Isnin, April 07, 2014
Khamis, April 03, 2014
BERBEDA DENGAN KEBANYAKAN ORANG LAIN
(Bacaan Pertama
Misa Kudus, Hari Biasa Pekan IV – Jumat, 4 April 2014)
Karena
angan-angannya tidak tepat maka berkatalah mereka satu sama lain: “Pendek dan
menyedihkan hidup kita ini, dan pada akhir hidup manusia tidak ada obat
mujarab. Marilah kita menghadang orang yang baik, sebab bagi kita ia menjadi
gangguan serta menentang pekerjaan kita. Pelanggaran-pelanggaran hukum
dituduhkannya kepada kita, dan kepada kita dipersalahkannya dosa-dosa terhadap
pendidikan kita. Ia membanggakan mempunyai pengetahuan tentang Allah, dan
menyebut dirinya anak Tuhan, Bagi kita ia merupakan celaan atas anggapan kita,
hanya melihat dia saja sudah berat rasanya bagi kita. Sebab hidupnya sungguh
berlainan dari kehidupan orang lain, dan lain dari lainlah langkah lakunya.
Kita dianggap olehnya sebagai yang tidak sejati, dan langkah laku kita dijauhinya
seolah-olah najis adanya. Akhir hidup orang benar dipujinya bahagia, dan ia
bermegah-megah bahwa bapanya ialah Allah. Coba kita lihat apakah perkataannya
benar dan ujilah apa yang terjadi waktu ia berpulang. Jika orang yang benar itu
sungguh anak Allah, niscaya Ia akan menolong dia serta melepaskannya dari
tangan para lawannya. Mari, kita mencobainya dengan aniaya dan siksa, agar kita
mengenal kelembutannya serta menguji kesabaran hatinya. Hendaklah kita
menjatuhkan hukuman mati keji terhadapnya, sebab menurut katanya ia pasti
mendapat pertolongan.”
Demikianlah mereka
berangan-angan, tapi mereka sesat, karena telah dibutakan oleh kejahatan
mereka. Maka mereka tidak tahu akan rahasia-rahasia Allah, tidak yakin akan
ganjaran kesucian, dan tidak menghargakan kemuliaan bagi jiwa yang murni. (Keb
2:1a,12-22)
Mazmur Tanggapan:
Mzm 34:17-21,23; Bacaan Injil: Yoh 7:1-2,10,25-30
Kitab Kebijaksanaan
(Salomo) adalah sebuah kitab yang relatif belakangan dimasukkan ke dalam Kitab
Suci. Kapan? Tanggal/waktu yang banyak diterima sehubungan dengan munculnya
Kitab Kebijaksanaan ini adalah sekitar tahun 50 S.M. Hanya versi dalam bahasa
Yunani saja yang berhasil diketemukan, walaupun ada pakar-pakar yang percaya
bahwa sebagian dari Kitab ini mungkin disusun dalam bahasa Ibrani. Tidak adanya
suatu versi dalam bahasa Ibrani adalah salah satu alasan mengapa sejumlah
tradisi iman telah menolak dimasukkannya Kitab Kebijaksanaan ini dalam kanon
Kitab Suci.
Dalam Kitab ini ada
suatu proklamasi kenabian tentang bagaimana orang akan bereaksi terhadap “orang
yang baik” di mana ketidakbersalahannya akan mengungkap dosa-dosa mereka (Keb
2:12). Dengan memproklamasikan dirinya sebagai anak Tuhan/Allah (Keb 2:13,16),
maka orang-orang memandang-Nya sebagai suatu beban “sebab hidupnya sungguh
berlainan dari kehidupan orang lain, dan lain dari lainlah langkah laku-Nya”
(Keb 2:15). “Orang benar” ini akan mengalami aniaya dan siksa (Keb 2:19), dan
dirinya pun akan dijatuhi hukuman mati keji (Keb 2:20). Sungguh suatu “ramalan”
yang jitu bagaimana orang-orang akan bereaksi terhadap Yesus!
Dua ribu tahun
kemudian, kita dapat bertanya apakah sikap-sikap manusia telah banyak berubah,
dengan catatan bahwa sekarang kita telah mempunyai banyak kesaksian tentang
siapa “orang benar” itu sebenarnya. Bukankah sekarang masih ada banyak orang
yang memandang jalan-jalan/cara-cara Yesus sangat tidak nyaman, malah seperti
beban saja? Bukankah banyak orang merasa takut bahwa diri mereka akan dilihat
oleh orang-orang lain sebagai “orang aneh” jika mereka mencoba untuk hidup
seturut ajaran-ajaran-Nya? Tentunya anda sekalian masih ingat bagaimana Santo
Fransiskus dari Assisi diolok-olok dan diejek-diejek serta dipermalukan pada
saat-saat dia memutuskan untuk mengikuti jejak Yesus Kristus? Demikian pula
dengan banyak orang kudus lainnya. Memang mengikuti jejak Yesus mengandung
“biaya pemuridan/kemuridan” yang tidak kecil. Atas dasar alasan inilah tidak
sedikit orang yang meninggalkan diri-Nya atau batal mengikuti jejak-Nya.
Ada suatu peristiwa
kecil yang saya alami sendiri di bandara Surabaya di tahun 1990an, ketika saya
mau pulang ke Jakarta dari sebuah perjalanan dinas yang melelahkan. Di tempat
itu saya berjumpa dengan beberapa teman anggota direksi sebuah bank milik
keluarga Cendana. Kami ngobrol ke sana ke mari sambil jalan karena ternyata
akan berada dalam flight yang sama. Ketika mereka mau masuk “lounge” khusus
penumpang “business class” saya meneruskan jalan saya untuk menuju ruang tunggu
penumpang kelas ekonomi yang ramai seperti pasar itu. Seorang dari mereka
berseru dengan suara keras kira-kira begini: Kenapa naik economy class, kan lu
direktur bank? Apakah bank elu mau bangkrut? Menanggapi “teriakan” itu saya
hanya tersenyum dan melanjutkan jalan saya. Tidak sedikit orang yang mendengar
teriakan sombong dari teman saya itu. Sebagai direktur-eksekutif sebuah bank
swasta nasional, memang saya berhak untuk naik “business class” atau “first
class”, tapi saya berupaya untuk mengikuti teladan kesederhanaan yang diberikan
oleh Yesus dan orang-orang kudus-Nya, seperti bapak rohani saya, Santo
Fransiskus. Waktu berjalan terus sampai saat datang krisis ekonomi. Bank teman
saya itu ditutup, tetapi bank di mana saya bekerja masih tetap ada sampai hari
ini. Pengalaman serupa tapi tak sama saya alami beberapa kali di tempat dan
waktu yang berbeda.
Hikmat-kebijaksanaan
khusus apakah yang dimiliki Yesus, sehingga memampukan diri-Nya untuk hidup
secara berbeda dengan kebanyakan orang lain? Yesus begitu yakin akan kasih dan
perlindungan Bapa-Nya, sehingga Dia mampu menemui orang-orang dan memberikan
kasih Allah Bapa kepada mereka semua – bahkan mereka yang menentang-Nya,
melawan-Nya, memusuhi-Nya, mendzolimi-Nya. Yesus adalah puncak kepenuhan nubuat
sang nabi: “Aku tahu, bahwa aku tidak akan mendapat malu” (Yes 50:7). Hikmat-Nya
adalah buah dari pengenalan-Nya akan kasih Bapa surgawi, menaruh kepercayaan
pada kasih itu, dan berkeinginan untuk membagikan kasih itu dengan setiap
orang. Yesus tidak pernah goyah dalam menjalani panggilan-Nya untuk mewujudkan
penebusan bagi kita semua.
Selagi kita semakin
mengenal kasih Bapa surgawi bagi kita yang diwujudkan dalam kematian Yesus di
kayu salib, kita semakin penuh menanggapi kehadiran Roh Kudus yang berdiam
dalam diri kita, kita pun akan mulai mengenakan “pikiran Kristus” (1Kor 2:16;
bdk. Flp 2:5). Diberdayakan oleh Roh Allah sendiri, kita pun akan mampu
bertumbuh dalam keserupaan dengan Yesus, Tuhan kita, sang “Orang benar”.
DOA: Tuhan Yesus,
kami berterima kasih penuh kepada-Mu karena Engkau sudi mati di kayu salib demi
kami, sehingga kami dapat menerima kasih Bapa surgawi. Melalui Roh Kudus-Mu,
penuhi diri kami dengan hikmat-Mu, ya Tuhan, karena kami sungguh ingin menjadi
serupa dengan diri-Mu. Amin.
Sdr. F.X.
Indrapradja, OFS
Labels:
Renungan Harian
Rabu, April 02, 2014
ALLAH SENANTIASA MEMANGGIL KITA
(Bacaan Injil Misa
Kudus, Hari Biasa Pekan IV Prapaskah – Kamis, 3 April 2014)
Kalau Aku bersaksi tentang diri-Ku sendiri, maka kesaksian-Ku tidak benar; ada yang lain yang bersaksi tentang Aku dan Aku tahu bahwa kesaksian yang diberikan-Nya tentang Aku adalah benar. Kamu telah mengirim utusan kepada Yohanes dan ia telah bersaksi tentang kebenaran; tetapi Aku tidak memerlukan kesaksian dari manusia, namun Aku mengatakan hal ini, supaya kamu diselamatkan. Ia adalah pelita yang menyala dan bercahaya dan kamu hanya mau menikmati seketika saja cahayanya itu. Tetapi Aku mempunyai suatu kesaksian yang lebih penting daripada kesaksian Yohanes, yaitu segala pekerjaan yang diserahkan Bapa kepada-Ku, supaya Aku melaksanakannya. Pekerjaan itu juga yang Kukerjakan sekarang, dan itulah yang memberi kesaksian tentang Aku bahwa Bapa telah mengutus Aku. Bapa yang mengutus Aku, Dialah yang bersaksi tentang Aku. Kamu tidak pernah mendengar suara-Nya, rupa-Nya pun tidak pernah kamu lihat, dan firman-Nya tidak menetap di dalam dirimu, sebab kamu tidak percaya kepada Dia yang diutus-Nya. Kamu menyelidiki Kitab-kitab Suci, sebab kamu menyangka bahwa di dalamnya kamu temukan hidup yang kekal, tetapi walaupun Kitab-kitab Suci itu memberi kesaksian tentang Aku, namun kamu tidak mau datang kepada-Ku untuk memperoleh hidup itu.
Aku tidak
memerlukan hormat dari manusia. Tetapi tentang kamu, memang Aku tahu bahwa di
dalam hatimu kamu tidak mempunyai kasih terhadap Allah. Aku datang dalam nama
Bapa-Ku dan kamu tidak menerima Aku; jikalau orang lain datang atas namanya
sendiri, kamu akan menerima dia. Bagaimana kamu dapat percaya, kamu yang
menerima hormat seorang dari yang lain dan tidak mencari hormat yang datang
dari Allah yang Esa? Jangan kamu menyangka bahwa Aku akan mendakwa kamu di
hadapan Bapa; yang mendakwa kamu adalah Musa yang kepadanya kamu menaruh
pengharapan. Sebab jikalau kamu percaya kepada Musa, tentu akan percaya juga
kepada-Ku, sebab ia telah menulis tentang Aku. Tetapi jikalau kamu tidak
percaya kepada apa yang ditulisnya, bagaimana kamu akan percaya kepada apa yang
Kukatakan?” (Yoh 5:31-47)
Bacaan Pertama: Kel
32:7-14; Mazmur Tanggapan: Mzm 106:19-23
Dengan
begitu banyak cara, Allah terus-menerus memberi kesaksian kepada kita tentang
Putera-Nya – Yesus – agar supaya kita dapat datang kepada-Nya untuk menerima
kepenuhan hidup. Allah mengetahui bahwa jika kita tidak datang kepada Yesus,
maka kita akan tetap buta, bersikap masa bodoh, dan berjalan menuju kehancuran
diri kita sendiri. Oleh karena itu Yesus berseru, “Datanglah kepadaku” (bdk.
Yoh 5:40; Yes 55:3). Yesus memanggil kita melalui Gereja dan dalam Kitab Suci.
Suara-Nya terdengar berulang-ulang melalui berbagai penyembuhan ajaib dan
pewartaan penuh inspirasi dari para pelayan-Nya. Melalui bisikan Roh Kudus-Nya
dalam batin kita, Yesus menyatakan kerinduan-Nya untuk berbicara kepada pikiran
kita dan juga menembus hati kita dengan kesadaran akan kedosaan kita dan
pengampunan dari Allah.
Allah senantiasa
memanggil kita, dan Ia meminta agar kita menanggapi panggilan-Nya dengan iman,
yang adalah “dasar dari segala sesuatu yang diharapkan dan bukti dari segala
sesuatu yang tidak dilihat” (Ibr 11:1). Iman bersifat hakiki karena kehidupan
yang ingin diberikan Allah tidaklah datang dari dunia ini – suatu kehidupan
yang dapat kita lihat, kita rasakan dan kita sentuh. Kalau begitu, kehidupan
dari mana? Kehidupan dari atas sana! Yesus bersabda: “Kamu berasal dari bawah,
Aku dari atas; kamu dari dunia ini, Aku bukan dari dunia ini” (Yoh 8:23).
Artinya, hal ini melampaui pemahaman manusia. Mengapa? Karena hati mereka tertuju
pada hal-hal yang kelihatan, maka sulitlah bagi orang-orang Farisi untuk
menerima kesaksian Allah tentang Yesus (lihat Yoh 5:43). Akan tetapi, apabila
kita mempersiapkan hati kita untuk menerima kehidupan dari “atas”, maka
kesaksian Allah tersebut akan bercahaya dalam diri kita.
Dalam upaya
mereka untuk memahami hukum-hukum Allah, orang-orang Farisi mempelajari Kitab
Suci secara intens (Yoh 5:39-40). Kadang-kadang kita dapat tergoda untuk
mempelajari Kitab Suci dengan cara serupa, yaitu mengandalkan pada kekuatan
intelektual dengan harapan bahwa melalui pemahaman kita, maka kita dapat
memiliki kuasa Allah. Sebenarnya Allah meminta kita untuk cukup mengheningkan
jiwa kita untuk memperkenankan sabda-Nya menembus hati kita. Allah ingin agar
kita menerima hidup-Nya, tidak hanya memahami-Nya, karena jika kita menerima
dari Dia sendiri, Dia akan memberdayakan kita untuk menyampaikan sabda-Nya
kepada orang-orang lain.
Saudari dan
Saudaraku, sekarang marilah kita memohon kepada Roh Kudus untuk membuka hati
kita bagi semua hal yang memberi kesaksian tentang kemuliaan Yesus Kristus.
Marilah kita belajar untuk mengheningkan pikiran kita, selagi kita berdoa agar
kita dapat menerima “hal-hal yang tidak kelihatan” yang datang dari takhta
Allah.
DOA: Yesus, kami
datang menghadap hadirat-Mu dan mohon diberikan kehidupan. Transformasikanlah
setiap aspek kehidupan kami dengan kehidupan ilahi-Mu sehingga dengan demikian
kami dapat menyembah-Mu dan juga memuliakan Bapa surgawi. Amin.
Sdr. F.X.
Indrapradja, OFS
Labels:
Renungan Harian
Selasa, April 01, 2014
SIAPAKAH YESUS INI?
(Bacaan Injil Misa
Kudus, Hari Biasa Pekan IV Prapaskah – Rabu, 2 April 2014)
Tetapi Ia berkata kepada mereka, “Bapa-Ku bekerja sampai
sekarang, maka Aku pun bekerja juga.” Sebab itu, para pemuka Yahudi makin
berusaha untuk membunuh-Nya, bukan saja karena Ia melanggar peraturan Sabat,
tetapi juga karena Ia mengatakan bahwa Allah adalah Bapa-Nya sendiri dan dengan
demikian menyamakan diri-Nya dengan Allah.
Lalu Yesus menjawab
mereka, “Sesungguhnya Aku berkata, Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari
diri-Nya sendiri, jikalau Ia tidak melihat Bapa mengerjakannya; sebab apa yang
dikerjakan Bapa, itu juga yang dikerjakan Anak. Sebab Bapa mengasihi Anak dan
Ia menunjukkan kepada-Nya segala sesuatu yang dikerjakan-Nya sendiri, bahkan Ia
akan menunjukkan kepada-Nya pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar lagi daripada
pekerjaan-pekerjaan itu, sehingga kamu menjadi heran. Sebab sama seperti Bapa
membangkitkan orang-orang mati dan menghidupkannya, demikian juga Anak
menghidupkan siapa saja yang dikehendaki-Nya. Bapa tidak menghakimi siapa pun,
melainkan telah menyerahkan penghakiman itu seluruhnya kepada Anak, supaya
semua orang menghormati Anak sama seperti mereka menghormati Bapa. Siapa saja
yang tidak menghormati Anak, ia juga tidak menghormati Bapa yang mengutus Dia.
Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Siapa saja yang mendengar
perkataan-Ku dan percaya kepada Dia yang mengutus Aku, ia mempunyai hidup yang
kekal dan tidak turut dihukum, sebab ia sudah pindah dari dalam maut ke dalam
hidup. Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Saatnya akan tiba dan sudah tiba
bahwa orang-orang mati akan mendengar suara Anak Allah, dan mereka yang
mendengarnya, akan hidup. Sebab sama seperti Bapa mempunyai hidup diri-Nya
sendiri, demikian juga diberikan-Nya Anak mempunyai hidup dalam diri-Nya sendiri.
Ia telah memberikan kuasa kepada-Nya untuk menghakimi, karena Ia adalah Anak
Manusia. Janganlah kamu heran akan hal itu, sebab saatnya akan tiba bahwa semua
orang yang di dalam kuburan akan mendengar suara-Nya, dan mereka yang telah
berbuat baik akan keluar dan bangkit untuk hidup yang kekal, tetapi mereka yang
telah berbuat jahat akan bangkit untuk dihukum.
Aku tidak dapat
berbuat apa pun dari diri-Ku sendiri; Aku menghakimi sesuai dengan apa yang Aku
dengar, dan penghakiman-Ku adil, sebab Aku tidak menuruti kehendak-Ku sendiri,
melainkan kehendak Dia yang mengutus Aku. (Yoh 5:17-30)
Bacaan Pertama: Yes
49:8-15; Mazmur Tanggapan: Mzm 145:8-9,13-14,17-18
Bayangkanlah diri anda sebagai salah seorang Yahudi yang baru saja
menyaksikan Yesus menyembuhkan orang lumpuh di dekat kolam Betesda. Mukjizat
itu membuat anda merasa takjub dan sungguh menarik perhatian anda. Namun
sekarang anda mendengar Yesus mengatakan bahwa Allah adalah Bapa-Nya sendiri
yang “membangkitkan orang-orang mati dan menghidupkannya”, serta menyebut
diri-Nya sebagai Anak yang juga “menghidupkan siapa saja yang dikehendaki-Nya”
dan menerima wewenang dari Bapa untuk melakukan semua “penghakiman” atas
manusia (Yoh 5:21-22). Tradisi Yahudi anda mengajarkan bahwa hanyalah Allah
yang membangkitkan orang-orang mati, memberikan kehidupan dan juga menghakimi.
Oleh karena itu anda mulai bertanya dalam hati, siapakah Yesus ini? Apakah Ia
sungguh mengklaim diri-Nya sebagai Allah? Apakah Ia sang Mesias yang telah
dijanjikan Allah? Ataukah Ia hanya seorang nabi palsu, seorang yang berpikiran
tidak waras?
Pada zaman modern
ini, sekitar 2.000 tahun setelah peristiwa ini terjadi, pertanyaan tentang
“Siapakah Yesus ini?” masih ada. Perwahyuan melalui kuasa Roh Kudus, kesaksian
dari kepercayaan-kepercayaan dan tradisi-tradisi, bukti-bukti sejarah –
semuanya menunjukkan kepada kita arah yang benar, namun tidak mengecualikan
kita dari kewajiban untuk menjawab pertanyaan itu bagi diri kita sendiri.
Masing-masing kita harus bertanya kepada diri kita sendiri: Apakah aku sungguh
percaya bahwa Yesus adalah sang Mesias (Kristus), Dia yang dijanjikan, Anak
(Putera) Allah, Dia yang satu dengan Bapa? Apakah aku percaya bahwa Dia wafat
dan bangkit dari antara orang mati seturut Kitab Suci dan sekarang Dia duduk di
sebelah kanan Bapa? Apakah aku percaya bahwa Yesus ingin mensyeringkan
hidup-Nya sendiri dengan diriku dan menjalin relasi pribadi dengan diriku
melalui kuasa Roh Kudus-Nya.
Masa
Prapaskah adalah masa untuk memusatkan perhatian kita secara baru pada kematian
dan kebangkitan Yesus. Ini adalah masa bagi suatu pandangan segar pada ketaatan
tanpa kompromi dari Yesus pada rencana Bapa surgawi untuk menyelamatkan dan
menebus kita. Hanya dengan mempercayai sepenuh hati bahwa Yesus adalah menurut
apa yang dikatakan-Nya tentang diri-Nya sendiri, maka kita akan mulai memahami
rencana besar keselamatan ini.
Pada masa Prapaskah
ini, marilah kita mengakui dengan lebih mendalam bahwa Yesus adalah Tuhan atas
hidup kita. Marilah kita juga mengungkapkan iman-kepercayaan kita bahwa Yesus
adalah sungguh sang Juruselamat dan janji-janji-Nya benar. Marilah kita
menggantungkan diri pada-Nya sepenuhnya, berharap pada-Nya saja. Yesus adalah
sungguh andalan kita!
DOA: Yesus, Engkau
adalah Putera Allah yang diutus oleh Bapa surgawi untuk membangkitkan
orang-orang mati dan memberi kehidupan kepada mereka. Aku percaya bahwa Engkau
hidup dan aktif dalam kehidupanku sekarang, dan bahwa pada suatu hari kelak aku
akan berjumpa dengan Engkau – muka ketemu muka. Amin.
Sdr. F.X.
Indrapradja, OFS
Labels:
Renungan Harian
Langgan:
Catatan (Atom)