( Bacaan Pertama
Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXXIV – Senin, 26 November 2012 )
Keluarga Fransiskan: Peringatan S. Leonardus dr Porto
Mauritio, Imam
Ketika Yesus
mengangkat muka-Nya, Ia melihat orang-orang kaya memasukkan persembahan mereka
ke dalam peti persembahan. Ia melihat juga seorang janda miskin memasukkan dua
uang tembaga, ke dalam peti itu. Lalu Ia berkata, “Sesungguhnya Aku berkata
kepadamu, janda miskin ini memberi lebih banyak daripada semua orang itu. Sebab
mereka semua memberi persembahannya dari kelimpahannya, tetapi janda ini
memberi dari kekurangannya, bahkan seluruh nafkah yang dimilikinya.” (Luk
21:1-4)
Bacaan Pertama: Why
14:1-5; Mazmur Tanggapan: Mzm 24:1-6
Dalam bacaan Injil
hari ini, lagi-lagi kita melihat berkat dari kemiskinan dan kutuk atas
kekayaan. Janda yang miskin itu sungguh mengasihi Allah karena dia memberikan
kepada Allah segala yang dimilikinya. Akan tetapi, orang-orang kaya yang
memberi persembahan dari kelimpahan mereka tidak memahami apa artinya
cinta-kasih.
Siapa saja yang
berurusan dengan pemberian “sedekah” untuk tujuan karitatif dapat menceritakan
kepada anda tentang adanya paradoks yang “aneh” dalam hal pemberian berdasarkan
kehendak bebas manusia. Berbagai angka statistik gerejawi di dunia Barat
menunjukkan bahwa yang memberi paling banyak sumbangan bagi Gereja dan/atau
untuk kegiatan-kegiatan karitatif lainnya bukanlah orang-orang kaya, melainkan
mereka yang dikategorikan sebagai orang-orang kecil-miskin. Ternyata justru
mereka yang miskinlah yang mempunyai share yang jauh lebih besar. Tentu saja
ada kekecualian, namun siapa saja yang berpengalaman dalam hal ini akan
mengatakan bahwa orang-orang miskin dan berkekurangan-lah yang memberikan
dengan kemurahan-hati. Hal ini ternyata belum pernah berubah sejak Yesus
mengamati kemurahan-hati sang janda miskin di Bait Suci. Bukankah hal ini
merupakan alasan yang jelas mengapa terjadi kesenjangan yang besar antara orang
kaya dan miskin di seluruh dunia? Seandainya orang-orang kaya memiliki kasih
yang proporsional dengan kemurahan-hati begitu banyak saudari-saudara mereka
yang miskin, maka kita dapat membayangkan betapa banyaknya penderitaan manusia
dapat teratasi.
Dengan demikian,
tidak mengherankanlah kalau kita membaca dalam Injil, bahwasanya Yesus begitu
sering berbicara dengan kata-kata yang keras tentang bahayanya kekayaan. Dan
juga tidak mengherankanlah jika Yesus selalu menunjukkan preferensinya pada
orang-orang miskin. Ini pun bukan merupakan sesuatu hal yang baru. Dalam
Perjanjian Lama, Allah menunjukkan kasih-Nya yang istimewa bagi orang-orang
miskin, mereka yang terbuang, yang menderita, yang membutuhkan. Cerita besar
tentang “pembebasan orang-orang Israel dari perbudakan di Mesir”
(Keluaran/Exodus) adalah cerita mengenai belas kasih Allah dan kebaikan
hati-Nya bagi orang yang ditindas dan diperbudak. Kitab Mazmur merupakan
testimoni tentang kasih Allah bagi orang-orang miskin, mereka yang dilupakan,
orang yang tidak dipedulikan oleh siapa pun. Jadi, “preferential option for the
poor” sebenarnya bukanlah barang baru yang diciptakan oleh Gereja abad ke-20
karena sudah merupakan warisan bagi kita dari Allah sendiri.
Yesus sendiri
memilih hidup dalam kemiskinan. Allah memilih Maria yang miskin dan rendah hati
sebagai Ibu bagi Yesus. Santo Fransiskus dari Assisi mengajarkan kepada para
pengikut rohaninya, bahwa setiap kali mereka melihat orang miskin, mereka
sebenarnya melihat Yesus dan Maria yang hidup miskin. Yesus memilih para
rasul-Nya dan murid-Nya dari tengah-tengah orang miskin. Mayoritas dari para
sahabat-Nya dan pengikut-Nya adalah orang-orang miskin, dan banyak dari para
murid-Nya yang kaya membuat diri mereka miskin, agar dapat meniru perikehidupan
sang Guru.
DOA: Roh Kudus
Allah, selidikilah hatiku dan bentuklah aku agar menjadi seorang pribadi yang
mau dan mampu menghayati hidup kemiskinan sejati seperti dicontohkan oleh Yesus
Kristus, Guru, Tuhan dan Juruselamatku. Amin.
Sdr. F.X.
Indrapradja, OFS
Tiada ulasan:
Catat Ulasan