( Bacaan Pertama
Misa Kudus, Peringatan S. Andreas Dung Lac, Imam dkk. Martir – Sabtu, 24
November 2012 )
Kemudian datanglah
kepada Yesus beberapa orang Saduki yang tidak mengakui adanya kebangkitan.
Mereka bertanya kepada-Nya, “Guru, Musa menuliskan perintah ini untuk kita:
Jika seseorang yang mempunyai saudara laki-laki, mati, sedangkan istrinya masih
ada, tetapi ia tidak meninggalkan anak, saudaranya harus kawin dengan istrinya
itu dan memberi keturunan bagi saudaranya itu. Adalah tujuh orang bersaudara.
Yang pertama kawin dengan seorang perempuan lalu mati dengan tidak meninggalkan
anak. Lalu perempuan itu dikawini oleh yang kedua, dan oleh yang ketiga dan
demikianlah berturut-turut oleh ketujuh saudara itu, merekanya semuanya mati
tanpa meninggalkan anak. Akhirnya perempuan itu pun mati. Bagaimana sekarang
dengan perempuan itu, siapakah di antara orang-orang itu yang menjadi suaminya
pada hari kebangkitan? Sebab ketujuhnya telah beristrikan dia.” Jawab Yesus
kepada mereka, “Orang-orang dunia ini kawin dan dikawinkan, tetapi mereka yang
dianggap layak untuk mendapat bagian dalam dunia yang lain itu dan dalam kebangkitan
dari antara orang mati, tidak kawin dan tidak dikawinkan. Mereka tidak dapat
mati lagi, sebab mereka sama seperti malaikat-malaikat dan mereka adalah
anak-anak Allah, karena mereka telah dibangkitkan. Tentang bangkitnya
orang-orang mati, Musa telah memberitahukannya dalam cerita tentang semak duri,
di mana ia menyebut sebagai Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub. Ia
bukan Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup, sebab di hadapan Dia semua
orang hidup.” Mendengar itu beberapa ahli Taurat berkata, “Guru, jawab-Mu itu
tepat sekali.” Sebab mereka tidak berani lagi menanyakan apa-apa kepada Yesus.
(Luk 20:27-40)
Bacaan Pertama: Why
11:4-12; Mazmur Tanggapan: Mzm 144:1,2,9-10
Pilihan-pilihan
memang dapat menyakitkan. Dalam kondisi kita sebagai manusia, setiap pilihan
yang kita buat atau keputusan yang kita ambil akan membatasi kita. Apabila saya
melakukan “ini”, maka saya tidak dapat melakukan “itu”. Apakah konsekuensinya
apabila saya mengambil pekerjaan lain? Apakah saya harus mengatakan “tidak”
terhadap godaan yang begitu menggiurkan? Apakah saya harus mengupayakan
“rekonsiliasi” dengan pasangan hidupku sebelum terlambat?
Orang-orang Saduki
yang kali ini mencobai Yesus tidak percaya adanya kebangkitan, artinya
kehidupan setelah kematian fisik. Kalau pun mereka membayangkan kehidupan
sedemikian (agar dapat mengejeknya atau menertawakannya), maka mereka
mencampur-adukkannya dengan batasan-batasan kehidupan ini. Seturut ketentuan
Hukum Levirat yang sebenarnya bertujuan mengabadikan nama seorang laki-laki
yang sudah mati, tujuh orang bersaudara secara berturut-turut mengawini seorang
perempuan yang sama. Pada saat kebangkitan, status perempuan itu sebagai istri
dari laki-laki yang mana? Tidak bisa sebagai istri dari semuanya, bukan?
Menanggapi
pertanyaan orang-orang Saduki ini, Yesus dapat saja menjawab, “Ah, kau ini.
Mengapa tidak? Mengapa semua manusia yang dibangkitkan tidak dapat menikmati
keintiman yang setara? Kemiskinan imajinasimu tentunya tidak membuat kau
berpikir sampai ke situ!”
Yesus memang
seorang pribadi yang penuh dengan hikmat Allah sendiri. Dia menerima visi orang
Saduki tentang perkawinan yang akurat-namun-terbatas itu dan mengupayakan agar
konsepsi mereka tentang surga dapat diperluas. Bagaimana kiranya relasi dalam
surga? Yesus menunjuk kepada relasi intim Allah dengan para pahlawan besar
dalam Kitab Kejadian, salah satu dari sedikit kitab-kitab Perjanjian Lama yang
diterima oleh orang-orang Saduki konservatif. Allah menyatakan diri-Nya kepada
Yakub sebagai “Allah Abraham, nenekmu, dan Allah Ishak” (lihat Kej 28:13).
Allah tidak mengatakan bahwa Dia pernah menjadi Allah Abraham sampai bapa
bangsa itu wafat, atau Dia akan menjadi Allah Yakub hanya setelah Ishak
meninggal dunia. Tidak, Allah mampu untuk menjalin relasi dengan setiap pribadi
yang mencari-Nya, dan relasi itu “diubah, bukan diakhiri” pada saat eksistensi
kita di atas bumi berakhir.
Di dalam surga,
tidak akan ada penyesalan-penyesalan, batasan-batasan, pilihan-pilihan yang
buruk. Sebaliknya, di sana akan ada kesempatan-kesempatan untuk eksplorasi yang
tanpa akhir, keintiman yang tanpa batas dengan Allah dan masing-masing anak-Nya
yang teramat dikasihi-Nya. Pilihan-pilihan tanpa batas ini telah dibuka bagi
kita karena pilihan yang paling esensial. Sebelum pilihan penuh kesadaran yang
kita buat, Allah memilih masing-masing kita sebagai milik-Nya sendiri. Setelah
banyak pilihan penuh kedosaan yang kita buat, Allah memilih untuk membuat
batasan atas diri-Nya sendiri lewat misteri inkarnasi sampai kematian di atas
kayu salib. Untuk itu sudah sepantasnyalah bila kita senantiasa berterima kasih
penuh syukur kepada Allah untuk kebaikan-Nya. “Allah memang baik; Dialah
kebaikan yang sempurna, segenap kebaikan, seluruhnya baik, kebaikan yang benar
dan tertinggi; Dialah satu-satunya yang baik!”
DOA: Tuhan Yesus,
Engkau telah mengikat diri-Mu kepada kami masing dalam kasih. Persatukanlah
kami dengan Engkau dan transformasikanlah semua pilihan kami menjadi
tanggapan-tanggapan terhadap kasih-Mu yang besar dan agung. Amin.
Sdr. F.X.
Indrapradja, OFS
Tiada ulasan:
Catat Ulasan