Halaman

"BAPA YANG KEKAL KUPERSEMBAHKAN KEPADA-MU, TUBUH DAN DARAH, JIWA DAN KE-AILAHAN PUTERA-MU YANG TERKASIH TUHAN KAMI YESUS KRISTUS, DEMI PENEBUSAN DOSA-DOSA KAMI DAN DOSA SELURUH DUNIA" - YESUS RAJA KERAHIMAN ILAHI, AKU PERCAYA KEPADA-MU

Rabu, Ogos 30, 2017

SENANTIASA BERJAGA-JAGA

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXI – Kamis, 31 Agustus 2017)
Karena itu, berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu pada hari mana Tuhanmu datang.

Tetapi ketahuilah ini: Jika tuan rumah tahu pada waktu mana pada malam hari pencuri akan datang, sudahlah pasti ia berjaga-jaga, dan tidak akan membiarkan rumahnya dibongkar. Karena itu, hendaklah kamu juga siap sedia, karena Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu duga.
Siapakah hamba yang setia dan bijaksana, yang diangkat oleh tuannya atas orang-orangnya untuk memberikan mereka makanan pada waktunya? Berbahagialah hamba yang didapati tuannya melakukan tugasnya itu ketika tuannya itu datang. Sesungguhnya Aku berkata kepadamu Tuannya itu akan mengangkat dia menjadi pengawas segala miliknya. Akan tetapi, apabila hamba itu jahat dan berkata di dalam hatinya: Tuanku tidak datang-datang, lalu ia mulai memukul hamba-hamba lain, dan makan minum bersama-sama pemabuk-pemabuk, maka tuan hamba itu akan datang pada hari yang tidak disangkanya, dan pada saat yang tidak diketahuinya, dan akan membunuh dia dan membuat dia senasib dengan orang-orang munafik. Di sanalah akan terdapat ratapan dan kertak gigi.” (Mat 24:42-51)
Bacaan Pertama: 1Tes 3:7-13; Mazmur Tanggapan: Mzm 90:3-4,12-14,7 
Yesus menggunakan sebuah gambaran tidak seperti biasanya dalam berbicara mengenai diri-Nya sendiri – seperti seorang pencuri yang datang di malam hari.  Pokok yang mau disampaikan-Nya di sini adalah, bahwa “pencuri” tidak dapat membuat kita terkejut, apabila kita siap-siaga menyambut kedatangannya.
Beberapa kalimat kemudian Yesus mengatakan bahwa “pencuri” yang akan mengejutkan hamba di rumah sebenarnya adalah tuannya, yang berminat untuk melihat apa yang dilakukan oleh para hambanya. Berbahagialah hamba yang didapati tuannya melakukan tugasnya itu ketika tuannya itu datang, …… sebaliknya, celakalah hamba yang jahat membuang-buang waktu dan  kedapatan sedang bermabuk-mabukan ketika tuannya datang.
Solusinya? Jangan biarkan Anak Manusia datang kepada kita (anda dan saya) sebagai seorang asing, sebagai seseorang yang kedatangannya kita tidak harapkan atau nanti-nantikan. Seandainya kita bertanya kepada Yesus, “Bagaimana kita dapat sungguh-sungguh bersiap-siaga?” Kiranya Yesus akan menjawab, “Berjaga-jagalah dan berdoalah”, bukankah begitu?
Jika kita mengenal Yesus dengan baik dalam doa-doa harian pada waktu-waktu tertentu yang telah kita sediakan, tentunya kita tidak akan menjadi terkaget-kaget bilamana Dia datang menemui kita. Kita dapat berkata kepada-Nya: “Aku baru saja berbicara dengan Engkau, Tuhan. Selamat datang Sahabatku!”
Apabila kita telah berhadapan dengan Yesus secara jujur, lewat waktu-waktu teratur sehari-hari bersama dengan-Nya, maka kita telah memperkenankan Dia menyiapkan diri kita bagi kedatangan-Nya dalam kemuliaan pada akhir zaman.
DOA: Tuhan Yesus, Engkau ingin agar aku senantiasa bersiap-siaga menantikan kedatangan-Mu, seperti hamba yang baik itu. Biarlah Roh Kudus-Mu  senantiasa membimbingku dan mengingatkan aku akan hal ini. Amin.
Sumber :

Isnin, Ogos 28, 2017

YOHANES PEMBAPTIS: SANG BENTARA KRISTUS YANG RENDAH HATI

(Bacaan Injil Misa Kudus, Peringatan Wafatnya S. Yohanes Pembaptis, Martir – Selasa, 29 Agustus 2017) 
Sebab Herodeslah yang menyuruh orang menangkap Yohanes dan membelenggunya di penjara berhubung dengan peristiwa Herodias, istri Filipus saudaranya, karena Herodes telah mengambilnya sebagai istri. Memang Yohanes berkali-kali menegur Herodes, “Tidak boleh engkau mengambil istri saudaramu!” Karena itu Herodias menaruh dendam pada Yohanes dan bermaksud untuk membunuh dia, tetapi tidak dapat, sebab Herodes segan kepada Yohanes karena ia tahu bahwa Yohanes orang yang benar dan suci, jadi ia melindunginya. Setiap kali ia mendengarkan Yohanes, hatinya selalu terombang-ambing, namun ia merasa senang juga mendengarkan dia.
Akhirnya tiba juga kesempatan yang baik bagi Herodias, ketika Herodes pada ulang tahunnya mengadakan perjamuan untuk pembesar-pembesarnya, perwira-perwiranya dan orang-orang terkemuka Galilea. Pada waktu itu anak perempuan Herodias tampil lalu menari, dan ia menyenangkan hati Herodes dan tamu-tamunya. Raja berkata kepada gadis itu, “Mintalah apa saja yang kauingini, maka akan kuberikan kepadamu!”, lalu bersumpah kepadanya, “Apa saja yang kauminta akan kuberikan kepadamu, sekalipun setengah dari kerajaanku!” Anak itu pergi dan menanyakan ibunya, “Apa yang harus kuminta?” Jawabnya, “Kepala Yohanes Pembaptis!” Lalu ia cepat-cepat masuk menghadap raja dan meminta, “Aku mau, supaya sekarang juga engkau berikan kepadaku kepala Yohanes Pembaptis di atas piring!” Lalu sangat sedihlah hati raja, tetapi karena sumpahnya dan karena tamu-tamunya ia tidak mau menolaknya. Raja segera menyuruh seorang algojo dengan perintah supaya mengambil kepala Yohanes di penjara. Ia membawa kepala itu di sebuah piring besar dan memberikannya kepada gadis itu dan gadis itu memberikannya pula kepada ibunya.
Ketika murid-murid Yohanes mendengar hal itu mereka datang dan mengambil mayatnya, lalu membaringkannya dalam kuburan. (Mrk 6:17-29) 
Bacaan Pertama: Yer 1:17-19; Mazmur Tanggapan: Mzm 71:1-6,15,17 
Pada hari ini Gereja dengan penuh hormat memperingati kemartiran Santo Yohanes Pembaptis, sang bentara Kristus. Allah telah memanggil orang ini untuk memproklamasikan sabda-Nya dengan penuh keberanian, dan Ia berjanji bahwa walaupun para pemimpin dan/atau pemuka agama di Yerusalem akan melawannya, mereka tidak akan dapat menaklukkannya. Sekarang marilah kita mengamati karakter Yohanes Pembaptis guna menemukan apa saja yang memampukan dirinya taat pada panggilan Allah, bahkan dengan harga yang sangat mahal … hidupnya sendiri.
Sejak saat sebelum kelahirannya, Yohanes sudah dipenuhi dengan Roh Kudus (lihat Luk 1:15). Roh Kudus-lah yang mengajar-Nya untuk mendengar suara Tuhan dan taat kepada-Nya. Selagi Yohanes bertumbuh dewasa, Roh Kudus memimpinnya kepada suatu kehidupan doa dan puasa serta mati-raga …… mencari kepuasan hanya dalam relasi yang intim/akrab dengan Allah. Pengenalan akan Allah ini menghasilkan kerendahan-hati yang penuh kuasa dalam diri Yohanes. Ketika ditanyakan kepadanya apakah dirinya sang Kristus (Mesias), Yohanes menjawab bahwa membuka tali kasut-Nya pun dia tidak layak (lihat Yoh 1:27).
Thomas à Kempis, pengarang buku kecil terkenal “Mengikuti Jejak Kristus” menulis berkaitan dengan kerendahan hati seperti yang diperlihatkan oleh Yohanes Pembaptis sebagai berikut: “Tuhan melindungi dan membebaskan orang yang rendah hati. Tuhan melimpahkan cinta-Nya dan memberi hiburan kepadanya. Orang yang rendah hati sungguh dekat pada Tuhan dan diberi rahmat banyak, dan setelah menderita penindasan ia dimuliakan Tuhan” (Buku Kedua, Pasal II, 2; terjemahan alm. Mgr. J.O.H. Padmasepoetra, Pr.).
Karena berkat-berkat seperti inilah maka Yohanes Pembaptis mampu bertahan dalam penjara Herodes Antipas dan kemudian dihukum pancung demi Tuhan Allah yang disembah-Nya. Sepanjang hidupnya, keprihatinan utama Yohanes adalah mencari kehadiran Allah dan bukan sibuk melihat siapa yang “pro” kepadanya atau “anti” terhadap dirinya. Tuhan Allah dan sabda-Nya kepada umat-Nya, adalah pokok yang paling penting dalam pikirannya, sehingga Yohanes dapat berbicara kebenaran dengan berani, bebas dari urusan hidup-matinya sendiri.
Thomas à Kempis melanjutkan: “Bila kita berusaha agar kita memperoleh damai dalam hati kita, maka barulah kita dapat memberi damai kepada orang lain” (Buku Kedua, Pasal III, 1). Karena kedamaian yang ada antara Yohanes dan Allah, maka dia mampu mengenali Yesus (Yoh 1:29) dan dengan efektif memimpin orang-orang kepada-Nya, tanpa peduli bahwa jumlah para pengikutnya sendiri akan menyusut sebagai akibatnya (Yoh 3:28-30).  Sungguh merupakan suatu testimoni indah bagi Yohanes Pembaptis, bahwa beberapa rasul Yesus yang paling setia pada awalnya dibina oleh nabi rendah-hati dan martir ini, yang ambisinya hanyalah menyiapkan jalan bagi Tuhan Yesus.
DOA: Bapa surgawi, buatlah kami rendah hati dan perkenankanlah kami mengalami kasih-Mu yang penuh kerahiman. Penuhilah diri kami dengan damai-Mu, sehingga seperti Yohanes Pembaptis, kami pun dapat memproklamasikan kemuliaan-Mu dan memimpin orang-orang lain kepada Putera-Mu terkasih, Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamat kami. Amin.
Sumber :

Ahad, Ogos 27, 2017

ROH KUDUS SENANTIASA BEKERJA DI TENGAH-TENGAH KITA, KADANG-KADANG DENGAN CARA-CARA BARU DAN BERBEDA

(Bacaan Injil Misa Kudus, Peringatan S. Augustinus dr Hippo, Uskup Pujangga Gereja – Senin, 28 Agustus 2017) 
Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, karena kamu menutup pintu-pintu Kerajaan Surga di depan orang. Sebab kamu sendiri tidak masuk dan kamu merintangi mereka yang berusaha untuk masuk.
Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu menelan rumah janda-janda dan kamu mengelabui mata orang dengan doa yang panjang-panjang. Karena itu, kamu pasti akan menerima hukuman yang lebih berat.
Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu mengarungi lautan dan menjelajahi daratan, untuk membuat satu orang saja menjadi penganut agamamu  dan sesudah hal itu terjadi, kamu menjadikan dia calon penghuni neraka, yang dua kali lebih jahat daripada kamu sendiri.
Celakalah kamu, hai pemimpin-pemimpin buta, yang berkata: Bersumpah demi Bait Suci, sumpah itu tidak sah; tetapi bersumpah demi emas Bait Suci, sumpah itu mengikat. Hai kamu orang-orang bodoh dan orang-orang buta, manakah yang lebih penting, emas atau Bait Suci yang menguduskan emas itu? Bersumpah demi mezbah, sumpah itu tidak sah; tetapi bersumpah demi persembahan yang ada di atasnya, sumpah itu mengikat. Hai kamu orang-orang buta, manakah yang lebih penting, persembahan atau mezbah yang menguduskan persembahan itu? Karena itu, siapa saja yang bersumpah demi mezbah, ia bersumpah demi mezbah dan juga demi segala sesuatu yang terletak di atasnya. Siapa saja yang bersumpah demi Bait Suci, ia bersumpah demi Bait Suci dan juga demi Dia, yang tinggal di situ. Siapa saja yang bersumpah demi surga, ia bersumpah demi takhta Allah dan juga demi Dia, yang bersemayam di atasnya. (Mat 23:13-22) 
Bacaan Pertama: 1Tes 1:2b-5. 8b-10; Mazmur Tanggapan: Mzm 149:1-6,9 
“Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi” (Mat 23:13).
Memang mudahlah bagi kita berpendapat bahwa orang-orang Farisi adalah sekelompok orang yang bersikap legaslistik dan sombong yang ingin menghancurkan Kerajaan Allah. Sebenarnya mereka bukanlah orang-orang yang paling buruk. Pengabdian mereka kepada Allah dalam artian tertentu sungguh luarbiasa dan mereka senantiasa siap untuk melakukan pengorbanan demi Allah yang mereka sembah dan umat-Nya (Ingatlah apa yang dilakukan oleh Saulus sebelum ia bertobat dan kemudian bernama Paulus). Hasrat mereka yang utama adalah melindungi Yudaisme dari penyusupan oleh sumber-sumber asing seperti kekafiran Roma. Dengan “mati-matian” mereka mempertahankan Kitab Suci dan berupaya untuk menjaga agama mereka agar tetap murni. Inilah segala kualitas mereka yang bagus, dan tentunya mereka adalah orang-orang yang mengesankan sehingga mampu menarik banyak pengikut.
Masalahnya adalah bahwa ada sejumlah orang Farisi yang begitu mati-matian ingin memelihara dan mempertahankan Yudaisme sebagaimana mereka pahami sendiri sehingga mereka samasekali menutup diri terhadap kemungkinan bagi Allah untuk melakukan hal-hal yang baru.  Sungguh tak diduga oleh mereka penyelamatan Allah dapat datang melalui seorang tukang kayu miskin dari Nazaret yang “dekat” dengan para pemungut cukai dan para pendosa serta orang-orang tak beriman lainnya. Bagaimana mungkin Allah menggunakan orang yang tidak sependapat dengan keyakinan mereka?
Dengan mengingat hal ini, kita dapat melihat hati Yesus secara lebih jelas ketika Dia mengutuk orang-orang Farisi. Yesus bukan merasa muak dengan mereka, hati-Nya patah dan hancur melihat kedegilan hati dan sikap sok suci mereka. Bayangkan Yesus mengucapkan kata-kata yang keras dengan air mata berlinang dan suara yang serak. Inilah sekelompok orang yang begitu penuh pengabdian kepada Allah seturut versi mereka sendiri, namun mata mereka dibutakan terhadap rahmat yang tersedia bagi mereka. Sungguh tragis melihat mereka yang tidak mampu mengenali Yesus dan menolak Yesus sebagai sang Mesias yang dinanti-nantikan!
Cerita tentang orang-orang Farisi ini dapat menjadi pelajaran guna mengingatkan kita. Sementara kebenaran-kebenaran teologis tidak pernah berubah, Roh Kudus senantiasa bekerja di tengah-tengah kita, kadang-kadang dengan cara-cara yang baru dan berbeda. Sungguh mudahlah, namun sungguh berbahaya juga, bagi kita untuk mempunyai Allah yang sudah didefinisikan secara pasti. Yesus dapat saja mengundang kita kepada suatu dimensi baru dalam relasi kita dengan diri-Nya. Kita tidak boleh melarikan diri dari hal seperti itu karena hal itu berbeda daripada apa yang selama ini kita ketahui. Marilah kita menggunakan hikmat dan discernment, namun kita juga harus senantiasa siap dan terbuka bagi cara-cara doa yang tidak familiar, mendengar bisikan Roh Kudus yang tidak familiar, dan menunjukkan cintakasih kita kepada umat Allah dengan cara yang tidak familiar juga.
DOA: Roh Kudus Allah, lembutkanlah hatiku. Aku tidak ingin luput melihat diri-Mu selagi Engkau bergerak dalam hidupku dengan cara-cara baru pada hari ini. Aku tidak ingin menjadi terbatas dalam perspektifku tentang Siapa Engkau sebenarnya. Amin.
Sumber :

Jumaat, Ogos 25, 2017

JAUHKANLAH KEMUNAFIKAN

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari  Biasa Pekan Biasa XX – Sabtu, 26 Agustus 2017)
 


Lalu berkatalah Yesus kepada orang banyak dan kepada murid-murid-Nya, “Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa. Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya. Mereka mengikat beban-beban berat, lalu meletakkannya di atas bahu orang, tetapi mereka sendiri tidak mau menyentuhnya. Semua pekerjaan yang mereka lakukan hanya dimaksudkan untuk dilihat orang; mereka memakai tali sembahyang yang lebar dan jumbai yang panjang; mereka suka duduk di tempat terhormat dalam perjamuan dan di tempat terbaik di rumah ibadat; mereka suka menerima penghormatan di pasar dan suka dipanggil orang ‘Rabi.’  Tetapi kamu, janganlah kamu disebut ‘Rabi’; karena hanya satu Rabimu dan kamu semua adalah saudara. Janganlah kamu menyebut siapa pun ‘bapak’ di bumi ini, karena hanya satu Bapamu, yaitu Dia yang di surga. Janganlah kamu disebut pemimpin, karena hanya satu pemimpinmu, yaitu Mesias. Siapa saja yang terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu. Siapa saja yang meninggikan diri, ia akan direndahkan dan siapa saja yang merendahkan diri, ia akan ditinggikan. (Mat 23:1-12) 
Bacaan Pertama: Rut 2:1-3,8-11;4:13-17; Mazmur Tanggapan: Mzm 128:1-5
Kalau kita merenungkan sejenak bacaan Injil hari ini, terasa ada rasa jengkel, mendongkol dan marah yang terkandung dalam kata-kata yang diucapkan Yesus tentang para ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Orang-orang itu memegang posisi terpandang dalam masyarakat Yahudi. Mereka dihormati, namun mereka tidak lebih daripada segerombolan orang-orang munafik.
Lain halnya dengan Yesus, kemunafikan tidak  ada dalam kamus-Nya!  Ia memperlakukan para ahli Taurat dan orang-orang Farisi ini secara berbeda, apabila dibandingkan dengan orang banyak. Yesus melihat tindakan-tindakan dan opini-opini mereka, bukan sekadar posisi mereka dalam masyarakat. Kita – manusia kebanyakan – sering tergoda untuk menilai bagian luar saja dari diri seseorang, tetapi Yesus melihat bagian dalamnya. Yesus tidak mempunyai masalah dengan fungsi para ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Dia bahkan mengajar orang banyak dan murid-murid-Nya untuk mentaati apa yang diajarkan para ahli Taurat dan orang-orang Farisi itu. Ucapan Yesus tidak mengagetkan orang banyak yang mendengarkan pengajaran-Nya karena para ahli Taurat dan orang-orang Farisi itu memang sangat dihormati dalam masyarakat Yahudi. Mereka dikenal untuk pengetahuan mereka dan dalam hal menepati Hukum Musa (Taurat). Yesus sendiri tidak datang ke dunia untuk meniadakan hukum Taurat. Dalam ‘Khotbah di Bukit’, Ia mengatakan,  “Janganlah kamu menyangka bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya” (Mat 5:17). Santo Paulus bahkan menulis: “Kristus adalah tujuan akhir hukum Taurat, sehingga kebenaran diperoleh tiap-tiap orang yang percaya” (Rm 10:4).
Yang diserang oleh Yesus bukanlah posisi terhormat para ahli Taurat dan orang-orang Farisi, bukan juga pengaruh mereka. Ia tidak menyerang para ahli Taurat untuk pengetahuan mereka tentang tradisi, melainkan cara mereka memelintir semua itu untuk keuntungan mereka sendiri dan membangun kesan betapa pentingnya mereka. Yesus juga tidak menyalahkan orang-orang Farisi untuk semangat mereka sehubungan dengan hal-ikwal Allah, melainkan karena fokus mereka terlalu banyak pada hal-hal kecil yang harus ditaati, sehingga tidak cukup banyak perhatian pada Allah dan perintah-Nya untuk mengasihi. Baik para ahli Taurat maupun orang-orang Farisi berada dalam posisi di mana mereka dapat memberikan pelayanan bagi bangsa Yahudi. Mereka sesungguhnya dapat mengabdikan diri mereka untuk mendorong atau menyemangati bangsa Yahudi dalam hal doa, saling mengasihi dan merangkul belas kasihan Allah. Sayangnya semua ini menjadi kabur sebagai akibat dari kesombongan, egoisme dan cinta kehormatan (gila hormat) mereka sendiri.
Seperti para rasul, kita juga harus menaruh perhatian pada panggilan Yesus agar menjadi rendah hati dan melayani sesama kita. Kadang-kadang garis pemisah antara kekudusan dan sikap serta perilaku yang mementingkan diri sendiri dapat menjadi sedemikian tipis. Oleh karena itu, baiklah kita menyadari bahwa semakin dekat kita dengan Yesus, semakin banyak pula kita mendengar suara-Nya, yang mendorong dan menyemangati kita, ajaran-ajaran-Nya, dan bahkan mengoreksi diri kita apabila diperlukan.
DOA: Tuhan Yesus, tolonglah aku menjaga hatiku agar terbuka bagi cara-cara Engkau bekerja di dalam dunia sekarang. Semoga aku tidak terlalu terpaku pada tradisi-tradisi, sehingga luput melihat Engkau dan hati-Mu yang penuh kasih. Amin.
Sumber :

Khamis, Ogos 24, 2017

PENEKANAN PADA HUKUM KASIH

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XX – Jumat, 25 Agustus 2017)
Keluarga Besar Fransiskan: Peringatan S. Ludovikus IX, Raja – Ordo III (Salah satu dari dua orang kudus Pelindung OFS 
Ketika orang-orang Farisi mendengar bahwa Yesus telah membuat orang-orang Saduki itu bungkam, berkumpullah mereka dan seorang dari mereka, seorang ahli Taurat, bertanya untuk mencobai Dia, “Guru, perintah manakah yang terutama dalam hukum Taurat?” Jawab Yesus kepadanya, “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah perintah yang terutama dan yang pertama. Perintah yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua perintah inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.” (Mat 22:34-40) 

Bacaan Pertama: Rut 1:1,3-6,14b-16,22; Mazmur Tanggapan: 146:5-10
Seorang Farisi yang ahli hukum bertanya untuk mencobai Yesus lewat suatu diskusi mengenai perintah Allah mana yang harus dinilai sebagai hukum yang terutama. Ini adalah suatu isu yang memang sering diperdebatkan di kalangan para rabi pada masa itu. Tantangan dari orang Farisi itu dijawab oleh Yesus dengan memberikan “ringkasan agung” dari segala ajaran-Nya. Sebenarnya jawaban yang diberikan oleh Yesus itu tidak diformulasikan oleh-Nya sendiri. Bagian pertama: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu” (Mat 22:37) diambil dari Kitab Ulangan (Ul 6:5); sedangkan bagian kedua: “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Mat 22:39) diambil dari Kitab Imamat (Im 19:18). Banyak rabi juga mengakui bahwa kedua ayat ini merupakan jantung atau hakekat dari hukum Taurat.
Seperti kita akan lihat selanjutnya, keunikan ajaran Yesus dalam hal ini adalah penekanan yang diberikan oleh-Nya pada “hukum kasih” dan kenyataan bahwa Dia membuatnya menjadi prinsip dasar dari tafsir-Nya atas keseluruhan Kitab Suci: “Pada kedua perintah inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi” (Mat 22:40).
Mengasihi Allah dengan segenap energi yang kita miliki dan mengasihi sesama seperti diri kita sendiri! Hampir dipastikan hanya sedikit saja orang yang akan memperdebatkan keindahan dari “cita-cita” ini. Namun menghayatinya seperti yang telah dilakukan oleh Yesus sendiri dalam kehidupan-Nya sebagai sang Rabi dari Nazaret, sungguh membutuhkan komitmen yang pantang mundur dan kemurahan hati tanpa batas. Kita bertanya kepada diri sendiri: “Dapatkah aku mempraktekkan kasih seperti itu?”
Salah satu cara terbaik bagi kita untuk memenuhi perintah-perintah Allah ini adalah untuk menawarkan kepada sesama kita anugerah yang sama yang telah mengubah hati kita, yaitu INJIL TUHAN YESUS KRISTUS! Kita mengasihi sesama kita dengan menunjukkan kepada mereka “jalan menuju keselamatan dalam Yesus”, dan kita mengasihi Allah dengan berjuang terus untuk memanisfestasikan kebaikan-Nya kepada orang-orang di sekeliling kita.
Menyebarkan Kabar Baik Tuhan Yesus Kristus adalah keharusan bagi kita semua, namun tidaklah semudah itu melaksanakannya, apalagi kalau kita bukan merupakan pribadi yang outgoing, yang mudah bersosialisasi. Kita juga bisa dilanda rasa waswas atau khawatir bahwa orang-orang akan menuduh kita sebagai orang Kristiani yang “ekstrim” (Saya tidak memakai kata “radikal” atau “fanatik”, karena kedua kata ini pada dasarnya  baik menurut pandangan pribadi saya). Akan tetapi, apabila kita memohon Roh Kudus untuk memimpin kita, maka “evangelisasi” adalah satu dari pengalaman paling indah yang dapat kita miliki, dan menjadi bagian dari kehidupan kita. Pada kenyataannya, aspek evangelisasi yang paling penting terjadi sebelum kita mengucapkan satu patah kata sekali pun kepada siapa saja. Hal ini dimulai pada waktu kita menyediakan waktu dengan Tuhan Allah dalam keheningan, dan mohon kepada-Nya untuk menunjukkan kehendak-Nya: suatu proses discernment (membeda-bedakan roh)Misalnya, kita dapat berdoa agar Tuhan Allah menerangi kegelapan hati kita dan menganugerahkan kepada kita iman yang benar, pengharapan yang teguh dan cintakasih yang sempurna; juga kita mohon agar kita diberikan perasaan yang peka dan akal budi yang cerah, sehingga kita senantiasa dapat mengenali dan melaksanakan perintah-perintah atau kehendak Allah yang kudus dan tidak menyesatkan.
Dalam suasana doa inilah Allah dapat menolong kita menunjukkan siapa saja di antara anggota keluarga kita atau para teman dan sahabat kita yang terbuka bagi pemberitaan Kabar Baik Tuhan Yesus Kristus. Kita juga tidak boleh lupa untuk berdoa agar orang-orang kepada siapa kita diutus menerima sentuhan Roh Kudus yang akan membuka hati mereka bagi Injil, bahkan sebelum bibir kita mengucapkan kata yang pertama. Kemudian, selagi kita mulai melakukan evangelisasi, kita akan menemukan orang-orang yang memberikan kesaksian mengenai  pengalaman-pengalaman mereka tentang kasih Allah yang kita sendiri sedang wartakan kepada mereka. Allah senang menyiapkan hati orang-orang secara demikian. Lalu, agar kita dapat menjadi instrumen-instrumen penyebaran Injil yang baik dan efektif, sangatlah penting bagi kita untuk mengabdikan diri dalam doa-doa syafaat bagi orang-orang lain. Seorang pewarta Injil atau pelayan sabda yang tidak akrab dengan doa merupakan fenomena yang boleh dipertanyakan.
Selagi kita melakukan penginjilan – memberikan kesaksian tentang kasih Kristus kepada orang-orang lain – kita harus senantiasa menyadari bahwa cintakasih itu senantiasa mengatasi dosa. Dengan demikian janganlah sampai kita hanya berbicara kepada mereka yang kita Injili. Yang juga sangat penting adalah bahwa kita pun harus mengasihi orang-orang itu. Kita harus memperhatikan dan menunjukkan bela rasa kepada mereka. Kita memberikan saran-saran mengenai tindakan-tindakan yang perlu mereka lakukan. Dengan sukarela marilah kita menawarkan bantuan kepada  mereka, dan hal ini bukan selalu berarti bantuan keuangan. Lebih pentinglah bagi kita untuk memperkenankan Yesus mengasihi orang-orang lain melalui diri kita daripada menjelaskan Injil secara intelektual kepada mereka, meskipun hal sedemikian penting juga. Selagi kita memperkenalkan dan menawarkan kasih Yesus lewat kata-kata yang kita ucapkan dan tindakan-tindakan yang kita lakukan, kita harus menyadari bahwa kita mensyeringkan anugerah Allah yang terbesar bagi manusia: Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamat kita sendiri! Dengan demikian, kita pun akan mengasihi sesama kita dengan kasih Kristus sendiri!
DOA: Roh Kudus Allah, terima kasih penuh syukur kuhaturkan kepada-Mu karena Engkau sudah memakai diriku untuk membawa orang-orang lain ke dalam kasih perjanjian-Mu. Tolonglah aku agar mampu mengenali privilese yang besar ini selagi Engkau membuat diriku menjadi bentara Injil-Mu. Amin. 
Sumber :

Rabu, Ogos 23, 2017

SEORANG PRIBADI TANPA KEPALSUAN

(Bacaan Injil Misa Kudus, Pesta S. Bartolomeus, Rasul – Kamis, 24 Agustus 2017) 
Filipus menemui Natanael dan berkata kepadanya, “Kami telah menemukan Dia yang disebut oleh Musa dalam kitab Taurat dan oleh para nabi, yaitu Yesus, anak Yusuf dari Nazaret.”  Kata Natanael kepadanya, “Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?”  Kata Filipus kepadanya, “Mari dan lihatlah!”  Yesus melihat Natanael datang kepada-Nya, lalu berkata tentang dia, “Lihat, inilah seorang Israel sejati, tidak ada kepalsuan di dalamnya!”  Kata Natanael kepada-Nya, “Rabi, Engkau Anak Allah, Engkau Raja orang Israel!”  Yesus berkata, “Apakah karena Aku berkata kepadamu, ‘Aku melihat engkau di bawah pohon ara,’ maka engkau percaya? Engkau akan melihat hal-hal yang lebih besar daripada itu.”  Lalu kata Yesus kepadanya, “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, engkau akan melihat langit terbuka dan malaikat-malaikat Allah naik turun kepada Anak Manusia”  (Yoh 1:45-51) 

Bacaan Pertama: Why 21:9b-14; Mazmur Tanggapan: Mzm 145:10-13,17-18 
Rasul Bartolomeus – dalam Injil hari ini dipanggil dengan namanya yang lain, Natanael –  memutuskan bahwa dia harus mengikut seorang pribadi yang bernama Yesus dari Nazaret ini karena Dia mengenal dirinya, luar dan dalam. Bagaimana Yesus sampai dapat menunjukkan bahwa diri-Nya mengenal Natanael secara begitu mendalam?
Pada waktu Natanael  duduk bermeditasi, kita dapat membayangkan dirinya mencatat di mana dia sedang berada: di bawah sebatang pohon ara. Terasa bahwa Natanael adalah seorang pribadi yang memahami Kitab Suci dengan baik. Tidak mengherankanlah apabila dia mulai merefleksikan beberapa nubuatan Perjanjian Lama berkaitan dengan pohon ara. Dalam Kitab Zakharia, ada tercatat bahwa Iblis mendakwa imam besar Yosua, akan tetapi Allah memberikan pakaian pesta kepada Yosua. Kepada Yosua juga diberitahukan, bahwa apabila dia berjalan dalam jalan Allah, maka dia dapat memerintah umat dan mengurus pelataran-Nya. Kemudian YHWH Allah berjanji akan mendatangkan hamba-Nya, yakni SANG TUNAS. YHWH  semesta alam akan menghapuskan kesalahan Israel dalam satu hari saja. Pada hari itu, demikianlah firman YHWH semesta alam, “setiap orang dari padamu akan mengundang temannya duduk di bawah pohon anggur dan di bawah pohon ara” (Za 3:10).
Bagi nabi Mikha pun, pohon ara melambangkan pemulihan (restorasi). Walaupun Ia meratapi tidak adanya buah awal (orang-orang baik dan saleh), Ia juga menjanjikan bahwa Bait Allah akan direstorasi sebagai gunung tertinggi, tempat pengadilan yang adil; perang akan berhenti, dan setiap orang akan duduk tanpa takut di bawah pohon anggur dan pohon ara (Mi 4:1-4; 7:1-2). Kita dapat membayangkan betapa Natanael merindukan saat dipenuhinya nubuatan tersebut.
Maka, ketika Yesus berkata, “Aku melihat engkau di bawah pohon ara” (Yoh 1:48), Natanael tentunya menyadari bahwa semua permenungannya dan kerinduannya ternyata merupakan “sebuah buku yang terbuka” bagi Yesus. Artinya tidak ada rahasia yang tidak diketahui Yesus tentang isi hatinya. Jadi, Yesus mestinya adalah Mesias yang dijanjikan dan dinanti-nantikan itu! Namun kemudian, Yesus dengan lemah lembut mengundang dia untuk memperluas visinya. Ada lebih banyak lagi yang harus diketahui seseorang tentang kerajaan Allah daripada dia sekadar menikmati keteduhan karena berada di bawah pohon aranya. Tangga Yakub (Yoh 1:51; Kej 28:10-17) menunjukkan bahwa rencana Allah itu bersifat kosmik, mampu mengalahkan maut dan kuasa-kuasa kegelapan. Apabila dia memilihnya, maka Bartolomeus (Natanael) pun dapat ikut ambil bagian dalam mendirikan kerajaan Allah.
Sampai seberapa sering kita menyadari bahwa Allah sesungguhnya melihat/membaca segala pikiran kita? Sampai berapa serius kemauan kita mengundang Dia agar mendengarkan pikiran-pikiran kita, menolong kita dalam membuat jelas pikiran-pikiran kita itu, dan membentuk pikiran-pikiran yang benar selagi kita mengenakan pikiran-Nya? Oleh karena itu, baiklah pada hari kita mencoba untuk tidak mendengarkan radio, menonton televisi untuk setengah jam saja dan memakai waktu setengah jam itu untuk bersimpuh di hadapan hadirat-Nya. Selama setengah jam itu, baiklah kita benar-benar membuat suasana menjadi sungguh hening (lahir dan batin) sehingga kita dapat mendengarkan “suara Tuhan”. Insya Allah!
DOA: Tuhan Yesus, Engkau sungguh mengenalku luar-dalam. Aku mengundang Engkau untuk berpikir bersamaku dan menarik aku ke dalam visi-Mu tentang bagaimana seharusnya membangun kerajaan Allah. Amin.
Sumber :

Selasa, Ogos 22, 2017

AKU MAU MEMBERIKAN KEPADA ORANG YANG MASUK TERAKHIR INI SAMA SEPERTI KEPADAMU

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XX – Rabu, 23 Agustus 2017)
OFMCap.: Peringatan . Berardus dr Offida, Biarawan 
“Adapun hal Kerajaan Allah sama seperti seorang pemilik kebun anggur yang pagi-pagi benar keluar mencari pekerja-pekerja untuk kebun anggurnya. Setelah ia sepakat dengan pekerja-pekerja itu mengenai upah sedinar sehari, ia menyuruh mereka ke kebun anggurnya. Kira-kira pukul sembilan pagi ia keluar lagi dan dilihatnya ada lagi orang-orang lain menganggur di pasar. Katanya kepada mereka: Pergilah juga kamu ke kebun anggurku dan apa yang pantas akan kuberikan kepadamu. Lalu mereka pun pergi. Kira-kira pukul dua belas dan pukul tiga petang ia keluar dan melakukan sama seperti tadi. Kira-kira pukul lima petang ia keluar lagi dan melakukan sama seperti tadi. Kira-kira pukul lima petang ia keluar lagi dan mendapati orang-orang lain pula, lalu katanya kepada mereka: Mengapa kamu menganggur saja di sini sepanjang hari? Kata mereka kepadanya: Karena tidak ada orang mengupah kami. Katanya kepada mereka: Pergi jugalah kamu ke kebun anggurku. Ketika hari malam pemilik kebun itu berkata kepada mandornya: Panggillah pekerja-pekerja itu dan bayarkan upah mereka, mulai dengan mereka yang masuk terakhir hingga mereka yang masuk pertama. Lalu datanglah mereka yang mulai bekerja kira-kira pukul kira-kira pukul lima dan mereka menerima masing-masing satu dinar. Kemudian datanglah mereka yang masuk pertama, sangkanya akan mendapat lebih banyak, tetapi mereka pun menerima masing-masing satu dinar juga. Ketika mereka menerimanya, mereka bersungut-sungut kepada pemilik kebun itu, katanya: Mereka yang masuk terakhir ini hanya bekerja satu jam dan engkau menyamakan mereka dengan kami yang sehari suntuk bekerja berat dan menanggung panas terik matahari. Tetapi pemilik kebun itu menjawab seorang dari mereka: Saudara, aku tidak berlaku tidak adil terhadap engkau. Bukankah kita telah sepakat sedinar sehari? Ambillah bagianmu dan pergilah; aku mau memberikan kepada orang yang masuk terakhir ini sama seperti kepadamu. Tidakkah aku bebas mempergunakan milikku menurut kehendak hatiku? Atau iri hatikah engkau, karena aku murah hati?

Demikianlah orang yang terakhir akan menjadi yang pertama dan yang pertama akan menjadi yang terakhir. (Mat 20:1-16) 
Bacaan Pertama: Hak 9:6-15; Mazmur Tanggapan: Mzm 21:2-7
Perumpamaan Yesus tentang orang-orang upahan di kebun anggur terkesan sungguh tidak adil. Salahkah kita kalau mengharapkan upah yang adil untuk suatu hari kerja yang dilakukan dengan baik dan jujur? Bukankah seorang majikan seharusnya menghindarkan diri dari tindakan-tindakan favoritisme (pilih kasih) dan tidak adil di tempat kerja? Jadi pertanyaannya sekarang adalah, apakah Yesus sungguh-sungguh  membenarkan praktek-praktek ketidakadilan? Ataukah Yesus sebenarnya hanya menginginkan agar para pendengarnya mempertimbangkan betapa besar dan tanpa batasnya kasih dan belas kasihannya?
Mungkin sedikit informasi latar belakang perihal praktek kerja pada zaman Yesus dapat  membantu kita untuk lebih mudah memahami apa yang dikemukakan oleh Yesus. Kebanyakan orang di Palestina tidak mampu untuk mendirikan usaha sendiri atau belajar berdagang. Dengan demikian mereka menyediakan diri mereka sebagai orang upahan harian. Mereka akan pergi ke pasar setiap pagi dan menantikan seorang tuan tanah atau pengurus properti tuan tanah yang mau memperkerjakan mereka untuk suatu pekerjaan tertentu, misalnya untuk memetik buah anggur di kebun anggur seperti diceritakan dalam perumpamaan Yesus kali ini. Praktek ini masih dapat kita lihat di Yerusalem hari ini, ketika kita lihat banyak pekerja harian berkumpul di pasar pagi-pagi dan menunggu dipekerjakan untuk proyek-proyek yang ada. Kalau tidak berhasil dipekerjakan hari itu maka hal itu berarti pulang ke rumah tanpa membawa apa-apa. Tidak ada uang dapat berarti tidak ada makanan di atas meja.
Jadi, ketika pemilik kebun anggur dalam perumpamaan Yesus ini mempekerjakan pekerja upahan pada jam 5 sore, maka hal itu haruslah kita lihat sebagai pengungkapan bela rasa atau kemurahan hati pemilik kebun anggur terhadap orang-orang yang belum dipekerjakan oleh siapa pun pada hari yang sudah hampir usai itu. Sang pemilik kebun anggur tidak ingin melihat ada orang yang masih mau kerja, namun terpaksa pulang dengan tangan hampa. Itulah sebabnya, mengapa sang pemilik kebun anggur mengupah orang-orang yang bekerja hanya satu jam lamanya itu dengan uang dalam jumlah yang sama, satu dinar…… agar mereka juga memperoleh uang yang cukup untuk menghidupi keluarga mereka pada hari itu.
Allah itu seperti sang pemilik kebun anggur. Allah tidak menginginkan satu pun dari kita anak-anak-Nya menderita atau dalam keadaan kekurangan. Kasih-Nya mengatasi logika perihal apakah yang harus diberikan-Nya kepada kita sesuai dengan kepantasan kita masing-masing untuk itu. Sebaliknya, Allah memberikan kepada kita  apa yang kita butuhkan. Ia tidak hanya mengampuni dosa-dosa kita dan mengatakan kepada kita agar mencoba sedikit lebih keras lagi untuk berbuat kebaikan. Sebaliknya, Dia malah melimpah-limpahkan kepada kita berbagai karunia dari kerajaan-Nya, memasok tidak hanya hal-hal yang tidak kita miliki, melainkan juga memberikan kepada kita segala hal melebihi daripada yang kita harap-harapkan. Biarlah kebenaran ini mengisi hati dan pikiran kita masing-masing dengan rasa kagum dan penuh syukur pada hari ini!
Ingatlah selalu bahwa Allah tidak berhutang apa-apa kepada kita. Apabila Dia memberkati kita, kita harus bersyukur atas kemurahan hatinya dan mencari jalan untuk mensyeringkan kemurahan-hati-Nya kepada dan dengan orang-orang lain. Janganlah juga kita menolak “orang-orang yang datang belakangan” di depan pintu Allah, barangkali setelah kehidupan dosa yang begitu dahsyat. Keselamatan yang telah diberikan Allah kepada kita harus mendorong kita memberikan diri kembali kepada-Nya dengan bebas-merdeka. Kita harus malah bersukacita menyambut mereka yang datang belakangan itu.
DOA: Bapa surgawi, kasih-Mu sungguh tidak mengenal batas. Penuhilah hatiku dengan rasa syukur untuk segala karunia dan berkat yang Kaulimpah-limpahkan kepadaku setiap hari. Amin.
Sumber :

Ahad, Ogos 20, 2017

YESUS MENGASIHI KITA SEMUA

(Bacaan Injil Misa Kudus, HARI MINGGU BIASA XX [TAHUN A], 20 Agustus 2017)
Christ and the Canaanite Woman – c.1784
Germain-Jean Drouais 
Kemudian Yesus pergi dari situ dan menyingkir ke daerah Tirus dan Sidon. Lalu datanglah seorang perempuan Kanaan dari daerah itu dan berseru, “Kasihanilah aku, ya Tuhan, Anak Daud, karena anakku perempuan kerasukan setan dan sangat menderita.” Tetapi Yesus sama sekali tidak menjawabnya. Lalu murid-murid-Nya datang dan meminta kepada-Nya, “Suruhlah ia pergi, ia mengikuti kita sambil berteriak-teriak.” Jawab Jesus, “Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel.” Tetapi perempuan itu mendekat dan menyembah Dia sambil berkata, “Tuhan tolonglah aku.” Tetapi Yesus menjawab, “Tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing.” Kata perempuan itu, “Benar Tuhan, namun anjing itu makan remah-remah yang jatuh dari meja tuannya.” Lalu Yesus berkata kepadanya, “Hai ibu, karena imanmu, maka jadilah kepadamu seperti yang kaukehendaki.” Seketika itu juga anaknya sembuh.  (Mat 15:21-28)
Bacaan Pertama: Yes 56:1,6-7; Mazmur Tanggapan: Mzm 67:2-3,5,6,8; Bacaan Kedua: Rm 11:13-15,29-32
Untuk mengalami rasa takjub atas begitu luas, indah dan luarbiasanya alam semesta, khususnya ruang angkasa, kita dapat memandangi bintang-bintang di langit di malam hari tak berawan. Walaupun begitu menakjubkan, alam semesta hanyalah sebuah pencerminan kecil tentang Sang Pencipta yang kehadiran-Nya melingkupi dan menopang setiap partikel dari alam ciptaan-Nya.
Tentunya, seandainya kasih Allah dapat terlihat khasat mata seperti bulan dan bintang Bima Sakti (“Milky Way”), maka rasa takjub kita akan semakin besar ketimbang pengamat ruang angkasa mana pun yang sedang mengamati langit dengan teropongnya pada malam hari. Kasih Allah itu tanpa batas. Tidak ada seorang pun atau apa pun yang berada di luar ruang lingkup kasih-Nya – termasuk seorang “outsider”/ “orang luar” seperti perempuan Kanaan dalam bacaan Injil hari ini.
Seorang non-Yahudi yang dipandang “kafir” oleh orang-orang Yahudi, mengetahui benar bagaimana menempatkan dirinya. Dia sungguh “tahu diri”. Perempuan itu tahu bahwa tidak layaklah bagi seorang perempuan untuk menyapa seorang laki-laki di depan umum, juga bagaimana seorang “kafir” seperti dirinya seharusnya berelasi dengan orang-orang Yahudi.
Namun ada sesuatu tentang Yesus yang membangunkan iman dalam diri perempuan itu, hal mana menariknya semakin dekat kepada-Nya. Barangkali dia telah menyaksikan dan merasakan bagaimana Yesus mengasihi setiap orang yang datang kepada-Nya. Dia mungkin juga berpikir bahwa jika Yesus menyembuhkan orang-orang lain, maka Yesus pun tidak akan menolak untuk menyembuhkan puterinya. Iman perempuan itu cukup kuat sehingga dia bertekun dengan penuh rasa percaya dalam menghadapi dan mengatasi setiap rintangan – bahkan kata-kata Yesus untuk menguji imannya, yang terdengar seakan-akan sebuah tolakan. Perempuan itu yakin bahwa Yesus tidak akan mengecewakan kepercayaan dirinya kepada Yesus, dan ternyata dia memang benar! Yesus senang untuk menjawab doa perempuan itu!
Perempuan Kanaan itu mengingatkan kita bahwa tidak ada “orang luar”, tidak ada “orang buangan” kalau kita berbicara mengenai kasih Allah. Apakah posisi kita di hadapan Allah disebabkan oleh karena kita pantas dan karena upaya kita sendiri? Sama sekali tidak !!! Allah-lah yang menempatkan kita pada posisi istimewa di hadapan-Nya. Namun sekarang Dia bertanya kepada kita untuk menerima kebenaran ini dan memperkenankan Dia membentuk hidup kita selagi kita bergumul untuk hidup dalam iman.
Sekarang masalahnya adalah apakah kita melakukan upaya seperti diterangkan di atas? Apakah kita menempatkan iman kita dalam kasih Allah kepada kita? Kita harus tekun menghadap Allah dengan segala kebutuhan kita, maka kita akan mengalami kebebasan atau kemerdekaan dari lapisan-lapisan ketidakpercayaan yang membuat sukar untuk mengenal kuat-kuasa-Nya. Ingatlah bahwa Allah yang kita sembah ini adalah “seorang” Pribadi yang sangat murah hati. Dia akan memberikan kepada kita jauh lebih daripada sekadar remah-remah kepada setiap anak-Nya yang datang menghadap hadirat-Nya dengan iman!
DOA: Tuhan Yesus Kristus, terima kasih penuh syukur kuhaturkan kepada-Mu karena Engkau begitu mengasihi diriku. Aku mempersembahkan hidupku kepada-Mu dan aku percaya bahwa Engkau akan membuang segala hal yang selama ini menghalang-halangi diriku untuk mengenal dan mengalami Engkau. Yesus, Engkau adalah andalanku dan pengharapanku. Amin. 
Sumber :

Jumaat, Ogos 18, 2017

YESUS MENGASIHI KITA SEMUA

(Bacaan Injil Misa Kudus, HARI MINGGU BIASA XX [TAHUN A], 20 Agustus 2017)
Christ and the Canaanite Woman – c.1784
Germain-Jean Drouais 
Kemudian Yesus pergi dari situ dan menyingkir ke daerah Tirus dan Sidon. Lalu datanglah seorang perempuan Kanaan dari daerah itu dan berseru, “Kasihanilah aku, ya Tuhan, Anak Daud, karena anakku perempuan kerasukan setan dan sangat menderita.” Tetapi Yesus sama sekali tidak menjawabnya. Lalu murid-murid-Nya datang dan meminta kepada-Nya, “Suruhlah ia pergi, ia mengikuti kita sambil berteriak-teriak.” Jawab Jesus, “Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel.” Tetapi perempuan itu mendekat dan menyembah Dia sambil berkata, “Tuhan tolonglah aku.” Tetapi Yesus menjawab, “Tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing.” Kata perempuan itu, “Benar Tuhan, namun anjing itu makan remah-remah yang jatuh dari meja tuannya.” Lalu Yesus berkata kepadanya, “Hai ibu, karena imanmu, maka jadilah kepadamu seperti yang kaukehendaki.” Seketika itu juga anaknya sembuh.  (Mat 15:21-28)
Bacaan Pertama: Yes 56:1,6-7; Mazmur Tanggapan: Mzm 67:2-3,5,6,8; Bacaan Kedua: Rm 11:13-15,29-32
Untuk mengalami rasa takjub atas begitu luas, indah dan luarbiasanya alam semesta, khususnya ruang angkasa, kita dapat memandangi bintang-bintang di langit di malam hari tak berawan. Walaupun begitu menakjubkan, alam semesta hanyalah sebuah pencerminan kecil tentang Sang Pencipta yang kehadiran-Nya melingkupi dan menopang setiap partikel dari alam ciptaan-Nya.
Tentunya, seandainya kasih Allah dapat terlihat khasat mata seperti bulan dan bintang Bima Sakti (“Milky Way”), maka rasa takjub kita akan semakin besar ketimbang pengamat ruang angkasa mana pun yang sedang mengamati langit dengan teropongnya pada malam hari. Kasih Allah itu tanpa batas. Tidak ada seorang pun atau apa pun yang berada di luar ruang lingkup kasih-Nya – termasuk seorang “outsider”/ “orang luar” seperti perempuan Kanaan dalam bacaan Injil hari ini.
Seorang non-Yahudi yang dipandang “kafir” oleh orang-orang Yahudi, mengetahui benar bagaimana menempatkan dirinya. Dia sungguh “tahu diri”. Perempuan itu tahu bahwa tidak layaklah bagi seorang perempuan untuk menyapa seorang laki-laki di depan umum, juga bagaimana seorang “kafir” seperti dirinya seharusnya berelasi dengan orang-orang Yahudi.
Namun ada sesuatu tentang Yesus yang membangunkan iman dalam diri perempuan itu, hal mana menariknya semakin dekat kepada-Nya. Barangkali dia telah menyaksikan dan merasakan bagaimana Yesus mengasihi setiap orang yang datang kepada-Nya. Dia mungkin juga berpikir bahwa jika Yesus menyembuhkan orang-orang lain, maka Yesus pun tidak akan menolak untuk menyembuhkan puterinya. Iman perempuan itu cukup kuat sehingga dia bertekun dengan penuh rasa percaya dalam menghadapi dan mengatasi setiap rintangan – bahkan kata-kata Yesus untuk menguji imannya, yang terdengar seakan-akan sebuah tolakan. Perempuan itu yakin bahwa Yesus tidak akan mengecewakan kepercayaan dirinya kepada Yesus, dan ternyata dia memang benar! Yesus senang untuk menjawab doa perempuan itu!
Perempuan Kanaan itu mengingatkan kita bahwa tidak ada “orang luar”, tidak ada “orang buangan” kalau kita berbicara mengenai kasih Allah. Apakah posisi kita di hadapan Allah disebabkan oleh karena kita pantas dan karena upaya kita sendiri? Sama sekali tidak !!! Allah-lah yang menempatkan kita pada posisi istimewa di hadapan-Nya. Namun sekarang Dia bertanya kepada kita untuk menerima kebenaran ini dan memperkenankan Dia membentuk hidup kita selagi kita bergumul untuk hidup dalam iman.
Sekarang masalahnya adalah apakah kita melakukan upaya seperti diterangkan di atas? Apakah kita menempatkan iman kita dalam kasih Allah kepada kita? Kita harus tekun menghadap Allah dengan segala kebutuhan kita, maka kita akan mengalami kebebasan atau kemerdekaan dari lapisan-lapisan ketidakpercayaan yang membuat sukar untuk mengenal kuat-kuasa-Nya. Ingatlah bahwa Allah yang kita sembah ini adalah “seorang” Pribadi yang sangat murah hati. Dia akan memberikan kepada kita jauh lebih daripada sekadar remah-remah kepada setiap anak-Nya yang datang menghadap hadirat-Nya dengan iman!
DOA: Tuhan Yesus Kristus, terima kasih penuh syukur kuhaturkan kepada-Mu karena Engkau begitu mengasihi diriku. Aku mempersembahkan hidupku kepada-Mu dan aku percaya bahwa Engkau akan membuang segala hal yang selama ini menghalang-halangi diriku untuk mengenal dan mengalami Engkau. Yesus, Engkau adalah andalanku dan pengharapanku. Amin. 
Sumber :

Khamis, Ogos 17, 2017

KEMBALI KEPADA RENCANA ALLAH YANG ASLI

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XIX  –  Jumat, 18 Agustus 2017)
Lalu datanglah orang-orang Farisi kepada-Nya untuk mencobai Dia. Mereka bertanya, “Apakah diperbolehkan orang menceraikan istrinya dengan alasan apa saja?” Jawab Yesus, “Tidakkah kamu baca bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan? Lagi pula Ia berfirman: Karena itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan dua lagi, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” Kata mereka kepada-Nya, “Jika demikian, apakah sebabnya Musa memerintahkan untuk memberikan surat cerai jika orang menceraikan istrinya?” Kata Yesus kepada mereka, “Karena kekerasan hatimu Musa mengizinkan kamu menceraikan istrimu, tetapi sejak semula tidaklah demikian. Tetapi Aku berkata kepadamu: Siapa saja yang menceraikan istrinya, kecuali karena zina, lalu kawin dengan perempuan, ia berzina.” Murid-murid itu berkata kepada-Nya, “Jika demikian halnya hubungan antara suami dan istri, lebih baik jangan kawin.” Akan tetapi Ia berkata kepada mereka, “Tidak semua orang dapat mengerti perkataan itu, hanya mereka yang dikaruniai saja.  Ada orang yang tidak dapat kawin karena ia memang lahir demikian dari rahim ibunya, dan ada orang yang dijadikan demikian oleh orang lain, dan ada orang yang membuat dirinya demikian atas kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan Surga. Siapa yang dapat mengerti hendaklah ia mengerti.” (Mat 19:3-12) 
Bacaan Pertama: Yos 24:1-13; Mazmur Tanggapan: Yes 136:1-3,16-18,21-22,24
Yesus berkhotbah dan mengajar tentang suatu hidup baru dengan Allah. Di tengah-tengah khotbah-Nya, orang-orang Farisi mendekati Yesus dengan sebuah pertanyaan yang rumit dan bersifat menjebak – “Apakah diperbolehkan orang menceraikan istrinya dengan alasan apa saja?” (Mat 19:3).
Untuk sungguh memahami dilema yang dihadapi Yesus, kita perlu menyadari bahwa ada dua mashab para rabi pada waktu itu, masing-masing mempunyai pandangan berbeda tentang perceraian. Satu mashab memperbolehkan perceraian dengan alasan apa saja, dan mashab yang lain hanya memperbolehkan perceraian karena perzinahan. Orang-orang Farisi itu mencoba memaksa Yesus untuk memilih satu di antara dua pandangan yang berbeda tersebut. Jika Yesus memilih yang satu, maka Dia dapat dituduh dengan alasan kelemahan, sedangkan bila Yesus memilih yang lain, maka Dia dapat dituduh sebagai terlalu keras.
Namun Yesus mengangkat pertanyaan orang-orang Farisi tersebut ke tingkat yang lebih tinggi! Yesus prihatin dengan apa yang Allah hendak katakan tentang topik itu, bukan apa yang telah dirancang oleh manusia. Yesus menjawab: “Tidakkah kamu baca bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan?…… Karena itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging? …… Demikianlah mereka bukan dua lagi, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia”  (Mat 19:4-6). Ketika orang-orang Farisi mengemukakan bahwa Musa memperkenankan perceraian, Yesus  menjawab bahwa hal itu dilakukan oleh Musa justru karena kekerasan hati umat Israel, dan bukan merupakan niat Allah yang orisinal bagi umat-Nya.
Yesus memproklamasikan bahwa rencana Allah yang orisinal berkaitan dengan perkawinan sekali lagi dibuat mungkin karena Dia membawa Kerajaan Allah di mana perempuan dan laki-laki dapat mengalami hidup baru. Suami dan istri dapat menjadi setia dan mengasihi satu sama lain melalui kuat-kuasa Roh Kudus. Mereka dapat mengatasi dosa yang dapat menghancurkan relasi penuh kasih: keserakahan, ketamakan, kemurahan dan penolakan. Kehidupan dapat disembuhkan dan dipulihkan sehingga dengan demikian kejahatan berat dan pelecehan terhadap pasangan hidup dapat dikalahkan. Ikatan-ikatan perkawinan dan keluarga-keluarga dalam Kerajaan Allah dapat hidup seperti semula, dalam kesatuan; suami-suami dan istri mereka masing-masing dapat hidup bersama dengan bermartabat, cintakasih dan integritas, seperti yang dimaksudkan Allah sejak semula.
DOA: Bapa surgawi, aku berdoa untuk semua orang di seluruh dunia yang hidup dalam ikatan perkawinan. Berkatilah mereka, ya Allahku, dan berilah damai-sejahtera-Mu kepada mereka. Aku berdoa juga bagi mereka yang hidup terpisah atau berada dalam status bercerai, agar Yesus Kristus melalui Roh Kudus-Nya akan memampukan mereka untuk membuang semua rasa marah dan kepahitan dari hati mereka masing-masing, sehingga dengan demikian mempermudah reuni mereka dalam kasih-Mu. Amin.
Sumber :