Halaman

"BAPA YANG KEKAL KUPERSEMBAHKAN KEPADA-MU, TUBUH DAN DARAH, JIWA DAN KE-AILAHAN PUTERA-MU YANG TERKASIH TUHAN KAMI YESUS KRISTUS, DEMI PENEBUSAN DOSA-DOSA KAMI DAN DOSA SELURUH DUNIA" - YESUS RAJA KERAHIMAN ILAHI, AKU PERCAYA KEPADA-MU

Sabtu, Oktober 12, 2019

TUJUH SAKRAMEN DALAM GEREJA KATOLIK - ppt download

TUJUH SAKRAMEN DALAM GEREJA KATOLIK - ppt download: 7 Sakramen Konsili Lyon II (1274): ditetapkan 7 sakramen Konsili Florenz (1439) Konsili Trente (1547) menegaskan kembali.

Rabu, Mei 08, 2019

MENCICIPI KEBAIKAN DAN KASIH TUHAN

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan III Paskah – Rabu, 8 Mei 2019)
Keluarga Fransiskan Kapusin (OFMCap.): Peringatan B. Yeremias dr Salakhia
Kata Yesus kepada mereka, “Akulah roti kehidupan; siapa saja yang datang kepada-Ku, ia tidak akan pernah lapar lagi, dan siapa saja yang percaya kepada-Ku, ia tidak akan pernah haus lagi. Tetapi Aku telah berkata kepadamu: Sungguh pun kamu telah melihat Aku, kamu tidak percaya. Semua yang diberikan Bapa kepada-Ku akan datang kepada-Ku, ia tidak akan Kubuang. Sebab Aku telah turun dari surga bukan untuk melakukan kehendak-Ku melainkan kehendak Dia yang telah mengutus Aku. Inilah kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir zaman. Sebab inilah kehendak Bapa-Ku, yaitu supaya setiap orang, yang melihat Anak dan yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal, dan supaya Aku membangkitkannya pada akhir zaman.” (Yoh 6:35-40)
Bacaan Pertama: Kis 8:1b-8; Mazmur Tanggapan: Mzm 66:1-7
Beberapa tahun lalu ada seorang eksekutif sebuah perusahaan besar yang bernama Max (bukan nama sebenarnya). Max sudah lama bekerja di perusahaan itu. Secara perlahan namun pasti dia menaiki jenjang organisasi dalam perusahaan itu, langkah demi langkah sehingga sampai kepada suatu posisi penting. Akan tetapi, terjadilah sebuah skandal di bidang akuntansi dalam perusahaan, hal mana membuat Max secara tiba-tiba kehilangan pekerjaannya.
Tanpa prestise dari posisinya sebagai seorang eksekutif sebuah perusahaan besar dan tanpa kehebatan gajinya yang relatif besar, Max mulai ditinggalkan oleh “teman-teman”-nya. Puji Tuhan, Max mempunyai seorang teman Kristiani yang tetap bersahabat dengan dirinya dan pada akhirnya menolong Max mengembangkan suatu relasi pribadi dengan Yesus. Max mulai membangun sebuah kehidupan baru berdasarkan nilai-nilai Injili. Dengan berjalannya waktu, kehidupan keluarganya pun mengalami pembaharuan, sebuah pekerjaan baru, dan suatu kebahagiaan yang tidak pernah dikenal dan dialaminya sebelum itu.
Pada suatu hari Minggu pagi, tidak lama setelah Misa usai, Max menyadari bahwa dia masih memiliki kerinduan akan kehidupannya yang lama. Dia sadar bahwa dirinya masih menginginkan gaji besar, jumlah rekening tabungan yang besar seperti dulu. Dia juga masih merindukan makan-minum enak seperti dulu serta “perjalanan dinas” yang memberikan kesempatan kepadanya untuk membuat pengeluaran-pengeluaran biaya entertainment yang relatif besar. Sadar akan ketertarikan ini, Max menjadi kaget juga. “Apa yang salah nih”, pikirnya. “Bukankah aku sudah bertobat?”
Mencicipi kebaikan dan kasih Tuhan tidak ada tandingannya di dunia ini. Yesus berjanji bahwa kita tidak akan lagi pernah mengalami kelaparan dan rasa dahaga sekali kita datang kepada-Nya. Apabila itu halnya, mengapa daya tarik dunia masih begitu memikat hati kita? Bukankah Yesus sudah cukup? Tentu saja! Sesungguhnya Yesus adalah satu-satunya Pribadi yang kita butuhkan agar dapat hidup dalam kepenuhan.
Namun sayangnya, kita-manusia memiliki kecenderungan untuk berdosa. Ketertarikan kita pada dosa dalam dunia dan godaan-godaan Iblis dinamakan “concupiscentia” (lihat Katekismus Gereja Katolik [KGK], 405). Seperti Max, kita semua mempunyai – dalam diri kita – suatu dorongan menemukan pemenuhan berbagai kebutuhan kita di luar hukum dan kasih Allah. Pemecahan masalahnya adalah dengan berpaling kepada Tuhan Yesus. Ia telah berjanji untuk selalu menyertai kita, teristimewa apabila kita sedang menghadapi godaan. Melalui  rahmat-Nya yang mengalir deras dari Kalvari, kita dapat belajar untuk menolak daya tarik dunia. Yesus Kristus, sang “Roti Kehidupan”, selalu siap untuk memberi kita makan dan memuaskan kita!
DOA: Tuhan Yesus, aku berdoa untuk orang-orang yang merasa lapar dan haus akan Engkau. Tolonglah aku agar dapat mengatasi daya tarik dunia. Tuhan, penuhilah diriku dengan kehadiran dan hidup-Mu. Amin.

Isnin, Mei 06, 2019

ROTI KEHIDUPAN YANG MEMBERI MAKAN, MEMELIHARA DAN MEMPERKUAT KITA

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan III Paskah – Selasa, 7 Mei 2019)
Sebab itu, kata mereka kepada-Nya, “Tanda apakah yang Engkau perbuat, supaya kami dapat melihatnya dan percaya kepada-Mu? Apakah yang Engkau kerjakan? Nenek moyang kami telah makan manna di padang gurun, seperti ada tertulis: Mereka diberi-Nya makan roti dari surga.”
Lalu kata Yesus kepada mereka, “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, bukan Musa yang memberikan kamu roti dari surga, melainkan Bapa-Ku yang  memberikan kamu roti yang  benar dari surga. Karena roti yang dari Allah ialah roti yang turun dari surga dan yang memberi hidup kepada dunia.” Maka kata mereka kepada-Nya, “Tuhan, berikanlah kami roti itu senantiasa.” Kata Yesus kepada mereka, “Akulah roti kehidupan; siapa saja yang datang kepada-Ku, ia tidak akan pernah lapar lagi, dan siapa saja yang percaya kepada-Ku, ia tidak akan pernah haus lagi. (Yoh 6:30-35)
Bacaan Pertama: Kis 7:51-8:1a; Mazmur Tanggapan: Mzm 31:3-4,6-8,17,21
Yesus adalah Roti Kehidupan. Ia adalah makanan kita, yang memenuhi setiap kebutuhan kita dan menyembuhkan setiap luka kita. Santo Stefanus – yang kemartirannya kita baca dalam bacaan pertama hari ini – adalah contoh indah dari kebenaran ini. Menurut anda, sampai berapa seringkah diakon Stefanus pergi tanpa makanan atau tanpa kenyamanan rumahnya dan keluarganya sendiri, selagi dia melayani orang-orang miskin dalam Gereja? Bagaimana dengan Santo Paulus yang telah belajar menjadi seorang “minimalis” dalam hal pemuasan kebutuhannya sendiri? Bagaimana dengan Santo Fransiskus dari Assisi sebagai pewarta Injil keliling, baik di Italia maupun di tempat-tempat lain, seperti Tanah Suci? Bagaimana dengan Santo Fransiskus Xaverius yang melanglang buana bertahun-tahun lamanya untuk mewartakan Injil Yesus Kristus? Bagaimana dengan Santa Bunda Teresa dari Kalkuta dan para anggota kongregasinya yang hidup melayani orang-orang paling kecil-miskin di India dan di tempat-tempat lain? Kehidupan orang-orang kudus ini dan orang-orang kudus yang tidak disebutkan namanya memberikan kesaksian tentang apa artinya sukacita besar yang dapat dialami oleh orang-orang yang sudah berjumpa dan mengalami (kasih) Yesus.

Yesus adalah sang Sabda yang menjadi daging atau “Firman yang menjadi manusia” (lihat Yoh 1:14) yang datang dari mulut Allah sendiri. Dia adalah “roti hidup” yang memberi makan, memelihara dan memperkuat kita (Yoh 6:29-33). Selagi kita melakukan perjalanan menuju surga, Yesus adalah pemberian Allah yang istimewa bagi kita: “roti yang turun dari surga; Siapa saja yang memakannya, ia tidak akan mati” (Yoh 6:50). Jelaslah, bahwa “manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi manusia hidup dari segala yang diucapkan TUHAN (YHWH)” (Ul 8:3).
Betapa sering kita dapat melupakan segalanya yang telah dilakukan Allah bagi kita, padahal Dia-lah yang menyediakan segala sesuatu bagi kita dan melindungi kita. Sebagai “roti kehidupan” yang turun dari surga (Yoh 6:51), Yesus dapat menanamkan dalam diri kita kuat-kuasa Allah dan memampukan kita menunjukkan kasih dan belas-kasih-Nya kepada setiap orang yang kita jumpai. Inilah yang kita terima selagi kita menyambut Yesus dalam Ekaristi. Kita mengkonsumsi tubuh dan darah-Nya, dan Ia memberikan kepada kita jiwa dan keilahian-Nya. Cara apa lagi yang lebih baik bagi Allah untuk mem berikan hidup-Nya kepada kita?

Marilah kita mengakui Yesus sebagai roti hidup kita yang sejati. Dia akan memenuhi kebutuhan-kebutuhan kita dan menyembuhkan luka-luka kita. Dia tidak akan menolak atau membuang siapa pun. Ingatlah iman Santo Stefanus dan Santo Paulus di masa-masa awal Gereja. Tanpa Yesus, mereka tidak dapat survive dari pencobaan-pencobaan yang mereka hadapi. Karena Yesus adalah “roti hidup”, maka kita dapat menggantungkan diri kita sepenuhnya kepada Yesus ini ketimbang sekadar kenyamanan-kenyamanan duniawi. Yesus adalah pemberian Allah bagi kita. Oleh karena itu, marilah kita membuka hati kita untuk mendengar Yesus berbicara kepada kita dalam doa kita, dalam Misa Kudus, dan dalam pembacaan serta permenungan sabda-Nya dalam Kitab Suci. Marilah kita turut ambil bagian dalam keilahian Allah.
DOA: Bapa surgawi, Santo Stefanus ada dalam Yesus. Dalam penderitaannya dia menyatukan dirinya kepada Yesus. Persatukanlah kami semua kepada Putera-Mu  sehingga kami pun dapat meletakkan hidup kami bagi-Mu dan memandang surga seperti Santo Stefanus. Amin.

Ahad, Mei 05, 2019

JANJI KEBANGKITAN KE DALAM HIDUP BARU

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan III Paskah – Senin, 6 Mei 2019)
Keesokan harinya orang banyak, yang masih tinggal di seberang, melihat bahwa di situ tidak ada perahu selain yang satu tadi dan bahwa Yesus tidak turut naik ke perahu itu bersama-sama dengan murid-murid-Nya, dan bahwa murid-murid-Nya saja yang berangkat. Sementara itu beberapa perahu lain datang dari Tiberias dekat ke tempat mereka makan roti, sesudah Tuhan mengucapkan syukur atasnya. Ketika orang banyak melihat bahwa Yesus tidak ada di situ dan murid-murid-Nya juga tidak, mereka naik ke perahu-perahu itu lalu berangkat ke Kapernaum untuk mencari Yesus.
Ketika orang banyak menemukan Yesus di seberang laut itu, mereka berkata kepada-Nya, “Rabi, kapan Engkau tiba di sini?” Yesus menjawab mereka, “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kenyang. Bekerjalah, bukan untuk makanan yang dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal, yang akan diberikan Anak Manusia kepadamu; sebab Dialah yang telah dimeteraikan Allah Bapa.” Lalu kata mereka kepada-Nya, “Apakah yang harus kami perbuat, supaya kami mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang dikehendaki Allah?” Jawab Yesus kepada mereka, “Inilah pekerjaan yang dikehendaki Allah, yaitu hendaklah kamu percaya kepada Dia yang telah diutus Allah.” (Yoh 6:22-29)
Bacaan Pertama: Kis 6:8-15; Mazmur Tanggapan: Mzm 119:23-24,26-27,29-30
“Inilah pekerjaan yang dikehendaki Allah, yaitu hendaklah kamu percaya kepada Dia yang telah diutus Allah.” (Yoh 6:29)
Pemahaman kita tentang Allah sedemikian berbeda dengan Injil yang diwartakan oleh Yesus sendiri. Begitu mudahnya bagi kita untuk percaya bahwa kita menyenangkan Allah apabila kita dengan teliti mematuhi perintah-perintah-Nya. Jadi, tidak mengherankanlah jika kita sering terkejut ketika membaca sabda Yesus yang menyatakan bahwa yang dikehendaki Allah adalah untuk kita percaya kepada-Nya, Tuhan dan Juruselamat kita (lihat Yoh 6:29).

Yesus ingin agar kita sampai kepada suatu kepercayaan yang mendalam dan menetap pada diri-Nya. Ia ingin agar kita memiliki iman yang berdiam dalam hati dan pikiran kita, suatu iman yang memampukan kita untuk “mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya” (Flp 3:10). Itulah “pekerjaan” kita yang utama. Yesus bersabda, “Bekerjalah, bukan untuk makanan yang dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal, yang akan diberikan Anak Manusia kepadamu; sebab Dialah yang telah dimeteraikan Allah Bapa” (Yoh 6:27). Melalui kematian-Nya di kayu salib, kepada kita diberikanlah janji kebangkitan ke dalam hidup baru – sesuatu yang tidak dapat kita peroleh apabila mengandalkan upaya kita sendiri.
Kita seringkali menyibukkan diri dengan segala hal dalam upaya untuk memperoleh atau mempertahankan berkat-berkat surgawi yang ada pada kita. Akan tetapi Allah tidak menginginkan orang-orang yang menyibukkan diri sedemikian untuk dapat sampai ke dalam surga. Allah menginginkan para pencinta Kristus dan pada saat bersamaan juga saling mengasihi satu sama lain antara mereka. “Kuasa kebangkitan Yesus” bukanlah sesuatu yang dapat kita peroleh dengan menggunakan kekuatan kita sendiri. “Kuasa kebangkitan Yesus” hanya dapat kita peroleh selagi kita berada bersama Yesus dalam doa dan memperkenankan hidup Roh-Nya menggantikan hidup dari kodrat kita-manusia yang cenderung berdosa. Dengan hidup dalam/oleh iman, kita akan mampu untuk mencapai lebih banyak daripada sekadar hidup mengandalkan diri pada upaya-upaya kita sendiri.
Marilah kita menyediakan waktu yang cukup untuk berada bersama Yesus dalam doa. Selagi kita melakukan hal itu, maka pemikiran kita untuk memperoleh berkat-berkat surgawi lewat berbagai upaya akan menyusut dan kemudian menghilang. Kita dapat duduk bersama Yesus, “dibenamkan” dalam sabda-Nya, dan memperkenankan rasa percaya kita kepada-Nya semakin bertumbuh. Lalu, Roh Kudus akan mengisi diri kita dan membimbing kita dalam semua hal untuk mana kita dipanggil untuk melakukannya. Melalui dorongan-dorongan Roh Kudus, kita akan memahami bahwa lebih dari segalanya yang lain, hal itu berarti suatu hidup dalam kebersatuan dengan Allah yang mengalahkan dosa, dunia, dan sikap serta perilaku mementingkan diri sendiri yang kita miliki. Jadi, marilah kita mencari Yesus dan mengenakan hidup-Nya ke dalam hidup kita setiap hari  (bdk. Flp 2:5).

DOA: Tuhan Yesus, ampunilah diriku karena di masa lalu aku seringkali mencoba untuk mendapatkan kasih-Mu dan memperoleh berbagai berkat surgawi dengan menggunakan kekuatanku sendiri. Ajarlah aku, ya Tuhan Yesus, untuk berdoa dan menjadi satu dengan Engkau. Tariklah aku agar dapat menjadi lebih dekat dengan Engkau dan kuatkanlah diriku dalam seturut kehendak-Mu. Amin.

Jumaat, Mei 03, 2019

YESUS BERKATA KEPADA PARA MURID-NYA YANG SEDANG KETAKUTAN: INILAH AKU, JANGAN TAKUT!

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan II Paskah – Sabtu, 4 Mei 2019)
HARI SABTU IMAM
Ketika hari mulai malam, murid-murid Yesus pergi ke danau, lalu naik ke perahu dan menyeberang ke Kapernaum. Hari sudah gelap dan Yesus belum juga datang mendapatkan mereka, sementara laut bergelora karena tiupan angin kencang. Sesudah mereka mendayung kira-kira lima atau enam kilometer jauhnya, mereka melihat Yesus berjalan di atas air mendekati perahu itu. Mereka pun ketakutan. Tetapi Ia berkata kepada mereka, “Inilah Aku, jangan takut!” Karena itu, mereka mau menaikkan Dia ke dalam perahu, dan seketika itu juga perahu itu sampai ke pantai yang mereka tuju. (Yoh 6:16-21) 
Bacaan Pertama: Kis 6:1-7; Mazmur Tanggapan: Mzm 33:1-2,4-5,18-19 
Orang banyak begitu terkesan oleh mukjizat-mukjizat Yesus sehingga mereka ingin (dengan paksa) membuat Dia menjadi Raja (Yoh 6:15), dengan demikian akan menempatkan diri-Nya sebagai oposisi yang berhadap-hadapan dengan Herodes Antipas yang pada umumnya dipandang sebagai pengkhianat bangsa (dia memang bukan bangsa Yahudi). Namun Yesus tidak mau menerima hal tersebut. Tidak hanya tindakan seperti itu akan memprovokasi intervensi militer dari pihak Romawi; namun juga yang lebih penting adalah, bahwa apabila dinobatkan sebagai seorang raja dunia maka hal tersebut akan merupakan tafsiran yang salah samasekali dari Kerajaan yang hendak didirikan Yesus dengan kedatangan-Nya. Di hadapan Pilatus, Yesus menyatakan dengan penuh empati bahwa Kerajaan-Nya bukanlah dari dunia ini (lihat Yoh 18:36). Oleh karena itu Yesus menyingkir ke gunung seorang diri, dan para murid-Nya naik perahu menyeberang ke Kapernaum; sebenarnya untuk menghindar dari konsekuensi-konsekuensi yang tidak diinginkan.

Kita akan lihat, bahwa kesulitan para murid tidak berhenti sekali mereka berhasil “melarikan diri” dari orang banyak. Danau Galilea ini dalam teks Injil beberapa versi bahasa Inggris disebut “Sea of Galilee” (“Laut Galilea”: misalnya dalam Revised Standard Version; Christian Community Bible – Catholic Pastoral Edition; The New American Bible; The New Jerusalem Bible). “Laut” dipandang sebagai sebuah tempat “khaos” (Inggris: chaos), tempat tinggal roh-roh jahat dan kekuatan-kekuatan berbahaya yang harus dengan kuat ditahan oleh Allah. Misalnya dalam “Ucapan Ilahi terhadap Asyur”: Wahai! Ributnya banyak bangsa-bangsa, mereka ribut seperti ombak laut menderu! Gaduhnya suku-suku bangsa, mereka gaduh seperti gaduhnya air yang hebat! Suku-suku bangsa gaduh seperti gaduhnya air yang besar; tetapi TUHAN (YHWH) menghardiknya, sehingga mereka lari jauh-jauh, terburu-buru seperti sekam di tempat penumbukan dihembus angin, dan seperti dedak ditiup puting beliung” (Yes 17:12-13; lihat juga Mzm 18:16-17). Jadi, walaupun berhasil menghindar dari tekanan orang banyak, para murid Yesus sekarang mendapatkan diri mereka berkonfrontasi dengan kuasa-kuasa yang tak dapat mereka hindari atau kendalikan.
Pada titik krisis ini, ketika segala kekuatan lahir dan batin para murid hampir terkuras habis, muncullah Yesus yang berjalan di atas air. Melihat kenyataan itu, mereka sungguh merasa takut! Sang Guru, yang mampu melipat-gandakan roti dan ikan, sekarang “mendemonstrasikan” kuat-kuasa yang jauh lebih dahsyat, yang menunjukkan otoritas yang menentukan atas air danau yang mengamuk. Pada saat Yesus berbicara, kata-kata-Nya tidak hanya menghibur – “Jangan takut” (Yoh 6:20). Namun Yesus juga bersabda, “Inilah Aku”, kata-kata yang dengan cepat ditangkap oleh para murid-Nya sebagai gelar yang dimiliki oleh YHWH saja, satu-satunya Allah yang benar (“AKU ADALAH AKU” [Kel 3:14 LAI edisi TB; bdk. Yoh 8:58] yang menurut Prof. DR. Martin Harun, OFM dalam kuliah beliau lebih tepat diterjemahkan sebagai “AKU ADALAH AKU YANG ADA”).

Dalam cerita ini dengan berbagai cara Yesus memanifestasikan kuat-kuasa Allah, kuasa yang mencakup kendali (kontrol) atas kuasa-kuasa kegelapan dan pada saat sama keamanan dan proteksi bagi mereka yang telah dipanggil-Nya. Lebih lanjut Ia terus berbicara mengenai perlunya bagi semua orang untuk ikut ambil bagian dalam hidup-Nya sampai satu titik di mana kita sungguh-sungguh makan tubuh-Nya dan minum darah-Nya. Namun sebelum kita mulai merenungkan kebenaran-kebenaran yang indah ini, kita masih mempunyai kesempatan untuk beristirahat di pantai danau dan merenungkan keagungan Allah dan belas kasih-Nya.
DOA: Tuhan Yesus, kami percaya bahwa Engkaulah Allah yang Mahakudus, Mahakuasa, Raja atas segala raja dan sempurna dalam kasih. Oleh rahmat-Mu, tolonglah kami untuk menempatkan iman dan kepercayaan kami dalam Engkau. Semoga kami senantiasa terbuka bagi kasih dan kerahiman-Mu, dan semoga hati kami menjadi tenang dalam kehadiran-Mu seperti yang telah Kaulakukan atas air danau itu. Amin.

SANTO FILIPUS DAN SANTO YAKOBUS, RASUL-RASUL KRISTUS

(Bacaan  Injil Misa Kudus, Pesta S. Filipus dan Yakobus – Jumat, 3 Mei 2019)
Kata Yesus kepadanya, “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku. Sekiranya kamu mengenal aku, pasti kamu juga mengenal Bapa-Ku. Sekarang ini kamu mengenal Dia dan kamu telah melihat Dia.”
Kata Filipus kepada-Nya, “Tuhan, tunjukkanlah Bapa itu kepada kami, itu sudah cukup bagi kami.” Kata Yesus kepadanya, “Telah sekian lama Aku bersama-sama kamu, Filipus, namun engkau tidak mengenal Aku? Siapa saja yang telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa; bagaimana engkau berkata: Tunjukkanlah Bapa itu kepada kami. Tidak percayakah engkau bahwa aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku? Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang tinggal di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan-pekerjaan-Nya.
Percayalah kepada-Ku bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku; atau setidak-tidaknya, percayalah karena pekerjaan-pekerjaan itu sendiri. Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Siapa saja yang percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar daripada itu. Sebab Aku pergi kepada Bapa; dan apa pun yang kamu minta dalam nama-Ku, aku akan melakukannya, supaya Bapa dimuliakan di dalam anak. Jika kamu meminta sesuatu kepada-Ku dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya.” (Yoh 14:6-14) 
Bacaan Pertama: 1Kor 15:1-8; Mazmur Tanggapan: Mzm 19:2-5 
“Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Siapa saja yang percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besa daripada itu.” (Yoh 14:12)
Dalam “Kisah para Rasul”, Lukas menceritakan kepada kita bagaimana Filipus dan Yakobus dan para rasul lainnya mampu untuk mewartakan Kabar Baik Yesus Kristus dengan berani, membuat mukjizat-mukjizat, dan memajukan Kerajaan Allah di atas bumi dengan entusiasme dan dedikasi yang besar. Apakah yang membuat sekelompok kecil orang-orang biasa-biasa saja ini berubah menjadi orang-orang (perempuan dan laki-laki) yang kuat dan mampu menanggung derita di bawah pengejaran dan penganiayaan selagi mereka mewartakan Kabar Baik Yesus Kristus ke tengah dunia? Sebagian dari jawaban terhadap pertanyaan ini terdapat dalam Injil Yohanes.

Yesus sedikit “terkejut” ketika Filipus meminta kepada-Nya untuk menunjukkan Bapa kepada para murid (Yoh 14:8). Kiranya Filipus tidak menyadari bahwa Yesus hanya dapat melakukan apa yang selama itu dilakukan-Nya dengan kasih sebagaimana Dia dikasihi oleh Allah Bapa. Manusia yang mana pun tidak akan mempunyai kuat-kuasa atas berbagai sakit-penyakit dan kematian, atau memiliki kesabaran, kasih dan bela rasa Yesus, apabila Yesus tidak satu dengan Bapa-Nya. Banyak dari ajaran Yesus berpusat di sekitar kebenaran yang mengejutkan ini, yaitu bahwa Dia dan Bapa surgawi adalah satu. (Catatan: Apa yang diungkapkan oleh Yesus ini menurut di mata para pemimpin agama Yahudi pada umumnya adalah hujat terhadap Allah – tak terampuni).
Yesus melontarkan sebuah tantangan ke hadapan para murid/rasul-Nya ketika Ia mengatakan bahwa apabila mereka percaya kepada diri-Nya, maka mereka juga akan mampu melakukan pekerjaan-pekerjaan yang telah Ia lakukan – bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar lagi (Yoh 14:12). Tantangan itu dimaksudkan agar para murid dapat melampaui batasan-batasan manusiawi melalui iman mereka akan kuat-kuasa Allah yang berdiam dalam diri mereka.

Sebagaimana Roh Kudus turun atas para rasul pada hari Pentakosta dan memenuhi diri mereka dengan kehadiran Kristus Yesus, maka Roh Kudus yang sama juga turun atas diri kita masing-masing pada saat kita dibaptis dan memenuhi diri kita dengan kehadiran yang sama dari Kristus Yesus. Kristus ada di dalam diri kita! Tidak ada halangan yang terlalu besar, tidak ada kelemahan yang terlalu mengecilkan hati! Kita dapat melakukan segala hal melalui Kristus yang menguatkan kita (lihat Flp 4:13)!
Yesus berjanji bahwa Dia tidak akan membuang kita atau meninggalkan kita sebagai anak yatim-piatu. Yesus senantiasa setia pada kata-kata-Nya. Dengan demikian, marilah kita mohon kepada-Nya suatu pencurahan Roh Kudus atas diri kita secara lebih berlimpah lagi, dan juga untuk realisasi kehadiran Kristus dalam diri kita yang lebih besar lagi. Kita mungkin hanya orang biasa-biasa saja, namun dengan dan bersama Kristus kita dapat menjadi bejana-bejana luarbiasa dari kasih Allah di dalam dunia ini.

DOA: Tuhan Yesus, Engkau mengutus Roh Kudus untuk tinggal dalam diri kami masing-masing, untuk membimbing kami, dan memberdayakan kami guna menjadi saksi-saksi-Mu. Kehadiran-Mu adalah penghiburan bagi kami, inspirasi kami dan kuat-kuasa kami. Kami mengasihi-Mu dan ingin bersama-Mu selalu. Amin.

Rabu, April 24, 2019

TIMBULNYA KERAGU-RAGUAN DI DALAM HATI KITA

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Kamis dalam Oktaf Paskah – 25 April 2019)
Lalu kedua orang itu pun menceritakan apa yang terjadi di tengah jalan dan bagaimana mereka mengenali Dia pada waktu Ia memecah-mecahkan roti. Sementara mereka bercakap-cakap tentang hal-hal itu, Yesus tiba-tiba berdiri di tengah-tengah mereka dan berkata kepada mereka, “Damai sejahtera bagi kamu!” Mereka terkejut dan takut dan menyangka bahwa mereka melihat hantu. Akan tetapi, Ia berkata kepada mereka, “Mengapa kamu terkejut dan apa sebabnya timbul keragu-raguan di dalam hati kamu? Lihatlah tangan-Ku dan kaki-Ku: Aku sendirilah ini; rabalah Aku dan lihatlah, karena hantu tidak ada daging dan tulangnya, seperti yang kamu lihat ada pada-Ku.” Sambil berkata demikian, Ia memperlihatkan tangan dan kaki-Nya kepada mereka. Ketika mereka belum percaya karena girangnya dan masih heran, berkatalah Ia kepada mereka, “Apakah kamu punya makanan di sini?” Lalu mereka memberikan kepada-Nya sepotong ikan goreng. Ia mengambilnya dan memakannya di depan mata mereka. Ia berkata kepada mereka, “Inilah perkataan-Ku, yang telah Kukatakan kepadamu ketika Aku masih bersama-sama dengan kamu, yakni bahwa harus digenapi semua yang ada tertulis tentang Aku dalam kitab Taurat Musa dan kita nabi-nabi dan kitab Mazmur.”  Lalu Ia membuka pikiran mereka, sehingga mereka mengerti Kitab Suci. Kata-Nya kepada mereka, “Ada tertulis demikian: Mesias harus menderita dan bangkit dari antara orang mati pada hari yang ketiga, dan lagi: Dalam nama-Nya berita tentang pertobatan untuk pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa, mulai dari Yerusalem. Kamulah saksi-saksi dari semuanya ini. (Luk 24:35-48) 
Bacaan Pertama: Kis 3:11-26; Mazmur Tanggapan: Mzm 8:2,5-9
“Mengapa kamu terkejut dan apa sebabnya timbul keragu-raguan di dalam hati kamu? (Luk 24:38)
Bila membaca narasi Injil Lukas di atas, maka dengan mudah kita dapat memahami reaksi dari para murid pada saat kemunculan Yesus di tengah-tengah mereka. Dia yang telah dipaku di kayu salib, mati dan dikuburkan, sekarang berdiri di tengah-tengah mereka. Sungguh sebuah peristiwa yang mengejutkan bagi siapa saja yang mengalaminya sendiri. Siapakah yang tidak akan kaget, terkejut, takut, bahkan merasa ragu-ragu? Jangan-jangan …… ini hantu!

Keragu-raguan adalah suatu reaksi yang manusiawi. Bahkan para kudus (santa, santo, beata, beato dll.) pun pernah memiliki keragu-raguan dalam perjalanan hidup rohani mereka. Seorang pujangga gereja yang besar, Santo Thomas Aquinas [1225-1274] pernah mengeluh kepada Allah, “Aku tidak tahu apakah Engkau mengasihiku, atau apakah aku mengasihi Engkau … bahkan aku pun tidak tahu apakah aku hidup oleh/dengan iman!” Ingatlah juga cerita dari Injil Yohanes yang menyangkut rasul Tomas alias Didimus yang mengatakan: “Sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya dan sebelum aku menaruh jariku ke dalam bekas paku itu dan menaruh tanganku ke lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya” (Yoh 20:25).
Yesus terkadang menantang para murid-Nya agar dapat memiliki iman yang lebih besar. Namun Ia tidak pernah mematahkan semangat mereka hanya karena mengungkapkan rasa ragu dan rasa takut mereka kepada-Nya. Apabila mereka melakukannya, Yesus selalu memberikan pertolongan yang diperlukan oleh mereka. Marilah kita perhatikan tanggapan-Nya terhadap rasa ragu dan takut para murid-Nya dalam bacaan di atas: “… rabalah Aku dan lihatlah” (Luk 24:39). Yesus bahkan makan di depan mata mereka untuk mematahkan kecurigaan mereka bahwa diri-Nya adalah hantu atau sekadar kilasan khayalan mereka. Yesus sangat berkeinginan untuk menolong para murid-Nya agar dapat menghilangkan rasa takut mereka.

Seperti para murid pada waktu itu, kita pun sekarang dapat bersikap jujur dengan Yesus. Ia tidak akan mengejek kita, apalagi menghukum kita karena mengajukan pertanyaan “tolol” atau membuat pernyataan seperti yang dilakukan oleh Santo Tomas rasul. Yesus memahami sekali rasa takut dan rasa ragu yang sedang menghinggapi diri kita. Dia ingin menolong kita mengatasi ketakutan dan keraguan kita sehingga dengan demikian kita dapat menjadi lebih dekat dengan diri-Nya. Yesus mengundang kita untuk meletakkan segala keragu-raguan, kekhawatiran, kegalauan, kekecewaan, keputusasaan dan ketakutan kita di dekat kaki-kaki-Nya. Hanya apabila kita melakukannya seperti itu, maka segala keraguan dlsb. itu dapat memperoleh solusinya. Yesus tidak ingin kita mencoba-coba untuk memecahkan sendiri segala persoalan hidup yang kita hadapi, karena bagaimana pun juga upaya sedemikian tidak akan membawa hasil, malah dapat mengakibatkan frustrasi dan menambah kadar keragu-raguan dlsb. yang disebutkan di atas tadi.

Pada hari ini, baiklah kita membawa ketidakpercayaan yang masih ada dalam hati kita masing-masing kepada Yesus. Misalnya, ketidakpastian atau keragu-raguan terhadap kasih-Nya kepada diri kita. Yesus telah mengetahui isi hati kita masing-masing, namun Ia selalu menyambut baik kejujuran/ketulusan kita dan kerendahan-hati/kedinaan kita dengan membawakan “perkara” kita masing-masing kepada-Nya. Kita harus senantiasa mengingat bahwa Yesus adalah seorang Pribadi yang lembah lembut, berbelas-kasih dan panjang sabar dalam artiannya yang sempurna.

DOA: Yesus Kristus, Engkau adalah Tuhan dan Juruselamatku. Terima kasih penuh syukur kuhaturkan kepada-Mu karena Engkau tidak menghukum diriku ketika timbul keragu-raguan dalam hatiku tentang diri-Mu. Utuslah Roh Damai-Mu ke dalam hidupku di mana ada kebingungan atau ketakutan. Semoga realitas kasih-Mu yang sempurna bagi diriku mengusir setiap rasa takut yang tersembunyi dalam hatiku. Amin.

Isnin, April 22, 2019

MARIA MAGDALENA BERJUMPA DENGAN SANG GURU YANG TELAH BANGKIT

(Bacaan Injil Misa Kudus, HARI SELASA DALAM OKTAF PASKAH – 23 April 2019)
Tetapi Maria berdiri di luar kubur itu dan menangis. Sambil menangis ia menjenguk ke dalam kubur itu, dan tampaklah olehnya dua orang malaikat berpakaian putih, yang seorang duduk di sebelah kepala dan yang lain di sebelah kaki di tempat mayat Yesus terbaring sebelumnya. Kata malaikat-malaikat itu kepadanya, “Ibu, mengapa engkau menangis?” Jawab Maria kepada mereka, “Tuhanku telah diambil orang dan aku tidak tahu di mana Ia diletakkan.” Sesudah berkata demikian ia menoleh ke belakang dan melihat Yesus berdiri di situ, tetapi ia tidak tahu bahwa itu adalah Yesus. Kata Yesus kepadanya, “Ibu, mengapa engkau menangis? Siapa yang engkau cari?” Maria menyangka orang itu penjaga taman, lalu berkata kepada-Nya, “Tuan, jikalau Tuan yang mengambil Dia katakanlah kepadaku, di mana Tuan meletakkan Dia, supaya aku dapat mengambil-Nya.” Kata Yesus kepadanya, “Maria!”  Maria berpaling dan berkata kepada-Nya dalam bahasa Ibrani, “Rabuni!”, artinya Guru. Kata Yesus kepadanya, “Janganlah engkau memegang Aku terus, sebab Aku belum naik kepada Bapa, tetapi pergilah kepada saudara-saudara-Ku dan katakanlah kepada mereka bahwa sekarang Aku akan pergi kepada Bapa-Ku dan Bapamu, kepada Allah-Ku dan Allahmu.” Maria Magdalena pergi dan berkata kepada murid-murid, “Aku telah melihat Tuhan!” dan juga bahwa Dia yang mengatakan hal-hal itu kepadanya. (Yoh 20:11-18) 
Bacaan Pertama: Kis 2:26-41; Mazmur Tanggapan: Mzm 33:4-5,18-19,20,22 
Dalam bacaan dari Injil keempat hari ini Kristus yang telah bangkit menampakkan diri kepada seorang perempuan, Maria Magdalena. Saat itu adalah pagi hari Minggu Paskah. Ketika Maria Magdalena mengenali Yesus, yang pada awalnya disangkanya tidak lain daripada seorang penjaga taman, Yesus berkata, “Janganlah engkau memegang Aku terus, sebab Aku belum naik kepada Bapa, tetapi pergilah kepada saudara-saudara-Ku dan katakanlah kepada mereka bahwa sekarang Aku akan pergi kepada Bapa-Ku dan Bapamu, kepada Allah-Ku dan Allahmu” (Yoh 20:17). Seakan Yesus di sini berkata, “Janganlah berperilaku seakan Aku tidak pernah akan kembali; janganlah berpikir bahwa Aku tidak lagi hadir di tengah para murid-Ku” Kita lihat di sini, bahwa Yesus telah memasuki suatu “modus kehadiran” yang baru. Sekarang kita harus melihat sesuatu yang melampaui kehadiran-Nya secara fisik: kita harus melekat pada-Nya oleh iman. Lewat tanda-tanda-Nya yang suci – sakramen-sakramen – kita menyentuh Dia dan disentuh oleh-Nya.

Kita juga berjumpa dengan Yesus  dalam diri sesama kita dan dalam dunia. Apabila kita sungguh umat yang beriman, maka kita mempunyai mata yang sungguh melihat, telinga yang sungguh mendengar, tangan yang sungguh menyentuh.
Bacaan pertama yang diambil dari “Kisah para Rasul” berbicara mengenai Baptisan. Kita telah dibaptis dan memiliki iman yang membawa terang, sukacita, hikmat dan pemahaman. Pertanyaannya sekarang, apakah kita hidup dengan terang, sukacita dan hikmat ini? Apakah kita berperilaku seperti orang-orang yang belum ditebus, bingung, masa bodoh dan tanpa sukacita?
H DIAMBILDalam iman seperti Maria Magdalena kita telah melihat Tuhan. Kita melihat Dia di sini, dalam sabda yang diproklamasikan/diwartakan dan dalam roti yang dipersembahkan dan diterima/disambut oleh kita. Kita melihat Dia dalam diri orang lain dan dalam dunia. Sebagai umat Kristiani kita harus sepenuhnya dibangkitkan, artinya menjadi sebagai orang-orang yang sungguh menghayati/menjalani hidup dalam kepenuhannya.

DOA: Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah. Jiwaku haus kepada Allah, kepada Allah yang hidup. Bilakah aku boleh datang melihat Allah? TUHAN memerintahkan kasih setia-Nya pada siang hari, dan pada malam hari aku menyanyikan nyanyian, suatu doa kepada Allah kehidupanku (Mzm 42:2-3,9). Terpujilah Allah selama-lamanya. Amin.