( Bacaan Injil Misa Kudus, Hari
Biasa Pekan V Paskah, Rabu 9-5-12 )
“Akulah pokok anggur yang
benar dan Bapa-Kulah pengusahanya. Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah,
dipotong-Nya dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih
banyak berbuah. Kamu memang sudah bersih karena firman yang telah Kukatakan
kepadamu. Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting
tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok
anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam
Aku. Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di
dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak
dapat berbuat apa-apa. Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku, ia dibuang ke
luar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang dan
dicampakkan ke dalam api lalu dibakar. Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan
firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan
kamu akan menerimanya. Dalam hal inilah Bapa-Ku dimuliakan, yaitu jika kamu
berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-murid-Ku.” (Yoh 15:1-8).
Bacaan Pertama: Kis 15:1-6;
Mazmur Tanggapan: Mzm 122:1-5
Di negara-negara Barat seperti
Amerika Serikat, teristimewa di kalangan orang-orang muda sudah cukup lama ada
gejala yang mengekspresikan pandangan berikut ini: “Yesus ya, tetapi Gereja
tidak!” Saya yakin dalam masyarakat kita pun ada hal yang serupa kalau pun
tidak sama.
Bagi banyak orang memang
terdapat pemisahan yang sungguh riil antara mengikuti Yesus dan menjadi anggota
Gereja. Motif-motif mereka cukup banyak. Beberapa yang cukup sering terdengar
a.l. adalah: (1) Gereja terlalu besar, formal dan impersonal; (2) Kami pergi ke
gereja dan merasa seakan kami berdiri dalam sebuah toserba atau stasiun kereta.
Sedikit saja terasa adanya kehangatan, kasih atau persekutuan; (3) Yang kami
lakukan dalam gereja hanyalah duduk, berdiri, berlutut dan sekali-kali turut
bernyanyi dan menyerukan aklamasi bersama orang-orang lain; (4) Homili atau
khotbah-khotbahnya seringkali tidak membumi, jauh dari kenyataan hidup kami
sehari-hari; (5) Bacaan-bacaan terasa aneh atau sudah kami kenal baik; (6) Kami
merasa sulit mengasosiasikan iman dan cintakasih kami kepada Yesus Kristus
dengan Gereja yang begitu melembaga.
Sebaliknya, kami merasa
tertarik kepada pribadi Yesus: (1) Pesan kasih Yesus, pelayanan-Nya dalam
menyembuhkan serta mengampuni, dan keakraban-Nya dengan Bapa di surga sungguh
berkesan di hati kami; (2) Kami ingin menjadi anggota sebuah komunitas di mana
kami dikasihi dan diterima; (3) Kami tidak mau dianggap sekadar sebagai satu
wajah lain lagi dalam jemaat; (4) Kami ingin merasakan iman kami sebagai suatu
kekuatan vital dalam hidup kami sehari-hari: (5) Bukan struktur atau organisasi
yang penting, melainkan relasi kami dengan Yesus dan kasih antara kami satu
sama lain; (6) Bagi banyak dari kami, struktur adalah batu sandungan bagi
pertumbuhan spritualitas.
Suatu pemisahan antara Yesus
dan Gereja institusional sungguh ironis. Konsili Vatikan II memakai banyak
tenaga dan wawasan dalam mempertimbangkan sifat dan misi Gereja. Pengharapan
dari Konsili adalah untuk melibatkan umat beriman dalam kehidupan Gereja. “Umat
adalah Gereja” tidak dimaksudkan sebagai sekadar slogan. Diharapkan bahwa umat
Allah akan memainkan peranan yang aktif dan bertanggung-jawab dalam kehidupan
gereja lokal. Rasa memiliki (sense of belonging) yang lebih besar dan identitas
umat sebagai Gereja juga diperkokoh. Visi Konsili Vatikan II masih harus terus
diwujudkan. Walaupun begitu, tidak ada orang yang dapat menyangkal bahwa
berbagai kemajuan telah berhasil diwujudkan.
Bacaan Injil hari ini
memberikan kepada kita sebuah gambaran yang indah dan kuat tentang Gereja
sebagai sebuah komunitas iman dan persekutuan (Latin: communio) dengan Yesus.
Bukannya memisahkan Gereja dari Yesus, gambaran yang diberikan justru
mengasosiasikan para anggota komunitas dengan Pribadi Yesus. Yesus bersabda:
“Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya” (Yoh 15:5). Gambaran
tentang pokok anggur dapat kita lihat dalam Perjanjian Lama (Yes 5:2; Yer
2:21). Pokok anggur dipahami sebagai umat pilihan Allah. Allah mengasihi dan
merawat pokok anggur itu agar menghasilkan banyak buah. Hal ini hanya mungkin
apabila komunitas itu hidup dalam relasi yang intim dengan Yesus. Yesus berdiam
dalam hati para murid-Nya, memberikan kepada mereka rahmat yang diperlukan
untuk mendatangkan karya-karya Roh (teristimewa kasih persaudaraan). Di luar
Yesus tidak akan ada pertumbuhan yang langgeng dan/atau tahan lama. Tanpa Yesus
segala upaya baik yang dilakukan – cepat atau lambat – dapat menjadi rusak
disebabkan oleh egoisme dan perpecahan-perpecahan.
Gambaran pokok anggur dan
ranting-rantingnya tidaklah bertentangan dengan Gereja sebagai lembaga
(institusi). Gambaran ini dapat dipakai sebagai suatu upaya indah untuk
mendorong (juga mengoreksi) pertumbuhan lebih lanjut dalam Yesus. Manakala
struktur-struktur institusional menjadi tujuan dalam dirinya, maka hal ini sama
saja dengan penyembahan berhala (Inggris: idolatry). Struktur-struktur gerejawi
tetap diperlukan untuk menjaga ajaran Gereja, penyembahan/tata ibadat, dan
nilai-nilai moral. Gereja hari ini jauh lebih besar dan jauh lebih kompleks
daripada Gereja Perdana pada abad pertama. Kita membutuhkan struktur-struktur
untuk menangani jumlah anggota jemaat yang memang tidak sedikit. Akan tetapi,
kita tidak pernah boleh memperkenankan struktur-struktur menjadi begitu dominan
sehingga merusak persekutuan dan relasi kita dengan Yesus.
Gambaran pokok anggur dan
ranting-rantingnya mendorong serta menyemangati kita untuk mempererat
persekutuan dalam komunitas iman. Sebuah komunitas iman yang dipenuhi Roh Kudus
adalah sebuah komunitas yang memperkenankan anggotanya untuk mengenal Yesus
dengan lebih baik dan untuk para anggotanya saling mengasihi sebagai saudari
dan saudara dalam Yesus Kristus. Apabila kita sungguh mengenal Yesus (bukan
Yesus sebagai ide, melainkan sebagai seorang Pribadi yang hidup dalam kehidupan
kita) dan ada saling mengasihi antara kita, maka karya-karya Roh Kudus menjadi
terbukti-nyata.
Kelirulah kalau kita
berpandangan “Yesus ya, tetapi Gereja tidak!” Gereja dipanggil untuk menjadi
“pengingat” historis-konkret akan kasih Allah yang tanpa syarat kepada semua
orang dan ciptaan-Nya. Gereja dipanggil untuk semakin dalam bersatu dengan
Yesus dan menghasilkan buah Roh: “kasih, sukacita, damai-sejahtera, persekutuan
dan integritas” (bdk. Gal 5:22-23). Kita semua dipanggil untuk membantu membuat
Gereja menjadi sebuah komunitas di mana Roh Kudus berdiam dan Yesus dikenal
serta dikasihi. Panggilan ilahi sedemikian sungguh sangat menantang dan tidak
pernah membosankan.
DOA: Tuhan Yesus, tanpa Engkau
kami, para murid-Mu, tidak dapat berbuat apa-apa. Ajarlah kami bagaimana
seharusnya kami berdiam dalam Engkau. Amin.
Sdr. F.X. Indrapradja, OFS
Tiada ulasan:
Catat Ulasan