempunyai anak, Yusuf suami Maria, yang melahirkan Yesus yang disebut Kristus. Kelahiran Yesus Kristus adalah seperti berikut: Pada waktu Maria, ibu-Nya, bertunangan dengan Yusuf, ternyata ia mengandung dari Roh Kudus, sebelum mereka hidup sebagai suami istri. Karena Yusuf suaminya, seorang yang tulus hati dan tidak mau mencemarkan nama istrinya di depan umum, ia bermaksud menceraikannya dengan diam-diam. Tetapi ketika ia mempertimbangkan maksud itu, malaikat Tuhan tampak kepadanya dalam mimpi dan berkata, “Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai istrimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus. Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa-dosa mereka.” Sesudah bangun dari tidurnya, Yusuf berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan itu kepadanya. (Mat 1:16,18-21.24a)

Bacaan Pertama: 2Sam 7:4-5a.12-14a.16; Mazmur Tanggapan: Mzm 89:2-5,27,29; Bacaan Kedua: Rm 4:13,16-18,22

Pada hari ini kita menghormati satu dari tokoh-tokoh dalam Kitab Suci yang paling rendah hati. Walaupun cerita tentang Yusuf hanya merupakan sebagian kecil dari narasi-narasi Injil, kesalehannya memancar terang dari setiap ayat Kitab Suci yang menyangkut dirinya.

Dalam banyak cara, Yusuf menunjukkan dirinya sebagai ahli waris dari Abraham, tidak hanya secara fisik melainkan juga secara spiritual. Seperti Abraham, Yusuf berharap – dalam situasi tanpa pengharapan – dan dia menaruh kepercayaan sepenuhnya kepada Allah, tanpa reserve sedikit pun, bahkan dalam situasi-situasi yang paling dipenuhi tantangan. Seperti Abraham yang berpikir bahwa Allah dapat membawa kembali Ishak – yang diminta Allah kepadanya untuk dijadikan kurban bakaran – kebali dari alam maut (Ibr 11:19), Yusuf pun berpikir bahwa Allah dapat melakukan hal yang tidak mungkin dalam hidupnya. Yusuf menaruh kepercayaan kepada Allah secara total dalam kasus kehamilan Maria, dan berkat rahmat Allah Yusuf dapat mengatasi keragu-raguan dan keputusasaannya, dan menggantikan semua itu dengan harapan dan iman. Bahkan Allah berbicara kepadanya dalam mimpi seperti ketika Dia berbicara dengan Yusuf, salah seorang dari 12 orang anak Yakub/Israel (yang tidak lain adalah cucu Abraham).

Untuk mematuhi kehendak Allah, Yusuf mengambil Maria sebagai istrinya dan menerima Yesus ke dalam hatinya dan rumahnya. Dengan kerendahan hati dan iman yang mendalam, Yusuf membimbing Yesus dan menolong-Nya bertumbuh dalam Roh dan hikmat. Yusuf mendapat tanggung-jawab luarbiasa untuk membesarkan Putera Allah sendiri dan menyiapkan Dia untuk misi-Nya. Kita yakin bahwa Yusuf tidak memandang ringan panggilannya ini. Tentu Yusuf dari hari ke hari memelihara dan mengembangkan iman-kepercayaan yang telah ditunjukkannya ketika menerima perwahyuan dari malaikat Tuhan. Tentunya iman Yusuf ini menjadi sebuah contoh utama bagi Yesus tentang apa artinya menghormati Allah dan mentaati perintah-perintah-Nya.

Melalui Roh Kudus, kita semua telah diangkat ke dalam garis keturunan Yusuf. Oleh iman dan baptisan, kita semua adalah anak-anak Abraham. Kita semua dapat mengambil oper karakter Yusuf dan menjadi para penjaga hidup baru yang dibawa oleh Yesus. Oleh karena itu marilah kita mengambil Yusuf sebagai model iman kita dan meneladan hidupnya yang penuh rasa percaya dan ketaatan.

DOA: Roh Kudus Allah, tolonglah aku untuk dapat membuat hatiku terbuka bagi-Mu seperti yang telah dilakukan oleh Yusuf. Penuhilah diriku dengan kerendahan hati dan kebenaran yang dimiliki oleh Yusuf, agar aku dapat mengasihi-Mu dan merangkul kehendak-Mu sepenuh-penuhnya seperti kasus Yusuf. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS