Halaman

"BAPA YANG KEKAL KUPERSEMBAHKAN KEPADA-MU, TUBUH DAN DARAH, JIWA DAN KE-AILAHAN PUTERA-MU YANG TERKASIH TUHAN KAMI YESUS KRISTUS, DEMI PENEBUSAN DOSA-DOSA KAMI DAN DOSA SELURUH DUNIA" - YESUS RAJA KERAHIMAN ILAHI, AKU PERCAYA KEPADA-MU

Isnin, November 11, 2013

HIDUP YANG MERANGKUL SALIB KRISTUS

(Bacaan Pertama Misa Kudus, Peringatan S. Yosafat, Uskup-Martir – Selasa, 12 November 2013)

Sebab Allah telah menciptakan manusia untuk kebakaan, dan dijadikan-Nya gambar hakekat-Nya sendiri. Tetapi karena dengki setan maka maut masuk ke dunia, dan yang menjadi milik setan mencari maut itu.
Tetapi jiwa orang benar ada di tangan Allah, dan siksaan tiada menimpa mereka. Menurut pandangan orang bodoh mereka mati nampaknya, dan pulang mereka dianggap malapetaka, dan kepergiannya dari kita dipandang sebagai kehancuran, namun mereka berada dalam ketenteraman. Kalaupun mereka disiksa menurut pandangan manusia, namun harapan mereka penuh kebakaan. Setelah disiksa sebentar mereka menerima anugerah yang besar, sebab Allah hanya menguji mereka, lalu mendapati mereka layak bagi diri-Nya. Laksana emas dalam dapur api diperiksalah mereka oleh-Nya, lalu diterima bagaikan korban bakaran. Maka pada waktu pembalasan mereka akan bercahaya, dan laksana bunga api berlari-larian di ladang jerami. Mereka akan mengadili para bangsa dan memerintah sekalian rakyat, dan Tuhan berkenan memerintah mereka selama-lamanya, Orang yang telah percaya pada Allah akan memahami kebenaran, dan yang setia dalam kasih akan tinggal pada-Nya. Sebab kasih setia dan belas kasihan menjadi bagian orang-orang pilihan-Nya. (Keb 2:23-3:9)

Mazmur Tanggapan: Mzm 34:2-3,16-19; Bacaan Injil: Luk 17:7-10

“Orang yang telah percaya pada Allah akan memahami kebenaran, dan yang setia dalam kasih akan tinggal pada-Nya” (Keb 3:9).

“Setia kepada Allah begitu sulit sekarang. Apakah sungguh ada artinya kesetiaan itu ketimbang upaya kita yang jatuh-bangun seperti ini?” Ini adalah sebuah pertanyaan yang seringkali timbul dalam sebuah dunia yang didominir oleh kemajuan-kemajuan teknologi yang bersifat dramatis namun disertai dengan suatu kemerosotan tajam dalam nilai-nilai moral dan disintegrasi dalam kehidupan keluarga yang terus berlangsung. Umat beriman telah berjuang dengan isu ini selama ribuan tahun lamanya. Jadi, hal ini bukanlah sekadar suatu gejala zaman modern.

Para pembaca Kitab Kebijaksanaan – orang-orang Yahudi yang tinggal di Mesir pada abad pertama S.M. – juga bukan kekecualian. Kesetiaan senantiasa akan memperoleh ganjaran. Bahkan dalam pencobaan-pencobaan, bencana serta musibah lainnya seperti kematian, maka “jiwa orang benar ada di tangan Allah” (Keb 3:1) dan “dalam kasih akan tinggal pada-Nya” (Keb 3:9).

Memang cukup mudahlah untuk menjadi setia selama segala sesuatu berjalan menurut apa yang kita inginkan. Namun bagaimanakah halnya ketika kita sedang mengalami kesulitan hidup? Bagaimana kita bereaksi – walaupun sudah berupaya dengan sebisa-bisanya – ketika si Jahat kelihatannya memenangkan semua pertempuran? Akan tetapi, ketika menyadari bahwa perkara-perkara yang kita hadapi jauh lebih besar daripada yang dapat kita tangani sendiri, maka kita pun dapat berdoa tidak seperti sebelum-sebelumnya. Kita dapat mulai melihat berbagai tantangan dan kesulitan hidup sebagai kesempatan-kesempatan untuk mengandalkan Allah yang sangat setia pada sabda-Nya. Bila kita dapat melihat pencobaan-pencobaan yang kita alami sebagai sedikit pendisiplinan atas diri kita dalam perjalanan kita menuju perolehan anugerah yang besar dalam bentuk kehidupan kekal (Keb 3:5), maka kita dapat membuat pilihan-pilihan sulit yang “bodoh” di mata orang, andaikata Jesus tidak bangkit dari antara orang mati (lihat 1Kor 15:14).

Pertimbangkanlah keputusan-keputusan yang telah diinspirasikan oleh iman yang sedemikian dalam diri orang-orang Kristiani lainnya. Santo Paulus melepaskan segala sesuatu yang dahulu dipandangnya sangat berharga demi mengikuti Kristus, walaupun “Ya”-nya menyebabkan dirinya mengalami penolakan, penyiksaan, kapal yang karam, dijebloskan ke dalam penjara dlsb. (lihat 2Kor 11:16-33).

Pilihan-pilihan “bodoh” seperti ini bukanlah sekadar diperuntukkan bagi para pahlawan iman seperti Paulus. Banyak orang Kristiani memeluk “kebodohan salib” (lihat 1Kor 1:18) lewat cara-cara yang kelihatannya biasa-biasa saja. Pikirkanlah mereka yang telah kehilangan pekerjaan, namun secara teratur masih memberi kolekte yang diperuntukkan bagi kaum miskin, dan mereka dengan/dalam iman masih menaruh kepercayaan pada penyelenggaran ilahi. Bagaimana kiranya seseorang yang telah disakiti hatinya oleh seorang sahabatnya sendiri (atau oleh seorang saudari/saudara sekomunitas dengannya), misalnya lewat gosip dan fitnah, namun ia menanggapinya dengan doa-doa dan pengampunan, bukan dengan rasa benci dan kepahitan? Ada banyak contoh dari umat yang menjalani hidup yang merangkul salib Kristus. Setiap kasus kelihatan sebagai “kebodohan murni”, namun bagi mereka semua itu adalah berdasarkan janji-janji Kristus sendiri.

Kita menghadapi pilihan-pilihan serupa pada setiap tahap kehidupan kita. Dapatkah kita cukup percaya akan kebangkitan, sehingga kita memilih logika kasih Allah daripada logika dunia?

DOA: Bapa surgawi, aku menaruh kepercayaan kepada-Mu dan menyerahkan setiap kebutuhanku ke dalam tangan-tangan kasih-Mu. Curahkanlah hikmat-Mu ke dalam hidupku dan tolonglah aku agar mau dan mampu membuat pilihan-pilihan yang keras demi Engkau saja. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS