Halaman

"BAPA YANG KEKAL KUPERSEMBAHKAN KEPADA-MU, TUBUH DAN DARAH, JIWA DAN KE-AILAHAN PUTERA-MU YANG TERKASIH TUHAN KAMI YESUS KRISTUS, DEMI PENEBUSAN DOSA-DOSA KAMI DAN DOSA SELURUH DUNIA" - YESUS RAJA KERAHIMAN ILAHI, AKU PERCAYA KEPADA-MU

Jumaat, November 30, 2012

NASIHAT-NASIHAT YESUS SEHUBUNGAN DENGAN AKHIR ZAMAN


( Bacaan Injil Misa Kudus, Peringatan B. Dionisius dan Redemptus, Biarawan-Martir Indonesia – Sabtu, 1 Desember 2012 )

“Jagalah dirimu, supaya hatimu jangan dibebani oleh pesta pora dan kemabukan serta kekhawatiran hidup sehari-hari dan supaya hari Tuhan jangan dengan tiba-tiba jatuh ke atas dirimu seperti suatu jerat. Sebab hari itu akan menimpa semua penduduk bumi ini. Berjaga-jagalah senantiasa sambil berdoa, supaya kamu beroleh kekuatan untuk luput dari semua yang akan terjadi itu, dan supaya kamu tahan berdiri di hadapan Anak Manusia.” (Luk 21:34-36)

Bacaan Pertama: Why 22:1-7; Mazmur Tanggapan: Mzm 95:1-7

Yesus baru saja membuat pengumuman tentang “Kedatangan Anak Manusia” dalam awan-awan dengan segala kekuasaan dan kemuliaan-Nya (Luk 21:27). Yesus juga baru mengumumkan bahwa “Kerajaan Allah sudah dekat” (Luk 21:31), tidak ubahnya dengan kedatangan musim panas yang ditandai dengan pohon-pohon yang bertunas (Luk 21:30).

Sekarang, dalam bacaan Injil hari ini, Yesus kembali memberikan sejumlah nasihat kepada para sahabat-Nya, nasihat-nasihat yang cocok dengan masa penantian. Ia bersabda: “Jagalah dirimu, supaya hatimu jangan dibebani ……” (Luk 21:34). Setelah mengundang para sahabat-Nya untuk berharap dan menaruh kepercayaan, Yesus sekarang memperingatkan mereka supaya berjaga-jaga senantiasa. Bagi kita semua yang hidup pada zaman ini, pesan Yesus itu mengajak kita untuk senantiasa berjaga-jaga, teristimewa akan “kedatangan-Nya untuk kedua kalinya”.

Kita harus senantiasa menjaga diri, agar hati kita jangan dibebani oleh pesta pora dan kemabukan serta kekhawatiran hidup sehari-hari (lihat Luk 21:34). Keterlekatan yang berkelebihan pada kenikmatan-kenikmatan jasmani memuat hati kita beku. Bilamana kita membiarkan diri kita dikuasai oleh berbagai benda serta kenikmatan duniawi, maka sangat boleh jadi kita akan lupa akan “Hari Tuhan”, jangan sampai tiba-tiba jatuh ke atas diri kita seperti suatu jerat. Sebab hari itu akan menimpa semua penduduk bumi ini (lihat Luk 21:34-35).

“Hari Penghakiman” memang akan tiba tanpa pengumuman terlebih dahulu. Setiap detik setiap hari, ada ratusan orang mati di seluruh dunia. Kita masing-masing tidak mengetahui tinggal berapa detik lagi yang tersedia bagi kita untuk hidup di atas bumi ini. Keruntuhan Yerusalem (Luk 21:20-24) seharusnya merupakan sebuah peringatan bagi kita semua. Ini adalah suatu tanda penghakiman yang jatuh ke atas seluruh dunia.

Hari ini adalah hari terakhir dari tahun liturgi (Tahun B/II). Apa lagi yang lebih cocok bagi kita daripada membaca dan merenungkan nasihat Yesus untuk “berjaga-jaga senantiasa sambil berdoa”, supaya kita beroleh kekuatan untuk luput dari semua yang akan terjadi itu, dan supaya kita tahan berdiri di hadapan Anak Manusia (lihat Luk 21:36).

Ya, Yesus menasihati para sahabat-Nya untuk tak henti-hentinya berdoa. Santo Paulus mengulangi nasihat yang sangat urgent ini kepada umat Kristiani perdana, juga lewat contoh dirinya sendiri (bacalah 1Tes 5:17; 2Tes 1:11; Flp 1:4; Rm 1:10; Kol 1:3,9; Flm 1:4). Rangkuman berbagai pesan Paulus: “Kami berdoa terus-menerus …… Dalam doa-doaku pada setiap saat …… Aku selalu bersyukur kepada Allah pada saat aku mengingat kamu dalam doa-doaku ……”

Kita harus senantiasa mengingat nasihat-nasihat Yesus yang sangat menentukan dan menerapkan semuanya pada diri kita sendiri: pengharapan, rasa percaya dan kepastian, kesiap-siagaan, ketenangan hati, kesiap-siagaan penuh kemauan, doa-doa, ……. karena tidak seorang pun tahu kapan “Hari Tuhan” itu. “Berjaga-jaga senantiasa sambil berdoa” dimaksudkan supaya kita beroleh kekuatan untuk “luput” dari semua yang akan terjadi itu ……” (Luk 21:36). “Luput” di sini adalah “luput” dari aspek-aspek yang sangat buruk dan mengerikan dari “Hari Tuhan” itu. Rasa percaya, sukacita, pengharapan, …… tidaklah sama dengan rasa-aman yang salah. Kita harus berjaga-jaga. Kita harus “luput”. Ada bahaya yang mengancam. Kita harus memiliki kekuatan untuk meluputkan diri.

“…… supaya kamu tahan berdiri di hadapan Anak Manusia” (Luk 21:36). Ini adalah potongan kalimat terakhir dari sabda Yesus sebelum kisah sengsara-Nya. “Berjaga-jagalah senantiasa sambil berdoa, …… supaya kamu tahan berdiri di hadapan Anak Allah”! Tidak lama setelah itu Yesus sendiri sampai kepada “akhir”-Nya …… melalui penderitaan sengsara-Nya. Namun demikian, Ia telah memandang diri-Nya sebagai “Anak Manusia” yang penuh kemuliaan dan duduk “di sebelah kanan Allah Yang Mahakuasa”, sebagaimana Dia akan mengumumkannya dalam beberapa hari kemudia di hadapan Sanhedrin (lihat Luk 22:69).

DOA: Tuhan Yesus, kami percaya bahwa adalah sang “Anak Manusia” yang mempunyai “kata terakhir”. Dan, apabila kami senantiasa berjaga-jaga sambil berdoa, maka kami pun akan tahan berdiri dihadapan-Mu. Tuhan Yesus, datanglah! Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Khamis, November 29, 2012

JIKA ENGKAU MENGAKU DENGAN MULUTMU ……


( Bacaan Pertama Misa Kudus, Pesta Santo Andreas, Rasul – Jumat, 30 November 2012 )

Jika engkau mengaku dengan mulutmu bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka engkau akan diselamatkan. Karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan. Karena Kitab Suci berkata, “Siapa saja yang percaya kepada Dia, tidak akan dipermalukan.” Sebab tidak ada perbedaan antara orang Yahudi dan orang Yunani. Karena, Tuhan yang satu itu adalah Tuhan dari semua orang dan murah hati kepada semua orang yang berseru kepada-Nya. Sebab, “siapa saja yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan.”

Tetapi bagaimana mereka dapat berseru kepada-Nya, jika mereka tidak percaya kepada Dia? Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia? Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakan-Nya? Dan bagaimana mereka dapat memberitakan-Nya, jika mereka tidak diutus? Seperti ada tertulis: “Betapa indahnya kedatangan mereka yang membawa kabar baik!”

Tetapi tidak semua orang telah menerima kabar baik itu. Yesaya sendiri berkata, “Tuhan, siapakah yang percaya kepada pemberitaan kami?” Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus. Tetapi aku bertanya: Apakah mereka tidak mendengarnya? Justru mereka telah mendengarnya, “Suara mereka sampai ke seluruh dunia dan perkataan mereka sampai ke ujung bumi.” (Rm 10:9-18)

Mazmur Tanggapan: Mzm 19:2-5; Bacaan Injil: Mat 4:18-22

“Jika engkau mengaku dengan mulutmu bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu bahwa Allah telah membangkitkan Dia antara orang mati, maka engkau akan diselamatkan” (Rm 10:9).

Kematian dan kebangkitan Yesus Kristus adalah peristiwa paling penting dalam sejarah umat manusia. Secara langsung Allah melakukan intervensi ke dalam “waktu dan ruang” (yang membatasi kehidupan manusia) agar dapat mencapai keselamatan bagi seluruh umat manusia. Ia “menyejarah”, kata para teolog; masuk ke dalam sejarah umat manusia! Namun kita tidak pernah boleh memandang peristiwa itu sebagai sekadar peristiwa sejarah yang menarik. Sebagai umat Kristiani, kita dipanggil untuk membuat pengakuan iman dengan kata-kata yang kita ucapkan dan kepercayaan dalam hati kita, bahwa Allah membangkitkan Yesus dari alam maut. Ini adalah kebenaran yang akan menyelamatkan kita!

Membuat pengakuan iman bahwa Yesus adalah Tuhan dan percaya dalam hati kita bahwa Allah membangkitkan Dia dari kematian haruslah dilakukan dengan dan dalam iman-kepercayaan dan menghasilkan pertumbuhan dan perubahan dalam hidup kita. Hal ini perlu memimpin kita kepada keyakinan-keyakinan yang sungguh mempengaruhi cara kita berhubungan dengan orang-orang lain, cara kita melakukan bisnis, cara kita mengambil keputusan-keputusan. Singkatnya, hal tersebut harus harus menyentuh setiap aspek cara yang kita menjalani kehidupan ini. Selagi kita mulai mencocokkan kehidupan kita dengan rencana Allah, maka kita pun dapat menjadi seperti para rasul Kristus yang pertama, …… mampu untuk memproklamasikan kebenaran Injil dan memimpin orang-orang lain kepada keselamatan dalam Kristus Yesus, Tuhan dan Juruselamat kita.

Pada hari ini, tanggal 30 November, Gereja merayakan Pesta Santo Andreas yang kadang-kadang disebut sebagai “rasul pertama”. Andreas adalah seorang murid dari Santo Yohanes Pembaptis ketika Yesus – sang Rabi dari Nazaret – memanggilnya untuk menjadi murid-Nya. Pada gilirannya, Andreas mengajak Petrus untuk bertemu dengan Yesus (Yoh 1:40-42). Andreas mengikuti Yesus dan menjadi salah seorang rasul-Nya. Setelah menanggapi panggilan-Nya, nama Andreas hanya disebutkan sebanyak dua kali lagi dalam Injil (Yoh 6:8; 12:12). Menurut tradisi Andreas mewartakan Injil Yesus Kristus di tempat-tempat yang cukup jauh dari tanah Palestina, yaitu di tempat-tempat yang sekarang dikenal sebagai Turki dan Yunani, di mana dia dibunuh sebagai martir Kristus.

Sebagaimana banyak rasul yang lain, Andreas adalah seorang nelayan tanpa latar belakang pendidikan yang hebat. Ia bukanlah pemegang lisentiat dari pesantren ini atau madrasah itu. Namun oleh karya Roh Kudus, dia menjadi percaya dalam hatinya bahwa Yesus adalah Tuhan dan memproklamasikan dengan kata-katanya dan hidupnya bahwa Allah membangkitkan Yesus dari alam maut. Roh Kudus telah membimbing Andreas kepada iman yang hidup; dan Roh Kudus yang sama juga ingin menuntun kita kepada iman yang sama. Roh Kudus ingin mengajar dan memberdayakan kita! Selagi hal ini terjadi, maka kita akan percaya dengan kedalaman yang sedemikian sehingga hidup kita berubah dan kita pun akan mampu mewartakan pesan keselamatan dari Injil Yesus Kristus kepada orang-orang di sekeliling kita: para anggota keluarga kita sendiri, sahabat-sahabat kita, rekan-rekan sekerja kita dlsb. Allah sungguh ingin bekerja agar terjadi mukjizat iman dalam diri kita, teristimewa dalam masa Adven yang akan mulai kita jalani beberapa hari lagi.

DOA: Tuhan Yesus, kami berterima kasih penuh syukur kepada-Mu karena Engkau telah memberikan kepada kami Santo Andreas, rasul dan martir-Mu. Di bawah bimbingan Roh Kudus-Mu, Santo Andreas memproklamasikan Kabar Baik-Mu lewat kata-katanya dan hidupnya, jauh dari tanah kelahirannya. Perkenankan kami dibentuk oleh Roh Kudus agar dapat menjadi murid-Mu yang setia seperti Santo Andreas. Terima kasih Tuhan Yesus. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Rabu, November 28, 2012

BANGKITLAH DAN ANGKATLAH KEPALAMU

( Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXXIV – Kamis, 29 November 2012 )
Keluarga Fransiskan: Pesta Semua Orang Kudus Tarekat

“Apabila kamu melihat Yerusalem dikepung oleh tentara-tentara, ketahuilah bahwa keruntuhannya sudah dekat. Pada waktu itu orang-orang yang berada di Yudea harus melarikan diri ke pegunungan, dan orang-orang yang berada di dalam kota harus mengungsi, dan orang-orang yang berada di pedusunan jangan masuk lagi ke dalam kota, sebab itulah masa pembalasan ketika semua yang telah tertulis akan digenapi. Celakalah ibu-ibu yang sedang hamil atau menyusukan bayi pada masa itu! Sebab akan datang kesusahan yang dahsyat atas seluruh negeri dan murka atas bangsa ini, dan mereka akan tewas oleh mata pedang dan dibawa sebagai tawanan ke segala bangsa, dan Yerusalem akan diinjak-injak oleh bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, sampai genaplah zaman bangsa-bangsa itu.”

“Akan ada tanda-tanda pada matahari dan bulan dan bintang-bintang, dan di bumi bangsa-bangsa akan takut dan bingung menghadapi deru dan gelora laut. Orang akan mati ketakutan karena kecemasan berhubung dengan segala apa yang menimpa bumi ini, sebab kuasa-kuasa langit akan guncang. Pada waktu itu orang akan melihat Anak Manusia datang dalam awan dengan segala kekuasaan dan kemuliaan-Nya. Apabila semuanya itu mulai terjadi, bangkitlah dan angkatlah kepalamu, sebab pembebasanmu sudah dekat.” (Luk 21:20-28)

Bacaan Pertama: Why 18:1-2,21-23; 19:1-3,9; Mazmur Tanggapan: Mzm 100:2-5

Bacaan Injil pada hari ini terdiri dari dua bagian. Bagian pertama menceritakan kepada kita tentang pengepungan dan kejatuhan kota Yerusalem pada tahun 70. Bagian kedua “meramalkan” kedatangan Anak Manusia pada akhir zaman.

Santo Lukas menulis Injilnya sekitar tahun 75. Penghancuran Yerusalem telah terjadi dan Lukas menceritakannya seperti apa yang telah terjadi sesungguhnya. Akan tetapi, kedatangan Tuhan Yesus untuk kedua kalinya (Parousia) belum terjadi. Lukas menggambarkan hal ini dengan menggunakan bahasa profetis/kenabian yang mendalam. Dari bacaan ini juga jelas bahwa kedatangan Yesus untuk kedua kalinya tidak akan terjadi dalam waktu yang dekat. Umat Kristiani diingatkan bahwa mereka harus menanti, dan sementara mereka menanti mereka pun akan menderita karena penganiayaan-penganiayaan dari pihak-pihak yang anti-Kristiani. Bagaimana pun Yesus sendiri harus melalui Jalan Salib untuk mencapai kemuliaan-Nya. Tentu saja para murid-Nya tidak boleh mengharapkan sesuatu yang lebih ringan.

Iman akan kedatangan Yesus untuk kedua kalinya, iman akan kemenangan final pada akhir zaman, memberikan dukungan kuat kepada umat Kristiani awal, walaupun kedatangan kemenangan ini masih lama. Iman yang sama harus mendukung kita juga. Pengharapan akan kemenangan final ini adalah alasan dasariah untuk menjalani kehidupan Kristiani, untuk setia terhadap panggilan Yesus.

Yesus bersabda, “… bangkitlah dan angkatlah kepalamu, sebab pembebasanmu sudah dekat” (Luk 21:28). Kata Yunani yang digunakan di sini adalah apolytrosis, artinya suatu “pembelian kembali”. Dalam kasih-Nya, Allah telah membeli kita kembali, umat-Nya.

Nubuatan ini juga diperuntukkan bagi kita semua. Janji Yesus untuk datang kembali berlaku bagi kita juga. Kita telah dibebaskan, ditebus, dibeli kembali. Pengampunan, penyembuhan, keutuhan dan hidup baru dapat menjadi milik kita dalam sakramen-sakramen kasih Allah yang menebus. Bukti dan tanda penebusan yang final adalah kedatangan kembali Yesus dalam kemuliaan.

Dengan demikian, marilah kita bangkit dan mengangkat kepala kita. Kita adalah anak-anak Allah yang telah ditebus. Allah telah mengangkat kita menjadi anak-anak-Nya. Yang dituntut dari diri kita masing-masing sederhana saja: kita harus tetap setia kepada-Nya!

DOA: Tuhan Yesus, selagi kami menantikan kedatangan-Mu untuk kedua kalinya, kami memuji-muji Engkau untuk pembebasan yang telah Engkau bawa kepada kami dalam Sakramen-sakramen Gereja-Mu. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Selasa, November 27, 2012

KESABARAN


( Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXXIV – Rabu, 28 November 2012 )
Keluarga Fransiskan: Peringatan S. Yakobus dari Marka, Imam

“Tetapi sebelum semuanya itu kamu akan ditangkap dan dianiaya; kamu akan diserahkan ke rumah-rumah ibadat dan penjara-penjara, dan kamu akan dihadapkan kepada raja-raja dan penguasa-penguasa oleh karena nama-Ku. Hal itu akan menjadi kesempatan bagimu untuk bersaksi. Sebab itu tetapkanlah di dalam hatimu, supaya kamu jangan memikirkan lebih dahulu pembelaanmu. Sebab Aku sendiri akan memberikan kepadamu kata-kata hikmat, sehingga kamu tidak dapat ditentang atau dibantah lawan-lawanmu. Kamu akan diserahkan juga oleh orang tuamu, saudara-saudaramu, kaum keluargamu dan sahabat-sahabatmu dan beberapa orang di antara kamu akan dibunuh dan kamu akan dibenci semua orang oleh karena nama-Ku. Tetapi tidak sehelai pun dari rambut kepalamu akan hilang. Kalau kamu tetap bertahan, kamu akan memperoleh kehidupan.” (Luk 21:12-19)

Bacaan Pertama: Why 15:1-4; Mazmur Tanggapan: Mzm 98:1-3,7-9

“Kalau kamu tetap bertahan, kamu akan memperoleh kehidupan” (Luk 21:19).

Petikan bacaan Injil di atas adalah sebuah nasihat Yesus yang amat baik bagi kita semua. Kita semua kiranya telah mengalami situasi di mana kesabaran kita sungguh diuji. Misalnya, ketika menyetir mobil di pagi hari menuju tempat kerja, kita dipotong/disalib oleh seorang pengendara sepeda motor sehingga nyaris terjadi tabrakan. Contoh lainnya adalah ketika tingkah laku salah seorang anggota keluarga kita menyebabkan seluruh anggota keluarga terlambat menghadiri Misa Kudus pada suatu Minggu pagi. Tanpa mereka sadari, begitu sering anak-anak sungguh menguji kesabaran para orangtua mereka.

Satu area lagi yang membuat kesabaran kita diuji adalah kelemahan-kelemahan dan kegagalan-kegagalan kita sendiri. Kita kelihatan tidak pernah dapat mengatakan hal yang benar pada saat yang tepat, dlsb. Lagi dan lagi kita membuat resolusi untuk bersikap lebih baik dan santun terhadap seseorang, namun lagi dan lagi kita harus mengakui kegagalan kita. Dosa-dosa yang sama, lagi dan lagi.

Satu tes yang cukup berat atas kesabaran kita – tes yang tidak dapat kita kontrol – adalah penyakit. Bagaimana kita menerima suatu pencobaan sedemikian dari Allah atau tragedi-tragedi lainnya, kematian, berbagai kekecewaan? Kita telah bekerja keras tanpa menghasilkan buah apa pun dari kerja kita. Kita menanam benih-benih, namun curah hujan tidak memadai, bahkan dapat terlalu banyak. Kita bekerja keras di perusahaan dan berharap akan memperoleh promosi jabatan, namun karena sikon yang dihadapi perusahaan, kita harus di PHK. Semua ini adalah tes sesungguhnya atas kesabaran kita. Hal itu tidak merupakan dosa, namun dapat menyeret kita kepada kesalahan-kesalahan seperti kemarahan, kepahitan, menggerutu terhadap Allah, dslb.

Kita juga harus mengingat bahwa menjadi sabar berarti lebih daripada sekadar menanggung sesuatu beban dan bersikap pasif tentang hal itu. Kesabaran adalah kasih (bdk. 1Kor 13:4), dan kasih menuntut tindakan. Hal ini berarti menyapa orang-orang lain dengan “Selamat Pagi” atau “Aku sungguh senang berjumpa lagi dengan kamu” yang keluar dari hati yang tulus, walaupun kita sedang merasa kecewa terhadap orang yang kita sapa karena sesuatu hal.

Marilah kita bayangkan betapa banyaknya konflik dalam sebuah keluarga dapat diselesaikan apabila terdapat kesabaran penuh kasih. Betapa orang-orang di tempat kerja dapat lebih merasa bahagia apabila mereka dapat bekerja bersama dengan sikap sabar satu terhadap lainnya. Betapa lebih bersatu lagi keluarga-keluarga, paroki-paroki dan komunitas-komunitas apabila terdapat keutamaan yang dinamakan kesabaran itu. Tes selanjutnya atas kesabaran kita sudah di ambang pintu. Sudah siapkah kita untuk menghadapinya?

DOA: Tuhan Yesus, Engkau mengingatkan kami bahwa kami harus senantiasa sabar dan penuh ketekunan dalam menghadapi berbagai pencobaan, di mana kesabaran kami diuji. Kami tidak merasa khawatir, ya Tuhan, karena kami percaya bahwa hidup kami berada sepenuhnya di tangan-tangan kasih-Mu. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Isnin, November 26, 2012

KAPAN ITU AKAN TERJADI?


( Bacaan Pertama Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXXIV – Selasa, 27 November 2012 )
Fransiskan Konventual: Pesta S. Fransiskus-Antonius Pasani, Imam

Ketika beberapa orang berbicara tentang Bait Allah, betapa bangunan itu dihiasi dengan batu yang indah-indah dan dengan berbagai-bagai barang persembahan, berkatalah Yesus, “Apa yang kamu lihat di situ – akan datang harinya ketika tidak ada satu batu pun akan dibiarkan terletak di atas batu yang lain; semuanya akan diruntuhkan.”

Lalu mereka bertanya kepada Yesus, “Guru, kapan itu akan terjadi? Apa tandanya, kalau itu akan terjadi?” Jawab-Nya, “Waspadalah, supaya kamu jangan disesatkan. Sebab banyak orang akan datang dengan memakai nama-Ku dan berkata: ‘Akulah Dia,’ dan: ‘Saatnya sudah dekat.’ Janganlah kamu mengikuti mereka. Apabila kamu mendengar tentang peperangan dan pemberontakan, janganlah kamu takut. Sebab semuanya itu harus terjadi dahulu, tetapi itu tidak berarti kesudahannya akan datang segera.”

Ia berkata kepada mereka, “Bangsa akan bangkit melawan bangsa dan kerajaan melawan kerajaan, dan akan terjadi gempa bumi yang dahsyat dan di berbagai tempat akan ada penyakit sampar dan kelaparan, dan akan terjadi juga hal-hal yang menakutkan dan tanda-tanda yang dahsyat dari langit. (Luk 21:5-11)

Bacaan Pertama: Why 14:14-20; Mazmur Tanggapan: Mzm 96:10-13

Pada zaman Yesus Bait Suci di Yerusalem merupakan bangunan yang indah dan sangat mengesankan bagi siapa saja yang memandangnya. Herodus Agung baru saja membangunnya kembali, dari tahun 19 sampai tahun 9 SM. Bangunan Bait Suci ini dua kali lebih luas daripada bangunan sebelumnya dan lebih indah pula karena dipenuhi banyak hiasan.

Jadi, tidak mengherankanlah, apabila ada banyak orang yang datang ke Bait Suci pada waktu Yesus berkhotbah di tempat itu. Mereka mengagumi struktur dan berbicara mengenai keindahan serta betapa besar dan kokoh bangunan itu. Sebagai suatu umat, mereka sangat bangga akan Bait Suci mereka.

Jadi, tentunya mereka sangat terkejut pada saat mendengar Yesus “meramalkan” kehancuran Bait Suci yang baru itu, suatu kehancuran yang begitu besar sehingga “tidak ada satu batu pun akan dibiarkan terletak di atas batu yang lain; semuanya akan diruntuhkan” (Luk 21:6). Langsung saja mereka ingin memperoleh informasi terinci. Mereka bertanya kepada Yesus: “Guru, kapan itu akan terjadi? Apa tandanya, kalau itu akan terjadi?” (Luk 21:7).

Sesungguhnya kita dapat membandingkan diri kita seperti orang-orang pada zaman Yesus itu. Mereka sangat bangga dengan Bait Suci di Yerusalem dan kemuliaan yang dipancarkannya. Demikian pula halnya dengan kita: kita begitu bangga akan capaian-capaian kita, bangunan-bangunan yang ada dalam kota kita, teknologi kita dlsb.

Dalam hal ini kita dapat mendengar bisikan Yesus: “Hati-hatilah, jangan sampai kamu terkecoh! Semua hal ini akan berlalu. Ya, memang aku ingin agar kamu memperbaiki kondisi bumi, menggunakan segala sumberdaya yang telah Kuberikan kepadamu. Akan tetapi, kamu harus menggunakan segala hal itu untuk kebaikan, untuk orang-orang miskinku, membawa kehidupan lebih baik bagi “wong cilik” yang sangat Kukasihi.”

Apakah yang telah kita lakukan dengan segala sumber daya alam kita, kekayaan alam kita? Apakah yang dinikmati oleh saudari-saudara kita di Papua, Kalimantan dan beberapa tempat lain, padahal selama ini kekayaan alam mereka telah diguras habis-habisan demi kepentingan sejumlah kecil orang serakah, malah untuk keuntungan negeri-negeri besar dan berkuasa? Di negara-negara maju, apakah berbagai sumber daya alam mereka diolah untuk menjadi produk-produk yang dapat membantu kesejahteraan rakyat mereka dan penduduk dunia lainnya? Ataukah hanya sebagai sarana untuk menghasilkan berbagai produk untuk penghancuran sesama manusia? Umat manusia – teristimewa dari negara-negara maju – sampai hari ini belum mampu untuk menemukan jalan/cara damai untuk menolong negara-negara atau bangsa-bangsa yang masih terkebelakang … para penduduk dunia yang masih kekurangan gizi dlsb.

Sebagai pribadi-pribadi, kiranya apakah yang dapat kita lakukan? Apakah upaya kita sebagai individu-individu dapat membuat efek terhadap masalah kelaparan, penindasan yang berskala dunia? Tentu saja kita dapat! Mungkin kita tidak akan melihat hasilnya secara khasat mata, namun jika kita menggunakan harta-kekayaan kita dengan bijaksana, hidup secara sederhana dan memberikan berbagai “surplus” kita untuk berbagai karya karitatif, maka kita akan membantu masalah kemiskinan dan penderitaan di dalam dunia. Janganlah kita sampai terkecoh oleh nilai-nilai berkaitan dengan kepemilikan harta-kekayaan yang berasal dari dunia, dari si Jahat!.

DOA: Tuhan Yesus, ajarlah dan ingatkanlah aku senantiasa bahwa dunia ini dan segala kemuliaannya akan berlalu. Tanamkanlah dalam diriku rasa haus dan lapar akan kemuliaan yang akan datang bersama kedatangan-Mu kelak pada akhir zaman. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Sabtu, November 24, 2012

KEMISKINAN


( Bacaan Pertama Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXXIV – Senin, 26 November 2012 )
Keluarga Fransiskan: Peringatan S. Leonardus dr Porto Mauritio, Imam

Ketika Yesus mengangkat muka-Nya, Ia melihat orang-orang kaya memasukkan persembahan mereka ke dalam peti persembahan. Ia melihat juga seorang janda miskin memasukkan dua uang tembaga, ke dalam peti itu. Lalu Ia berkata, “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, janda miskin ini memberi lebih banyak daripada semua orang itu. Sebab mereka semua memberi persembahannya dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, bahkan seluruh nafkah yang dimilikinya.” (Luk 21:1-4)

Bacaan Pertama: Why 14:1-5; Mazmur Tanggapan: Mzm 24:1-6

Dalam bacaan Injil hari ini, lagi-lagi kita melihat berkat dari kemiskinan dan kutuk atas kekayaan. Janda yang miskin itu sungguh mengasihi Allah karena dia memberikan kepada Allah segala yang dimilikinya. Akan tetapi, orang-orang kaya yang memberi persembahan dari kelimpahan mereka tidak memahami apa artinya cinta-kasih.

Siapa saja yang berurusan dengan pemberian “sedekah” untuk tujuan karitatif dapat menceritakan kepada anda tentang adanya paradoks yang “aneh” dalam hal pemberian berdasarkan kehendak bebas manusia. Berbagai angka statistik gerejawi di dunia Barat menunjukkan bahwa yang memberi paling banyak sumbangan bagi Gereja dan/atau untuk kegiatan-kegiatan karitatif lainnya bukanlah orang-orang kaya, melainkan mereka yang dikategorikan sebagai orang-orang kecil-miskin. Ternyata justru mereka yang miskinlah yang mempunyai share yang jauh lebih besar. Tentu saja ada kekecualian, namun siapa saja yang berpengalaman dalam hal ini akan mengatakan bahwa orang-orang miskin dan berkekurangan-lah yang memberikan dengan kemurahan-hati. Hal ini ternyata belum pernah berubah sejak Yesus mengamati kemurahan-hati sang janda miskin di Bait Suci. Bukankah hal ini merupakan alasan yang jelas mengapa terjadi kesenjangan yang besar antara orang kaya dan miskin di seluruh dunia? Seandainya orang-orang kaya memiliki kasih yang proporsional dengan kemurahan-hati begitu banyak saudari-saudara mereka yang miskin, maka kita dapat membayangkan betapa banyaknya penderitaan manusia dapat teratasi.

Dengan demikian, tidak mengherankanlah kalau kita membaca dalam Injil, bahwasanya Yesus begitu sering berbicara dengan kata-kata yang keras tentang bahayanya kekayaan. Dan juga tidak mengherankanlah jika Yesus selalu menunjukkan preferensinya pada orang-orang miskin. Ini pun bukan merupakan sesuatu hal yang baru. Dalam Perjanjian Lama, Allah menunjukkan kasih-Nya yang istimewa bagi orang-orang miskin, mereka yang terbuang, yang menderita, yang membutuhkan. Cerita besar tentang “pembebasan orang-orang Israel dari perbudakan di Mesir” (Keluaran/Exodus) adalah cerita mengenai belas kasih Allah dan kebaikan hati-Nya bagi orang yang ditindas dan diperbudak. Kitab Mazmur merupakan testimoni tentang kasih Allah bagi orang-orang miskin, mereka yang dilupakan, orang yang tidak dipedulikan oleh siapa pun. Jadi, “preferential option for the poor” sebenarnya bukanlah barang baru yang diciptakan oleh Gereja abad ke-20 karena sudah merupakan warisan bagi kita dari Allah sendiri.

Yesus sendiri memilih hidup dalam kemiskinan. Allah memilih Maria yang miskin dan rendah hati sebagai Ibu bagi Yesus. Santo Fransiskus dari Assisi mengajarkan kepada para pengikut rohaninya, bahwa setiap kali mereka melihat orang miskin, mereka sebenarnya melihat Yesus dan Maria yang hidup miskin. Yesus memilih para rasul-Nya dan murid-Nya dari tengah-tengah orang miskin. Mayoritas dari para sahabat-Nya dan pengikut-Nya adalah orang-orang miskin, dan banyak dari para murid-Nya yang kaya membuat diri mereka miskin, agar dapat meniru perikehidupan sang Guru.

DOA: Roh Kudus Allah, selidikilah hatiku dan bentuklah aku agar menjadi seorang pribadi yang mau dan mampu menghayati hidup kemiskinan sejati seperti dicontohkan oleh Yesus Kristus, Guru, Tuhan dan Juruselamatku. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

PENGUASA SEBUAH KERAJAAN KEADILAN, DAMAI DAN KASIH


( Bacaan Injil Misa Kudus, HARI RAYA TUHAN KITA YESUS KRISTUS RAJA SEMESTA – Minggu, 25 November 2012 )



Pilatus masuk kembali ke dalam istana gubernur, lalu memanggil Yesus dan bertanya kepada-Nya, “Apakah Engkau raja orang Yahudi?” Jawab Yesus, “Apakah engkau katakan hal itu dari hatimu sendiri, atau orang lain yang mengatakannya kepadamu tentang aku?” Kata Pilatus, “Apakah aku seorang Yahudi? Bangsa-Mu sendiri dan imam-imam kepala yang telah menyerahkan Engkau kepadaku; apakah yang telah Engkau perbuat?” Jawab Yesus, “Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini; jika Kerajaan-Ku dari dunia ini, pasti hamba-hamba-Ku telah melawan, supaya Aku jangan diserahkan kepada orang Yahudi, akan tetapi Kerajaan-Ku bukan dari sini.” Lalu kata Pilatus kepada-Nya, “Jadi engkau adalah raja?” Jawab Yesus, “Engkau mengatakan bahwa Aku adalah raja. Untuk itulah Aku lahir dan untuk itulah Aku datang ke dalam dunia ini, supaya Aku bersaksi tentang kebenaran; setiap orang yang berasal dari kebenaran mendengarkan suara-Ku.” (Yoh 18:33-37)

Bacaan Pertama: Dan 7:13-14; Mazmur Tanggapan: Mzm 93:1-2,5; Bacaan Kedua: Why 1:5-8

Bagi kebanyakan kita yang hidup dalam masa modern ini di mana bentuk pemerintahan monarki tinggal sedikit sekali yang masih bertahan di dunia, maka bayangan kita tentang seorang raja dan kerajaan hampir pasti akan tidak tepat. Bahkan orang-orang pada zaman Yesus dahulu juga tidak mempunyai ide yang sangat jelas, karena mereka membandingkan Yesus dan Kerajaan-Nya dengan pengalaman mereka sendiri. Hal seperti itu kiranya sama saja dengan membandingkan pesawat terbang ukuran Jumbo (misalnya Boeing 747) dengan pesawat terbang kecil-sederhana yang dipiloti oleh Wright bersaudara di tahun 1903. Orang-orang harus membuat sebuah lompatan yang luarbiasa dalam pemikiran mereka sebelum dapat mulai memahami apa yang sesungguhnya dimaksudkan oleh Yesus ketika Dia berbicara mengenai raja dan kerajaan.

Dalam bacaan Injil hari ini, Yesus melihat bahwa Pilatus tidak mampu untuk membuat lompatan luarbiasa yang dimaksudkan di atas. Pilatus bertanya: “Apakah Engkau raja orang Yahudi?” Di sini Pilatus hanya berpikir mengenai orang yang menjadi pemimpin militer atau politik, seorang pribadi yang mempunyai kemungkinan menjadi suatu ancaman bagi otoritas Romawi di Palestina. Yesus menjawab: “Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini.” Di sini Yesus ingin menjelaskan bahwa diri-Nya bukanlah seorang raja sebagaimana dibayangkan oleh Pilatus, yaitu seorang penguasa yang para pengikutnya akan berjuang untuk membelanya sebagai serdadu dalam sebuah peperangan atau yang domain-nya terbatas pada sebuah bangsa/negeri saja.

Tentu saja Yesus mempunyai suatu domain (dalam arti wilayah kekuasaan), yaitu sebuah kerajaan universal karena Dia memiliki otoritas atas seluruh ciptaan. Domain-Nya adalah sebuah Kerajaan kebenaran dan hidup, sebuah Kerajaan kekudusan dan rahmat, sebuah Kerajaan keadilan, kasih dan damai-sejahtera. Hal ini tentu kedengarannya sebuah kerajaan yang cocok untuk Yesus Kristus, namun terasa sangat idealistis dan bersifat futuristik yang kiranya hanya akan terwujud kelak di dalam surga. Sampai titik tertentu evaluasi seperti ini sah-sah saja. Kerajaan yang sempurna masih akan datang, dan kita adalah orang yang menanti-nanti dengan pengharapan penuh sukacita akan kedatangan Juruselamat kita, Yesus Kristus. Yesus pasti akan datang lagi pada akhir zaman, Akan tetapi, kita harus sungguh-sungguh meyakini bahwa akhir dunia tidaklah berarti suatu malapetaka, melainkan suatu pemenuhan. Kalau kita mengatakan bahwa sebuah bangunan rumah sudah selesai dan pekerjaan membangun sudah selesai juga, maka hal ini bukanlah berarti destruksi melainkan penyempurnaan. Inilah kiranya akhir ke mana dunia kita dan tentunya seluruh alam semesta akan dibawa.

Sekarang ini kondisi Kerajaan serupa dengan seorang anak yang memerlukan pertumbuhan sampai menjadi seorang pribadi yang matang, yang telah bertumbuh penuh untuk menjalani kehidupan. Kristus akan datang untuk meng-klaim Kerajaan-Nya dan menyampaikannya kepada Bapa-Nya pada saat penyempurnaan Kerajaan itu dalam rencana ilahi telah tercapai. Sementara itu kita seharusnya tidak duduk-duduk santai sambil mengharapkan Raja kita melaksanakan pekerjaan ini sendiri. Tidak seorang pun dari kita merupakan “pion” seperti dalam permainan catur; kita semua adalah anak-anak Bapa di surga, suatu umat yang dipisahkan, sebuah bangsa terpilih, imamat rajani (lihat 1Ptr 2:9). Kita dipanggil untuk menjadi mitra-kerja yang dekat-erat dengan sang Raja dalam membangun Kerajaan itu agar dapat mencapai apa yang dicita-citakan. Kita tidak boleh mengharapkan Kristus untuk menggantikan dunia kita yang sekarang ini dengan – katakanlah – sejenis firdaus yang pra-fabrikasi (Inggris: prefabricated). Kita sendiri juga harus bekerja untuk dunia yang lebih baik, yang siap dan cocok untuk sepenuhnya berada di bawah pemerintahan Allah sebagai sebuah Kerajaan keadilan, kasih dan damai-sejahtera.

Walaupun kita harus realistis terhadap banyak ketidaksempurnaan dunia kita dan masyarakat kita, sikap pesimistis bukanlah merupakan sikap yang layak bagi seorang Kristiani dan apatisme sungguhlah tragis. Seorang Kristiani tidak boleh mengabaikan tugasnya untuk turut serta memperbaiki kondisi dunia agar menjadi lebih baik. Waktu “kini” haruslah menjadi dinamisme, pengharapan dan antusiame yang luarbiasa. Akan tetapi, di manakah kita harus memulainya? Marilah kita melihat pokok yang berikut ini.

Karena kita percaya bahwa Kristus adalah Penguasa dari segenap ciptaan, maka gerakan ekologis/pelestarian lingkungan dst. – walaupun penuh dengan berbagai komplikasi – secara fundamental adalah sebuah gerakan Kristiani. Dengan demikian kita harus secara aktif mengambil bagian dalam program-program ekologis, baik yang kecil-kecilan maupun yang berskala relatif besar. Keikut-sertaan kita haruslah didasarkan pada perspektif Kristiani bahwa Allah telah menyerahkan segala sumberdaya dunia ini ke tangan kita manusia agar digunakan secara pantas dan layak, tidak disalahgunakan karena tujuan-tujuan yang bermotifkan keserakahan dan ketamakan kita. Sebagian dari perspektif ini adalah kebenaran bahwa bumi dan segala sumberdayanya dimaksudkan oleh sang Pencipta untuk menolong umat manusia memenuhi tujuannya, yaitu kesejahteraan manusia.

Patut dicatat di sini, bahwa ekologi bukanlah masalah terbesar dunia kita. Karena Kerajaan Kristus adalah Kerajaan keadilan, kasih dan damai-sejahtera, maka halangan-halangan terbesar bagi pertumbuhannya menuju kesempurnaan adalah (1) ketidakadilan, (2) kebencian dan (3) peperangan. Ketiganya di sana-sini dibumbui dengan “kebohongan-kebohongan” dan setiap hari ditayangkan oleh banyak stasiun televisi Tiga jenis kejahatan ini sungguh luarbiasa sehingga kita sebagai pribadi seringkali merasa tak berdaya untuk melawan semua itu. Kita harus mengingat bahwa apabila setiap orang merasa tak berdaya, maka benar-benar tidak akan ada yang dapat dicapai …… dalam bahasa kerennya: tidak ada achievement. Misalnya, kita tidak pernah boleh merasa tidak dapat/mampu melakukan apa-apa ketika melihat ketidakadilan dalam dunia ini atau ketidakadilan dalam pemilikan harta-kekayaan, namun dalam kehidupan ini kita dapat mencoba untuk menghargai semua orang tanpa kecuali, dan kita dapat menjadi lebih bermurah-hati dan tidak besikap serakah berkaitan dengan hal-hal bersifat materi yang telah diberikan Allah kepada kita. Barangkali memang kita tidak dapat menghentikan peperangan, namun pada dirinya peperangan adalah ekspansi terburuk dari kebencian antara individu-individu. Apa yang dapat kita lakukan adalah bekerja untuk adanya kasih dan damai-sejahtera dalam keluarga kita sendiri dan dengan orang-orang yang kita jumpai sehari-hari. Salam damai kita dalam Misa – terkadang diungkapkan dengan saling cipika-cipiki – adalah sesuatu yang mengingatkan kita bahwa Kristus memanggil kita untuk menyebar-luaskan Kerajaan-Nya dan kasih-Nya ke seluruh dunia.

Yesus adalah seorang Raja yang ingin menaklukkan dunia, akan tetapi tidak melalui peperangan atau perampasan hak-hak orang-orang lain. Sebaliknya, Dia ingin membawa perdamaian dan kebahagiaan melalui keadilan dan kasih. Yesus telah mempercayakan penyebaran Kerajaan-Nya kepada kita (lihat Mat 28:19-20), saudari-saudara-Nya dan anak-anak Bapa-Nya. Sebenarnya Yesus dapat melakukan semuanya itu sendiri saja, namun Ia menginginkan kita untuk bekerja sama dengan-Nya dalam membawa kepenuhan bagi dunia. Kita menantikan kedatangan kembali Yesus Kristus dalam pengharapan penuh sukacita. Akan tetapi pada saat ini pekerjaan kita demi tercapainya sebuah dunia yang lebih baik memberi makna pada kata-kata yang kita ucapkan kepada Kristus sang Raja: “Sebab Engkaulah raja yang mulia dan berkuasa untuk selama-lamanya!” (Embolisme setelah doa Bapa Kami dalam Misa Kudus).

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Jumaat, November 23, 2012

PILIHAN-PILIHAN


( Bacaan Pertama Misa Kudus, Peringatan S. Andreas Dung Lac, Imam dkk. Martir – Sabtu, 24 November 2012 )

Kemudian datanglah kepada Yesus beberapa orang Saduki yang tidak mengakui adanya kebangkitan. Mereka bertanya kepada-Nya, “Guru, Musa menuliskan perintah ini untuk kita: Jika seseorang yang mempunyai saudara laki-laki, mati, sedangkan istrinya masih ada, tetapi ia tidak meninggalkan anak, saudaranya harus kawin dengan istrinya itu dan memberi keturunan bagi saudaranya itu. Adalah tujuh orang bersaudara. Yang pertama kawin dengan seorang perempuan lalu mati dengan tidak meninggalkan anak. Lalu perempuan itu dikawini oleh yang kedua, dan oleh yang ketiga dan demikianlah berturut-turut oleh ketujuh saudara itu, merekanya semuanya mati tanpa meninggalkan anak. Akhirnya perempuan itu pun mati. Bagaimana sekarang dengan perempuan itu, siapakah di antara orang-orang itu yang menjadi suaminya pada hari kebangkitan? Sebab ketujuhnya telah beristrikan dia.” Jawab Yesus kepada mereka, “Orang-orang dunia ini kawin dan dikawinkan, tetapi mereka yang dianggap layak untuk mendapat bagian dalam dunia yang lain itu dan dalam kebangkitan dari antara orang mati, tidak kawin dan tidak dikawinkan. Mereka tidak dapat mati lagi, sebab mereka sama seperti malaikat-malaikat dan mereka adalah anak-anak Allah, karena mereka telah dibangkitkan. Tentang bangkitnya orang-orang mati, Musa telah memberitahukannya dalam cerita tentang semak duri, di mana ia menyebut sebagai Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub. Ia bukan Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup, sebab di hadapan Dia semua orang hidup.” Mendengar itu beberapa ahli Taurat berkata, “Guru, jawab-Mu itu tepat sekali.” Sebab mereka tidak berani lagi menanyakan apa-apa kepada Yesus. (Luk 20:27-40)

Bacaan Pertama: Why 11:4-12; Mazmur Tanggapan: Mzm 144:1,2,9-10

Pilihan-pilihan memang dapat menyakitkan. Dalam kondisi kita sebagai manusia, setiap pilihan yang kita buat atau keputusan yang kita ambil akan membatasi kita. Apabila saya melakukan “ini”, maka saya tidak dapat melakukan “itu”. Apakah konsekuensinya apabila saya mengambil pekerjaan lain? Apakah saya harus mengatakan “tidak” terhadap godaan yang begitu menggiurkan? Apakah saya harus mengupayakan “rekonsiliasi” dengan pasangan hidupku sebelum terlambat?

Orang-orang Saduki yang kali ini mencobai Yesus tidak percaya adanya kebangkitan, artinya kehidupan setelah kematian fisik. Kalau pun mereka membayangkan kehidupan sedemikian (agar dapat mengejeknya atau menertawakannya), maka mereka mencampur-adukkannya dengan batasan-batasan kehidupan ini. Seturut ketentuan Hukum Levirat yang sebenarnya bertujuan mengabadikan nama seorang laki-laki yang sudah mati, tujuh orang bersaudara secara berturut-turut mengawini seorang perempuan yang sama. Pada saat kebangkitan, status perempuan itu sebagai istri dari laki-laki yang mana? Tidak bisa sebagai istri dari semuanya, bukan?

Menanggapi pertanyaan orang-orang Saduki ini, Yesus dapat saja menjawab, “Ah, kau ini. Mengapa tidak? Mengapa semua manusia yang dibangkitkan tidak dapat menikmati keintiman yang setara? Kemiskinan imajinasimu tentunya tidak membuat kau berpikir sampai ke situ!”

Yesus memang seorang pribadi yang penuh dengan hikmat Allah sendiri. Dia menerima visi orang Saduki tentang perkawinan yang akurat-namun-terbatas itu dan mengupayakan agar konsepsi mereka tentang surga dapat diperluas. Bagaimana kiranya relasi dalam surga? Yesus menunjuk kepada relasi intim Allah dengan para pahlawan besar dalam Kitab Kejadian, salah satu dari sedikit kitab-kitab Perjanjian Lama yang diterima oleh orang-orang Saduki konservatif. Allah menyatakan diri-Nya kepada Yakub sebagai “Allah Abraham, nenekmu, dan Allah Ishak” (lihat Kej 28:13). Allah tidak mengatakan bahwa Dia pernah menjadi Allah Abraham sampai bapa bangsa itu wafat, atau Dia akan menjadi Allah Yakub hanya setelah Ishak meninggal dunia. Tidak, Allah mampu untuk menjalin relasi dengan setiap pribadi yang mencari-Nya, dan relasi itu “diubah, bukan diakhiri” pada saat eksistensi kita di atas bumi berakhir.

Di dalam surga, tidak akan ada penyesalan-penyesalan, batasan-batasan, pilihan-pilihan yang buruk. Sebaliknya, di sana akan ada kesempatan-kesempatan untuk eksplorasi yang tanpa akhir, keintiman yang tanpa batas dengan Allah dan masing-masing anak-Nya yang teramat dikasihi-Nya. Pilihan-pilihan tanpa batas ini telah dibuka bagi kita karena pilihan yang paling esensial. Sebelum pilihan penuh kesadaran yang kita buat, Allah memilih masing-masing kita sebagai milik-Nya sendiri. Setelah banyak pilihan penuh kedosaan yang kita buat, Allah memilih untuk membuat batasan atas diri-Nya sendiri lewat misteri inkarnasi sampai kematian di atas kayu salib. Untuk itu sudah sepantasnyalah bila kita senantiasa berterima kasih penuh syukur kepada Allah untuk kebaikan-Nya. “Allah memang baik; Dialah kebaikan yang sempurna, segenap kebaikan, seluruhnya baik, kebaikan yang benar dan tertinggi; Dialah satu-satunya yang baik!”

DOA: Tuhan Yesus, Engkau telah mengikat diri-Mu kepada kami masing dalam kasih. Persatukanlah kami dengan Engkau dan transformasikanlah semua pilihan kami menjadi tanggapan-tanggapan terhadap kasih-Mu yang besar dan agung. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Khamis, November 22, 2012

GEREJA YANG SUCI NAMUN HARUS SENANTIASA DIBERSIHKAN

( Bacaan Pertama Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXXIII – Jumat, 23 November 2012 )

Lalu Yesus masuk ke Bait Allah dan mulailah Ia mengusir semua pedagang di situ, kata-Nya kepada mereka, “Ada tertulis: Rumah-Ku adalah rumah doa. Tetapi kamu menjadikannya sarang penyamun.”

Tiap-tiap hari Ia mengajar di dalam Bait Allah. Imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat serta orang-orang terkemuka dari bangsa itu berusaha untuk membinasakan Dia, tetapi mereka tidak tahu, bagaimana harus melakukannya, sebab semua orang terpikat kepada-Nya dan ingin mendengarkan Dia. (Luk 19:45-48)

Bacaan Pertama: Why 10:8-11; Mazmur Tanggapan: Mzm 119:14,24,72,103,111,131

Menjual hewan kurban dan menukar uang asing merupakan jasa pelayanan yang memang diperlukan untuk kepentingan para peziarah yang datang ke kota Yerusalem. Pada kenyataannya, sejumlah “pasar” itu berlokasi di dekat Bait Suci. Namun di bawah kepengurusan imam besar Kayafas, halaman bagian luar Bait Suci juga menjelma menjadi pasar yang ramai. Penyusupan tempat berdagang ini ke dalam halaman bangunan suci ini sungguh tidak berkenan di mata sejumlah orang, namun apa daya …… karena tempat itu dikelola oleh para petugas Bait Suci……. mereka yang memegang kekuasaan di bidang keagamaan.

Bayangkanlah betapa hiruk-pikuknya tempat seperti itu: Domba-domba mengembik keras sambil mengeluarkan aroma yang tidak sedap, burung-burung dara mengepak-ngepakkan sayap dan gemerincing uang-uang logam para penukar uang sungguh mengganggu telinga. Bayangkanlah betapa sulitnya dan tidak nyamannya “orang-orang yang takut kepada Allah” (mereka adalah non-Yahudi) yang hanya diperbolehkan masuk sampai batas itu saja, tidak boleh masuk lebih jauh lagi. Oleh karena itu Yesus mengusir para pedagang karena Dia ingin memelihara Bait Suci sebagai tempat doa bagi setiap orang. Yesus tentunya juga merasa terganggu dengan para pedagang yang mendongkrak nilai tukar mata uang atau menjual hewan-hewan kurban dengan harga “setinggi langit”. Praktek-praktek sedemikianlah yang membuat Yesus dengan geram menyatakan, “Ada tertulis: Rumah-Ku adalah rumah doa. Tetapi kamu menjadikannya sarang penyamun.” (Luk 19:46).

Sebagaimana halnya dengan para imam di Bait Allah dan para administratur pada zaman Yesus, kita manusia zaman modern yang adalah para anggota Gereja juga menghadapi banyak perangkap. Kepentingan diri-sendiri senantiasa ingin menguasai hati dan tindakan-tindakan kita. Di dunia Barat mereka yang dinamakan “Katolik konservatif” dan “Katolik Liberal” tergoda untuk saling mengkritisi dengan keras. Dewan paroki dapat merupakan ajang pertikaian dan konflik, juga arena clash antara pribadi-pribadi yang duduk di sana, lebih daripada hasrat yang tulus untuk membangun Gereja. “Ketiadaan doa” setiap saat dapat merampas kita dari “sukacita dan damai-sejahtera” yang senantiasa harus menjadi “tanda” dari orang-orang yang percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat.

Kalau begitu halnya, bagaimana kita masih tetap menyatakan, bahwa kita percaya pada Gereja yang “satu, kudus, katolik dan apostolik”? Jawabnya: Karena Gereja itu sebuah institusi yang bersifat insani dan pada saat yang sama bersifat ilahi. Dengan begitu, kekudusan Gereja adalah “riil”, namun juga “tidak sempurna” (lihat “Konstitusi Dogmatis Lumen Gentium tentang Gereja”, 48). “Gereja itu suci, dan sekaligus harus selalu dibersihkan, serta terus-menerus menjalankan pertobatan dan pembaharuan” (Lumen Gentium, 8).

Masing-masing kita dapat berpartisipasi dalam pembaharuan Gereja yang berkesinambungan melalui doa-doa kita, dan lewat upaya yang tulus untuk senantiasa berjalan dalam kasih Tuhan. Marilah kita bersama-sama bergabung dalam gerakan pembaharuan Gereja, “supaya tanda Kristus dengan lebih cemerlang bersinar pada wajah Gereja” (Lumen Gentium, 15).

DOA: Tuhan Yesus, bersihkanlah hati kami dari segala hal yang merusak citra-Mu dalam diri kami. Tolonglah kami agar dapat mencerminkan kekudusan-Mu dan kebaikan-Mu kepada setiap orang yang melihat Gereja-Mu. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Rabu, November 21, 2012

YESUS MENANGIS


( Bacaan Injil Misa Kudus, Peringatan S. Sesilia, Perawan & Martir – Kamis, 22 November 2012 )

Ketika Ia telah mendekati dan melihat kota itu, Yesus menangisinya, kata-Nya: “Alangkah baiknya jika pada hari ini juga engkau mengerti apa yang perlu untuk damai sejahteramu! Tetapi sekarang hal itu tersembunyi bagi matamu. Sebab akan datang harinya, ketika musuhmu akan mengelilingi engkau dengan kubu, lalu mengepung engkau dan menghimpit engkau dari segala jurusan. Mereka akan membinasakan engkau beserta dengan penduduk yang ada padamu, dan mereka tidak akan membiarkan satu batu pun tinggal terletak di atas batu yang lain, karena engkau tidak mengetahui saat ketika Allah datang untuk menyelamatkan engkau.” (Luk 19:41-44)

Bacaan Pertama: Why 5:1-10; Mazmur Tanggapan: Mzm 149:1-6,9

Sang penulis Injil – Lukas – seringkali menggunakan kontras-kontras yang kuat dalam berbagai narasinya. Misalnya dalam perumpamaan tentang orang kaya dan pengemis Lazarus (Luk 16:19-31), orang Farisi dan pemungut cukai (Luk 18:9-14). Bacaan Injil hari ini didahului dengan nyanyian-nyanyian penuh sukacita para murid yang mengiringi-Nya ketika rombongan-Nya mendekati Yerusalem – peristiwa yang dalam liturgi Gereja dikenal sebagai “Hari Minggu Palma”. Dengan suara nyaring mereka mereka memuji-muji Allah oleh karena segala mukjizat yang telah mereka lihat. Mereka menyanyikan Mazmur: “Terpujilah dia yang datang sebagai Raja dalam nama Tuhan, damai sejahtera di surga dan kemuliaan di tempat yang mahatinggi!” (Mzm 118:26). Bagaimana dengan Yesus? Ia memandang kota Yerusalem, kemudian menangisi kota suci itu dan berkata: “Alangkah baiknya jika pada hari ini juga engkau mengerti apa yang perlu untuk damai sejahteramu!” (Luk 19:42). Kemudian Yesus melanjutkan pernyataan-Nya itu dengan nubuatan-Nya tentang keruntuhan kota Yerusalem (Luk 19:43-44).

Yerusalem sebenarnya dapat menjadi pusat utama Kekristenan (Kristianitas), pusat dari mana pesan Kristiani dapat menyebar ke seluruh penjuru dunia. Karena penolakannya terhadap sang Mesias, maka Yerusalem hanya sebentar saja menjadi pusat penyebaran Kabar Baik Yesus Kristus. Pada tahun 70 kota itu praktis dihancur-leburkan oleh orang Romawi. Yesus sudah melihat peristiwa keruntuhan kota Yerusalem itu jauh hari sebelum terjadinya.

Oleh karena itulah Yesus menangisi kota Yerusalem. Ia mengetahui apa yang akan menimpa kota itu karena penduduknya menolak rahmat Allah. Sebenarnya para penduduk kota Yerusalem dapat mengetahui apa yang akan terjadi, namun mereka tidak mau mendengarkan sabda Allah. Mereka menolak Kristus!

Bagaimana dengan kita sendiri? Banyak dari rahmat Allah seringkali datang kepada kita dalam bentuk ajaran Gereja, yang dimaksudkan untuk mempersiapkan diri kita agar dapat menjalani kehidupan Kristiani yang benar seturut ajaran Kristus sendiri, membimbing serta menuntun kita, dan memberikan kepada kita Sabda yang kudus dari Allah sendiri. Apakah kita memanfaatkan bimbingan serta tuntunan Allah melalui Gereja, dengan demikian memperoleh pengenalan sejati tentang apa saja yang benar dan/atau salah; juga bertumbuh dalam nilai-nilai Kristiani yang sejati?

Atau, apakah Yesus Kristus harus menangisi kita juga? Apakah Dia harus menangisi keluarga kita, komunitas kita, atau kota-kota kita? Apakah Dia harus menangis karena iman-kepercayaan kita yang lemah, karena kita tidak menaruh kepercayaan kepada-Nya, atau bahkan menolak diri-Nya? Apakah Dia menangis karena kita menolak untuk mendengarkan sabda-Nya atau bimbingan serta tuntunan dari Gereja-Nya?

DOA: Tuhan Yesus, kami sungguh tahu dan mengenal jalan menuju damai-sejahtera yang sejati, karena hal itu ada dalam Sabda-Mu, Gereja-Mu, yaitu Tubuh-Mu sendiri di atas bumi. Terpujilah nama-Mu selalu! Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Selasa, November 20, 2012

ORANG PENTINGKAH KITA?


( Bacaan Injil Misa Kudus, Peringatan SP Maria Dipersembahkan kepada Allah – Rabu, 21 November 2012 )

Sementara mereka mendengarkan hal-hal itu, Yesus melanjutkan perkataan-Nya dengan suatu perumpamaan, sebab Ia sudah dekat Yerusalem dan mereka menyangka bahwa Kerajaan Allah akan segera kelihatan. Lalu Ia berkata, “Ada seorang bangsawan berangkat ke sebuah negeri yang jauh untuk dinobatkan menjadi raja di situ dan setelah itu baru kembali. Ia memanggil sepuluh orang hambanya dan memberikan sepuluh mina kepada mereka, katanya: Pakailah ini untuk berdagang sampai aku datang kembali. Akan tetapi, orang-orang sebangsanya membenci dia, lalu mengirimkan utusan menyusul dia untuk mengatakan: Kami tidak mau orang ini menjadi raja atas kami. Setelah dinobatkan menjadi raja, ketika ia kembali ia menyuruh memanggil hamba-hambanya yang telah diberinya uang itu, untuk mengetahui berapa hasil dagang mereka masing-masing. Orang yang pertama datang dan berkata: Tuan, mina tuan yang satu itu telah menghasilkan sepuluh mina. Katanya kepada orang itu: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hamba yang baik; engkau telah setia dalam hal yang sangat kecil, karena itu terimalah kekuasaan atas sepuluh kota. Datanglah yang kedua dan berkata: Tuan, mina tuan telah menghasilkan lima mina. Katanya kepada orang itu: Dan engkau, kuasailah lima kota. Lalu hamba yang lain datang dan berkata: Tuan, inilah mina tuan, aku telah menyimpannya dalam sapu tangan. Sebab aku takut kepada Tuan, karena Tuan orang yang kejam; Tuan mengambil apa yang tidak pernah Tuan taruh dan Tuan menuai apa yang tidak Tuan tabur. Katanya kepada orang itu: Hai hamba yang jahat, aku akan menghakimi engkau menurut perkataanmu sendiri. Engkau sudah tahu bahwa aku orang yang keras yang mengambil apa yang tidak pernah aku taruh dan menuai apa yang tidak aku tabur. Jika demikian, mengapa uangku itu tidak kau kaumasukkan ke bank (orang yang menjalankan uang)? Jadi, pada waktu aku kembali, aku dapat mengambilnya dengan bunganya. Lalu katanya kepada orang-orang yang berdiri di situ: Ambillah mina yang satu itu dari dia dan berikanlah kepada orang yang mempunyai sepuluh mina itu. Kata mereka kepadanya: Tuan, ia sudah mempunyai supuluh mina. Jawabnya: Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, tetapi siapa yang tidak mempunyai, juga apa yang ada padanya akan diambil. Akan tetapi, semua seteruku ini, yang tidak suka aku menjadi rajanya, bawalah mereka ke mari dan bunuhlah mereka di depan mataku.”

Setelah mengatakan semuanya itu Yesus mendahului mereka dan meruskan perjalanan-Nya ke Yerusalem. (Luk 19:11-28)

Bacaan Pertama: Why 4:1-11; Mazmur Tanggapan: Mzm 150:1-6

Apabila seseorang bertanya kepada anda pada hari ini, “Apakah anda pikir anda adalah orang yang paling penting di dunia pada hari ini?”, apakah jawaban anda? Sebagian besar orang tentunya akan menjawab, “Tidak!”

Tidakkah anda menyadari bahwa Yesus dalam bacaan Injil hari ini berkata: “Anda salah, sahabat-Ku. Anda sangat salah!” Tidakkah anda mengetahui bahwa di mana-mana dalam Kitab Suci, teristimewa dalam keempat kitab Injil, Tuhan Yesus terus mengatakan bahwa masing-masing kita adalah seorang pribadi yang penting di mata-Nya.

Inilah pesan dari perumpamaan Yesus pada hari ini: Orang yang menguburkan talenta yang diberikan Allah kepadanya terlalu memandang rendah dirinya sendiri. Seakan-akan ia mengatakan, “Setiap orang mengetahui bahwa diriku tidaklah penting, jadi apa artinya dengan sedikit talenta yang kumiliki? Biarlah orang-orang pintar itu yang menjalankan dunia kalau mereka merasa mampu melakukannya. Bakat-bakat yang kumiliki tidak pantaslah untuk diperhitungkan.”

Dan Yesus mengatakan dalam perumpamaan, “Tuhan tidak dapat dikecohkan dengan hal itu. Dia mengetahui sekali apa yang anda dapat atau tidak dapat lakukan. Ada banyak hal yang anda dapat lakukan dengan talenta-talenta yang diberikan Allah kepada anda, dan jangan coba untuk menipu diri anda sendiri. Kita tidak dapat membodohi Allah, sebab itu mengapa kita harus membodohi diri kita sendiri? Apalagi kita juga mengetahui bahwa akan meminta pertanggungan-jawaban dari kita sehubungan dengan bagaimana caranya kita menggunakan setiap anugerah-Nya kepada kita masing-masing.

Barangkali kita berpikir bahwa diri kita tidak penting karena kita tidak yakin apa yang sebenarnya penting. Oleh karena itu, marilah kita menghadap Pribadi yang paling penting dalam sejarah. Marilah kita bertanya kepada-Nya apakah yang harus kita lakukan untuk menjadi seorang pribadi yang sungguh-sungguh penting.

Pribadi yang paling penting itu adalah Yesus, dan ia bersabda: “Siapa saja yang terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu” (Mat 23:11). Yang dimaksudkan Yesus di sini adalah: “Apa yang anda lakukan demi cintakasih kepada Allah dan sesamamu, itulah yang sungguh penting.”

DOA: Bapa surgawi, Engkaulah Allah, Pencipta langit dan bumi. Engkau telah membuat kami menjadi anak-anak-Mu dan juga saudari-saudara dari Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamat kami. Apa lagi yang dibutuhkan oleh kami? Menjadi anak-anak-Mu dan saudari-saudara Yesus Kristus sudah cukuplah untuk membuat diri kami masing-masing merasa penting. Ajarlah kami untuk hidup sebagai anak-anak-Mu yang sejati, yang mengakui pentingnya diri kami sebagai anggota-anggota keluarga-Mu. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Isnin, November 19, 2012

ANAK MANUSIA DATANG UNTUK ……


( Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXXIII – Selasa 20 November 2012 )
FMM: Peringatan S. Agnes dr Assisi, Pelindung Pra-Novis FMM

Yesus masuk ke kota Yerikho dan berjalan terus melintasi kota itu. Di situ ada seorang bernama Zakheus, kepala pemungut cukai, dan ia seorang yang kaya. Ia berusaha untuk melihat orang apakah Yesus itu, tetapi ia tidak berhasil karena orang banyak, sebab badannya pendek. Ia pun berlari mendahului orang banyak, lalu memanjat pohon ara untuk melihat Yesus yang akan lewat di situ. Ketika Yesus sampai ke tempat itu, Ia melihat ke atas dan berkata kepadanya, “Zakheus, segeralah turun, sebab hari ini Aku harus menumpang di rumahmu.” Lalu Zakheus segera turun dan menerima Yesus dengan sukacita. Melihat hal itu, semua orang mulai bersungut-sungut, katanya, “Ia menumpang di rumah orang berdosa.” Tetapi Zakheus berdiri dan berkata kepada Tuhan, “Tuhan, lihatlah, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat.” Kata Yesus kepadanya, “Hari ini telah terjadi keselamatan kepada seisi rumah ini, karena orang ini pun anak Abraham. Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang.” (Luk 19:1-10)

Bacaan Pertama: Why 3:1-6,14-22; Mazmur Tanggapan: Mzm 15:2-5

“Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang” (Luk 19:10).

Bagaimana kiranya sampai-sampai Pak Zakheus dinyatakan sebagai orang yang hilang? Begini ceritanya: Zakheus adalah seorang kepala pemungut cukai. Dia tentunya ditakuti rakyat dan sekaligus dibenci karena dipandang sebagai seorang pemeras rakyat dan sekaligus kolaborator dengan penguasa Roma. Zakheus telah menjadi kaya lewat perilakunya yang korup, dia “memeras” para wajib pajak dan pada saat bersamaan dia juga kiranya menipu/mengelabui pemerintahan Roma. Apalagi sistem pemungutan pajak Kekaisaran Roma juga korup, sehingga mudahlah bagi Pak Zakheus untuk membuat dirinya menjadi cepat kaya, namun dengan cara yang tidak halal sama sekali.

Sekarang Zakheus merasa bersalah, dan ia sungguh bertobat. Ia ingin berjumpa dengan Yesus. Ia ingin berada dekat dengan “orang suci” yang mengampuni dosa-dosa ini. Si kepala pemungut cukai ini lalu berkata kepada Yesus, “Tuhan, lihatlah, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat” (Luk 19:8). Kita merasakan bahwa Zakheus kali ini tidak berbohong, …… ia mengatakannya dengan tulus, karena Yesus tidak pernah takut untuk mendamprat seseorang yang “ngomong gede”. Sebelum itu Yesus telah mengidentifikasikan para pembohong, mengekpos celoteh penuh tipu dan kemunafikan.

Cerita tentang Zakheus ini menggambarkan “pertobatan sejati”, malah merupakah ilustrasi terbaik perihal pertobatan yang sejati. Zakheus membuat pengakuan dosa, namun sebelum Yesus memberikan “absolusi”-Nya, dia membuat resolusinya yang begitu tegas. Tidak banyak artinya Allah mengampuni kita, apabila kita tidak memiliki niat untuk memperbaiki “kerusakan” yang telah kita perbuat.

Tidak sedikit umat mengatakan bahwa “Pengakuan dosa dalam Sakramen Rekonsiliasi” tidak banyak artinya karena tidak mendatangkan kebaikan bagi diri mereka. Barangkali pernyataan ini ada benarnya juga. Namun kalau begitu halnya, maka semua itu disebabkan karena orang mengabaikan aspek ketiga dan merupakan aspek terpenting dari Sakramen Rekonsiliasi, yaitu “reparasi” atau tindakan perbaikan. Pengakuan dosa, penyesalan mendalam dan reparasi: ketiga-tiganya diperlukan untuk suatu pertobatan sejati! Rasa sedih karena penyesalan mendalam hampir tidak riil apabila tidak disertai dan didukung oleh resolusi yang menghasilkan buah-buah yang riil. Kelemahan iman dan kelemahan resolusi menghabiskan rahmat yang seharusnya datang ke atas diri seseorang.

DOA: Tuhan Yesus, Engkau bersabda, “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Surga, melainkan orang yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di surga” (Mat 7:21). Tuhan Yesus, perkenankanlah Roh Kudus menempa diriku agar aku dapat menjadi murid-Mu yang baik, yang taat dan patuh kepada kehendak Bapa di surga. Amin.

Sdr. F.X.Indrapradja, OFS