Halaman

"BAPA YANG KEKAL KUPERSEMBAHKAN KEPADA-MU, TUBUH DAN DARAH, JIWA DAN KE-AILAHAN PUTERA-MU YANG TERKASIH TUHAN KAMI YESUS KRISTUS, DEMI PENEBUSAN DOSA-DOSA KAMI DAN DOSA SELURUH DUNIA" - YESUS RAJA KERAHIMAN ILAHI, AKU PERCAYA KEPADA-MU

Selasa, April 30, 2013

BERDAMAI DENGAN ALLAH MELALUI IMAN KITA KEPADA YESUS


(Bacaan Pertama Misa Kudus, Hari Biasa Pekan V Paskah – Rabu, 1 Mei 2013)
Peringatan: Santo Yusuf Pekerja

Beberapa orang datang dari Yudea ke Antiokhia dan mengajarkan kepada saudara-saudara seiman di situ, “Jikalau kamu tidak disunat menurut adat istiadat yang diwariskan oleh Musa, kamu tidak dapat diselamatkan.” Tetapi Paulus dan Barnabas dengan keras melawan dan membantah pendapat mereka itu. Akhirnya ditetapkan, supaya Paulus dan Barnabas dengan keras melawan dan membantah pendapat mereka itu. Akhirnya ditetapkan, supaya Paulus dan Barnabas serta beberapa orang lain dari jemaat itu pergi kepada rasul-rasul dan penatua-penatua di Yerusalem untuk membicarakan persoalan itu.

Mereka diantara oleh jemaat sampai ke luar kota, lalu mereka berjalan melalui Fenisia dan Samaria dan menceritakan tentang pertobatan orang-orang bukan Yahudi. Hal itu sangat menggembirakan hati saudara-saudara seiman di situ. Setibanya di Yerusalem mereka disambut oleh jemaat dan oleh rasul-rasul dan penatua-penatua, lalu mereka menceritakan segala sesuatu yang Allah lakukan dengan perantaraan mereka. Tetapi beberapa orang dari aliran Farisi, yang telah menjadi percaya, berdiri dan berkata, “Orang-orang bukan Yahudi harus disunat dan diwajibkan untuk menuruti hukum Musa.” (Kis 15:1-6)

Mazmur Tanggapan: Mzm 122:1-5; Bacaan Injil: Yoh 15:1-8

Menurut adat-istiadat Yahudi, orang-orang Yahudi tidak diperbolehkan mengundang orang-orang non-Yahudi (kafir) masuk ke dalam rumah-rumah mereka, dan mereka pun tidak diperbolehkan untuk mengunjungi rumah-rumah orang non-Yahudi termaksud. Walaupun orang-orang Yahudi hidup di tengah-tengah orang-orang non-Yahudi dan bertemu dengan mereka secara bebas di tempat-tempat umum, mereka tidak bersosialisasi dengan mereka, karena orang-orang non-Yahudi itu tidak mengikuti peraturan-peraturan Yahudi tentang kemurnian ritual seturut hukum Musa. Hal ini merupakan masalah riil yang dihadapi oleh Gereja perdana, yang terdiri dari campuran orang-orang Yahudi dan orang-orang non-Yahudi. Bagaimana mereka dapat beribadat secara komunal atau berbagi roti dan anggur pada meja Tuhan atau mengasosiasikan diri satu sama lain sebagai anggota-anggota satu komunitas-kasih yang sama?

Di Antiokhia, banyak orang non-Yahudi telah menjadi Kristiani. Kemudian datanglah dari Yerusalem sejumlah orang Kristiani Yahudi yang mengajarkan bahwa kesatuan dan persatuan hanya dapat tercapai apabila umat Kristiani yang non-Yahudi menjadi Yahudi (disunat). Paulus dan Barnabas sangat menentang pandangan ini, karena jelas dengan demikian hukum Musa dinilai lebih penting daripada rahmat Kristus untuk terwujudnya relasi dengan Allah.

Kontroversi ini mungkin kelihatan “kuno” dan “tidak relevan” bagi kita yang hidup pada abad ke-21. Namun berita bahwa Allah secara bebas membuat hubungan kita dengan diri-Nya menjadi benar melalui iman-kepercayaan kita kepada Yesus sungguh merupakan sesuatu yang sama-sama mengejutkan dan tidak mudah diterima, baik oleh orang-orang pada zaman modern ini maupun oleh orang-orang yang hidup di Palestina 2.000 tahun lalu. Kenyataan bahwa Allah yang Mahakuasa mengampuni semua dosa kita hanya karena Putera-Nya mati di kayu salib sebagai tebusan bagi kita sungguh merupakan sebuah misteri yang tidak mudah diterima oleh akal kita. Kita tergoda untuk menambah sesuatu dari pihak kita sendiri, misalnya melakukan tindakan pertobatan (mati raga, laku tapa dlsb.) guna “membujuk” Allah agar mau berdamai dengan kita. Akan tetapi, kabar baiknya adalah Allah telah melakukan segala sesuatu yang diperlukan agar kita dapat berdamai dengan diri-Nya …… cintakasih-Nya yang tanpa batas, rahmat-Nya yang berkelimpahan! Yang diminta oleh Allah dari kita hanyalah iman-kepercayaan akan karunia bebas cintakasih-Nya.

Sementara kita harus berjuang terus melawan dosa, pertempuran kita yang paling berat adalah dalam hal iman ini: Maukah kita mengandalkan diri pada apa yang dilakukan Yesus di bukit Kalvari? Dapatkah kita percaya bahwa di atas kayu salib Yesus telah menghancurkan segala sesuatu yang menghalangi jalan kita untuk bertemu dengan Allah? Kita tidak perlu membujuk-bujuk Allah agar berbelas kasih terhadap kita. Kalau kita mencoba untuk melakukan hal seperti itu, maka kita sebenarnya mengurangi – malah meniadakan – arti dari pengorbanan yang dilakukan Yesus di kayu salib. Oleh karena itu, marilah kita memohon kepada Roh Kudus agar memperluas pengalaman kita akan belas kasih Allah. Marilah kita mohon kepada-Nya agar meluluhkan hati kita dan menggerakkan kita untuk menaruh dosa-dosa kita di hadapan-Nya.

DOA: Bapa surgawi, Allah yang berbelas kasih, terima kasih penuh syukur kami haturkan kepada-Mu untuk cintakasih–Mu yang penuh misteri kepada diri kami masing-masing. Engkau telah menyediakan segala sesuatu yang kami perlukan untuk menyenangkan-Mu dalam Putera-Mu, Yesus Krsitus. Yesus adalah sumber kehidupan bagi semua orang yang mengasihi Engkau. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Isnin, April 29, 2013

DAMAI SEJAHTERA DARI YESUS


(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan V Paskah – Selasa, 30 April 2013)
Keluarga Fransiskan Kapusin: Peringatan Beato Benediktus dari Urbino

Ordo Santa Ursula: Peringatan Beata Maria dr Inkarnasi

Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu, Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu. Kamu telah mendengar bahwa Aku telah berkata kepadamu: Aku pergi, tetapi aku datang kembali kepadamu. Sekiranya kamu mengasihi Aku, kamu tentu akan bersukacita karena Aku pergi kepada Bapa-Ku, sebab Bapa lebih besar daripada Aku. Sekarang juga Aku mengatakannya kepadamu sebelum hal itu terjadi, supaya kamu percaya, apabila hal itu terjadi. Tidak banyak lagi Aku berkata-kata dengan kamu, sebab penguasa dunia ini datang. Ia tidak berkuasa sedikit pun atas diri-Ku, tetapi dunia harus tahu bahwa aku mengasihi Bapa dan bahwa Aku melakukan segala sesuatu seperti yang diperintahkan Bapa kepada-Ku. (Yoh 14:27-31a)

Bacaan Pertama: Kis 14:19-28; Mazmur Tanggapan: 145:10-13,21

“Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan dan gentar hatimu” (Yoh 14:27).

Selama hidup-Nya di muka bumi, Yesus menyatakan damai sejahtera dari Allah sendiri – suatu damai sejahtera yang melampaui segala pemahaman. Menjelang awal pelayanan-Nya, Yesus dipimpin oleh Roh Kudus ke padang gurun di mana Dia digoda oleh Iblis. Walaupun menghadapi serangan-serangan dari si Jahat, Yesus tetap teguh berpegang pada kasih dan kebenaran Bapa-Nya (Luk 4:1-13).

Seringkali Yesus pergi ke tempat yang sunyi untuk berdoa dan mendengarkan suara Bapa-Nya. Selama saat-saat yang istimewa ini, Yesus akan menerima rahmat dan damai-sejahtera yang dicurahkan oleh Bapa atas diri-Nya. Ketika bersama para murid/rasul-Nya di dalam perahu dan kemudian badai mengamuk dengan hebatnya, Yesus tetap tidur di buritan, seakan tak terganggu dengan apa yang terjadi. Ketika Dia dibangunkan oleh para murid yang sudah ketakutan itu, Yesus membentak angin itu agar menjadi reda dan tenang. Hal tersebut mengingatkan para murid pada Allah dan kuat-kuasa-Nya (Mrk 4:35-41).

Ke mana saja Yesus pergi, orang banyak berdesak-desakan mengikuti-Nya agar dapat menerima kesembuhan dan pelepasan/pembebasan dari kuasa roh-roh jahat, namun Yesus tidak pernah merasa kewalahan. Ia selalu kembali berpaling kepada Bapa-Nya, mengandalkan diri-Nya pada hikmat dan kekuatan Allah Bapa. Yesus menunjukkan ketaatan, memberi respons hanya seturut apa yang diperintahkan oleh Bapa-Nya, maka Dia mampu untuk tetap berada dalam damai sejahtera Allah.

Hati Yesus penuh dengan kasih-Nya kepada Bapa, menaruh kepercayaan pada diri-Nya, dan mengandalkan sepenuhnya kepada kuat-kuasa-Nya. Bahkan ketika Dia meninggalkan/memberikan damai sejahtera-Nya kepada para murid-Nya, Yesus mengetahui bahwa saat-Nya Dia memanggul salib sudah semakin dekat.

Walaupun begitu, Yesus mendeklarasikan bahwa kebesaran/keagungan Bapa-Nya: “Bapa lebih besar daripada Aku” (Yoh 14:28); “Aku pergi kepada Bapa-Ku” (Yoh 14:28); “Aku mengasihi Bapa” (Yoh 14:31).

Kita semua tentunya menghadapi pencobaan, mengalami kekecewaan-kekecewaan dan rasa takut. Namun ingatlah bahwa Yesus bersabda: “Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu” (Yoh 14:27). Walaupun pada saat-saat kita tidak mengalami banyak kesusahan, Yesus terus saja mengucapkan kata-kata ini kepada kita. Dia ingin memenuhi hati kita dengan kehadiran-Nya. Dia rindu untuk menarik kita semua kepada Bapa sehingga kita dapat mengenal damai sejahtera yang tidak tergantung pada situasi-situasi di sekeliling kita.

DOA: Tuhan Yesus, Engkau adalah sang Raja Damai. Datanglah memerintah dalam hati kami. Ingatkanlah kami akan kasih dan kerahiman sempurna Bapa. Roh Kudus, kuatkanlah rasa percaya kami akan Bapa surgawi, sehingga dengan demikian kami akan berjalan setiap hari dalam damai sejahtera dan kehadiran Allah Tritunggal Mahakudus. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Ahad, April 28, 2013

TETAP MAU DAN MAMPU UNTUK DIAJAR OLEH ALLAH


(Bacaan Pertama Misa Kudus, Peringatan S. Katarina dr Siena, Perawan dan Pujangga Gereja – Senin, 29 April 2013)

Tetapi orang banyak di kota itu terpecah menjadi dua: Ada yang memihak kepada orang Yahudi, ada pula yang memihak kepada rasul-rasul itu. Lalu mulailah orang-orang bukan Yahudi dan orang-orang Yahudi bersama-sama dengan pemimpin-pemimpin mereka berusaha untuk menyiksa dan melempari mereka dengan batu. Mengetahui hal itu, menyingkirlah rasul-rasul itu ke kota-kota di Likaonia, yaitu Listra dan Derbe dan daerah sekitarnya. Di situ mereka memberitakan Injil.

Di Listra ada seorang laki-laki yang duduk saja, karena kakinya lemah dan lumpuh sejak lahir dan belum pernah dapat berjalan. Ia mendengarkan Paulus yang sedang berbicara. Paulus menatap dia dan melihat bahwa ia beriman dan dapat disembuhkan. Lalu kata Paulus dengan suara nyaring, “Berdirilah tegak!” Orang itu pun melonjak berdiri, lalu mulai berjalan kian ke mari. Ketika orang banyak melihat apa yang telah diperbuat Paulus, mereka itu berteriak dalam bahasa Likaonia, “Dewa-dewa telah turun ke tengah-tengah kita dalam rupa manusia.” Barnabas mereka sebut Zeus dan Paulus mereka sebut Hermes, karena dialah yang berbicara. Lalu datanglah imam dewa Zeus, yang kuilnya terletak di luar kota, membawa lembu-lembu jantan dan karangan-karangan bunga ke pintu gerbang kota untuk mempersembahkan kurban bersama-sama dengan orang banyak kepada rasul-rasul itu. Mendengar itu rasul-rasul itu, yaitu Barnabas dan Paulus, mengoyakkan pakaian mereka, lalu menerobos ke tengah-tengah orang banyak itu sambil berseru, “Hai kamu sekalian, mengapa kamu berbuat demikian? Kami ini manusia biasa sama seperti kamu. Kami ada di sini untuk memberitakan Injil kepada kamu, supaya kamu meninggalkan perbuatan sia-sia ini dan berbalik kepada Allah yang hidup, yang telah menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya. Pada zaman yang lampau Allah membiarkan semua bangsa menuruti jalannya masing-masing, namun Ia bukan tidak menyatakan diri-Nya dengan berbagai-bagai perbuatan baik, yaitu dengan menurunkan hujan dari langit dan dengan memberikan musim-musim subur bagi kamu. Ia memuaskan hatimu dengan makanan dan kegembiraan.” Walaupun rasul-rasul itu berkata demikian, mereka hampir-hampir tidak dapat mencegah orang banyak mempersembahkan kurban kepada mereka. (Kis 14:5-18)

Mazmur Tanggapan: Mzm 115:1-4,15-16; Bacaan Injil: Yoh 14:21-26

Bayangkanlah shock yang dialami Paulus ketika orang banyak di Listra berteriak-teriak menyerukan bahwa dirinya adalah dewa Hermes! Pada awalnya semuanya kelihatan begitu inosens. Paulus merasa bahwa orang yang lumpuh sejak lahir itu mempunyai iman untuk dapat disembuhkan, dengan demikian dia berbicara dengan berani dan memerintahkan orang lumpuh itu untuk berdiri tegak. Namun orang banyak yang melihat mukjizat itu tidak memahami bahwa mereka baru saja menyaksikan kuat-kuasa Yesus bekerja melalui diri Paulus. Mereka mengandaikan bahwa dewa-dewi Yunani-lah yang telah membuat mukjizat tersebut – dan bahwa Paulus dan Barnabas adalah dewa-dewa. Dua orang rasul ini pun tidak luput dari rasa heran: kesalahan apa yang kiranya telah mereka lakukan. Melalui situasi yang dapat dikatakan humoristis ini, Lukas menunjukkan kelemahan/kekurangan kita sebagai manusia. Hal yang tak disangka-sangka atau tak diharap-harapkan dapat terjadi, walaupun ketika kita sedang melakukan yang terbaik guna melayani Tuhan.

Paulus dan Barnabas bukanlah yang pertama membuat sebuah mukjizat dan kemudian mengalami diri mereka dipuji-puji secara berlebihan. Ketika Petrus dan Yohanes menyembuhkan seorang lumpuh sebelum masuk ke dalam Bait Allah, mereka juga mengalami hal serupa yang datang dari orang-orang banyak yang menyaksikan mukjizat tersebut. Orang-orang itu mengerumuni mereka di Serambi Salomo (Kis 3:1-11). Yesus juga harus menghindari orang banyak yang ingin membuat diri-Nya menjadi raja karena Dia telah membuat mukjizat penggandaan roti dan ikan untuk makanan bagi ribuan orang (Yoh 6:1-15).

Sekarang, haruskah rasa takut akan hal yang tidak diharap-harapkan menghalangi upaya kita untuk mewartakan Injil? Samasekali tidak! Cerita-cerita di atas justru mengingatkan kita bahwa buah dari upaya-upaya kita senantiasa bersumberkan pada kuat-kuasa Allah sendiri. Ada banyak hal yang dapat kita pelajari dari setiap pengalaman, betapa pun tidak diharap-harapkan. Dari pengalamannya seperti digambarkan dalam bacaan di atas, Paulus jelas belajar secara lebih mendalam lagi bagaimana mewartakan Kabar Baik Tuhan Yesus kepada orang-orang kafir, baik hal-hal yang boleh maupun tidak boleh. Kebaikan datang dari situasi, walaupun tidak tepat sama seperti yang direncanakan oleh Paulus.

Coba-coba (Inggris: trial and error) – bahkan “humor” – mempunyai tempat dalam upaya mengikuti jejak Yesus Kristus. Kita belajar banyak dalam Gereja, melalui pembacaan serta permenungan sabda Tuhan dalam Kitab Suci, dan dalam doa-doa. Namun kita tidak pernah boleh melupakan bahwa kita juga belajar selagi kita mendengarkan Roh Kudus dan mengambil risiko pergi ke luar untuk bertemu dengan orang-orang lain dalam nama Yesus. Allah tidak pernah menghukum kita gara-gara mencoba untuk melaksanakan amanat agung-Nya mewartakan Injil kepada orang-orang yang kita temui. Yang diminta oleh Allah adalah agar kita tetap mau dan mampu untuk diajar oleh-Nya. Dalam hal ini kita dapat mengandalkan diri pada janji Yesus sendiri yang sangat menghibur: “Penolong, yaitu Roh Kudus, yang akan diutus oleh Bapa dalam nama-Ku, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu” (Yoh 14:26).

DOA: Roh Kudus Allah, kami mengetahui bahwa kadang-kadang apa yang kami perkirakan akan terjadi malah tidak terjadi. Buatlah kami agar kami mau dan mampu mendekati situasi-situasi sedemikian dengan keterbukaan hati, dengan demikian kesempatan-kesempatan untuk berbicara mengenai Injil Putera-Mu terkasih dapat membuat nama-Mu dipermuliakan di dalam dunia.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Sabtu, April 27, 2013

SUPAYA KAMU SALING MENGASIHI


(Bacaan Injil Misa Kudus, HARI MINGGU PASKAH V – 28 April 2013)


Sesudah Yudas pergi, berkatalah Yesus, “Sekarang anak Manusia dimuliakan dan Allah dimuliakan di dalam Dia. Jikalau Allah dimuliakan di dalam Dia, Allah akan memuliakan dia juga dalam diri-Nya, dan akan memuliakan Dia dengan segera. Hai anak-anak-Ku, hanya seketika saja lagi aku ada bersama kamu.

Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi. (Yoh 13:31-33a.34-35)

Bacaan pertama: Kis 14:21b-27; Mazmur tanggapan: Mzm 145:8-13; Bacaan kedua: Why 21:1-5a

“Saya tidak pernah mampu berterima kasih kepadanya secara pribadi, namun kami saling memandang – mata ketemu mata – sebelum ia dibawa pergi.” Perjumpaan yang dramatis pada bulan Juli 1941 ini adalah antara seorang tahanan politik di kamp konsentrasi Auschwitz (Polandia) yang berumur 40 tahun yang telah dijatuhi hukuman mati, dan seorang imam Fransiskan konventual yang sukarela untuk mati menggantikan sang terhukum. Sang terhukum bernama Francizek Gajowniczek, seorang sersan, dan sang imam adalah P. Maximilian Kolbe yang meninggal dua minggu kemudian pada usianya yang ke-47 tahun …… sebuah kematian yang tidak sia-sia!

Pada bulan Oktober 1982, sekitar 150.000 umat berkumpul di Piazza Santo Petrus untuk menyaksikan Paus Yohanes Paulus II (yang mengatakan bahwa panggilannya sendiri diinspirasikan oleh P. Maximilian Kolbe) mengkanonisasikan saudara sebangsanya sebagai orang kudus Gereja. Sri Paus pada kesempatan itu a.l. memetik dari Injil Yohanes sabda Yesus yang berikut ini: “Tidak ada kasih yang lebih besar daripada ini, yakni seseorang memberikan nyawanya demi sahabat-sahabatnya” (Yoh 15:13). Yesus sangat mengetahui arti dari kata-kata yang diucapkan-Nya itu, karena Dia sendiri pun akan melakukannya di bukit Kalvari, pada keesokan hari setelah mengucapkan kata-kata itu.

Dunia terpesona oleh tindakan heroik yang dilakukan oleh P. Maximilian Kolbe, namun apa yang telah dilakukannya sebenarnya juga diharapkan dari setiap orang Kristiani yang sungguh serius dalam sikap dan perilakunya terhadap sabda Yesus, Tuhan dan Juruselamatnya. Dalam bacaan Injil hari ini, Yohanes memproklamasikan cintakasih tanpa batas yang diajarkan oleh Yesus: “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi” (Yoh 13:34).

Perintah itu baru dalam artian bahwa perintah itu “memanggil” (sekiranya kata “menuntut” dirasakan terlalu keras) seorang pribadi kepada suatu cintakasih universal dengan intensitas yang terdalam – cintakasih dengan mana Dia mengasihi kita. Perintah lama: “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Im 19:18) memang sangat menantang, namun tidak sebanyak tantangan yang diberikan oleh perintah yang baru dari Yesus ini. Misalnya kata “sesama” dapat dikatakan sedikit banyak terbatas dalam ruang lingkupnya dan orang-orang Yahudi berdebat terus tentang siapa saja yang termasuk dalam istilah “sesama”. Perintah baru untuk “saling mengasihi” tidak mempunyai batas. Intensitasnya pun berbeda. Perintah yang lama mengharapkan kita untuk mengasihi orang-orang lain seperti kita mengasihi diri kita sendiri. Perintah yang baru mengatakan bahwa kita harus mengasihi orang-orang lain sama seperti Yesus mengasihi kita. Kita tentu mengasihi diri kita secara intens, namun kasih Tuhan Yesus kepada kita jauh lebih intens.

Suatu bukti yang pasti dari cintakasih sejati adalah memberikan hidup kita sendiri bagi orang lain, sebagaimana yang dilakukan oleh Yesus Kristus, dan di abad ke-20 oleh P. Maximilian Kolbe, OFMConv. Santo Petrus berbicara mengenai “siap mati” untuk Yesus sebelum penyaliban-Nya, namun ternyata itu “omong/pepesan kosong” belaka. Akan tetapi, kemudian setelah dia menjadi lebih dewasa dalam iman, Petrus memenuhi janjinya dan mati sebagai seorang martir Kristus yang sejati …… disalib terbalik dengan kepala di bawah, karena dia merasa tidak pantas untuk mati disalib seperti Yesus, Tuhan dan Juruselamatnya.

Dalam dunia yang penuh kekacauan, kebencian, kekerasan dan kekejaman yang tak terbayangkan, P. Maximilian Kolbe menunjukkan bahwa dirinya adalah seorang murid Yesus sejati lewat sikap dan tindakannya; yaitu mengasihi sesamanya seturut perintah Yesus sendiri. Itu pulalah yang diharapkan dari kita semua, para murid Kristus di abad ke-21 ini.

DOA: Tuhan Yesus, ajarlah kami untuk mengasihi orang-orang lain dengan kasih yang sama yang Kauberikan kepada kami. Kasih-Mu tanpa syarat, penuh dengan janji akan kehidupan baru, dan setia. Semoga kami menerima kasih-Mu melalui pencurahan Roh Kudus-Mu, kemudian melakukan segalanya yang kami dapat lakukan untuk membawa kasih ini kepada orang-orang lain. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Jumaat, April 26, 2013

ORANG-ORANG YAHUDI BEREAKSI TERHADAP KHOTBAH PAULUS


(Bacaan Pertama Misa Kudus, Hari Biasa Pekan IV Paskah – Sabtu, 27 April 2013)
Serikat Yesus: Peringatan S. Petrus Kanisius, Imam dan Pujangga Gereja

Keluarga Besar Monfortan: Hari Raya S. Louis-Marie Grignion de Montfort, Imam

Pada hari Sabat berikutnya datanglah hampir seluruh kota itu berkumpul untuk mendengar firman
Tuhan. Akan tetapi, ketika orang Yahudi melihat orang banyak itu, penuhlah mereka dengan iri hati dan sambil menghujat, mereka membantah apa yang dikatakan oleh Paulus. Tetapi dengan berani Paulus dan Barnabas berkata, “Memang kepada kamulah firman Allah harus diberitakan lebih dahulu, tetapi kamu menolaknya dan menganggap dirimu tidak layak untuk beroleh hidup yang kekal. Karena itu kami berpaling kepada bangsa-bangsa lain. Sebab inilah yang diperintahkan Tuhan kepada kami, Aku telah menentukan engkau menjadi terang bagi bangsa-bangsa lain supaya engkau membawa keselamatan sampai ke ujung bumi” (Yes 49:6). Mendengar itu bergembiralah semua orang dari bangsa-bangsa lain dan mereka memuliakan firman Tuhan; dan semua orang yang ditentukan Allah untuk hidup yang kekal, menjadi percaya. Lalu firman Tuhan disebarkan di seluruh daerah itu.

Namun orang-orang Yahudi menghasut perempuan-perempuan terkemuka yang takut akan Allah dan pembesar-pembesar di kota itu. Mereka menimbulkan penganiayaan atas Paulus dan Barnabas dan mengusir mereka dari daerah itu. Akan tetapi Paulus dan Barnabas mengebaskan debu kaki mereka sebagai peringatan bagi orang-orang itu, lalu pergi ke Ikonium. Murid-murid di Antiokhia tetap penuh dengan sukacita dan dengan Roh Kudus. (Kis 13:44-52)

Mazmur Tanggapan: Mzm 98:1-4; Bacaan Injil: Yoh 14:7-14

“Akan tetapi, ketika orang Yahudi melihat orang banyak itu, penuhlah mereka dengan iri hati” (Kis 13:45).

Hanya apabila kita dapat mengatasi kesulitan yang disebabkan oleh dua buah kesalahpahaman, maka reaksi “orang Yahudi” terhadap khotbah Paulus dapat memberikan kepada kita bahan yang diperlukan untuk pemikiran secara jernih.

Kesalahpahaman pertama menyangkut apa yang sesungguhnya terjadi. Mula-mula kedengarannya seakan-akan Paulus memutuskan untuk tidak lagi mewartakan Kabar Baik kepada semua orang Yahudi (Kis 13:46-47). Namun, apabila kita menelitinya lebih dalam, maka yang dimaksudkannya adalah, bahwa dia tidak akan berkhotbah kepada orang-orang Yahudi di Antiokhia. Episode berikutnya membuat semuanya menjadi jelas. Di kota Ikonium Paulus sekali lagi mulai melakukan pelayanan di sinagoga (=tempat ibadah orang Yahudi; lihat Kis 14:1). Fakta menunjukkan bahwa sepanjang perjalanan misionernya, Paulus terus berkhotbah kepada orang-orang, baik Yahudi maupun non-Yahudi, dan dalam kedua kelompok itu, ada yang menerima pesannya sementara ada juga yang tidak menerima.

Kesalahpahaman kedua menyangkut apa arti kata-kata “orang Yahudi” dalam bacaan ini bagi kita. Memang tidak sukar untuk memandang mereka sebagai musuh-musuh Kristus yang dapat kita coret ke luar dari daftar saja. Namun apabila kita melakukannya, kita akan kehilangan sebuah pelajaran berharga yang ingin diajarkan Allah kepada kita. Melalui Paulus, Allah mengirim sebuah pesan keselamatan kepada orang-orang Yahudi ini, namun mereka melihat pesan ini terlalu berat untuk diterima. Barangkali mereka tidak memahaminya. Barangkali hal itu menuntut suatu perubahan dalam hidup mereka yang mereka tidak ingin melakukannya. Barangkali mereka merasa harus mulai lagi berelasi dengan sebuah kelompok yang baru secara keseluruhan – orang-orang non Yahudi yang kafir dalam pandangan mereka – dan hal itu terlalu berat bagi mereka (Kis 13:45). Apa pun alasannya, mereka memutuskan untuk tidak meerangkul keselamatan yang ditawarkan oleh Allah melalui Paulus.

Kita masing-masing mungkin masih mengingat situasi-situasi di mana kita juga melakukan hal yang sama seperti ditunjukkan oleh orang-orang Yahudi itu. Orangtua kita, seorang guru, seorang pastor, seorang rekan kerja, seorang sahabat, bahkan seorang asing yang kita tidak kenal – mungkin telah menceritakan kepada kita sesuatu yang benar namun tidak mengenakkan bagi kita (membuat kita merasa tidak nyaman), dan kita pun menutup kedua telinga kita. Bacaan hari ini mengatakan kepada kita bahwa Allah menggunakan banyak sarana untuk berbicara dengan kita dan menolong kita mengambil langkah selanjutnya dalam perjalanan kita menuju kepada-Nya. Oleh karena itu marilah kita membuka mata dan telinga kita lebar-lebar: Siapa yang akan digunakan oleh-Nya untuk berbicara kepada kita? Dan apakah kita mau menerima kata-kata-Nya lewat orang itu dengan hati yang merendah dan terbuka?

DOA: Tuhan Yesus, tolonglah diriku untuk membuat mataku terbuka dan hatiku menjadi lemah-lembut. Aku ingin merangkul sabda-Mu hari ini, apa pun biayanya. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Khamis, April 25, 2013

KHOTBAH PAULUS PERTAMA YANG DICATAT DALAM KITAB SUCI


(Bacaan Pertama Misa Kudus, Hari Biasa Pekan IV Paskah – Jumat, 26 April 2013)
Keluarga CM & PK: Peringatan S. Vincentius a Paulo

Hai Saudara-saudaraku, kamu yang termasuk keturunan Abraham dan juga kamu yang takut akan Allah, kabar keselamatan itu sudah disampaikan kepada kita. Penduduk Yerusalem dan pemimpin-peimpinnya tidak mengakui Yesus. Dengan menjatuhkan hukuman mati atas Dia, mereka menggenapi perkataan nabi-nabi yang dibacakan setiap hari Sabat. Meskipun mereka tidak menemukan sesuatu yang dapat menjadi alasan untuk hukuman mati itu, namu mereka telah meminta kepada Pilatus supaya Ia dibunuh. Setelah mereka menggenapi segala sesuatu yang tertulis tentang Dia, mereka menurunkan dia dari kayu salib, lalu membaringkan-Nya di dalam kubur. Tetapi Allah membangkitkan Dia dari antara orang mati. Selama beberapa waktu Ia menampakkan diri kepada mereka yang mengikuti Dia dari Galilea ke Yerusalem. Merekalah yang sekarang menjadi saksi-saksi-Nya bagi umat ini. Kami sekarang memberitakan kabar kesukaan kepada kamu bahwa janji yang diberikan kepada nenek moyang kita telah digenapi Allah kepada kita, keturunan mereka, dengan membangkitkan Yesus, seperti yang tertulis dalam mazmur kedua: Engkaulah Anak-Ku! Aku telah menjadi Bapa-Mu pada hari ini. (Kis 13:26-33)

Mazmur Tanggapan: Mzm 2:6-11; Bacaan Injil: Yoh 14:1-6

Khotbah Paulus di sinagoga di Antiokhia di Pisidia (Kis 13:16-41) adalah khotbahnya yang pertama tercatat dalam Kitab Suci, dan merupakan satu-satunya khotbah Paulus yang dilaporkan oleh Luka secara mendetil. Oleh karena itu, khotbah ini bersifat signifikan karena berisikan pesan sentral dari Injil seperti yang dipahami oleh Paulus dan umat Kristiani perdana. Dengan mempelajari isi khotbah Paulus ini kita dapat sampai pada pemahaman tentang apa artinya bagi kita untuk berbicara mengenai “kabar baik Injil”.

Paulus mengawali khotbahnya dengan mengingatkan para pendengarnya bagaimana Allah memimpin para nenek moyang mereka ke luar dari perbudakan di Mesir untuk menerima Tanah Terjanji sebagai warisan mereka. Paulus juga berbicara mengenai Raja Daud dan janji yang dibuat Allah bahwa seorang Juruselamat akan lahir dari keturunannya. Akhirnya dia menunjukkan bahwa apa yang telah diramalkan dalam Kitab Suci Ibrani (=Kitab Suci Perjanjian Lama) sekarang telah digenapi dalam diri Kristus. Paulus menyimpulkan isi khotbahnya dengan meringkaskan keseluruhan pesannya: “Kami sekarang memberitakan kabar kesukaan kepada kamu bahwa janji yang diberikan kepada nenek moyang kita telah digenapi Allah kepada kita, keturunan mereka, dengan membangkitkan Yesus” (Kis 13:32-33).

Khotbah Paulus mungkin terdengar aneh di telinga mereka yang mendengarkan. Mereka dapat saja merasa terkejut berkaitan dengan kata-katanya tentang kebangkitan Yesus Kristus dan bagaimana peristiwa yang tidak biasa ini mewujudkan kesetiaan Allah pada janji-janji-Nya. Mereka percaya bahwa pada suatu hari Allah akan mengutus seorang Mesias, namun setiap Sabat mereka mendengar janji-janji ini dan tetap saja tidak melihat penggenapannya. Kemudian, ketika mendengar bahwa Mesias telah datang dan mati – hal ini sungguh terlalu berat bagi untuk mempercayainya …… that was too much to swallow!

Para pendengar khotbah Paulus juga dapat saja menjadi terkejut berkaitan dengan apa yang tidak dikatakan Paulus. Sebagai umat yang tunduk kepada Hukum, mereka tentunya mengharapkan Paulus berbicara tentang dosa-dosa yang spesifik, atau barangkali tentang rituale dan struktur, daripada sekadar memfokuskan perhatian sedemikian banyak atas belas kasih Allah yang begitu penuh kuat-kuasa. Sang Mesias tidak dimaksudkan untuk menghapuskan atau membatalkan Hukum, melainkan untuk menyempurnakannya!

Kabar baik dari Injil sama benarnya pada hari ini seperti ketika diproklamasikan oleh Yesus dan kemudian oleh Petrus, Paulus dan lain-lannya. Ini adalah Injil yang sama, yang telah mengubah hidup jutaan – kalau bukan miliaran – orang dari abad ke abad selama 2.000 tahun sejarah Gereja. Injil yang sama ini pula dapat mengubah hidup kita selagi kita merangkul kebenaran-kebenaran yang menakjubkan bahwa “KRISTUS TELAH WAFAT, KRISTUS TELAH BANGKIT, KRISTUS AKAN DATANG KEMBALI”.

DOA: Bapa surgawi, banyak orang hari ini tetap melanjutkan pewartaan Injil Yesus Kristus dengan penuh semangat dan kejelasan seperti telah ditunjukkan oleh
Santo Paulus. Berkatilah mereka dengan rasa nyaman-aman sejati, hikmat-kebijaksanaan, dan kekuatan, agar mereka dapat tetap setia dalam memproklamasikan kebenaran-kebenaran-Mu dalam nama Putera-Mu terkasih Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamat kami. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Selasa, April 23, 2013

KHUSUSKANLAH BARNABAS DAN SAULUS BAGI-KU UNTUK TUGAS YANG TELAH KUTENTUKAN BAGI MEREKA


(Bacaan Pertama Misa Kudus, Hari Biasa Pekan IV Paskah – Rabu, 24 April 2013)

Keluarga Fransiskan: Pesta S. Fidelis dr Sigmaringen, Imam-Martir

Sementara itu, firman Allah makin tersebar dan makin banyak didengar orang. Barnabas dan Saulus kembali dari Yerusalem, setelah mereka menyelesaikan tugas pelayanan. Mereka membawa Yohanes, yang disebut juga Markus. Pada waktu itu dalam jemaat di Antiokhia ada beberapa nabi dan pengajar, yaitu: Barnabas dan Simeon yang disebut Niger, dan Lukius orang Kirena, dan Menahem yang diasuh bersama dengan raja wilayah Herodes, dan Saulus.

Pada suatu hari ketika mereka beribadah kepada Tuhan dan berpuasa, berkatalah Roh Kudus, “Khususkanlah Barnabas dan Saulus bagi-Ku untuk tugas yang telah Kutentukan bagi mereka. Lalu mereka berpuasa dan berdoa dan setelah meletakkan tangan ke atas kedua orang itu, mereka membiarkan keduanya pergi.

Oleh karena disuruh Roh Kudus, Barnabas dan Saulus berangkat ke Seleukia, dan dari situ mereka berlayar ke Siprus. Setibanya di Salamis mereka memberitakan firman Allah di dalam rumah-rumah ibadat orang Yahudi. Yohanes menyertai mereka sebagai pembantu mereka. (Kis 12:24-13:5)

Mazmur Tanggapan: Mzm 67:2-3,5-6,8; Bacaan Injil: Yoh 12:44-50

Kehebohan macam apa yang kiranya akan terjadi apabila pada sebuah Misa hari Minggu yang penuh sesak, setiap umat yang hadir mendengar suara nyaring-keras yang datang dari “atas”? Berapa orang kiranya yang akan lari pontang-panting ke luar gedung gereja karena merasa takut? Beberapa tahun lalu saya menjadi penerjemah dalam retret para imam di sebuah keuskupan. Pembimbing retret adalah seorang imam asing yang berbicara dalam bahasa Inggris. Di tengah keheningan, tiba-tiba terdengar suara yang sungguh menyeramkan yang ternyata disebabkan oleh ubin yang retak pecah-pecah beberapa meter panjangnya, mungkin karena perubahan cuaca. Ada yang mengira terjadi gempa, atau kapel tempat kami berkumpul itu mau rubuh. Yang jelas mayoritas para imam itu berhamburan keluar dari kapel, tetapi cukup banyak juga imam peserta retret yang tetap berdiam di tempat dalam keheningan.

Dalam bacaan pertama hari ini, panggilan Roh Kudus kepada Barnabas dan Saul (Kis 13:2) terdengar begitu mempesona: “Khususkanlah Barnabas dan Saulus bagi-Ku untuk tugas yang telah Kutentukan bagi mereka” (Kis 13:2). Kita tahu hasil karya misioner hebat dari Barnabas dan Paulus, namun kita sungguh tidak mengetahui bagaimana Dia membuat kehendak-Nya diketahui dan dimengerti oleh umat di Antiokhia pada waktu itu.

Dari semua yang kita tidak ketahui tentang pertemuan itu, kita hanya mengetahui satu hal saja secara pasti: “Dipisahkan” atau “dikhususkan” oleh Roh Kudus bukanlah sesuatu yang hanya dimaksudkan untuk para pahlawan iman zaman dahulu. Sebaliknya, Allah telah “memisahkan” atau “mengkhususkan” setiap dan masing-masing kita. Allah mempunyai suatu peranan pelayanan yang spesifik, suatu panggilan yang spesifik, yang yang telah ditentukannya bagi kita masing-masing, pribadi demi pribadi. Dengan menjawab/menanggapi panggilan-Nya, kita memainkan sebuah peran vital dalam membangun Gereja. Tantangannya bagi kita adalah untuk menaruh kepercayaan bahwa tidak ada yang kita kerjakan bagi Tuhan itu bersifat biasa-biasa dan kecil-kecilan, selama kita mengundang Roh Kudus untuk bekerja melalui diri kita. Peristiwa-peristiwa kecil adalah kesempatan-kesempatan yang paling biasa bagi kuat-kuasa Allah untuk menghasilkan suatu hasil besar dan sungguh luarbiasa.

Banyak dari kita cenderung untuk melakukan kompartementalisasi. Kita memisahkan pekerjaan dari rumah, dan memisahkan rumah dari gereja. Kebenaran dalam hal ini adalah bahwa Roh Kudus telah menempatkan diri kita pada tempat di mana kita berada setiap saat – apakah di super market, di tengah jalan menuju tempat kerja, atau ketika berdiri di dekat pagar dan bercakap-cakap dengan seorang tetangga. Dalam setiap situasi, kita dapat menjadi suatu instrumen dari kasih Tuhan dan rahmat-Nya. Sepatah dua patah kata yang menyemangati petugas kasir di super market, menyapa dengan ramah ibu penjual sayur yang sedang menyiapkan lapaknya ketika kita sedang berjalan kaki menuju gereja di pagi hari, menawarkan diri mendoakan rosario untuk kepentingan seorang kawan yang sedang menghadapi masalah. Sikap seperti itu dapat menyentuh orang-orang yang dengan cara-cara yang kita sendiri tidak pernah tahu.

Allah menciptakan kita masing-masing untuk suatu tujuan tertentu, dan untuk kebanyakan dari kita tujuan itu muncul dalam hal-hal kecil dalam hidup kita. Marilah kita tidak meminimalisir dampak yang kita dapat hasilkan. Setiap saat adalah kesempatan yang diberikan oleh Allah untuk melayani-Nya dengan melayani orang-orang di sekeliling kita.

DOA: Tuhan Yesus, tolonglah diriku agar mampu melihat kesempatan-kesempatan yang Engkau berikan kepadaku pada hari ini. Tolonglah aku agar dapat memberikan perhatian kepada-Mu selayaknya. Aku percaya bahwa Engkau ingin membuat mukjizat-mukjizat dan tanda-tanda heran lainnya dalam hidupku dan hidup orang-orang di sekelilingku. Pakailah aku, ya Tuhan Yesus! Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Isnin, April 22, 2013

GEREJA MULTI-KULTURAL YANG PERTAMA


(Bacaan Pertama Misa Kudus, Hari Biasa Pekan IV Paskah – Selasa, 23 April 2013)
Keluarga Fransiskan: Peringatan Beato Egidius dari Assisi (Ordo I)

Sementara itu saudara-saudara seiman yang tersebar karena penganiayaan yang timbul sesudah Stefanus, menyingkir sampai ke Fenisia, Siprus dan Antiokhia; namun mereka memberitakan Injil kepada orang Yahudi saja.

Akan tetapi, di antara mereka ada beberapa orang Siprus dan orang Kirene yang tiba di Antiokhia dan berkata-kata juga kepada orang-orang berbahasa Yunani dan memberitakan tentang Tuhan Yesus. Tangan Tuhan menyertai mereka dan sejumlah besar orang menjadi percaya dan berbalik kepada Tuhan.

Kabar tentang mereka itu terdengar oleh jemaat di Yerusalem, lalu jemaat itu mengutus Barnabas pergi ke Antiokhia. Setelah Barnabas datang dan melihat anugerah Allah, bersukacitalah ia. Ia menasihati mereka, supaya mereka semua dengan kesungguhan hati setia kepada Tuhan, karena Barnabas adalah orang baik, penuh dengan Roh Kudus dan iman. Lalu banyak orang dibawa kepada Tuhan. Setelah itu, pergilah Barnabas ke Tarsus untuk mencari Saulus; dan setelah bertemu dengan dia, ia membawanya ke Antiokhia. Mereka tinggal bersama-sama dengan jemat itu selama satu tahun penuh, sambil mengajar banyak orang . Di Antiokhialah murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut Kristen. (Kis 11:19-26)

Mazmur Tanggapan: Mzm 87:1-7; Bacaan Injil: Yoh 10:22-30

Yesus bersabda: “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Jika biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah” (Yoh 12:24). Apa yang dikatakan Yesus ini terbukti dengan kematian Stefanus. Kematian diakon yang suci ini menyebabkan Gereja yang masih sangat muda-usia ini bertumbuh-kembang. Mereka yang tercerai-berai setelah kematian Stefanus melakukan perjalanan ke tempat-tempat yang jauh untuk mencari keamanan. Malah ada yang pergi ke tempat-tempat yang relatif jauh pada zaman itu, misalnya Siria utara, ke kota Timur Tengah yang bernama Antiokhia. Pertama-tama para misionaris awal ini hanya berbicara kepada orang-orang Yahudi di Antiokhia, namun orang-orang Kristiani dari Siprus dan Kirene yang juga telah sampai di Antiokhia mulai menginjili orang-orang Yunani tentang Yesus. Jadi muncullah sebuah Gereja yang berjenis baru, yang terdiri dari baik orang Yahudi maupun orang-orang bukan Yahudi (kafir di mata orang Yahudi).

Kabar tentang perkembangan ini sampai kepada para rasul yang masih berdiam di Yerusalem, dan mereka memutuskan untuk mengutus seseorang guna melakukan penyelidikan. Komunitas “gado-gado” antara orang-orang Yahudi dan non-Yahudi sungguh merupakan sesuatu yang asing dan aneh bagi cara berpikir mereka yang Yahudi di Yerusalem, jadi tidak mengherankanlah bahwa mereka merasa prihatin. Barnabas sendiri – yang berasal dari Siprus – mereka pilih. Lukas menggambarkan Barnabas sebagai “orang baik, penuh dengan Roh Kudus dna iman” (Kis 11:24). Tentunya Barnabas ini juga mempunyai semangat perintis yang memungkinkan dirinya – seperti halnya Petrus – untuk menerobos konvensi/kebiasaan yang berlaku dan mengakui rahmat Allah yang terbukti nyata dalam jemaat/gereja yang baru ini (Kis 11:23).

Dengan hikmat yang datang dari Allah sajalah Barnabas menyadari bahwa kelompok di Antiokhia yang sedang bertumbuh ini membutuhkan bantuan seseorang seperti Paulus untuk membuatnya berdiri kokoh di atas kebenaran Injil. Barnabas pergi ke Tarsus untuk mencari Paulus dan membawanya kembali ke Antiokhia. Dua orang ini berdiam di tengah umat untuk selama setahun penuh, mengajar mereka dan membawa banyak orang ke dalam iman-kepercayaan kepada Yesus Kristus. Jadi, gereja multi-kultural yang pertama lahirlah sudah, sebuah gereja yang bertumpu di atas kasih Kristus dan kuat-kuasa Roh Kudus.

Kita pun dapat bertemu dengan keadaan-keadaan yang kelihatan asing. Barangkali kita tidak dapat membayangkan bahwa Allah dapat bekerja dalam situasi-situasi sedemikian atau sesuatu yang baik dapat datang/dihasilkan dari situasi-situasi tersebut. Justru pada saat-saat seperti itulah kita harus bersender pada Yesus dan mendengarkan suara Roh Kudus kepada kita. Mata kita dapat menjadi terbuka bagi jalan-jalan rahmat yang baru bagi diri kita sendiri dan orang-orang lain, seperti halnya dengan Barnabas. Allah dapat membawa kebaikan, bahkan dari sesuatu hal/peristiwa yang jahat. Kita dapat menyaksikan kebaikan ini menjadi realitas, atau seperti dalam hal Stefanus – kebaikan dapat datang kepada orang-orang lain setelah diri kita sendiri untuk pembangunan Kerajaan Allah.

DOA: Tuhan Yesus, berikanlah kepadaku iman yang benar, harapan yang teguh dan cintakasih yang sempurna, seperti yang terjadi dengan Barnabas dan Paulus. Bilamana Engkau memanggil, mereka mendengarkan dengan penuh perhatian dan merangkul misi-Mu. Berikanlah keberanian kepadaku dan hasrat untuk mengikut Engkau dalam segala hal yang kulakukan. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Sabtu, April 20, 2013

KESATUAN ANTARA BAPA SURGAWI DAN ANAK-NYA


(Bacaan Injil Misa Kudus, HARI MINGGU PASKAH IV – 21 April 2013)

HARI MINGGU PANGGILAN


Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorang pun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku. Bapa-Ku, yang memberikan mereka kepada-Ku, lebih besar daripada siapa pun, dan seorang pun tidak dapat merebut mereka dari tangan Bapa. Aku dan Bapa adalah satu.” (Yoh 10:27-30)

Bacaan Pertama: Kis 13:14.43-52; Mazmur Tanggapan: Mzm 100:2-3,5; Bacaan Kedua: Why 7:9.14-17

“Aku dan Bapa adalah satu” (Yoh 10:30). Ini adalah sebuah pernyataan yang bukan main-main dan sangat mendalam! Kita dapat membayangkan bagaimana reaksi yang bermunculan di kalangan para pendengar sabda Yesus ini. Bagaimana tanggapan mereka terhadap kebenaran hakiki ini! Sejumlah orang Yahudi mengambil batu untuk melempari Yesus yang mengklaim diri-Nya setara dengan Allah (Yoh 10:31; bdk. Yoh 5:18). Di lain pihak barangkali ada juga orang-orang yang begitu terkejut sehingga mereka mulai merenungkan apa yang baru saja dikatakan dan dilakukan oleh Yesus dalam terang klaim tersebut.

Tidak ada seorang pun dari para pendengar Yesus yang dapat membayangkan untuk berjumpa dengan Allah sendiri secara “muka ketemu muka” (face-to-face). Namun Yesus memegang janji akan terjalinnya relasi yang akan berdampak atas kehidupan mereka selamanya. Dia berkata kepada Filipus murid-Nya: “Siapa saja yang telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa” (Yoh 14:9). Dalam setiap hal yang dikatakan-Nya dan dilakukan-Nya, Yesus menyatakan satu lagi dimensi Allah – Bapa yang ada di surga, Bapa kita semua.

Setiap kali Yesus menyembuhkan penyakit seorang manusia, Dia menyatakan/ mengungkapkan bela-rasa Bapa surgawi (Mat 9:2-8; Mrk 10:46-52; Luk 7:11-15). Yesus mengungkapkan belas-kasih atau kerahiman Bapa surgawi yang tak mengenal batas ketika Dia mengampuni perempuan yang tertangkap basah sedang berzinah (Yoh 8:1-11) and menawarkan air hidup kepada seorang perempuan Samaria (Yoh 4:1-42). Yesus menunjukkan kuat-kuat Allah yang mahadahsyat ketika Dia membuat tenang amukan angin topan yang mengancam dan membuat takut para murid-Nya ketika mereka berada dalam perahu (Mrk 4:36-41). Yesus berada di atas hukum alam, ketika dia berjalan di atas air mendekati perahu yang ditumpangi para murid-Nya dan sedang terombang-ambing oleh gelombang karena angin sakal (Mat 14:25-27). Ia juga melewati tembok kokoh ketika menemui para murid setelah kebangkitan-Nya (Yoh 20:19). Yesus menunjukkan kebenaran Allah ketika Dia membalikkan meja-meja para penukar uang dan bangku-bangku pedagang merpati dalam Bait Allah di Yerusalem (Mrk 11:15-17). Yesus juga senantiasa mengungkapkan hikmat Allah selagi Dia menjawab/menanggapi upaya-upaya para pemimpin agama Yahudi untuk menjebak diri-Nya (Mat 22:23-32; Mrk 12:14-17; Luk 5:20-25).

Dengan kebenaran-kebenaran indah demikian di hadapan kita, kita dapat merasa nyaman. Melalui Yesus, tidak hanya kita dapat mengenal Bapa surgawi secara pribadi, kita dapat menjadi milik-Nya pribadi – sekarang dan selamanya. Marilah sekarang kita mendengarkan janji Yesus berikut ini: “Bapa-Ku, yang memberikan mereka kepada-Ku, lebih besar daripada siapa pun, dan seorang pun tidak dapat merebut mereka dari tangan Bapa” (Yoh 10:29).

DOA: Bapa surgawi, kami membuka hati kami bagi-Mu. Ajarlah kami apa artinya menjadi anak-anak-Mu, yang dilindungi dan dipelihara serta dirawat oleh Putera-Mu terkasih, sang “Gembala yang Baik”. Tolonglah kami agar senantiasa dekat dengan Yesus karena memang Dialah satu-satunya andalan kami. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Jumaat, April 19, 2013

SETURUT DORONGAN ROH KUDUS


(Bacaan Pertama Misa Kudus, Hari Biasa Pekan III Paskah – Sabtu, 20 April 2013)


Selama beberapa waktu jemaat di seluruh Yudea, Galilea dan Samaria berada dalam keadaan damai. Jemaat itu dibangun dan hidup dalam takut akan Tuhan dan jumlahnya bertambah besar oleh pertolongan Roh Kudus.

Pada waktu itu Petrus berjalan keliling, mengadakan kunjungan ke mana-mana. Ia singgah juga kepada orang-orang kudus yang tinggal di Lida. Di situ didapatinya seorang bernama Eneas, yang telah delapan tahun terbaring di tempat tidur karena lumpuh. Kata Petrus kepadanya, “Eneas, Yesus Kristus menyembuhkan engkau; bangkitlah dan bereskanlah tempat tidurmu!” Seketika itu juga bangkitlah orang itu. Semua penduduk Lida dan Saron melihat dia, lalu mereka berbalik kepada Tuhan.

Di Yope ada seorang murid perempuan bernama Tabita – dalam bahasa Yunani Dorkas. Perempuan itu banyak sekali berbuat baik dan memberi sedekah. Tetapi pada waktu itu ia sakit lalu meninggal. Setelah dimandikan, mayatnya dibaringkan di ruang atas. Karena Lida dekat dengan Yope, murid-murid yang mendengar bahwa Petrus ada di Lida, menyuruh dua orang kepadanya dengan permintaan, “Segeralah datang ke tempat kami.” Lalu berkemaslah Petrus dan berangkat bersama-sama dengan mereka. Setibanya di sana, ia dibawa ke ruang atas. Semua janda datang berdiri dekatnya dan sambil menangis mereka menunjukkan kepadanya semua baju dan pakaian yang dibuat Dorkas waktu ia masih bersama mereka. Tetapi Petrus menyuruh mereka semua keluar, lalu ia berlutut dan berdoa. Kemudian ia berpaling ke mayat itu dan berkata, “Tabita, bangkitlah!” Lalu Tabita membuka matanya dan ketika melihat Petrus, ia bangun lalu duduk. Petrus memegang tangannya dan membantu dia berdiri. Kemudian ia memanggil orang-orang kudus beserta janda-janda, lalu menunjukkan kepada mereka bahwa perempuan itu hidup. Peristiwa itu tersebar di seluruh Yope dan banyak orang menjadi percaya kepada Tuhan. (Kis 9:31-42)

Mazmur Tanggapan: Mzm 116: 12-17; Bacaan Injil: Yoh 6:60-69

Pada bagian yang awal dari “Kisah para Rasul”, Lukas menggambarkan pengejaran dan penganiayaan terhadap Gereja di Yerusalem (Kis 8:1-3). Akan tetapi pada hari ini kita membaca Gereja “berada dalam keadaan damai”, …. “dibangun”(Kis 9:31). Mengapa terjadi perubahan seperti itu? Bagian akhir dari ayat ini memberikan alasannya: “hidup dalam takut akan Tuhan dan bertambah besar oleh pertolongan Roh Kudus” (Yoh 9:31). Bilamana kita (anda dan saya) disentuh Roh Kudus, maka kita akan bergerak dalam hidup kita secara bebas dan dengan penuh keyakinan.

Kita melihat kebebasan ini dalam diri Petrus, seorang mantan nelayan biasa yang membuat mukjizat-mukjizat yang serupa dengan mukjizat-mukjizat Yesus sendiri. Apakah Petrus merasa gugup ketika menghadapi kelumpuhan yang diderita Eneas dan/atau kematian Tabita (Dorkas)? Dari bacaan di atas, tidak nampak adanya tanda-tanda kegugupan dalam diri Petrus dalam situasi-situasi yang dihadapinya. Daripada membiarkan dirinya dihinggapi rasa bingung apa yang harus dikatakannya atau bagaimana mengatakannya, rasa percaya Petrus pada Yesus memampukannya untuk bertindak secara bebas dan dengan kesederhanaan yang besar dan mengagumkan. Petrus menggunakan kata-kata sehari-hari yang tidak muluk-muluk. Kepada Eneas yang sudah 8 tahun lamanya terbaring di tempat karena lumpuh, Petrus berkata: “Eneas, Yesus Kristus menyembuhkan engkau; bangkitlah dan bereskanlah tempat tidurmu!” (Kis 9:34). Kepada Tabita yang sudah menjadi mayat, Petrus berkata; “Tabita, bangkitlah!” (Kis 9:40). Tentu Petrus berdoa sebelum melakukan mukjizat, seperti dalam kasus Tabita di mana tercatat Petrus menyuruh semua orang ke luar, lalu ia berlutut dan berdoa (Kis 9:40). Petrus membuat banyak mukjizat yang memimpin orang banyak berbalik kepada Tuhan (Kis 9:35,42).

Mengamati bagaimana Yesus bertindak melalui Petrus seharusnya membuat kita berpikir. Petrus ini bukanlah seseorang yang mempunyai reputasi sebagai seorang yang fasih berbicara atau berpidato dan juga bukanlah orang yang dapat mengontrol diri. Sebaliknya dia dikenal sebagai orang yang suka berbicara tanpa pikir-pikir terlebih dahulu, seorang yang suka bertindak secara impulsif. Apabila seseorang yang jauh dari sempurna itu dipanggil untuk melakukan pekerjaan Tuhan, maka apakah tidak mungkin apabila Yesus pun ingin menggunakan kita juga? Bukankah tetap ada kemungkinan bagi kita untuk dapat melayani Dia tanpa harus menjadi sempurna atau sepenuhnya yakin bagaimana harus melangkah selanjutnya?

Kita dapat mencoba mengikuti arahan/pimpinan dari Roh Kudus, namun bagaimana kalau hasilnya tidak positif? Contoh-contoh dari Petrus menunjukkan bahwa Kristus hidup dalam diri kita masing-masing. Secara tetap Dia menawarkan keberanian dan pengharapan. Jadi, kalau memang diperlukan, kita bertobat dan mengakui dosa-dosa kita, kemudian mendengarkan suara Yesus yang lemah-lembut yang akan menolong kita kembali ke rel ….. membangun Kerajaan-Nya. Melalui Petrus, Yesus mengulurkan tangan-Nya sendiri kepada Tabita dan membantunya untuk bangkit berdiri. Demikian pula, melalui Roh Kudus-Nya, Yesus mengulurkan tangan-Nya kepada kita. Oleh karena itu marilah kita bangkit dalam setiap peristiwa, kita berbicara bebas tentang Kabar Baik kepada setiap orang yang kita jumpai, tentunya seturut dorongan Roh Kudus.

DOA: Tuhan Yesus, dengan kekuatanku sendiri aku tidak akan pernah mampu melakukan hal-hal yang Kaulakukan. Namun demikian Engkau sangat bermurah-hati. Engkau telah membagikan Roh Kudus-Mu sendiri dengan diriku dan memberdayakanku untuk melakukan pekerjaan-Mu. Terima kasih, ya Tuhan Yesus. Bentuklah hatiku. Aku sungguh ingin menjadi seperti Engkau. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Khamis, April 18, 2013

PERTOBATAN PAULUS


Bacaan Misa Kudus, Hari Biasa Pekan III Paskah – Jumat, 19 April 2013)

Sementara itu hati Saulus masih berkobar-kobar untuk mengancam dan membunuh murid-murid Tuhan. Ia menghadap Imam Besar, dan meminta surat kuasa untuk dibawa kepada rumah-rumah ibadat Yahudi di Damsyik, supaya, jika ia menemukan laki-laki atau perempuan yang mengikut Jalan Tuhan, ia dapat menangkap mereka dan membawa mereka ke Yerusalem.

Dalam perjalanan ke Damsyik, ketika ia sudah dekat kota itu, tiba-tiba cahaya memancar dari langit mengelilingi dia. Ia rebah ke tanah dan mendengar suara yang berkata kepadanya, “Saulus, Saulus, mengapa engkau menganiaya Aku?” Jawab Saulus, “Siapa Engkau, Tuan?” Kata-Nya, “Akulah Yesus yang kauaniaya itu. Tetapi bangunlah dan pergilah ke dalam kota, di sana akan dikatakan kepadamu, apa yang harus kauperbuat.” Teman-teman seperjalanannya pun termangu-mangu karena mereka memang mendengar suara itu, tetapi tidak melihat seorang pun. Saulus bangkit berdiri, lalu membuka matanya, tetapi ia tidak dapat melihat apa-apa; mereka harus menuntun dia masuk ke Damsyik. Selama tiga hari ia tidak dapat melihat dan selama itu juga ia tidak makan dan minum.

Di Damsyik ada seorang murid Tuhan bernama Ananias. Tuhan berfirman kepadanya dalam suatu penglihatan, “Ananias!” Jawabnya, “Ini aku, Tuhan!” Firman Tuhan, “Bangkitlah dan pergilah ke jalan yang bernama Jalan Lurus, dan carilah di rumah Yudas seorang dari Tarsus yang bernama Saulus. Ia sedang berdoa, dan dalam suatu penglihatan ia melihat bahwa seorang yang bernama Ananias masuk ke dalam dan menumpangkan tangannya ke atasnya, supaya ia dapat melihat lagi.” Jawab Ananias, “Tuhan, dari banyak orang telah kudengar banyaknya kejahatan yang dilakukannya terhadap orang-orang kudus-Mu di Yerusalem. Lagi pula di sini dia memperoleh kuasa dari imam-imam kepala untuk menangkap semua orang yang memanggil nama-Mu.” Tetapi firman Tuhan kepadanya, “Pergilah, sebab orang ini adalah alat pilihan bagi-Ku untuk memberitakan nama-Ku di hadapan bangsa-bangsa lain serta raja-raja dan orang-orang Israel. Aku sendiri akan menunjukkan kepadanya, betapa banyak penderitaan yang harus ia tanggung oleh karena nama-Ku.” Lalu pergilah Ananias ke situ dan masuk ke rumah itu. Ia menumpangkan tangannya ke atas Saulus, katanya, “Saulus, saudaraku, Tuhan Yesus, yang telah menampakkan diri kepadamu di jalan yang engkau lalui, telah menyuruh aku kepadamu, supaya engkau dapat melihat lagi dan penuh dengan Roh Kudus.” Seketika itu juga seolah-oleh selaput gugur dari matanya, sehingga ia dapat melihat lagi. Ia bangun lalu dibaptis. Setelah ia makan, pulihlah kekuatannya. Saulus tinggal beberapa hari bersama-sama dengan murid-murid di Damsyik. Ketika itu juga ia memberitakan Yesus di rumah-rumah ibadat, dan mengatakan bahwa Yesus adalah Anak Allah. (Kis 9:1-20)

Mazmur Tanggapan: Mzm 117:1-2; Bacaan Injil: Yoh 6:52-59
Cerita mengenai pertobatan Santo Paulus barangkali merupakan salah satu yang paling dramatis dari cerita-cerita yang termuat dalam Kitab Suci Perjanjian Baru. Cerita itu pun merupakan undangan istimewa bagi kita semua untuk mengingatkan kita pada pertobatan kita masing-masing. Beberapa dari kita telah mempunyai pengalaman dramatis di mana kita merasakan perubahan yang terjadi secara instan. Akan tetapi, orang-orang lain mempunyai pengalaman perubahan yang terjadi secara tahap demi tahap sementara terang Kristus dengan perlahan-lahan terbit di atas diri kita. Apa pun yang terjadi, bukti telah terjadinya pertobatan atau conversio adalah hidup yang berubah. Apabila kita (anda dan saya) mencoba hidup bagi Yesus setiap hari dan berupaya untuk mengasihi sesama seperti diri kita sendiri, maka dalam hal ini ada conversio. Seperti yang ditulis oleh Santo Paulus sendiri: “…… tidak ada seorang pun yang dapat mengaku: ‘Yesus adalah Tuhan’, selain oleh Roh Kudus” (1Kor 12:3).

Bilamana anda merasa kurang yakin apakah anda telah melakukan pertobatan atau conversio, maka cobalah melakukan exercise berikut ini. Ambillah secarik kertas. Tulislah di bagian kiri: SEBELUM KRISTUS, dan tulislah di bagian kanan: SESUDAH PERTOBATAN. Tutuplah mata anda sejenak dan renungkanlah bagaimana hidup anda sebelum anda sampai pada iman-kepercayaan yang sungguh-sungguh kepada Kristus. Setelah itu anda mulai menuliskan kata-kata atau frase-frase untuk menggambarkannya. Di bawah judul SEBELUM KRISTUS, anda dapat menulis kata-kata atau frase-frase seperti berikut ini (ini hanyalah contoh-contoh): hidup yang berpusat pada diri sendiri, merasa takut, sombong, hidup tanpa tujuan yang jelas, didorong oleh hasrat akan kenikmatan duniawI, gelisah, sering marah. Sekarang renungkanlah sejenak kehidupanmu sekarang (SESUDAH PERTOBATAN): Kata-kata atau frase-frase seperti hidup yang berpusat pada Allah, penuh sukacita, merasa diampuni oleh Allah, berbahagia, merasa damai, menaruh kepercayaan kepada orang lain, sabar. Apa pun yang ditulis di sebelah kiri atau kanan, kita masing-masing harus mampu mengindentifikasikan bagaimana daftar sebelah kiri telah semakin sedikit dan singkat dan daftar di sebleh kanan telah semakin banyak dan panjang.

Dalam Wasiatnya yang dibuat menjelang kematiannya, Santo Fransikus dari Assisi menggambarkan pertobatannya dengan singkat dan menarik: “Beginilah Tuhan menganugerahkan kepadaku, Saudara Fransiskus, untuk mulai melakukan pertobatan. Ketika aku dalam dosa, aku merasa amat muak melihat orang kusta. Akan tetapi Tuhan sendiri menghantar aku ke tengah mereka dan aku merawat mereka penuh kasihan. Setelah aku meninggalkan mereka, apa yang tadinya terasa memuakkan, berubah bagiku menjadi kemanisan jiwa dan badan; dan sesudahnya aku sebentar menetap, lalu aku meninggalkan dunia” (Wasiat 1-3). Dari sini kita lihat bahwa inisiatif selalu berada di pihak Allah. Dia-lah yang memberikan karunia/anugerah kepada seseorang untuk melakukan pertobatan. Tugas orang bersangkutan adalah membuka diri bagi anugerah Allah itu.

Khotbah-khotbah Paulus, baik dalam “Kisah para Rasul” maupun banyak suratnya yang terdapat dalam Kitab Suci Perjanjian Baru dipenuhi dengan acuan-acuan kepada awal pertobatannya – hari di mana Paulus mulai memberikan hidupnya kepada Yesus. Baiklah bagi kita semua untuk mencoba hal yang sama. Baiklah bagi kita masing-masing menulis secara singkat “cerita pertobatan” kita sendiri. Bagaimana kita mulai sungguh mengenal dan mengalami Yesus sebagai penebus dan Tuhan (Kyrios) dari alam tercipta? Apa yang memotivasi diri kita masing-masing memberikan hati kita kepadanya dan menyambut Dia ke dalam hidup kita? Kita juga harus sering melakukan review atau tinjauan-ulang, dan mengamati pertumbuhan rohani kita selagi Roh Kudus mengisi diri kita dengan keyakinan akan kuat-kuasa Allah untuk memberi hal-hal baik bagi umat-Nya yang setia.

DOA: Tuhan Yesus, terima kasih penuh syukur kuhaturkan kepada-Mu karena Engkau membawa diriku untuk beriman kepada-Mu. Aku mohon kepada-Mu agar aku Kauberikan kesempatan untuk syering/berbagi dengan orang lain bagaimana Engkau telah membuat perubahan dalam hidupku. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Rabu, April 17, 2013

ROH KUDUS JUGA INGIN BEKERJA MELALUI DIRI KITA


(Bacaan Pertama Misa Kudus, Hari Biasa Pekan III Paskah – Kamis, 18 April 2013)

Kemudian berkatalah seorang malaikat Tuhan kepada Filipus, “Bangkitlah dan berangkatlah ke sebelah selatan, menurut jalan yang turun dari Yerusalem ke Gaza.” Jalan itu jalan yang sunyi. Lalu Filipus bangkit dan berangkat. Adalah seorang Etiopia, seorang pejabat istana, pembesar dan kepada perbendaharaan Sri Kandake, ratu negeri Etiopia, yang pergi ke Yerusalem untuk beribadah. Orang itu sedang dalam perjalanan pulang dan duduk dalam keretanya sambil membaca kita Nabi Yesaya. Lalu kata Roh kepada Filipus, “Pergilah ke situ dan dekatilah kereta itu!” Filipus bergegas ke situ dan mendengar pejabat istana itu sedang membaca membaca kitab Nabi Yesaya. Kata Filipus, “Mengertikan Tuan apa yang Tuan baca itu?” Jawabnya, “Bagaimana aku dapat mengerti kalau tidak ada yang membimbing aku?” Lalu ia meminta Filipus naik dan duduk di sampingnya. Nas yang dibacanya itu berbunyi sebagai berikut: Seperti seekor domba Ia dibawa ke pembantaian; dan seperti anak domba yang kelu di depan orang yang menggunting bulunya, demikianlah Ia tidak membuka mulut-Nya. Dalam kehinaan-Nya, keadilan tidak diberikan kepada-Nya; siapa yang akan menceritakan asal-usul-Nya? Sebab nyawa-Nya diambil dari bumi.

Lalu kata pejabat istana itu kepada Filipus, “Aku bertanya kepadamu, tentang siapa nabi berkata demikian? Tentang dirinya sendiri atau tentang orang lain?” Filipus pun mulai berbicara dan bertolak dari nas itu ia memberitakan Injil tentang Yesus kepadanya. Mereka melanjutkan perjalanan mereka, dan tiba di suatu tempat yang ada air; apakah ada halangan bagiku untuk dibaptis?” [Sahut Filipus, “Jika Tuan percaya dengan segenap hati, boleh.” Jawabnya, Aku percaya bahwa Yesus Kristus adalah Anak Allah.”] Orang Etiopia itu menyuruh menghentikan kereta itu, dan keduanya turun ke dalam air, baik Filipus maupun pejabat istana itu, lalu Filipus membaptis dia. Setelah mereka keluar dari air, Roh Tuhan tiba-tiba membawa Filipus pergi dan pegawai istana itu tidak melihatnya lagi. Ia meneruskan perjalanannya dengan sukacita. Ternyata Filipus sudah berada di Asdod. Ia berjalan melalui daerah itu dan memberitakan Injil di semua kota sampai ia tiba di Kaisarea. (Kis 8:26-40)

Mazmur Tanggapan: Mzm 66:8-9,16-17,20; Bacaan Injil: Yoh 6:44-51

Lukas menceritakan bahwa seorang malaikat Tuhan menginstruksikan Filipus untuk mengambil jalan di padang gurun di tengah siang hari yang sangat panas. Tidak ada seorang pun yang “normal” pikirannya mau berjalan di saat-saat yang paling panas seperti itu. Nyatanya, dibutuhkan seorang malaikat untuk membuat Filipus sampai ke tujuan secara tepat waktu, guna bertemu dengan pejabat istana Etiopia yang sedang dalam perjalanan pulang ke negerinya.

Apakah yang menyebabkan Filipus mengambil langkah dalam iman? Karena dia mengenal kasih Yesus, dan ia ingin menyebarkan kasih itu ke mana-mana. Filipus ingin memanfaatkan setiap kesempatan untuk bercerita kepada orang-orang lain tentang kuat-kuasa dan kemerdekaan Injil. Kelihatannya Filipus sudah biasa dengan Roh Kudus yang memimpin dirinya dan memberi arahan-arahan kepadanya. Seperti juga Santa Perawan Maria yang percaya pada apa yang dikatakan malaikat agung Gabriel kepadanya tentang rencana penyelamatan Allah, Filipus juga percaya kepada pesan malaikat Tuhan yang memberikan instruksi kepadanya. Oleh karena itu, Filipus mengambil jalan yang sepi di siang hari bolong itu dalam iman yang lengkap, walaupun ia tidak mengetahui siapa atau apa yang akan dijumpainya. Dapatkah kita (anda dan saya) membayangkan betapa kelihatan bodoh dirinya di mata setiap orang yang pulang ke rumah atau warung mereka sehingga dapat berteduh dari sengat matahari di siang hari bolong itu?

Filipus terkejut melihat seorang pejabat asing sedang melakukan perjalanan sambil membaca keras-keras dari Kitab Yesaya, dan juga tidak terlalu jelas apa yang harus dilakukannya. Sekali lagi sang malaikat berbicara kepada Filipus, mendorongnya untuk memulai percakapan. Selebihnya adalah sejarah. Pejabat istana Etiopia itu tidak hanya merasa haus dan lapar akan sabda Allah, dia juga siap untuk menerima Injil dan dibaptis. Tradisi mengatakan bahwa orang Etiopia itu kembali ke negerinya dan menginjili bangsanya juga – semuanya karena keterbukaan Filipus bagi Tuhan dan karya-Nya.

Roh Kudus ingin bekerja melalui diri kita seperti yang terjadi dengan Filipus. Apabila kita mendengarkan desakan-desakan-Nya dalam hati kita, maka Dia akan menunjukkan kepada kita di mana dan bagaimana seharusnya kita berbicara tentang Kristus. Apabila Allah menggerakkan hati kita dengan sabda-Nya dari Kitab Suci bagi seseorang, maka kita harus bertindak …… berbicara kepada orang itu. Kita tidak pernah tahu kejutan-kejutan apa yang telah disiapkan Tuhan bagi kita semua. Apabila kita memperkenankan-Nya, maka Dia akan memimpin kita kepada orang-orang yang sedang sangat merindukan sabda Allah. Oleh karena itu, janganlah kita menutup terang dari dalam diri kita atau merasa takut untuk mensyeringkan Kabar Baik Yesus Kristus dengan orang-orang lain. Bayangkanlah betapa banyaknya orang yang akan berterima kasih penuh syukur kepada Tuhan karena langkah kecil kita dalam proses evangelisasi.

DOA: Bapa surgawi, semoga Roh-Mu membimbingku dan memberikan keberanian dan keyakinan kepadaku untuk mensyeringkan Kabar Baik Yesus Kristus kepada orang-orang lain. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS