Halaman

"BAPA YANG KEKAL KUPERSEMBAHKAN KEPADA-MU, TUBUH DAN DARAH, JIWA DAN KE-AILAHAN PUTERA-MU YANG TERKASIH TUHAN KAMI YESUS KRISTUS, DEMI PENEBUSAN DOSA-DOSA KAMI DAN DOSA SELURUH DUNIA" - YESUS RAJA KERAHIMAN ILAHI, AKU PERCAYA KEPADA-MU

Rabu, Mei 30, 2012

RAHMAT-NYA TURUN-TEMURUN ATAS ORANG YANG TAKUT AKAN DIA

(Bacaan Injil Misa Kudus, Pesta SP Maria Mengunjungi Elisabet – Kamis, 31 Mei 2012)

Beberapa waktu kemudian berangkatlah Maria dan bergegas menuju sebuah kota di pegunungan Yehuda. Di situ ia masuk ke rumah Zakharia dan memberi salam kepada Elisabet. Ketika Elisabet mendengar salam Maria, melonjaklah anak yang di dalam rahimnya dan Elisabet pun dengan Roh Kudus, lalu berseru dengan suara nyaring, “Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu. Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku? Sebab sesungguhnya, ketika salammu sampai di telingaku, anak yang di dalam rahimku melonjak kegirangan. Berbahagialah ia yang percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana.”

Lalu kata Maria, “Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku, sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya. Sesungguhnya, mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia, karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan kuduslah nama-Nya. Rahmat-Nya turun-temurun atas orang yang takut akan Dia. Ia memperlihatkan kuasa-nya dengan perbuatan tangan-Nya dan mencerai-beraikan orang-orang yang congkak hatinya; Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dari takhtanya dan meninggikan orang-orang yang rendah; Ia melimpahkan segala yang baik kepada orang yang lapar, dan menyuruh orang yang kaya pergi dengan tangan hampa; Ia menolong Israel, hamba-Nya, karena Ia mengingat rahmat-Nya, seperti yang dijanjikan-Nya kepada nenek moyang kita, kepada Abraham dan keturunannya untuk selama-lamanya.” Maria tinggal kira-kira tiga bulan lamanya bersama dengan Elisabet, lalu pulang kembali ke rumahnya. (Luk 1:39-56)

Bacaan Pertama: Zef 3:14-18 atau Rm 12:9-16b; Mazmur Tanggapan: Yes 12:2-6

“Rahmat-Nya turun-temurun atas orang yang takut akan Dia” (Luk 1:50).

Apakah yang dimaksudkan dengan “takut akan Allah”? Takut akan Allah berarti menghormati Dia sebagai sang Pencipta yang Mahakuasa, Penguasa Tertinggai, sebab dan tujuan akhir dari segala yang ada. “Takut” di sini jauh berbeda jika dibandingkan dengan rasa takut yang kita alami manakala kita menghadapi bencana alam yang dahsyat atau serbuan tentara musuh. Takut akan Allah adalah rasa takut yang jauh lebih mendalam dan kudus di hadapan hadirat Allah yang tak terbayangkan.

Pada saat Allah “muncul” di gunung Sinai, orang-orang Israel dipenuhi dengan rasa takjub (Kel 19:16-19; 20:18-21). Pengalaman akan kuasa dan keagungan-Nya begitu indah, namun hal tersebut juga begitu besar sehingga menginspirasikan/menimbulkan semacam rasa takut. Orang-orang merasa begitu rendah di hadapan hadirat-Nya: Dia yang begitu superior dibanding ciptaan-Nya. Maria sungguh menghormati Tuhan dan percaya sepenuhnya kepada-Nya. Takutnya akan Allah yang penuh dengan rasa hormat menunjukkan pengakuannya terhadap belas kasih Allah seperti dengan indahnya diungkapkan dalam kidungnya: Magnificat.

Penampilan-penampilan Allah tidak dimaksudkan untuk menakutkan orang, melainkan untuk meyakinkan. Seperti anak-anak kecil, kita dimaksudkan untuk mempunyai rasa takut yang sehat akan Bapa surgawi, suatu rasa takut yang menggerakkan kita untuk percaya dan mentaati-Nya. Takut akan Allah dengan layak dan pantas akan menguatkan pengharapan, karena ketika kita mengakui kuasa Allah yang mahadahsyat, kita menjadi yakin bahwa Dia mampu untuk mewujudkan setiap rencana indah-Nya bagi kehidupan kita.

Maria benar ketika dia memandang dirinya sebagai seorang “hamba yang rendah” dalam relasinya dengan Tuhan. Maria mengetahui bahwa bukan karena jasanya atau apa yang dilakukannya maka dia memperoleh privilese sebagai Bunda Yesus yang adalah Allah. Semua itu menjadi kenyataan karena kasih dan kemurahan-hati Allah – belas kasih tidak hanya bagi dirinya, melainkan bagi orang-orang dari berbagai generasi. Maria mampu untuk mengatakan “YA” kepada undangan Allah karena dia tahu bahwa Dia itu mahaperkasa dan maharahim, melampaui apa yang dapat dicerna oleh akal-budi atau pemahaman manusia. Inilah jenis hati yang ingin diberikan Roh Kudus kepada kita – penuh dengan rasa hormat kepada Allah dan mau menjadi bejana-bejana belas kasih-Nya bagi dunia.

DOA: Allah Tritunggal Mahakudus, aku merendahkan diriku di hadapan-Mu. Aku mengakui bahwa segala yang baik berasal dari-Mu. Aku adalah seorang hamba yang tak berguna, seorang pendosa. Namun demikian, Engkau telah mengasihi diriku dan membawaku ke dalam eksistensi sehingga aku dapat ikut ambil bagian dalam kehidupan kekal bersama Dikau, ya Allahku. Terpujilah Engkau selama-selamanya. Ya Bapa, Putera dan Roh Kudus. Engkau yang dalam tritunggal yang sempurna dan dalam keesaan yang sederhana, hidup dan memerintah serta dimuliakan, Allah yang Mahakuasa sepanjang segala masa. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Ahad, Mei 27, 2012

KITA MEMBUTUHKAN PERTOBATAN BATIN YANG SEJATI

( Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa VIII – Senin, 28 Mei 2012 )

Pada waktu Yesus meneruskan perjalanan-Nya, datanglah seseorang berlari-lari mendapatkan Dia dan sambil bertelut di hadapan-Nya ia bertanya, “Guru yang baik, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?” Jawab Yesus, “Mengapa kaukatakan Aku baik?” Tak seorang pun yang baik selain Allah saja. Engkau tentu mengetahui perintah-perintah ini: Jangan membunuh, jangan berzina, jangan mencuri, jangan memberi kesaksian palsu, jangan menipu orang, hormatilah ayahmu dan ibumu!” Lalu kata orang itu kepada-Nya, “Guru, semuanya itu telah kuturuti sejak masa mudaku.” Tetapi Yesus memandang dia dan menaruh kasih kepadanya, lalu berkata kepadanya, “Hanya satu lagi kekuranganmu: Pergilah, juallah apa yang kaumiliki dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di surga, kemudian datanglah kemari dan ikutlah Aku.” Mendengar perkataan itu mukanya muram, lalu pergi dengan sedih, sebab banyak hartanya.

Lalu Yesus memandang murid-murid-Nya di sekeliling-Nya dan berkata kepada mereka, “Alangkah sukarnya orang yang banyak harta masuk ke dalam Kerajaan Allah.” Murid-murid-Nya tercengang mendengar perkataan-Nya itu. Tetapi Yesus berkata lagi, “Anak-anak-Ku, alangkah sukarnya masuk ke dalam Kerajaan Allah. Lebih mudah seekor unta melewati lubang jarum daripada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah.” Mereka makin tercengang dan berkata seorang kepada yang lain, “Jika demikian, siapakah yang dapat diselamatkan?” Yesus memandang mereka dan berkata, “Bagi manusia hal itu tidak mungkin, tetapi bukan demikian bagi Allah. Sebab segala sesuatu mungkin bagi Allah.” (Mrk 10:17-27)

Bacaan Pertama: 1Ptr 1:3-9; Mazmur Tanggapan: Mzm 111:1-2,5-6,9-10

Kalau kita melihat juga bacaan-bacaan sejajar yang terdapat dalam Mat 19:16-26 dan Luk 18:18-27, maka kita dapat mengambil kesimpulan bahwa orang yang mendatangi Yesus itu adalah seorang yang kaya (Mrk 10:22; Mat 19:22, Luk 18:24), masih muda-usia (Mat 19:20), memegang kuasa kepemimpinan (Luk 18:18), dan hidup kerohaniannya juga baik (Mrk 10:20; Mat 19:20; Luk 18:21). Sekilas lintas, kelihatannya orang itu sudah mempunyai segalanya.

Mungkin sulit bagi kita untuk melihat betapa mendalamnya Yesus mengasihi orang muda-kaya ini. Biar bagaimana pun juga, kelihatan bahwa dalam beberapa menit saja Yesus berubah sikap terhadapnya. Mula-mula sikap Yesus terasa positif menyambut dia sebagai salah seorang murid-Nya, namun kemudian Ia mengajar orang itu secara dingin-dingin saja dan kaku. Kita dapat berpikir bahwa, “Ah, semua itu tentunya karena orang itu membutuhkan pertolongan dalam memahami siapa Yesus itu.” Tetapi sebenarnya dilema yang dihadapi orang muda-kaya itu adalah justru hakikat dari apa yang mau diajarkan oleh Yesus kepada kita.

Sesungguhnya, Allah adalah ‘seorang’ Bapa penuh kasih yang ingin memenuhi setiap kebutuhan kita. Namun Allah mengatakan kepada Musa bahwa nama-Nya adalah, “Aku adalah Aku!”/“Akulah Aku” (lihat Kel 3:13-14). Menyandang nama-Nya yang agung sedemikian, Allah tentunya tidak akan mengkompromikan pesan-Nya dengan memperkenankan kita untuk mendahulukan siapa/apa pun juga sebelum Dia atau di atas Dia. Orang kaya itu kiranya mempunyai niat yang agung, namun keragu-raguannya untuk “berpisah” dengan uang (melepaskan kelekatannya pada uang) mengungkapkan suatu ketidakpercayaan pada kemampuan Allah untuk membuatnya “aman” dalam kehidupan ini. Orang muda-kaya ini ternyata tidak memiliki kemauan untuk menjadi penerima-yang-rendah-hati dari rahmat Allah. Sebaliknya, dia merasakan adanya kebutuhan untuk memberi kesan kepada Yesus dengan kerajinannya, walaupun ini bukanlah keprihatinan Yesus yang utama.

Saudari dan Saudara yang dikasihi Kristus, ingatlah bahwa Allah menginginkan hati kita. Seseorang yang lebih mencintai harta-kekayaan lebih daripada cintakasih-Nya kepada Allah akan diperintah oleh harta-kekayaannya itu, sedangkan seseorang yang telah mempasrahkan hati-Nya kepada Yesus akan dipenuhi dengan kekayaan yang tidak dapat dipahami oleh dunia ini. Tetapi kita juga harus menyadari akan adanya “ironi” dalam kehidupan ini: Kita tidak perlu melakukan perjalanan jauh untuk mempersepsikan apa yang dipertimbangkan oleh masyarakat kita sebagai apa saja yang dinilai paling berharga. Sayangnya, suatu relasi pribadi dengan Allah yang Mahakuasa tidak berada pada puncak daftar prioritas masyarakat.

Sesungguhnya, dunia kita sangat membutuhkan pertobatan …… berbalik kembali kepada Kristus. Tanpa pertobatan batin yang sejati, ujung-ujungnya kita akan menjauh dari Yesus seperti halnya dengan orang muda-kaya dalam bacaan Injil hari ini. Oleh karena itu, baiklah kita bertanya kepada diri kita masing-masing apakah iman kita berakar pada kasih Yesus yang tak tergoyahkan atau cintakasih-cintakasih lainnya telah menjauhkan diri kita dari diri-Nya. Sekarang, marilah kita memandang dalam-dalam wajah Yesus dan memperkenankan pandangan-Nya yang penuh kasih meluluhkan hati kita masing-masing. Marilah dengan tulus-hati kita mencari kehadiran Kristus pada hari ini dan mohon agar Dia menjadi andalan kita dalam segala hal.

DOA: Yesus Kristus, Engkau adalah Tuhan dan Juruselamatku! Aku membutuhkan kehadiran-Mu pada hari ini. Aku sungguh ingin agar kuat-kuasa Roh Kudus-Mu bekerja dalam diriku. Dengan ini aku meletakkan di hadapan-Mu segala hal dalam hidupku yang tidak berkenan kepada-Mu. Tuhan Yesus, ampunilah aku, orang yang berdosa ini. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Jumaat, Mei 25, 2012

MENGASIHI YESUS SETIAP HARI DAN TETAP SETIA PADA SABDA-NYA


( Bacaan Injil, Peringatan Santo Filipus Neri, Imam – Sabtu, 26 Mei 2012 )

Ketika Petrus berpaling, ia melihat bahwa murid yang dikasihi Yesus sedang mengikuti mereka, yaitu murid yang pada waktu mereka sedang makan bersama duduk dekat Yesus dan yang berkata, “Tuhan, siapakah dia yang akan menyerahkan Engkau?” Ketika Petrus melihat murid itu, ia berkata kepada Yesus, “Tuhan, bagaimana dengan dia ini?” Jawab Yesus, “Jikalau Aku menghendaki, supaya ia tinggal hidup sampai Aku datang, itu bukan urusanmu. Tetapi engkau: Ikutlah Aku.” Lalu tersebarlah kabar di antara saudara-saudara itu bahwa murid itu tidak akan mati. Tetapi Yesus tidak mengatakan kepada Petrus bahwa murid itu tidak akan mati, melainkan, “Jikalau Aku menghendaki supaya ia tinggal hidup sampai Aku datang, itu bukan urusanmu.”

Dialah murid yang bersaksi tentang semuanya ini dan yang telah menuliskannya dan kita tahu bahwa kesaksiannya itu benar.

Masih banyak lagi hal-hal lain yang diperbuat oleh Yesus, tetapi jikalau semuanya itu harus dituliskan satu per satu, kupikir dunia ini tidak dapat memuat semua kitab yang harus ditulis itu. (Yoh 21:20-25)

Bacaan Pertama: Kis 28:16-20,30-31; Mazmur Tanggapan: Mzm 11:4-5,7

Setelah Petrus mengafirmasikan kasihnya kepada Yesus sebanyak tiga kali, hal mana menunjukkan bahwa hatinya berada di tempat yang benar, sang Rasul Kepala ini menunjuk “murid yang dikasihi Yesus” (Yoh 21:20) dan bertanya kepada Yesus, “Tuhan, bagaimana dengan dia ini? Yesus menegur Petrus: “Jikalau Aku menghendaki, supaya ia tinggal hidup sampai Aku datang, itu bukan urusanmu. Tetapi engkau: Ikutlah Aku” (Yoh 21:21-22). Dalam artian tertentu, tanggapan Yesus ini adalah suatu “perpanjangan” dari pertanyaan yang diajukan-Nya kepada Petrus sebanyak tiga kali, “Apakah engkau mengasihi Aku?” (Yoh 21:15-17). Mengasihi Allah berarti mengikuti Dia dalam ketaatan, tanpa harus membanding-bandingkan apa yang dilakukan oleh orang-orang lain.

Kita dipanggil untuk mengasihi Yesus dengan ukuran yang sama, namun tidak harus dengan jalan yang sama. Petrus harus memahami bahwa mengikuti Yesus berarti sesuatu yang berbeda bagi dirinya ketimbang “murid yang dikasihi Yesus”. Apabila rasul yang lain itu tidak dipanggil untuk mati sebagai martir Kristus seperti yang dialami oleh Petrus, sudahlah … so be it! Allah mempunyai berbagai karunia dan peranan yang berbeda-beda bagi setiap anggota tubuh Kristus (lihat 1Kor 12:1-31).

Bagaimana halnya dengan kita sendiri? Rasanya, kita juga memiliki “sedikit Petrus” dalam diri kita masing-masing. Tidak pernahkah kita berpikir, “Mengapa orang ini tidak dapat melakukan pekerjaan seperti yang kulakukan?” atau “Mengapa orang itu tidak melakukan pengorbanan-pengorbanan pribadi untuk Tuhan seperti yang kulakukan?” Sebaliknya kalau kita melihat dari suatu perspektif yang lain, apakah kita menjadi ciut-hati karena kita tidak dapat menghayati kehidupan Kristiani – spiritualitas – sehari-hari seperti seorang pribadi lain? Yesus menegaskan di sini, bahwa mengikuti diri-Nya tidaklah berarti harus konform dengan suatu pola atau formula peraturan-peraturan tertentu. Mengikuti jejak Yesus berarti memberikan diri kita sendiri bagi suatu relasi-pribadi yang bersifat batiniah dengan diri-Nya.

Sekarang, marilah kita syeringkan panggilan dan privilese kita untuk boleh mendengar Tuhan Yesus bersabda: “Ikutlah Aku” ini. Yesus dapat memimpin kita ke arah yang baru, bahkan (barangkali) kepada jalan-jalan yang kita sendiri tidak akan pilih. Semua yang diminta adalah bahwa kita mengasihi Kristus setiap hari, tetap setia pada sabda yang telah ditaruh-Nya dalam hati kita masing-masing, dan menyerahkan baik masa lalu maupun masa depan kita kepada penyelenggaraan(-ilahi)-Nya. Hakekat Pentakosta bukanlah membentuk masyarakat yang homogen. Upaya untuk membangun sistem sedemikian akan dapat berujung pada bencana. Allah mencurahkan Roh-Nya untuk mendorong terciptanya persatuan dan kesatuan dan kasih yang riil di tengah berbagai macam ragam perempuan dan laki-laki yang berasal dari berbagai macam bangsa dan budaya. Dia mengumpulkan kita semua yang berasal dari segala macam status kehidupan ke dalam satu umat Allah.

DOA: Tuhan Yesus, aku menyembah-Mu dan memuji-Mu. Engkau menciptakan aku dalam kasih, menyelamatkan aku melalui kasih, dan memenuhi diriku dengan kasih setiap hari. Pada hari ini aku mengkomit diriku kembali untuk senantiasa taat pada panggilan-Mu. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Isnin, Mei 21, 2012

BUAH ROH: BEBERAPA CATATAN



Kita ( anda dan saya ) tentunya pernah atau masih merasakan bahwa buah yang kita hasilkan untuk Kerajaan Allah masih sangat sedikit dan kecil, padahal Kitab Suci mencatat dengan jelas bahwa “Roh Kudus ingin agar menghasilkan buah melalui diri kita!” Yesus mengatakan kepada para murid-Nya – termasuk kita semua – “Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap” (Yoh 15:16). Bagaimana kelihatannya “buah” yang dimaksud, dan apakah yang dapat kita harapkan sementara kita menyerahkan diri kita secara lebih penuh kepada Roh Kudus?

Tempat pertama yang harus kita perhatikan terletak di dalam hati dan pikiran kita sendiri. Apakah kita telah melihat bahwa Roh Kudus sedang mengubah diri kita dari dalam? Apakah ada damai-sejahtera dalam diri kita? Apakah kita lebih yakin akan kasih Allah? Apakah kita lebih berkemauan untuk kembali kepada-Nya dalam pertobatan? Ini semua adalah tanda-tanda dari hidup yang baru. Semuanya menunjuk kepada Roh yang membuat kita semakin serupa dengan Yesus dan mempersiapkan kita untuk melayani Dia secara lebih mendalam.

Pada hari Pentakosta Kristiani yang pertama, para rasul Kristus diubah dari dalam dan mulai memanifestasikan buah-buah Roh yang sama. Sebagai akibat dari transformasi, mereka diberdayakan untuk menyembuhkan orang-orang sakit, mewartakan Injil, dan mendirikan gereja (jemaat) di banyak tempat. Ingatlah, bagaimana sebelum pencurahan Roh Kudus, Petrus menangisi imannya yang lemah dan penyangkalannya terhadap Yesus. Namun setelah pengalamannya di Ruang Atas, murid/rasul yang dilanda rasa takut dan ketidakpastian itu diubah menjadi seorang saksi Kristus yang tangguh dan berani, dan suatu instrumen Roh Kudus yang penuh kuat-kuasa.

Hal yang sama dapat terjadi dalam kehidupan kita. Selagi kita membuka diri kita bagi karya Roh Kudus yang mentransformasikan, kita akan melihat tanda-tanda kehadiran-Nya dalam diri kita. Tidak hanya kita akan memiliki suatu damai di hati, kita juga akan mempunyai kuasa untuk mengasihi orang yang berlainan dengan kita – bahkan mefreka yang mungkin telah menyakiti kita di masa lalu. Kita akan mengenal sukacita Kristus di tengah penderitaan dan mampu untuk mengkomunikasikan sukacita itu kepada orang-orang lain yang sedang menderita juga.

“Kamu semua adalah tubuh Kristus dan kamu masing-masing adalah anggotanya” (1Kor 12:27). Allah mempunyai suatu panggilan yang unik untuk setiap pribadi yang telah dibaptis – suatu cara spesifik bagi kita untuk turut serta memajukan Kerajaan-Nya dan menghasilkan buah dalam Gereja. Apa yang diminta oleh-Nya hanyalah agar kita datang kepada-Nya dengan hati yang terbuka dan mengatakan kepada-Nya bahwa kita ingin menjadi instrumen-Nya dalam Gereja dan di tengah dunia.

Santo Paulus menulis kepada jemaat di Korintus: “Dalam satu Roh kita semua, baik orang Yahudi, maupun orang Yunani, baik budak, maupun orang merdeka, telah dibaptis menjadi satu tubuh dan kita semua diberi minum dari satu Roh” (1Kor 12:13). Tubuh manusia terdiri dari banyak anggota/bagian seperti tangan, kaki, mulut dan mata, demikian pula dengan tubuh Kristus, yaitu Gereja. Apabila salah satu dari kita meminimalisir atau mengabaikan martabat kita dan panggilan kita sebagai anggota tubuh-Nya, maka keseluruhan Gereja menjadi diperlemah.

Mungkinkah Roh Kudus sedang memanggil anda untuk melayani dalam penyembuhan orang-orang sakit, mengajar, atau mengunjungi orang sakit dan/atau yang sedang meringkuk dalam penjara? Apakah Dia sedang mengundang anda untuk melayani dalam melakukan doa-doa syafaat (pengantaraan), evangelisasi, atau untuk memberi makan-minum orang yang lapar-haus dan memberi pakaian kepada mereka yang telanjang (Mat 25:31-46)? Gereja membutuhkan begitu banyak karunia dewasa ini: a.l. karunia untuk berkata-kata dengan hikmat, karunia sabda pengetahuan, karunia iman, karunia untuk menyembuhkan, karunia untuk membuat mukjizat, karunia untuk bernubuat dan karunia untuk membedakan bermacam-macam roh (1Kor 12:8-11) dll. Allah ingin menganugerahkan berbagai karunia ini kepada orang-orang biasa seperti anda dan saya. Namun seringkali kita membuat diri kita disqualified (tidak memenuhi syarat) berdasarkan pemikiran bahwa kita tidak pantas untuk menerima pemberian Allah yang penuh kebaikan seperti itu. Kita seringkali berpikir bahwa diri kita tidak signifikan sehingga dengan demikian tidak seharusnya mengharapkan Allah akan pernah berpikir untuk mempercayakan kita dengan sesuatu yang begitu penuh dengan kuat-kuasa.

Namun ini bukanlah cara Allah berpikir. “Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN (YHWH) melihat hati” (1Sam 16:7). Santo Paulus menulis kepada jemaat di Korintus – kebanyakan dari mereka adalah “wong cilik”: “Ingat saja, Saudara-saudara, bagaimana keadaan kamu, ketika kamu dipanggil: Menurut ukuran manusia tidak banyak orang yang bijak, tidak banyak orang yang berpengaruh, tidak banyak orang-orang terpandang. Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahwa apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti, supaya jangan ada seorang manusia pun yang memegahkan diri di hadapan Allah” (1Kor 1:26-29). Bahkan para rasul Kristus sendiri adalah orang-orang biasa yang hidup sehari-harinya adalah membuat seimbang antara karya dan keluarga (Kis 4:13).

Marilah kita melihat Santo Yusuf. Yusuf adalah seorang tukang kayu sederhana di Nazaret, namun dirinya dipanggil untuk selama sekian tahun mengurus Yesus adalah Putera Allah yang kekal! Bapa surgawi tidak memilih seorang rabi yang terkenal atau seorang anggota Sanhedrin (mirip dengan MUI dalam hal Indonesia dewasa ini). Allah melihat bahwa Yusuf-lah yang memiliki kualitas-kualitas pribadi yang diperlukan-Nya: kerendahan-hati dan ketaatan kepada Roh Kudus.

Ketaatan kepada Roh Kudus. Allah memanggil kita untuk menghasilkan buah Roh bagi-Nya. Apakah ada penghalang-penghalang yang merintangi kita untuk menghasilkan buah untuk Tuhan? Apakah kita merasa terlalu lemah dan berdosa? Marilah kita mohon kepada Roh Kudus untuk memberikan kepada kita pemahaman yang lebih mendalam mengenai belas kasih Allah. Marilah kita mohon kepada Roh Kudus untuk menunjukkan kepada kita betapa dalamnya Bapa surgawi mengasihi kita. Kita memang tidak boleh puas dengan “pengalaman setengah-setengah” (mediocre experience) akan Allah. Juga janganlah kita cepat puas dengan visi setengah-setengah tentang bagaimana Roh Kudus mungkin menginginkan untuk menggunakan diri kita (anda dan saya). Yesus bersabda: “Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit” (Mat 9:37). Ingatlah bahwa kebutuhan memang besar sekali, namun kuasa Tuhan jauh lebih besar lagi. Yang dibutuhkan-Nya adalah umat yang menyerahkan diri kepada-Nya, siap untuk dipakai oleh-Nya.

Bagaimana kiranya menurut kita Roh ingin memberdayakan kita dan menggunakan kita dalam memajukan Kerajaan-Nya? Di bawah ini ada beberapa contoh kemungkinan yang dapat kita pertimbangkan.

         Mewartakan Kabar Baik Tuhan Yesus Kristus. Lewat Paus Yohanes Paulus II, Roh Kudus telah memanggil Gereja kepada EVANGELISASI BARU. Kita tidak perlu dan tidak boleh membebani pelayanan ini sepenuhnya kepada para imam dan para biarawati-biarawan, karena evangelisasi adalah tugas setiap anggota tubuh Kristus. Evangelisasi tidak selalu harus dilakukan melalui mimbar khotbah karena tidak semua orang dapat/diperbolehkan melakukannya, melainkan teristimewa melalui kehidupan kita sehari-hari, apakah kita sudah mengikuti Kursus Evangelisasi Pribadi (KEP) atau tidak. Kita juga harus senantiasa mengingat bahwa Roh Kudus-lah yang memegang peranan utama dalam evangelisasi. Kita hanyalah sarana untuk Roh Allah bekerja dalam evangelisasi.

         Melayani orang sakit. Apabila seseorang mengatakan kepada kita bahwa dirinya sedang menderita sakit, kita harus mencoba bertanya kepadanya apakah dapat berdoa bersama dengan dia untuk beberapa menit lamanya. Banyak orang yang berterima kasih penuh syukur atas tawaran kita itu. Selagi kita mendoakan sebuah doa penyembuhan sederhana kepada Tuhan, perkenankanlah Roh Kudus dalam diri kita untuk mengalir kepada orang tersebut. Baiklah kita menumpangkan tangan kita di pundaknya, atau memegang tangannya selagi kita berdoa. Apakah kita memiliki karunia istimewa sebagai seorang penyembuh atau tidak, kita akan melihat bahwa sedikit demi sedikit orang akan datang kepada kita untuk didoakan.

Sebuah catatan kecil: Jika kita sudah mengetahui benar bahwa kita tidak dianugerahkan karunia untuk menyembuhkan (1Kor 12:9), maka hal itu tidak berarti kita tidak boleh mendoakan seseorang yang sedang sakit dalam sebuah pertemuan yang secara relatif dihadiri banyak orang, namun janganlah ikut ramai-ramai menumpangkan tangan di atas pundak atau kepala si sakit. Berdirilah di bagian belakang ketika berdoa dan perkenankanlah saudari-saudara yang memiliki karunia istimewa tersebut yang menumpangi tangan.

         Doa syafaat (pengantaraan). Doa syafaat adalah pelayanan tersembunyi namun sangat berpotensi dalam tubuh Kristus. Dari sebutannya saja doa syafaat ini berarti bukanlah doa untuk diri sendiri. Kita dapat mengundang anggota keluarga kita atau anggota komunitas kita untuk berdoa bersama, misalnya seminggu sekali untuk intensi/ujud yang kita rasakan telah ditaruh Allah dalam hati kita, misalnya mendoakan agar tercipta suasana damai antara para rohaniwan dalam paroki kita masing-masing, agar Gereja Indonesia tetap tegar, teguh dan jujur dalam misi-Nya di tengah hiruk-pikuknya suasana sosial-politik negara kita, dlsb. Dalam hal ini ingatlah janji Yesus: “Di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situAku ada di tengah-tengah mereka” (Mat 18:20).

         Menjadi sarana Allah untuk melayani sesama kita berdasarkan kehendak-Nya. Seringkali kita merasakan bahwa Allah mengatakan sesuatu, namun kita mengabaikan atau menyepelekannya sebagai sesuatu yang bukan apa-apa, mungkin hanya sekadar khayalan. Ingatlah bahwa Allah mungkin sedang memberikan kepada kita kata-kata penghiburan bagi seseorang yang sedang kesepian dan sedih karena baru ditinggalkan pasangan hidupnya, atau sedang merasa sakit hati dlsb. Jadi, apabila kita merasakan adanya kata-kata yang tidak biasa dari diri kita sendiri, baiklah kita tulis dan mendengarkan dengan serius untuk melihat apakah Allah masih ingin mengatakan lebih banyak lagi kepada kita. Seringkali Roh Kudus berbicara dengan bisikan halus kepada kita (bdk. 1Raj 19:12). Akan tetapi semakin kita mencoba mempraktekkan apa yang kita dengar, maka kita akan mengalami bahwa suara Allah pun menjadi semakin jelas.

Semua yang disebutkan di atas adalah sekadar beberapa contoh untuk menunjukkan karya Roh Kudus dalam diri kita masing-masing dengan segala variasinya.

Sebuah doa: Datanglah, Roh Kudus! Roh Kudus Allah, kami mempersembahkan diri kami, waktu kami dan karunia-karunia yang ada pada diri kami masing-masing. Dengan segala kerendahan hati kami memperkenankan Engkau untuk memimpin dan membimbing kami seturut kehendak-Mu, bukan kehendak kami sendiri. Kami menyerahkan setiap area dari kehidupan kami agar Engkau dapat menghasilkan buah di dalam dan melalui diri kami. Roh Allah yang kami sembah, kami tidak dapat hidup tanpa Engkau. Kami tidak dapat dapat ikut serta memajukan Kerajaan Surga apabila kami tidak patuh kepada-Mu. Teristimewa menjelang Hari Raya Pentakosta yang tinggal beberapa hari ini, sekali lagi kami berikrar bahwa kami dengan ikhlas memberikan segalanya kepada-Mu. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

PERPISAHAN PAULUS DENGAN PARA PENATUA DI EFESUS


( Bacaan Pertama Misa Kudus, Hari Biasa Pekan VII Paskah, Selasa 22 Mei 2012 )

Karena itu ia menyuruh seorang dari Miletus ke Efesus dengan pesan supaya para penatua jemaat datang ke Miletus. Sesudah mereka datang, berkatalah ia kepada mereka, “Kamu tahu, bagaimana aku hidup senantiasa di antara kamu sejak hari pertama aku tiba di Asia ini: Dengan segala kerendahan hati aku melayani Tuhan. Dalam pelayanan itu aku banyak mencucurkan air mata dan banyak mengalami pencobaan dari pihak orang Yahudi yang mau membunuh aku. Sungguh pun demikian aku tidak pernal lalai melakukan apa yang berguna bagi kamu. Semua kuberitakan dan kuajarkan kepada kamu, baik di depan umum maupun dalam perkumpulan di rumah-rumah; aku senantiasa bersaksi kepada orang-orang Yahudi dan orang-orang Yunani, supaya mereka bertobat kepada Allah dan percaya kepada Tuhan kita, Yesus. Tetapi sekarang sebagai tawanan Roh aku pergi ke Yerusalem dan aku tidak tahu apa yang akan terjadi atas diriku di situ selain yang dinyatakan Roh Kudus dari kota ke kota kepadaku bahwa penjara dan sengsara menunggu aku. Tetapi aku tidak menghiraukan nyawaku sedikit pun, asalkan aku dapat mencapai garis akhir dan menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus kepadaku untuk bersaksi tentang Injil anugerah Allah. Sekarang aku tahu bahwa kamu tidak akan melihat mukaku lagi, kamu sekalian yang telah kukunjungi untuk memberitakan Kerajaan Allah. Sebab itu pada hari ini aku bersaksi kepadamu bahwa aku bersih dari darah siapa pun juga. Sebab aku tidak lalai memberitakan seluruh maksud Allah kepadamu. (Kis 20:17-27)

Mazmur Tanggapan: Mzm 68:10-11,20-21; Bacaan Injil: Yoh 17:1-11a

Dalam pesan perpisahannya dengan para penatua di Efesus, Paulus menunjukkan tiga karakteristik atau ciri pribadi yang dibutuhkan oleh setiap orang Kristiani terbaptis untuk ikut ambil bagian dalam karya Allah memperbaharui muka bumi. Pertama, Paulus adalah seorang yang memiliki keberanian. Ia berkata: “Sebagai tawanan Roh aku pergi ke Yerusalem dan aku tidak tahu apa yang akan terjadi atas diriku di situ selain yang dinyatakan Roh Kudus dari kota ke kota kepadaku bahwa penjara dan sengsara menunggu aku” (Kis 20:22-23). Paulus sangat menyadari bahaya apa saja yang menantikan dirinya di Yerusalem, dan ia memang merasa sedikit takut juga bilamana dia memikirkan hal itu. Namun Paulus mengkonfrontir rasa takutnya dan terus bergerak maju dalam iman.

Kedua, Paulus itu fokus. Katanya, “Aku tidak menghiraukan nyawaku sedikit pun, asalkan aku dapat mencapai garis akhir dan menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus kepadaku untuk bersaksi tentang Injil anugerah Allah” (Kis 20:24). Winston Churchill pernah mengatakan, “Seorang fanatik adalah orang yang tidak dapat mengubah pikirannya dan tidak akan mengubah subyeknya.” Berdasarkan definisi ini, Paulus seorang fanatik dalam arti sesungguh-sungguhnya dan pantas ditiru. Dia mengetahui panggilan Allah bagi hidupnya, dan ia ingin memenuhi panggilan Allah dengan setia. Dapatkah anda membayangkan apa yang kiranya yang terjadi apabila Paulus kehilangan fokus? Begitu banyak orang tidak akan merangkul Kabar Baik Yesus Kristus yang diwartakannya!

Akhirnya, Paulus tidak ragu-ragu untuk mewartakan Injil. Dia berkata: “Aku tidak pernal lalai melakukan apa yang berguna bagi kamu. Semua kuberitakan dan kuajarkan kepada kamu, baik di depan umum maupun dalam perkumpulan di rumah-rumah” (Kis 20:20). Paulus mengetahui bahwa dalam Kristus, setiap orang dapat menemukan hidup baru dan suatu relasi dengan Allah yang dipulihkan. Ia juga mengetahui bahwa tidak seorang pun akan mendengar tentang Yesus apabila tidak ada orang yang mau memproklamasikan nama-Nya. Kepada jemaat di Roma, Paulus menulis begini: “Tetapi bagaimana mereka dapat berseru kepada-Nya, jika mereka tidak percaya kepada Dia? Bagaimana mereka dapat percaya kepada dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia? Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakan-Nya? Dan bagaimana mereka dapat memberitakan-Nya jika mereka tidak diutus? Seperti ada tertulis: ‘Betapa indahnya kedatangan mereka yang membawa kabar baik!’ Tetapi tidak semua orang telah menerima kabar baik itu. Yesaya sendiri berkata, ‘Tuhan, siapakah yang percaya kepada pemberitaan kami?’ Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus” (Rm 10:10:14-17).

Sudah lebih dari 30 dasawarsa, para pemimpin gereja menyerukan perlunya “Evangelisasi Baru”. Siapa yang akan menjawab panggilan agung ini? Allah tidak membutuhkan orang-orang yang sangat berbakat atau mereka yang memiliki gelar-gelar akademis hebat-hebat. Allah membutuhkan orang-orang yang sungguh mengasihi Yesus! Allah membutuhkan orang-orang yang memiliki keberanian untuk menghadapi rasa takut mereka, mereka yang fokus pada Yesus, dan orang-orang yang tidak malu berbicara tentang Injil Yesus Kristus dan menjadi saksi-saksi-Nya. Allah membutuhkan kita (anda dan saya), Saudari dan Saudaraku!

DOA: Tuhan Yesus, penuhilah diriku dengan semangat penuh gairah seperti telah Kautanamkan ke dalam diri Santo Paulus. Buatlah rasa takutku menjadi tenang dan penuhilah diriku dengan keberanian sejati. Tolonglah aku agar tetap fokus atas kebutuhan-kebutuhan spiritual orang-orang di sekitarku – teristimewa mereka yang dekat padaku. Tuhan Yesus, berikanlah juga kepadaku rahmat untuk berbagi Injil-Mu kepada setiap orang yang kujumpai. Tuhan Yesus, aku sungguh mengasihi-Mu. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Ahad, Mei 20, 2012

MENJADI YESUS DI DALAM DUNIA

( Bacaan Pertama Misa Kudus, Hari Biasa Pekan VII Paskah, Senin 21 Mei 2012 )
  

Ketika Apolos masih di Korintus, Paulus sudah menjelajahi daerah-daerah pedalaman dan tiba di Efesus. Di situ didapatinya beberapa orang murid. Katanya kepada mereka, “Sudahkah kamu menerima Roh Kudus, ketika kamu percaya?” Akan tetapi, mereka menjawab dia, “Belum, bahkan kami belum pernah mendengar bahwa ada Roh Kudus.” Lalu kata Paulus kepada mereka, “Kalau begitu, dengan baptisan mana kamu telah dibaptis?” Jawab mereka, “Dengan baptisan Yohanes.” Kata Paulus, “Baptisan Yohanes adalah baptisan tobat dan ia berkata kepada orang banyak bahwa mereka harus percaya kepada Dia yang datang kemudian daripadanya, yaitu Yesus.” Ketika mereka mendengar hal itu mereka dibaptis dalam nama Tuhan Yesus. Ketika Paulus menumpangkan tangan di atas mereka, turunlah Roh Kudus ke atas mereka, dan mulailah mereka berkata-kata dalam bahasa lidah dan bernubuat. Mereka semua berjumlah kira-kira dua belas orang.
Selama tiga bulan Paulus mengunjungi rumah ibadat di situ dan berbicara dengan berani serta berdebat dengan mereka untuk meyakinkan mereka tentang Kerajaan Allah. (Kis 19:1-8)

Mazmur Tanggapan: Mzm 68:2-7; Bacaan Injil: Yoh 16:29-33

Di mata Paulus, ada sesuatu yang kiranya salah dengan umat di Efesus. Mereka memang murid-murid dan ia pun tidak memberi nasihat dan menyapa mereka sebagai para pendosa. Namun ada sesuatu yang hilang! Mungkin mereka sudah kehilangan gairah, kehilangan sukacita dan energi. Barangkali persaingan dan konflik kecil-kecilan antara mereka di sana-sini telah memecah-belah umat. Barangkali mereka telah mencoba dengan segela kekuatan manusiawi mereka untuk menghindari dosa tanpa hasil nyata. Apa pun hasil pengamatan Paulus, pertanyaan yang diajukannya kepada beberapa orang murid yang ditemuinya langsung tertuju kepada inti permasalahannya: “Sudahkah kamu menerima Roh Kudus, ketika kamu percaya?” (Kis 19:2).

Jawaban mereka memberi konfirmasi kepada Paulus apa yang diperkirakan oleh Paulus sebelumnya: “Belum, bahkan kami belum pernah mendengar bahwa ada Roh Kudus” (Kis 19:2). Mereka telah mendengar pesan pertobatan dari Yohanes Pembaptis dan menerima pembaptisan tobat dari nabi besar ini, namun tidak pernah berhubungan dengan Yesus, “Anak Domba Allah” kepada Siapa pelayanan Yohanes Pembaptis sebenarnya ditujukan (Kis 19:3-4).

Begitu Paulus mengatakan kepada mereka tentang tujuan Allah yang lebih besar, maka mereka pun menginginkannya. Dengan demikian, pada saat Paulus berdoa bersama mereka dan membaptis mereka dalam nama Tuhan Yesus, Roh Kudus turun atas diri mereka, dan mereka pun ditransformasikan; mereka berkata-kata dalam bahasa lidah dan bernubuat (Kis 19:5-6). Para murid itu berjumlah kira-kira dua belas orang (Kis 19:7).


Sekarang, bagaimana dengan pengalaman kita masing-masing selama ini? Apakah kita juga telah kehilangan tujuan Allah yang sejati? Bagaimana? Apakah selama ini kita telah mereduksi hidup kita sebagai umat Kristiani sekadar berupa penghindaran diri dari dosa? Allah ada bagi kita untuk hal-hal yang lebih besar daripada sekadar menghindarkan diri dari kedosaan! Andaikanlah Adam dan Hawa hanya mendengar Allah bersabda: “Jangan makan buah dari pohon itu.” Andaikan mereka duduk sepanjang hari, mengumpulkan ketabahan moral mereka untuk menghindari godaan, bukannya melakukan eksplorasi di taman firdaus dan belajar memperhatikan dan memelihara serta merawat seluruh ciptaan Allah. Kalau begitu halnya, bayangkan betapa banyak kehilangan mereka!

Allah ingin agar kita menjadi cocreator dengan Dia. Seperti halnya dengan para murid di Efesus, Allah sungguh rindu untuk memenuhi diri kita dengan hidup-Nya sendiri sehingga kita dapat menjadi Yesus di dalam dunia, menyentuh mereka yang kita temui dengan cintakasih tanpa syarat, pengampunan yang membebaskan, penyembuhan yang penuh kuasa, dan pengangkatan pengharapan dan keberanian.

Bilamana kita telah sampai pada suatu akhir hari, pemeriksaan batin adalah praktek yang indah, namun janganlah kita hanya mengingat dosa-dosa kita melalui pikiran, perkataan, perbuatan dan kelalaian pada hari itu, dan merasa lega untuk dosa-dosa yang berhasil kita hindari. Marilah kita juga memeriksa bagaimana Allah mencoba melakukan sesuatu lewat diri kita pada hari itu: Apakah itu dalam rangka memenuhi kebutuhan orang-orang lain? Dalam peristiwa-peristiwa yang tidak diharap-harapkan yang menginterupsi rencana-rencana kita? Dalam inspirasi yang datang melalui sebuah buku, seorang sahabat, sebuah lagu yang penuh kenangan, atau suara seperti angin-angin sepoi-sepoi basa? Dan apakah kita mampu untuk mengatakan, “Ya! Aku melihat bahwa Engkau berniat lebih bagiku, dan aku mengingininya”?

DOA: Bapa surgawi, terima kasih penuh syukur kuhaturkan kepada-Mu karena rencana-Mu yang besar bagi diriku. Perkenankanlah aku melihat seperti Engkau melihat dan menghasrati sesuatu seperti Engkau hasrati. Tolonglah aku agar mau dan mampu membuka diriku pada hari ini terhadap satu langkah yang Engkau undang aku untuk membuatnya bersama-Mu sambil bergandengan tangan guna mentransformasikan dunia. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Khamis, Mei 17, 2012

YESUS BERJANJI KEPADA PARA MURID-NYA BAHWA DIA AKAN BERTEMU KEMBALI DENGAN MEREKA


( Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan VI Paskah, Jumat 18-5-12 )
Keluarga Fransiskan: Peringatan/Pesta S. Feliks dari Cantalice, Biarawan Kapusin

Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Kamu akan menangis dan meratap, tetapi dunia akan bergembira; kamu akan berdukacita, tetapi dukacitamu akan berubah menjadi sukacita. Seorang perempuan berdukacita pada saat ia melahirkan, tetapi sesudah ia melahirkan anaknya, ia tidak ingat lagi akan penderitaannya, karena kegembiraan bahwa seorang manusia telah dilahirkan ke dunia. Demikian juga kamu sekarang diliputi dukacita, tetapi aku akan melihat kamu lagi dan hatimu akan bergembira dan tidak ada seorang pun yang dapat merampas kegembiraanmu itu dari kamu. Pada hari itu kamu tidak akan menanyakan apa-apa kepada-Ku. (Yoh 16:20-23a)

Bacaan Pertama: Kis 18:9-18; Mazmur Tanggapan: Mzm 47:2-7

Sementara Yesus sudah semakin dekat dengan saat kematian-Nya, Dia masih terus mempersiapkan para murid-Nya agar dapat menghadapi saat perpisahan dengan-Nya dan untuk mensyeringkan pengharapan besar yang tersimpan dalam hati-Nya. Sebagaimana seorang perempuan yang menanggung rasa sakit demi melahirkan bayinya ke tengah dunia, Yesus pun mengetahui bahwa penderitaan sengsara-Nya dan kematian-Nya akan membawa kehidupan baru ke tengah dunia. Ketika seorang perempuan memandang anak yang baru dilahirkannya, maka rasa sakit karena melahirkan itu pun menjadi tidak signifikan. Hati sang ibu dipenuhi dengan ketakjuban ketika memandangi bayi yang baru dilahirkannya itu. Hal serupa – namun tak sama tentunya – terjadi dengan Yesus. Yesus menyadari bahwa salib-Nya akan membawa karunia kehidupan baru yang penuh keajaiban, maka dengan cintakasih-Nya dan antisipasi-Nya yang besarlah Ia bergerak maju untuk wafat di kayu salib.

Para murid sungguh menanggung rasa sedih luarbiasa yang disertai dengan kebingungan selagi mereka menyaksikan Yesus ditangkap, diadili dalam pengadilan “dagelan”, dijatuhi hukuman mati dan mati di kayu salib di bukit Kalvari. Namun Yesus telah berjanji kepada mereka: “Demikian juga kamu sekarang diliputi dukacita, tetapi Aku akan melihat kamu lagi dan hatimu akan bergembira dan tidak ada seorang pun yang dapat merampas kegembiraanmu itu dari kamu” (Yoh 16:22). Yesus berjanji kepada para murid-Nya bahwa Ia akan bertemu dengan mereka lagi; dan para murid akan bergembira karena mereka akan mengenal pandangan penuh kasih dari Yesus kepada mereka. Mereka akan mengenal dan mengalami damai-sejahtera dan aman bilamana terus berada di bawah pandangan penuh siaga dari Yesus, tidak pernah dilupakan atau dibuang. Pengetahuan seperti ini sungguh membawa sukacita besar kepada para murid.

Yesus sangat mengetahui berbagai pergumulan dan pencobaan yang kita alami dan hadapi. Dia mengetahui rasa takut yang sudah cukup lama merasuki diri kita, kekhawatiran yang sudah sekian lama menindih kita, namun juga segala pengharapan dan impian yang selama ini kita simpan sendiri dalam hati. Tidak ada yang luput dari pandangan Yesus. Ia berjanji kepada para murid-Nya bahwa Ia akan bertemu dengan mereka lagi, demikian pula mata-Nya yang memancarkan kasih akan terus memperhatikan kita. Selagi Dia berdiri di hadapan Bapa untuk melakukan syafaat bagi kita, Dia mampu untuk memenuhi diri kita dengan sukacita akan kehadiran-Nya, membalikkan rasa sedih kita menjadi sukacita karena kita mengenal bela-rasa dan kekuatan-Nya.

Yesus senantiasa siap untuk memberikan hikmat-Nya yang kita memang perlukan untuk menghadapi situasi apa saja. Yang harus kita lakukan adalah dengan rendah hati memanjatkan permohonan kita dan mentaati perintah-perintah-Nya. Kuat-kuasa-Nya yang mahadahsyat dapat membuat keajaiban-keajaiban dalam hati kita yang jauh lebih besar daripada yang kita pernah bayangkan!

DOA: Datanglah, ya Roh Kudus, berikanlah kepada kami mata-iman agar dapat melihat karya Bapa dan Putera dalam kehidupan kami. Lahirkanlah dalam diri kami suatu pengalaman lebih mendalam akan kasih-Mu dan kemauan yang lebih besar untuk dibentuk lke dalam keserupaan dengan Yesus, Tuhan dan Juruselamat kami. Kami bersukacita dalam hidup baru yang telah Kau berikan kepada kami. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Rabu, Mei 16, 2012

ALLAH TELAH NAIK DENGAN DIIRINGI SORAK-SORAI


( Bacaan Kedua Misa Kudus, HARI RAYA KENAIKAN TUHAN, Kamis 13-5-10 )


Aku meminta kepada Allah Tuhan kita Yesus Kristus, yaitu Bapa yang mulia itu, supaya Ia memberikan kepadamu Roh hikmat dan wahyu untuk mengenal Dia dengan benar. Dan supaya Ia menjadikan mata hatimu terang, agar kamu mengerti pengharapan apakah yang terkandung dalam panggilan-Nya: Betapa kaya kemuliaan warisan-Nya kepada orang-orang kudus, dan betapa hebat kuasa-Nya bagi kita yang percaya, sesuai dengan kekuatan kuasa-Nya yang besar, yang dikerjakan-Nya di dalam Kristus dengan membangkitkan Dia dari antara orang mati dan mendudukkan Dia di sebelah kanan-Nya di surga, jauh lebih tinggi dari segala pemerintah dan penguasa dan kekuasaan dan kerajaan dan tiap-tiap nama yang dapat disebut, bukan hanya di dunia ini saja, melainkan juga di dunia yang akan datang. Segala sesuatu telah diletakkan-Nya di bawah kaki Kristus dan dia telah diberikan-Nya kepada jemaat sebagai Kepala dari segala yang ada. Jemaat yang adalah tubuh-Nya, yaitu kepenuhan Dia yang memenuhi semua dan segala sesuatu. (Ef 1:17-23)

Bacaan Pertama: Kis 1:1-11; Mazmur Tanggapan: Mzm 47:2-3.6-9; Bacaan Injil: Mrk 16:15-20

“Allah telah naik dengan diiringi sorak-sorai, ya TUHAN (YHWH) itu, dengan diiringi bunyi sangkakala” (Mzm 47:6).

Allah Bapa di surga dengan tepat sekali memilih waktu dan tempat bagi kedatangan Yesus ke tengah dunia ini. Dalam mengutus Putera-Nya kepada umat manusia sebagai seorang bayi kecil, Ia menunjukkan kepada kita kuasa dari kerendahan-hati (kedinaan). Sementara Yesus mentaati kehendak Bapa, sebenarnya Bapa menunjukkan kepada kita kuasa luarbiasa dari “ketaatan” dan “kasih”. Dibebani oleh dosa-dosa dunia, sang “Anak Domba Allah” menanggung hukuman yang sebenarnya pantas dikenakan pada kita. Namun Yesus tidak musnah! Sang Anak Domba Allah yang tanpa noda mengalahkan dosa, maut dan Iblis. Dengan demikian, bersama Santo Paulus layaklah bagi kita untuk berterima kasih penuh syukur kepada Allah untuk “Roh hikmat dan wahyu untuk mengenal Dia dengan benar” (Ef 1:17). Kita juga harus senantiasa bersyukur kepada Allah untuk kehebatan “kuasa-Nya bagi kita yang percaya, sesuai dengan kekuatan kuasa-Nya yang besar, yang dikerjakan-Nya di dalam Kristus dengan membangkitkan Dia dari antara orang mati dan mendudukkan Dia di sebelah kanan-Nya di surga” (Ef 1:19-20).

Gambaran terakhir yang dimiliki dunia tentang Putera Allah adalah seorang manusia yang dikhianati, disiksa, dijatuhi hukuman mati lewat penyaliban di bukit Golgota dan dikuburkan. Namun dengan mata iman, kita sekarang dapat melihat bahwa kehendak Bapa dipenuhi melalui Yesus (lihat Ef 1:20). Allah Bapa juga telah meletakkan segala sesuatu di bawah kaki Kristus (Ef 1:22), dan Ia pun telah memberikan tempat di surga kepada Putera-Nya, sebuah tempat yang memang hanya diperuntukkan bagi-Nya (Ef 1:20-21).

Baiklah kita bersembah sujud di hadapan hadirat Allah karena Putera-Nya, Tuhan Yesus Kristus. Dalam kehidupan ini, kita mengalami berbagai pencobaan dan penderitaan, namun Allah senantiasa memberikan pengharapan kepada kita. Dengan gembira kita menantikan kedatangan kembali Juruselamat kita, pada saat keadilan akan menjadi kenyataan dan segala kesalahan akan dibuat benar. Kita semua merindukan kedatangan kembali Yesus, sang Juruselamat. Pantaslah bagi kita untuk bersama segala ciptaan senantiasa menyanyikan lagu pujian bagi Yesus Kristus selagi Dia sedang terangkat tinggi di atas awan.

Marilah kita mohon kepada Tuhan Yesus Kristus – Raja segala raja – untuk memberdayakan kita agar mampu membawa karunia keselamatan kepada semua orang yang hidup di sekeliling kita. Kita juga pantas untuk memohon kepada Yesus, semoga keajaiban dari kenaikan-Nya ke surga memenuhi diri kita dengan pengharapan, semoga memperkuat kita untuk mewartakan Kabar Baik-Nya, a.l. bahwa Dia memang kini memerintah dalam kemuliaan pada sebelah kanan Allah Bapa! Di atas segalanya, marilah kita menghaturkan terima kasih kita kepada Yesus dengan penuh syukur karena walaupun kita pantas dihukum karena dosa-dosa kita, Dia sudi menjadi penebus kita. Yesus menyelamatkan kita dari hukuman yang memang pantas untuk ditimpakan pada diri kita. Bahkan pada saat-saat kita sedang terjebak tak berdaya di dalam jurang dosa, Yesus tetap mengasihi kita. Itulah Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamat kita, yang kenaikan-Nya ke surga kita rayakan pada hari ini.

DOA: Tuhan Yesus, Engkau telah memberikan kepada kami segala hal yang ada di surga sebagai para pewaris surga bersama-Mu. Kami mengetahui bahwa kami tidak akan pernah mampu untuk membayar kembali karunia yang sedemikian. Dengan rendah hati dan penuh syukur kami menyerahkan diri hidup kami kepada-Mu, agar dengan demikian kami dapat bersatu dengan Engkau, sekarang dan selamanya. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Selasa, Mei 15, 2012

TUGAS ROH KUDUS ADALAH UNTUK MENYATAKAN KEBENARAN


( Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan VI Paskah, Rabu 16-5-12 )
 Keluarga Fransiskan: Peringatan Santa Margareta dari Cortona, Ordo III Sekular

Masih banyak hal yang harus Kukatakan kepadamu, tetapi sekarang kamu belum dapat menanggungnya. Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran; sebab Ia tidak akan berkata-kata dari diri-Nya sendiri, tetapi segala sesuatu yang didengar-Nya itulah yang akan dikatakan-Nya dan Ia akan memberitakan kepadamu hal-hal yang akan datang. Ia akan memuliakan Aku, sebab Ia akan memberitakan kepadamu apa yang diterima-Nya dari Aku. Segala sesuatu yang Bapa miliki adalah milik-Ku; sebab itu Aku berkata: Ia akan memberitakan kepadamu apa yang akan diterima-Nya dari Aku.” (Yoh 16:12-15)

Bacaan Pertama: Kis 17:15,22-18:1; Mazmur Tanggapan: Mzm 148:1-2,11-14

Tidakkah kita (anda dan saya) juga ingin mengetahui “seluruh kebenaran” dan memahami “hal-hal yang akan datang”? Bayangkan semua pertanyaan yang dapat kita jawab dan segala rasa takut yang dapat kita hilangkan. Bayangkan kita dapat mengantisipasi setiap situasi dan mempunyai solusi yang benar untuk setiap masalah.

Dalam artian tertentu, inilah yang dijanjikan Yesus kepada para murid-Nya – dan murid/pengikut-Nya yang menyusul, seperti kita yang hidup di abad ke-21 ini. Akan tetapi, pengetahuan yang diberikan oleh Roh-Nya bukanlah pengetahuan mengenai peristiwa-peristiwa dunia melainkan pengenalan akan Yesus sendiri, di mana “segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia” (Kol 1:16). Karena Roh Kudus, setiap orang yang percaya dari setiap generasi mempunyai janji mengenal Yesus secara intim/akrab, dan sebagai akibatnya mempunyai akses kepada semua hikmat yang diperlukan seseorang untuk hidup dalam dunia ini.

Tahu bahwa diri-Nya akan naik menghadap Bapa, Yesus berjanji untuk memberikan kepada para pengikut/murid-Nya Roh Kudus, yang “tidak akan berkata-kata dari diri-Nya sendiri, tetapi segala sesuatu yang didengar-Nya itulah yang akan dikatakan-Nya dan Ia akan memberitakan kepadamu hal-hal yang akan datang” (Yoh 16:13). Roh Kudus yang hidup sejak kekal dalam Trinitas, telah diberikan kepada kita untuk membawakan sukacita dan kuasa surgawi ke tengah dunia, dan untuk mengangkat hati manusia kepada kemuliaan surga. Apakah anda ingin mengetahui bagaimana mengasihi seorang anggota keluarga, seorang anggota lingkungan, atau seorang anggota komunitas yang sulit? Tanyalah kepada Roh Kudus yang berdiam dalam diri anda untuk menunjukkan caranya kepada anda. Apakah anda ingin mengetahui cara yang terbaik untuk merawat anak-anak anda? Mohonlah kepada Roh Kudus untuk menunjukkan kepada anda bagaimana Yesus akan merawat mereka, dan mintalah kepada-Nya kekuatan untuk melakukannya seturut bagaimana Jurus selamat kita akan melakukannya.

Tugas Roh Kudus adalah untuk menyatakan kebenaran, tidak hanya kepada kita sebagai individu-individu, melainkan juga kepada Gereja dan dunia. Pada setiap zaman, Roh Kudus membangkitkan perempuan dan laki-laki sebagai juru-bicara-Nya. Mereka adalah para nabi yang hidup seturut Kitab Suci dan memiliki kerendahan hati yang memampukan mereka untuk menyampaikan sabda Allah dengan keberanian dan keyakinan mendalam. Dalam segala cara yang berbeda-beda, Yesus mengundang kita untuk mendengarkan sabda-Nya, dan melalui Roh Kudus-Nya, mengalami kuasa kasih-Nya. Semoga kita senantiasa menjaga hati kita masing-masing tetap terbuka, siap setiap saat untuk mendengarkan apa yang disabdakan-Nya.

DOA: Roh Kudus Allah, dengan antisipasi yang besar kami membuka hati kami masing-masing bagi-Mu. Seperti para rasul, kami mengetahui bahwa kami tidak dapat menanggung kepenuhan dari segala hal yang Engkau ingin tunjukkan kepada kami. Walaupun demikian, kami mohon kepada-Mu agar membimbing serta menuntun kami ke dalam kebenaran-Mu. Persiapankah kami, ya Roh Kudus, bagi kepenuhan yang akan datang bilamana Yesus datang kembali. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Isnin, Mei 14, 2012

AKU PERGI KEPADA DIA YANG TELAH MENGUTUS AKU


 ( Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan VI Paskah, Selasa 15-5-12 )

Tetapi sekarang Aku pergi kepada Dia yang telah mengutus Aku, dan tidak ada seorang pun di antara kamu yang bertanya kepada-Ku: Ke mana Engkau pergi? Tetapi karena Aku mengatakan hal itu kepadamu, maka hatimu berdukacita. Namun benar yang Kukatakan ini kepadamu: Lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi. Sebab jikalau Aku tidak pergi, Penolong itu tidak akan datang kepadamu, tetapi jikalau Aku pergi, aku akan mengutus Dia kepadamu. Kalau Ia datang, Ia akan menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman; akan dosa, karena mereka tetap tidak percaya kepada-Ku; akan kebenaran, karena Aku pergi kepada Bapa dan kamu tidak melihat Aku lagi; akan penghakiman, karena penguasa dunia ini telah dihukum. (Yoh 16:5-11)

Bacaan Pertama: Kis 16:22-34; Mazmur Tanggapan: Mzm 138:1-3,7-8

Hati para murid terasa hancur ketika memikirkan bahwa Yesus akan meninggalkan mereka. Namun Yesus mengatakan kepada mereka bahwa lebih berguna bagi mereka apabila Dia pergi, dan rasa sedih mereka akan berganti menjadi sukacita (Yoh 16:22). Apakah yang sebenarnya dimaksudkan oleh Yesus dengan kata-kata itu? Apakah Dia sungguh mau meninggalkan mereka? Samasekali tidak! Yesus selalu mengarahkan hati-Nya kepada Bapa serta menyediakan hati-Nya bagi tujuan-tujuan Bapa, dan Ia tahu bahwa begitu Dia naik ke surga setelah menyelesaikan tugas penyelamatan-Nya bagi kita, maka Bapa dapat mencurahkan Roh Kudus atas para murid-Nya.

Sebagai seorang manusia, Yesus hadir bagi para murid dalam cara yang terbatas, secara fisik. Melalui Roh Kudus, kehadiran-Nya dapat lebih bersifat intim dan penuh kuasa selagi Dia datang untuk hidup dalam diri semua orang beriman dalam suatu cara yang belum ada presedennya. Dia akan berdiam dalam diri semua orang pada waktu yang sama – memimpin, menghibur dan mengasihi mereka. Sungguh merupakan suatu karunia yang mahadahsyat mempunyai Allah kekal, sang Khalik alam semesta, berdiam dalam diri kita!

Yesus ingin mencurahkan Roh Kudus yang telah dijanjikan itu atas diri semua orang, agar melalui Roh Kudus itu, diri-Nya dapat dinyatakan sebagaimana apa adanya Dia. Karya Roh Kudus adalah senantiasa untuk menyatakan Yesus, mengungkapkan siapa Dia sebenarnya. Roh Kudus yang berdiam dalam diri kita menunjukkan kepada kita bahwa dosa sesungguhnya adalah ketidakpercayaan kepada Allah; bahwa keadilan telah dicapai oleh kebangkitan Yesus karena Dia lah yang membayar “denda” untuk dosa-dosa kita, dan bahwa Allah Bapa hanya tertarik untuk menghukum Iblis, bukan anak-anak-Nya (Yoh 16:8-11).

Pada hari ini kita dapat merenungkan misteri perihal siapa Yesus itu karena Roh Kudus berdiam dalam diri kita, menanti-nanti dengan penuh kerinduan untuk menyatakan Yesus dalam segala kemuliaan-Nya. Yesus adalah titik pusat dan tujuan dari segenap ciptaan (Kol 1:15-20). Selagi kita membuka hati kita bagi Roh Kudus dan minta kepada-Nya untuk menyatakan Yesus kepada kita secara lebih penuh, kita akan jatuh cinta secara lebih mendalam lagi dengan Yesus dan berkeinginan untuk hidup hanya bagi Dia dan tujuan-tujuan-Nya.

DOA: Roh Kudus Allah, liputilah diriku dengan pernyataan siapa Yesus itu dan apa yang telah dicapai-Nya. Penuhilah diriku dengan jaminan dan damai-sejahtera yang hanya dapat diberikan oleh-Mu, dan gerakkanlah hatiku untuk mengasihi Yesus dengan lebih bergairah lagi. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Ahad, Mei 13, 2012

KITA PUN DIPANGGIL DAN DIPILIH OLEH ALLAH


( Bacaan Injil Misa Kudus, PESTA SANTO MATIAS, RASUL, Senin 14-5-12 )

“Seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikianlah juga Aku telah mengasihi kamu; tinggallah di dalam kasih-Ku itu. Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku, seperti Aku menuruti perintah Bapa-Ku dan tinggal di dalam kasih-Nya.
Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacitamu menjadi penuh. Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu. Tidak ada kasih yang lebih besar daripada ini, yakni seseorang memberikan nyawanya demi sahabat-sahabatnya. Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu melakukan apa yang Kuperintahkan kepadamu. Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengaar dari Bapa-Ku. Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu. Inilah perintah-Ku kepadamu: Kasihilah seorang terhadap yang lain.” (Yoh 15:9-17)

Bacaan Pertama: Kis 1:15-17,20-26; Mazmur Tanggapan: Mzm 113:1-8

Ketika saat penyaliban-Nya sudah mulai mendekat, Yesus bersabda kepada para murid-Nya “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu” (Yoh 15:16). Yesus mengetahui bahwa apabila para murid-Nya harus menjadi cukup kuat dalam menghadapi tantangan-tantangan sehubungan dengan pembangunan Gereja-Nya di atas bumi, mereka perlu mengetahui bahwa mereka telah dipilih secara pribadi – dipanggil oleh Allah sendiri.

Dengan demikian pentinglah bagi para murid untuk menyadari bahwa mereka itu dipilih! Yesus memahami ini karena Dia telah mengalaminya sendiri – dalam Bait Allah di Yerusalem (Luk 2:49), ketika Dia dibaptis di sungai Yordan (Mat 3:16-17), dan pada peristiwa transfigurasi di atas gunung (Mrk 9:3). Yesus mengetahui bahwa Bapa telah memilih-Nya dan akan menyediakan segalanya yang diperlukan oleh-Nya untuk menanggapi panggilan-Nya. Dengan cara yang serupa, Yesus menginginkan agar kita mengetahui bahwa kita juga telah dipilih.

Kitab Suci memiliki sedikit saja catatan tentang Santo Matias, kecuali tentang bagaimana para rasul berdoa bersama secara serius ketika mempertimbangkan Matias sebagai calon penerus Yudas Iskariot. Akhirnya, Matias dipilih oleh Allah untuk bersama dengan Yesus dan para rasul lainnya. Tentu saja sudah lama dia mengikut Yesus pada waktu Yesus berkeliling melayani orang banyak. Dengan berjalannya waktu, panggilan Matias pun semakin matang dan pada akhirnya Dia pun mati sebagai martir Kristus, sebuah kematian karena kasih mendalam kepada Dia yang telah memanggilnya.

Seperti Matias yang dipilih oleh Allah sendiri, masing-masing kita pun secara khusus dipanggil dan dipilih. Apabila kepada ditanya mengapa kita berdoa, membaca Kitab Suci, atau pergi ke gereja, kita dapat mananggapi pertanyaan tersebut dari hati kita, “Karena Allah sendiri telah telah memilihku dan memanggilku. Aku adalah milik-Nya yang spesial.” Kita mungkin saja tergoda untuk berpikir bahwa kita berada di mana kita berada sekarang sebagai sesuatu yang kebetulan. Salahlah kalau kita berpikir seperti itu! Allah itu begitu besar dan agung, Ia begitu mengasihi kita sehingga tidak akan meninggalkan kita sendiri sebagai korban keadaan. Dalam hikmat-kebijaksanaan-Nya yang tak terbatas, segalanya berjalan untuk kebaikan bagi mereka yang mengasihi dan mengikuti-Nya. Marilah kita mohon kepada-Nya agar membimbing, menuntun serta menunjukkan kepada kita bagaimana Dia menginginkan kita untuk bersikap dan berperilaku dalam kehidupan kita sehari-hari.

DOA: Bapa surgawi, terima kasih penuh syukur kami haturkan kepada-Mu karena Engkau telam memanggil kami sebagai anak-anak-Mu. Kami mohon agar Engkau memenuhi diri kami masing-masing dengan Roh Kudus-Mu agar supaya kami dapat semakin dalam merangkul panggilan-Mu. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Sabtu, Mei 12, 2012

ALLAH SUNGGUH MENGASIHI KITA


( Bacaan Injil Misa Kudus, HARI MINGGU PASKAH VI, 13-5-12 )
Peringatan SP Maria dari Fatima
  
“Seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikianlah juga Aku telah mengasihi kamu; tinggallah di dalam kasih-Ku itu. Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku, seperti Aku menuruti perintah Bapa-Ku dan tinggal di dalam kasih-Nya. Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacitamu menjadi penuh.”

Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu. Tidak ada kasih yang lebih besar daripada ini, yakni seseorang memberikan nyawanya demi sahabat-sahabatnya. Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu melakukan apa yang Kuperintahkan kepadamu. Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku. Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu. Inilah perintah-Ku kepadamu: Kasihilah seorang terhadap yang lain. (Yoh 15:9-17)

Bacaan Pertama: Kis 10:25-26,34-35,44-48; Mazmur Tanggapan: Mzm 98:1-4; Bacaan Kedua: 1Yoh 4:7-10)

Bacaan-bacaan pada hari ini dipenuhi dengan pembicaraan mengenai kasih…… love-talk. Orang-orang sekular, orang-orang yang beriman lain, para motivator semua berbicara tentang kasih-sayang, semua berbicara mengenai cinta-kasih. Nah, apakah ada perbedaan yang sungguh nyata antara kasih yang dihayati umat Kristiani sebagaimana diajarkan oleh Yesus Kristus dengan berbagai “merek” cinta yang dipertontonkan dalam sinetron televisi atau majalah dlsb.? Jawabnya adalah “ya”. Dengan demikian, sangat pentinglah bagi kita semua untuk dengan jelas memahami sifat dan hakekat cinta-kasih Kristiani itu.

Pada malam sebelum sengsara dan kematian-Nya, Yesus bersabda kepada para murid-Nya: “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi” (Yoh 13:34-35). Jadi, kemuridan kita dikenal lewat tindakan saling-mengasihi antara kita sendiri. Dengan demikian kita sungguh perlu mengetahui apa kasih itu sebenarnya. Apabila mengasihi berarti kita lahir dari Allah dan mengenal Allah (bacaan kedua: 1Yoh 4:7-10), maka patutlah kita mengetahui bagaimana sebenarnya saling mengasihi itu.

Apa definisi dari kasih Kristiani? Pertama-tama, kasih Kristiani tidak ditemukan dalam suatu koleksi kata-kata, melainkan dalam kehidupan nyata Yesus dari Nazaret yang kita imani dan proklamasikan sebagai Kristus (=Mesias). Kasih ini menerima, total, terbuka, tidak menghakimi, dan penuh pengampunan. Di atas segalanya, kasih Yesus murni dan menuntut. Ya, kasih Yesus tidak menghukum namun pada saat yang sama menuntut untuk seseorang tidak berdosa lagi (Yoh 8:11). Kasih sedemikian menantang seseorang untuk hidup baru secara total. Cara hidup baru ini tidak bertentangan dengan kodrat kita, namun merupakan suatu penyempurnaan dari kemanusiaan kita. Kasih Yesus mengangkat ke permukaan segala aspek kemampuan kita untuk mengasihi yang selama ini tersembunyi dan belum dikembangkan. Setiap orang yang berjumpa secara pribadi dengan Yesus tidak pernah lagi menjadi pribadi yang sama …… Tidak seorangpun dapat tetap indifferent setelah bertemu dengan Yesus. Hal ini benar sepanjang zaman, dari abad yang satu ke abad yang lain.

Beberapa contoh saja: (1) Orang-orang majus (kafir) dan para gembala (Yahudi kelas bawah/wong cilik) di padang Efrata yang mengunjungi bayi Yesus – mereka diubah; (2) Para murid pertama yang bekerja sebagai nelayan penjala ikan menjadi penjala manusia; (3) Saulus, seorang Farisi pengejar dan penganiaya umat Kristiani awal menjadi “jawara” evangelisasi yang dikenal sebagai Paulus; (4) Santo Martinus dari Tours [316-397], seorang perwira Romawi kelahiran Hungaria yang dibesarkan di Italia, berjumpa dengan Yesus dalam diri seorang pengemis yang sedang menggigil kedinginan pada suatu malam musim dingin di Eropa, kemudian diangkat menjadi uskup di Tours (Perancis) dan ia adalah seorang pengkhotbah ulung; (5) Santo Fransiskus dari Assisi [1181-1226] yang berjumpa dengan Yesus dalam diri seorang kusta, peristiwa mana mengubah hidupnya menjadi seorang pentobat berkesinambungan dan pendiri keluarga rohani paling besar dalam Gereja; (6) Di Indonesia ada Yusuf Roni yang aktif merusak gereja-gereja di Indonesia di tahun 1970’an kemudian menjadi evangelist/pendeta dengan khotbah-khotbah yang penuh dengan kobaran cintakasih kepada Yesus; (7) Haji Amran Amrie, yang setelah menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, kemudian aktif dengan tulisan-tulisan di bidang apologetika Kristiani yang ditujukan kepada saudari-saudaranya yang Muslim.

Kasih yang dihidupi oleh Yesus dan diharapkan-Nya menjadi bagian dari diri kita adalah kasih yang menolong diperkuatnya relasi yang baru. “Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena aku telah memberitahukan kepada kamu segala seuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku” (Yoh 15:15). Kasih senantiasa mendorong seseorang kepada suatu tingkat intimasi (keakraban) yang lebih mendalam dan juga berbagi pengetahuan. Syering pengetahuan ini adalah mengenai kasih Bapa surgawi bagi anak-anak-Nya. Yesus adalah bukti dan ungkapan paling tinggi dan agung dari kasih Bapa itu.

Bagaimana kasih itu diekspresikan? Pada titik inilah kita mengalami perbedaan besar antara kasih Kristiani dan kasih lain yang tidak menyentuh hal-hal yang bersifat riil. Ekspresi tertinggi dari kasih Yesus bagi kita adalah salib-Nya. Salib Kristus adalah “kasih lebih besar” yang menggerakkan Yesus untuk dengan bebas-sukarela menyerahkan nyawa-Nya untuk komunitas iman. Kasih itu menuntut. Dari contoh Yesus sendiri kita melihat bahwa kasih bahkan dapat menuntut pengorbanan yang paling tinggi/agung. Ada realisme tentang kasih yang menjaganyua jatuh ke dalam romantisme atau sentimentalitas. Kasih Kristiani tidak menyediakan ruang untuk rahmat murahan. Kasih Allah dinyatakan di tengah kita dengan cara berikut ini: Allah mengutus Putera-Nya yang tunggal ke tengah dunia sehingga kita dapat memperoleh kehidupan melalui Dia … Allah telah mengasihi kita dan mengutus Putera-Nya sebagai kurban persembahan guna menebus dosa-dosa kita.

Akhirnya, kasih Kristiani menghasilkan sukacita mendalam dalam hati kita. Sukacita sejati bukanlah sekadar suatu kenikmatan yang cepat menghilang atau membuat kita cepat merasa bosan. Sukacita yang diberikan oleh kasih Yesus itu sungguh tahan lama. Sukacita ini adalah sebuah tanda dan “icip-icip pendahuluan” atas nikmatnya Kerajaan Allah. Dengan mengasihi Allah dan saling mengasihi antara kita dalam rangka meniru contoh yang diberikan Yesus sendiri, kita pun telah memasuki babak baru untuk bertemu dengan Bapa surgawi secara muka-ketemu-muka.

DOA: Datanglah, ya Roh Kudus, dan nyatakanlah kasih Allah kepada kami, sehingga kami dapat mengenal serta mengalami kuasa Injil dalam kehidupan kami. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS