Halaman

"BAPA YANG KEKAL KUPERSEMBAHKAN KEPADA-MU, TUBUH DAN DARAH, JIWA DAN KE-AILAHAN PUTERA-MU YANG TERKASIH TUHAN KAMI YESUS KRISTUS, DEMI PENEBUSAN DOSA-DOSA KAMI DAN DOSA SELURUH DUNIA" - YESUS RAJA KERAHIMAN ILAHI, AKU PERCAYA KEPADA-MU

Sabtu, Mac 31, 2012

MARILAH KITA MENELADAN KETAATAN DAN KERENDAHAN HATI YESUS YANG PENUH KASIH

( Bacaan Kedua Misa Kudus, HARI MINGGU PALMA MENGENANGKAN SENGSARA TUHAN, 1-4-12 )

Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku, “Yesus Kristus adalah Tuhan,” bagi kemuliaan Allah, Bapa! (Flp 2:6-11)

Bacaan Perarakan: Mrk 11:1-10 atau Yoh 12:12-26; Bacaan Pertama: Yes 50:4-7; Mazmur Tanggapan: Mzm 22:8-9,17-20,23-24; Bacaan Injil Mrk 14:1-15:47 (Mrk 15:1-39)

Dari segala pemandangan, bunyi/suara dan bebauan dalam liturgi kita selama Pekan Suci, ada satu gambaran yang akan sangat menonjol: Yesus Kristus yang tersalib. Pada hari ini dan sepanjang pekan ini, selagi kita mengingat peristiwa-peristiwa sengsara dan kematian Yesus, Allah mengundang kita untuk tidak hanya sekadar mengenang peristiwa-peristiwa Yesus di masa lampau. Dia mengundang kita untuk bergabung dengan Yesus di jalan menuju bukit Kalvari serta memandang dengan tajam ke dalam hati-Nya sepanjang jalan bersama itu. Selagi kita melakukan perjalanan bersama Yesus itu, baiklah kita memperkenankan “madah” tentang kerendahan-hati (kedinaan) Kristus yang biasa dinyanyikan oleh umat Gereja Perdana (bacaan di atas) untuk membimbing kita.

“Walaupun dalam rupa Allah, (Yesus) … mengosongkan diri-Nya diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia” (Flp 2:6-7). Apakah ada pengosongan diri (Yunani: kenosis) yang lebih hebat dan agung daripada pengosongan diri Putera Allah yang Mahasempurna untuk menjadi manusia dan kemudian menyerahkan diri-Nya kepada penghakiman orang-orang berdosa? Apakah ada kehinaan yang lebih mendalam daripada memperkenankan ciptaan-Nya sendiri menghukum diri-Nya sampai mati di kayu salib? Mari kita membayangkan sekarang Yesus sedang berdiri di hadapan Sanhedrin dan di hadapan Ponsius Pilatus, yang dengan rendah hati menundukkan diri kepada penghakiman dan penghinaan, celaan serta olok-olok mereka. Dia membentuk mereka masing-masing dan memberi karunia-karunia berharga yang dapat mereka gunakan untuk memuliakan Bapa-Nya. Apa yang terjadi? Berbagai karunia tersebut justru digunakan untuk menyiksa diri-Nya, mengejek, dan membunuh-Nya pada kayu salib.

“Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan mati di kayu salib” (Flp 2:8). Mari kita membayangkan betapa menyakitkan penderitaan di atas kayu salib itu, tidak hanya rasa sakit secara fisik, melainkan juga rasa sakit yang bersifat emosional dan spiritual. Dengan sedikit kekecualian, Yesus praktis dibuang, ditinggalkan oleh semua orang – termasuk oleh para pengikut-Nya sendiri. Bahkan surga pun terasa tertutup rapat-rapat. Ke arah mana saja Dia memandang, tidak ada penghiburan yang dapat ditemui, tidak ada jaminan bahwa siksaan yang diderita tubuh-Nya membawa kebaikan kepada siapa pun. Walaupun begitu, Yesus yakin bahwa Allah telah menuntun diri-Nya kepada kayu salib, oleh karena itu Dia menyerahkan diri-Nya dengan sepenuhnya percaya kepada Bapa-Nya.

Ya, Yesus memang menjalani keseluruhan hidup-Nya di atas bumi ini dalam ketaatan penuh kerendahan hati. Dia taat kepada orangtua-Nya (lihat Luk 2:51). Dia taat kepada panggilan Allah untuk hidup pelayanan di muka publik (lihat Mat 3:14-15). Dia taat kepada Allah pada saat dicobai dan digoda (Yoh 12:27-28). Dia menyediakan waktu untuk bersama Bapa-Nya dalam doa sehingga dia dapat mengetahui dan mentaati kehendak Bapa (lihat Luk 6:12-13). Akan tetapi, ketaatan tidaklah selalu mudah bagi Yesus. Lihatlah bagaimana Dia bergumul di taman Getsemani. Namun Yesus senantiasa menggantungkan diri pada kuasa Roh Kudus dan dengan demikian meraih kemenangan karena ketaatan, yakni kebangkitan-Nya ke dalam kemuliaan!

Akhirnya, Allah meninggikan diri Yesus dan memberikan kepada-Nya nama di atas segala nama (lihat Flp 2:9). Yesus dimuliakan karena Dia mengosongkan diri-Nya dan menerima kematian. Pada kenyataannya, ringkasan dari semua bacaan alkitabiah hari ini – dan seluruh Injil – adalah: Ketaatan kepada Allah selalu membawa kita kepada peninggian. Yesus memperoleh hidup baru lewat kematian-Nya karena ketaatan-Nya, dan Ia telah membuka jalan bagi kita semua untuk mengalami transformasi “lewat kematian kepada kehidupan” yang sama dengan yang dialami-Nya. Dengan demikian, selagi kita memeditasikan kematian dan kebangkitan Yesus pada Pekan Suci ini, marilah kita secara istimewa memusatkan perhatian kita pada kemenangan penuh kemuliaan yang telah dimenangkan Yesus bagi kita lewat penundukan diri-Nya yang penuh hormat kepada Allah, Bapa-Nya.

“… supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku, ‘Yesus Kristus adalah Tuhan,’ bagi kemuliaan Allah, Bapa!” (Flp 2:10-11). Selagi kita membayangkan semua penghuni surga bertekuk lutut di hadapan Yesus, menyembah dan memuji-muji-Nya, lihatlah pancaran rasa takjub yang keluar dari wajah para malaikat. Mereka memandang luka-luka Yesus yang telah dipermuliakan dan mengamini kasih yang telah menggerakkan diri-Nya untuk menerima kematian demi kita manusia. Sekarang “Yesus yang sungguh Allah dan sungguh manusia”, Dia yang membawa tanda-tanda bekas penyaliban pada tubuh-Nya yang telah dimuliakan, memperkenankan diri-Nya untuk diubah selama-lamanya … justru karena Dia mengasihi kita semua.

Oleh karena itu, marilah kita memperkenankan janji Injil untuk menggerakkan kita meniru kehidupan Yesus yang penuh ketaatan. Tentu saja dalam berupaya meneladani-Nya, ada saat-saat di mana kita harus menderita, namun penderitaan tersebut akan membawa kita kepada intimasi/keakraban yang lebih mendalam dengan Yesus, juga kebebasan dan sukacita yang lebih besar. Marilah kita juga yakin dan percaya bahwa setiap saat kita dengan penuh ketaatan “mati terhadap diri kita sendiri”, maka Bapa surgawi akan membawa kita kepada hidup yang baru.

DOA: Tuhan Yesus, kerendahan hati-Mu dan ketaatan-Mu sungguh membuat diriku takjub! Tolonglah aku agar dapat meneladani ketaatan-Mu dan kerendahan hati-Mu yang penuh kasih, sehingga dengan demikian aku dapat ikut ambil bagian dalam kemuliaan-Mu, baik di atas bumi ini maupun di dalam surga. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Jumaat, Mac 30, 2012

LEBIH BERGUNA BAGIMU, JIKA SATU ORANG MATI UNTUK BANGSA KITA DARIPADA SELURUH BANGSA KITA INI BINASA

( Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan V Prapaskah, Sabtu 31-3-12 )

Banyak di antara orang-orang Yahudi yang datang melawat Maria dan yang menyaksikan sendiri apa yang telah dibuat Yesus, percaya kepada-Nya. Tetapi beberapa di antara mereka pergi kepada orang-orang Farisi dan menceritakan kepada mereka, apa yang telah dibuat Yesus itu. Lalu imam-imam kepala dan orang-orang Farisi memanggil Mahkamah Agama untuk berkumpul dan mereka berkata, “Apa yang harus kita lakukan? Sebab Orang itu membuat banyak mukjizat. Apabila kita biarkan Dia, maka semua orang akan percaya kepada-Nya dan orang-orang Roma akan datang dan akan merampas tempat suci kita serta bangsa kita. Tetapi salah seorang di antara mereka, yaitu Kayafas, Imam Besar pada tahun itu, berkata kepada mereka, “Kamu tidak tahu apa-apa, dan kamu tidak insaf bahwa lebih berguna bagimu, jika satu orang mati untuk bangsa kita daripada seluruh bangsa kita ini binasa.” Hal itu dikatakannya bukan dari dirinya sendiri, tetapi sebagai Imam Besar pada tahun itu ia bernubuat bahwa Yesus akan mati untuk bangsa itu, dan bukan untuk bangsa itu saja, tetapi juga untuk mengumpulkan dan mempersatukan anak-anak Allah yang tercerai-berai. Mulai hari itu mereka sepakat untuk membunuh Dia.

Karena itu Yesus tidak tampil lagi di depan umum di antara orang-orang Yahudi, tetapi Ia berangkat dari situ ke daerah dekat padang gurun, ke sebuah kota yang bernama Efraim, dan di situ Ia tinggal bersama-sama murid-murid-Nya.

Pada waktu itu hari raya Paskah orang Yahudi sudah dekat dan banyak orang dari negeri itu berangkat ke Yerusalem untuk menyucikan diri sebelum Paskah itu. Mereka mencari Yesus dan sambil berdiri di dalam Bait Allah, mereka berkata seorang kepada yang lain, “Bagaimana pendapatmu? Aka datang jugakah Ia ke pesta?” (Yoh 11:45-56)

Bacaan Pertama: Yeh 37:21-28; Mazmur Tanggapan: Yer 31:10-13

Sungguh ironislah situasinya, bagaimana perbuatan-perbuatan baik Yesus yang bersifat ilahi – membuat mukjizat-mukjizat dan berbagai penyembuhan atas rupa-rupa penyakit – justru membawa diri-Nya kepada kematian-Nya sendiri. Berita-berita tentang Yesus membangkitkan Lazarus yang sudah mati membuat mahkamah agama Yahudi lebih cepat memutuskan untuk membunuh Yesus (Yoh 11:45-53). Dengan demikian disiapkanlah panggung untuk drama yang akan terjadi di Yerusalem.

Bahkan ketika berita tentang komplotan untuk menangkap Yesus sudah semakin panas, Yesus sadar bahwa perkembangan-perkembangan ini adalah bagian dari sebuah rencana yang telah disiapkan Allah selama berabad-abad lamanya. Saatnya telah datang bagi rencana Allah untuk dipenuhi. Dalam waktu yang tidak lama lagi Yesus akan “mengumpulkan dan mempersatukan anak-anak Allah yang tercerai-berai” melalui kematian-Nya di atas kayu salib (lihat Yoh 11:52). Bahkan Kayafas, Imam Besar pada tahun itu, bernubuat sebagai berikut: “… lebih berguna bagimu, jika satu orang mati untuk bangsa kita daripada seluruh bangsa kita ini binasa” (Yoh 11:50).

Rencana Allah untuk tibanya saat seperti ini sungguh tak terjangkau oleh akal-budi manusia! Pada awal sejarah manusia, ketika Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa, Allah memberikan isyarat-isyarat pertama tentang rencana-Nya dengan berfirman kepada ular mengenai seorang perempuan turunan Hawa yang akan meremukkan kepalanya (Iblis): “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya, keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya” (Kej 3:15). Dengan berjalannya waktu, Allah berbicara melalui para nabi tentang “seorang yang diurapi” (Yes 61:1-2), seorang hamba TUHAN (YHWH) yang menderita (Yes 42:1-9) yang akan “tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita … dianiaya, tetapi dia membiarkan diri ditindas dan tidak membuka mulutnya seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian” (Yes 53:5,7). Sekarang saat pemenuhan/penggenapan telah tiba dan para lawan Yesus adalah orang-orang yang mengendalikan gerakan dari peristiwa-peristiwa yang kita akan “hidup”-kan kembali dalam Pekan Suci.

Apakah yang anda lihat ketika anda memandang(i) Salib Kristus? Apakah ini klimaks dari rencana Allah yang dijanjikan-Nya untuk dipenuhi berabad-abad lalu? Apakah ini karya seorang Bapa yang penuh kasih yang telah berusaha keras untuk membawa anda kembali kepada diri-Nya? Apakah Yesus hanyalah seorang baik, yang datang di tempat yang salah dan pada saat yang salah? Marilah kita yakini benar, bahwa melalui Salib-Nya, seluruh dunia telah ditebus. Setiap orang diundang untuk mengalami persatuan intim dengan Allah. Oleh karena itu, marilah kita mengarahkan pandangan mata kita pada Salib-Nya setiap hari, teristimewa pada pekan ini dan mohon kepada Roh Kudus untuk memperbesar visi kita.

DOA: Bapa surgawi, terima kasih penuh syukur kami haturkan kepada-Mu untuk karunia keselamatan yang Kauanugerahkan kepada kami semua. Kami juga berterima kasih karena Engkau tidak membuang kami disebabkan dosa-dosa kami, melainkan mengirim Putera-Mu sendiri, Yesus Kristus, untuk menebus kami oleh kematian-Nya di atas kayu salib. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Khamis, Mac 29, 2012

YESUS MENGHUJAT ALLAH?

( Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan V Prapaskah, Jumat 30-3-12 )

Sekali lagi orang-orang Yahudi mengambil batu untuk melempari Yesus. Kata Yesus kepada mereka, “Banyak pekerjaan baik yang berasal dari Bapa-Ku yang Kuperlihatkan kepadamu; pekerjaan manakah di antaranya yang menyebabkan kamu mau melempari Aku?” Jawab orang-orang Yahudi itu, “Bukan karena suatu pekerjaan baik maka kami mau melempari Engkau, melainkan karena Engkau menghujat Allah dan karena Engkau, sekalipun hanya seorang manusia saja, menjadikan diri-Mu Allah. Kata Yesus kepada mereka, “Bukankah ada tertulis dalam kitab Tauratmu: Aku telah berfirman: Kamu adalah ilah? Jikalau mereka, kepada siapa firman itu disampaikan, disebut ilah – sedangkan Kitab Suci tidak dapat dibatalkan – masihkah kamu berkata kepada Dia yang dikuduskan oleh Bapa dan yang telah diutus-Nya ke dalam dunia: Engkau menghujat Allah! Karena Aku telah berkata: Aku Anak Allah? Jikalau Aku tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan Bapa-Ku, janganlah percaya kepada-Ku, tetapi jikalau Aku melakukannya dan kamu tidak mau percaya kepada-Ku, percayalah akan pekerjaan-pekerjaan itu, supaya kamu boleh mengetahui dan mengerti bahwa Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Bapa.” Sekali-kali mereka mencoba menangkap Dia, tetapi Ia luput dari tangan mereka.

Kemudian Yesus pergi lagi ke seberang Yordan, ke tempat Yohanes membaptis dahulu, lalu Ia tinggal di situ. Banyak orang datang kepada-Nya dan berkata, “Yohanes memang tidak membuat satu tanda mukjizat pun, tetapi semua yang pernah dikatakan Yohanes tentang orang ini memang benar.” Lalu banyak orang di situ percaya kepada-Nya (Yoh 10:31-42).

Bacaan Pertama: Yer 20:10-13; Mazmur Tanggapan: Mzm 18:2-7

Bagaimana mungkin orang-orang Yahudi, bangsa Yesus sendiri, sampai melawan Dia dengan sedemikian hebatnya? Bukankah lebih mudah bagi mereka untuk menerima Dia dan ajaran-Nya? Di sisi lain, kita tidak boleh menolak kenyataan bahwa ajaran Yesus sangatlah susah dan keras, teristimewa bagi orang-orang bagi orang-orang yang bangga (sombong?) akan posisi mereka sebagai umat pilihan Allah. Sebelum pertobatannya, Santo Paulus kiranya tidak dapat menerima kenyataan bahwa Injil diwartakan oleh Petrus dan para rasul – walaupun mereka semua berkebangsaan Yahudi (dan beragama Yahudi). Kita bisa saja berpikir bahwa Paulus adalah pemenuhan sejati dari pengharapan-pengharapan segenap bangsa Israel.

Memang cukup mengherankanlah kalau ada begitu banyak orang Yahudi yang menolak Dia, namun kita selalu harus mengingat kenyataan bahwa oposisi terhadap Yesus terletak dalam setiap hati manusia, termasuk hati kita masing-masing. Orang-orang Yahudi telah menyaksikan sendiri begitu banyak mukjizat-mukjizat Yesus dan mendengar khotbah-khotbah-Nya dan perumpamaan-perumpamaan-Nya yang sedemikian membumi, akan tetapi bilamana mereka dikonfrontasikan dengan dosa mereka sendiri dan kebutuhan akan pertobatan, menjadi susahlah untuk menerima Dia. Berapa banyak mukjizat yang kita saksikan sendiri, semua itu tidak akan pernah cukup untuk meyakinkan diri kita. Ada sesuatu dalam hati kita masing-masing yang harus berubah.

Allah ingin agar kita semua mengenali apa saja perlawanan kita terhadap Yesus dan ajaran-Nya, sehingga melalui pertobatan kita akan berbalik kepada-Nya dan mengenal serta mengalami kemerdekaan yang sejati. Allah menginginkan agar kita memeriksa hati nurani kita dan melihat perlawanan terhadap Allah yang kita “bawa-bawa” terus dalam hati kita. Kita dapat memohon kepada Roh Kudus untuk menyelidiki hati kita dan menolong kita melihat kekerasan hati kita. Kekerasan hati dapat mengejawantah dalam kemarahan atau kepahitan. Barangkali ketidaksabaran dan sifat cepat marah. Atau yang terasa lebih halus, adalah kita berpikir bahwa diri kita lebih baik daripada orang-orang lain, atau …… kita bersikap “sombong rohani” (“Aku kan berdoa Ibadat Harian secara teratur?”; “Aku kan berdoa rosario setiap hari”; “Aku kan berdoa Kerahiman Ilahi dengan teratur?”) , kita merasa “better than thou” setiap kali berhadapan dengan orang lain. Apa pun dosa-dosa kita yang spesifik, semua menunjuk pada satu realitas sentral: oposisi terhadap Yesus dan Injil-Nya.

Itulah sebabnya mengapa Gereja menyediakan Sakramen Rekonsiliasi. Allah ingin menunjukkan kepada kita dosa-dosa kita, bukan untuk menghukum kita, melainkan untuk memberikan kepada kita hidup baru dan kebebasan/kemerdekaan. Kemerdekaan yang kita dapat alami manakala kita mengakui dosa-dosa kita memampukan kita untuk berjalan lebih dekat dengan Tuhan Yesus. Oleh karena itu, janganlah sampai kita kehilangan kesempatan untuk berjalan lebih dekat dengan-Nya.

DOA: Roh Kudus Allah, selidikilah hatiku dan tunjukkanlah kepadaku cara-caraku yang salah dalam upayaku membenarkan diriku dan gagal mengakui dosa-dosaku. Aku mengakui bahwa aku adalah seorang pendosa, dan aku menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamatku. Berdayakanlah diriku untuk dapat berjalan bersama-Nya dan mengalami kasih-Nya yang memerdekakan. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Rabu, Mac 28, 2012

PERJANJIAN ANTARA ALLAH DAN ABRAHAM

( Bacaan Pertama Misa Kudus, Hari Biasa Pekan V Prapaskah, Kamis 29-3-12 )

Lalu sujudlah Abram, dan Allah berfirman kepadanya: “Dari pihak-Ku, inilah perjanjian-Ku dengan engkau: Engkau akan menjadi bapa sejumlah besar bangsa. Karena itu namamu bukan lagi Abram, melainkan Abraham, karena engkau telah Kutetapkan menjadi bapa sejumlah besar bangsa. Aku akan membuat engkau beranak cucu sangat banyak; engkau akan Kubuat menjadi bangsa-bangsa, dan dari padamu akan berasal raja-raja. Aku akan mengadakan perjanjian antara Aku dan engkau serta keturunanmu turun-temurun menjadi perjanjian yang kekal, supaya Aku menjadi Allahmu dan Allah keturunanmu. Kepadamu dan kepada keturunanmu akan Kuberikan negeri ini yang kaudiami sebagai orang asing, yakni seluruh tanah Kanaan akan Kuberikan menjadi milikmu untuk selama-lamanya; dan Aku akan menjadi Allah mereka.”

Lagi firman Allah kepada Abraham: “Dari pihakmu, engkau harus memegang perjanjian-Ku, engkau dan keturunanmu turun-temurun.” (Kej 17:3-9)

Mazmur Tanggapan: Mzm 105:4-9; Bacaan Injil: Yoh 8:51-59

“Aku akan mengadakan perjanjian antara Aku dan engkau serta keturunanmu turun-temurun menjadi perjanjian yang kekal, supaya Aku menjadi Allahmu dan Allah keturunanmu” (Kej 17:7).

Dengan kata-kata yang disabdakan-Nya kepada Abraham ini, Allah menyatakan secara sekilas betapa Dia rindu untuk menjalin hubungan/relasi dengan umat-Nya. Perjanjian yang dibuat Allah dengan Abraham adalah sebuah perjanjian yang kekal, artinya tidak berhenti pada Abraham melainkan melalui Ishak dan segenap keturunannya. Perjanjian ini meresmikan suatu relasi baru dengan Allah – bahwa Dia akan menjadi Allah kita, bukan Allah yang berdiri jauh-jauh, tetapi Allah yang mempribadi dan akrab dengan umat-Nya. Perjanjian ini juga berbicara mengenai hidup berkelimpahan yang Allah ingin curahkan ke atas umat-Nya. Nama Abram bahkan diubah menjadi Abraham, yang berarti “bapak dari banyak sekali orang.”

Akan tetapi, perjanjian ini bukanlah perjanjian sepihak karena namanya saja sudah “perjanjian”. Perjanjian ini menyangkut kebersamaan (mutualitas) dan tanggapan. Allah memanggil Abraham dan semua keturunannya untuk mentaati perjanjian ini dan mengasihi-Nya. Dari kelanjutan teks Kitab Suci tentang Abraham ini kita dapat membaca bahwa Allah menginstruksikan kepada Abraham untuk mempraktekkan “sunat” sebagai suatu tanda kasih dan ketaatan tersebut (lihat Kej 17:9-14).

Sepanjang sejarah Israel, Allah mewahyukan secara kian mendalam berkaitan dengan niat-Nya lewat perjanjian yang dibuat-Nya dengan Abraham dan keturunannya melalui Ishak. Melihat ketidaksetiaan Israel, kemudian Allah menjanjikan suatu “perjanjian baru”, sebuah “perjanjian hati”, di mana Dia akan mengampuni dosa-dosa umat-Nya dan mengajar mereka secara intim dengan menuliskan hukum-hukum-Nya dalam hati mereka (Yer 31:31-34). Demikian pula, Allah menjanjikan sebuah perjanjian baru pengampunan dan pembersihan dari dosa-dosa, berkaitan dengan suatu hati baru yang bersifat paripurna dan kehadiran Roh-Nya: “Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat. Roh-Ku akan Kuberikan diam di dalam dalam batinmu dan Aku akan membuat kamu hidup menurut segala ketetapan-Ku dan tetap berpegang pada peraturan-peraturan-Ku dan melakukannya”(Yeh 36:26-27).

Dalam Kristus Yesus, kita telah dibuat ikut-serta dalam janji-janji Allah ini dan menjadi umat-Nya. Santo Paulus menulis: “Jikalau kamu adalah milik Kristus, maka kamu juga adalah keturunan Abraham dan ahli waris menurut janji Allah” (Gal 3:29). Melalui iman dalam janji-janji “perjanjian”, kita dibersihkan dari kesalahan dosa (lihat Ibr 9:14). Allah menuliskan hukum-hukum-Nya dalam hati kita, menempatkan Roh Kudus-Nya dalam diri kita (lihat Yoh 14:26; Rm 8:15-17), dan membuat kita menjadi “ciptaan baru” (lihat 2Kor 5:17) untuk memberi kesaksian tentang pengangkatan kita sebagai anak-anak Allah. Janji-janji Allah kepada Abraham dalam perjanjian yang dibuat-Nya mengungkapkan warisan yang adalah milik kita melalui iman dan ketaatan.

DOA: Bapa surgawi, Allah yang Mahapengasih, kuduslah nama-Mu. Bebaskanlah kami dari noda dosa dan tolonglah kami agar tetap setia pada suatu cara hidup yang kudus. Bimbinglah kami juga kepada warisan yang telah Kaujanjikan bagi kami. Kami berdoa demikian, dalam nama Yesus, Tuhan dan Juruselamat kami, yang hidup dan berkuasa bersama Dikau dalam persekutuan Roh Kudus, Allah, sepanjang segala masa. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Selasa, Mac 27, 2012

ALLAH MEMBEBASKAN HAMBA-HAMBA-NYA YANG TELAH MENARUH PERCAYA KEPADA-NYA

( Bacaan Pertama Misa Kudus, Hari Biasa Pekan V Prapaskah, Rabu 28-3-12 )

Berkatalah Nebukadnezar kepada mereka: “Apakah benar, hai Sadrakh, Mesakh dan Abednego, bahwa kamu tidak memuja dewaku dan tidak menyembah patung emas yang kudirikan itu? Sekarang, jika kamu bersedia, demi kamu mendengar bunyi sangkakala, seruling, kecapi, rebab, gambus, serdam dan berbagai-bagai jenis bunyi-bunyian, sujudlah menyembah patung yang kubuat itu! Tetapi jika kamu tidak menyembah, kamu akan dicampakkan seketika itu juga ke dalam perapian yang menyala-nyala. Dan dewa manakah yang dapat melepaskan kamu dari dalam tanganku?” Lalu Sadrakh, Mesakh dan Abednego menjawab raja Nebukadnezar: “Tidak ada gunanya kami memberi jawab kepada tuanku dalam hal ini. Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu.”

Maka meluaplah kegeraman Nebukadnezar, air mukanya berubah terhadap Sadrakh, Mesakh dan Abednego; lalu diperintahkannya supaya perapian itu dibuat tujuh kali lebih panas dari yang biasa. Kepada beberapa orang yang sangat kuat dari tentaranya dititahkannya untuk mengikat Sadrakh, Mesakh dan Abednego dan mencampakkan mereka ke dalam perapian yang menyala-nyala itu.

Kemudian terkejutlah raja Nebukadnezar lalu bangun dengan segera; berkatalah ia kepada para menterinya: “Bukankah tiga orang yang telah kita campakkan dengan terikat ke dalam api itu?” Jawab mereka kepada raja: “Benar, ya raja! Katanya: “Tetapi ada empat orang kulihat berjalan-jalan dengan bebas di tengah-tengah api itu; mereka tidak terluka, dan yang keempat rupanya seperti anak dewa!”

Berkatalah Nebukadnezar: “Terpujilah Allahnya Sadrakh, Mesakh dan Abednego! Ia telah mengutus malaikat-Nya dan melepaskan hamba-hamba-Nya, yang telah menaruh percaya kepada-Nya, dan melanggar titah raja, dan yang menyerahkan tubuh mereka, karena mereka tidak mau memuja dan menyembah allah manapun kecuali Allah mereka. (Dan 3:14-20,24-25,28)

Mazmur Tanggapan: Dan 3:52-56; Bacaan Injil: Yoh 8:31-42

Dalam Kitab Daniel, kita membaca kisah tiga orang muda yang diikat dan dimasukkan ke dalam perapian akan dilumat habis oleh kobaran api dalam perapian itu. Namun, di dalam perapian itu mereka berjalan-jalan dengan bebas sambil mengangkat tangan mereka memuji-muji Allah. Bagaimana reaksi anda seandainya kasus sama atau serupa menimpa diri anda? Akankah anda berperilaku seperti ketiga orang muda itu, yang percaya sepenuhnya kepada perlindungan Allah? Percayakah anda bahwa tidak ada sesuatupun dalam segenap ciptaan yang dapat merusak rencana Allah Bapa bagi umat yang dikasihi-Nya?

Kadang-kadang Allah memperkenankan kita untuk mengalami berbagai pencobaan agar Ia dapat mencapai tujuan-Nya dalam diri kita. Dia kadang-kadang menggunakan “api” sedemikian untuk membebaskan kita dari ikatan yang membelenggu kita. “Api” ini dapat datang dalam banyak cara dan dari banyak sumber yang berbeda-beda. Misalnya, ada orang-orang yang yang memiliki sifat eksplosif atau ketiadaan bela rasa bagi sesama, dan hal itu menyeretnya ke dalam kesulitan. Ada orang-orang lain, seperti ketiga orang muda dalam bacaan hari ini, ditempatkan dalam kesulitan-kesulitan bukan karena kesalahan mereka sendiri, melainkan karena iman mereka dalam Kristus dan komitmen mereka pada Injil-Nya.

Apapun sumbernya, pencobaan-pencobaan mempunyai suatu cara untuk menyingkap kelemahan-kelemahan kita dan menggiring kita kepada Tuhan untuk memperoleh kesembuhan dan kekuatan. Oleh sifatnya yang hakiki, pencobaan-pencobaan membuat kita merasakan kebutuhan akan pertolongan dari Tuhan. Pencobaan-pencobaan menggiring kita kepada suatu persatuan yang lebih mendalam dengan Allah, selagi kita memperkenankan kehidupan lama kita disalibkan dengan Kristus secara lebih mendalam lagi. Pencobaan-pencobaan yang berapi-api itu dapat berjalan jauh dalam mentransformasikan “teologi” kita ke dalam pengalaman praktis.

Menurut Kitab Suci, Shadrakh, Mesakh dan Abednego keluar dari perapian dengan tubuh yang tidak mempan oleh api, rambut mereka pun tidak hangus, jubah mereka tidak berubah apa-apa, bahkan bau kebakaran pun tidak ada pada mereka (lihat Dan 3:27). Pernahkah kita bertemu dengan orang-orang yang mengalami serentetan penderitaan tanpa henti (layaknya doa litani), namun tetap saja memancarkan sukacita dan penuh semangat untuk hidup? Seringkali mereka berbicara mengenai betapa baik dan setia Allah kepada mereka, bahkan bagaimana penderitaan-penderitaan mereka telah menghasilkan buah – yang tak diharap-harapkan sebelumnya – dalam kehidupan mereka. Orang-orang seperti itu memberi kesaksian atas janji Allah yang mengatakan kalau kita mendekat kepada Dia dalam pencobaan yang berapi-api, maka kehadiran-Nya di dalam diri kita akan mentransformasikan hati kita dan bercahaya melalui kehidupan kita. Kehadiran Allah memiliki kuat-kuasa untuk mengusir segala akar kepahitan, merasa kasihan pada diri sendiri (self-pity), dan ketiadaan pengharapan – semua bau asap yang begitu mudah melekat pada diri kita.

DOA: Bapa surgawi, aku memuji Engkau untuk kasih-Mu yang setia dan berbelas kasih. Aku menyerahkan segalanya yang sulit dalam kehidupanku. Bebaskanlah aku dari belenggu yang mengikat diriku, yang menghalangi kehidupan-Mu dalam diriku. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Isnin, Mac 26, 2012

YESUS DATANG KE TENGAH DUNIA UNTUK MENYELAMATKAN

( Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan V Prapaskah, Selasa 27-3-12 )
Lalu Yesus berkata lagi kepada mereka, “Aku akan pergi dan kamu akan mencari Aku tetapi kamu akan mati dalam dosamu. Ke tempat Aku pergi, tidak mungkin kamu datang.” Karena itu, kata para pemuka Yahudi itu, “Apakah Ia mau bunuh diri maka dikatakan-Nya: Ke tempat Aku pergi, tidak mungkin kamu datang?” Lalu Ia berkata kepada mereka, “Kamu berasal dari bawah, Aku dari atas; kamu dari dunia ini, aku bukan dari dunia ini. Karena itu tadi Aku berkata kepadamu bahwa kamu akan mati dalam dosamu; sebab jikalau kamu tidak percaya bahwa Akulah Dia, kamu akan mati dalam dosamu.” Lalu kata mereka kepada-Nya, “Siapakah Engkau?” Jawab Yesus kepada mereka, “Apa yang telah Kukatakan kepadamu sejak semula? Banyak yang harus Kukatakan dan Kuhakimi tentang kamu; akan tetapi Dia yang mengutus Aku, adalah benar, dan apa yang Kudengar dari Dia, itulah yang Kukatakan kepada dunia.” Mereka tidak mengerti bahwa Ia berbicara kepada mereka tentang Bapa. Maka kata Yesus, “Apabila kamu telah meninggikan Anak Manusia, barulah kamu tahu bahwa Akulah Dia, dan bahwa Aku tidak berbuat apa-apa dari diri-Ku sendiri, tetapi Aku berbicara tentang hal-hal, sebagaimana diajarkan Bapa kepada-Ku. Ia, yang telah mengutus Aku, menyertai Aku. Ia tidak membiarkan Aku sendiri, sebab Aku senantiasa melakukan apa yang berkenan kepada-Nya. Setelah Yesus mengatakan semuanya itu, banyak orang percaya kepada-Nya. (Yoh 8:21-30)
Bacaan Pertama: Bil 21:4-9; Mazmur Tanggapan: Mzm 102:2-3,16-21
Cepat atau lambat, dosa-dosa menggiring seorang manusia kepada maut. Ini adalah sebuah kenyataan sederhana yang tidak akan dapat diubah oleh manusia. Seperti hukum alam, kenyataan tadi tidak dapat diabaikan, bagaimana pun kita mau mendengar bahwa hal tersebut tidak benar atau suatu hisapan jempol belaka.
Namun demikian, di sisi lain ada pula kebenaran bahwa Yesus datang ke tengah dunia untuk menyelamatkan manusia (baca: kita semua) dari dosa dan maut. Seperti yang disabdakan-Nya:“Jikalau kamu tidak percaya bahwa Akulah Dia, kamu akan mati dalam dosamu” (Yoh 8:24). Undangan Yesus tidak pernah berubah. Ia selalu mengundang (dan menantang) kita untuk bertobat atas dosa-dosa kita dan percaya kepada-Nya.
Akan tetapi, sebelum kita dapat bertobat, kita harus berdiri tegak menghadapi dosa-dosa kita, dan hal ini tidaklah mudah. “Aku hidup enak koq”, kita akan berkata kepada diri kita sendiri, dengan demikian melupakan pola-pola dosa dan ketidaktaatan terhadap Allah yang telah mengakibatkan ketidakberesan dalam kehidupan kita relasi-relasi kita dengan orang-orang lain dan Allah. Atau kita juga dapat melepaskan tanggung jawab pribadi dengan menyalahkan-nyalahkan orang lain: “Kalau saja sifat istriku tidak sulit sebagai pasangan hidupku ……”. Bilamana ada ajaran khusus dari Kitab Suci yang sulit untuk kita ikuti, maka kita dapat dengan mudah merasionalisasikannya, misalnya sambil berkata, “Aku pikir hal seperti itu tidak lagi dipandang sebagai dosa.” Ketika kita sedang berhadapan dengan godaan kuat yang kelihatannya tidak mungkin untuk diatasi, kita dapat saja berpikir, “Aku terlalu lemah. Apa gunanya melawan ‘godaan berat’ seperti ini. Tuhan kan baik, pasti aku diampuni!”
Dengan demikian kita terjatuh ke dalam perangkap berupa penyangkalan (Inggris: denial), rasionalisasi untuk membenarkan diri kita, malah perangkap yang membuat diri kita menjadi ciut-defensif. Semua itu menghalangi kita untuk bersikap jujur terhadap diri kita sendiri, dan terhadap Allah. Sementara itu, dosa terus mengendap (menumpuk!) dalam diri kita, suatu kekuatan dahsyat yang akan menggiring kita semakin menjauh dari Dia, Pribadi satu-satunya yang mampu menyembuhkan dan menyelamatkan kita.

Terpujilah Allah, karena ada kekuatan penuh kuasa yang akan membawa kita kepada Bapa surgawi, jauh lebih kuat daripada kekuatan apa pun yang dapat menarik kita menjauh daripada-Nya: Yesus Kristus. Apa yang diminta Yesus dari kita adalah bahwa kita mengundang Dia dan memperkenankan-Nya untuk melakukan pekerjaan-Nya di dalam diri kita! Setiap hari, dalam doa-doa kita dapat memohon kepada Tuhan Yesus Kristus untuk menganugerahkan keberanian kepada kita masing-masing guna menghadapi dosa-dosa kita dan bertekad untuk melepaskan diri dan meninggalkan kehidupan dosa kita dalam Nama-Nya. Bagi kita juga tersedia rahmat ilahi dalam Sakramen Rekonsiliasi. Hanya Yesus Kristus saja yang dapat membebaskan kita dari dosa-dosa yang melilit diri kita dengan kuatnya. Oleh karena itu, baiklah kita menaruh kepercayaan (Inggris: trust) kita pada-Nya. Yesus adalah sang Kebenaran (lihat Yoh 14:6). Nah, andaikan kita menaruh kepercayaan kepada pihak-pihak lain selain Yesus, misalnya ahli nujum dlsb., maka huruf pertama dari kata trust, “T” (truth=kebenaran) tidak akan kita temui. Yang tinggal hanyalah rust, atau “karat” belaka. Hanya Yesus, hanya Yesus, hanya Yesus …… demikian bunyi lagu rohani anak-anak sekolah Minggu. Oleh karena itu, sekali lagi: Marilah kita menaruh kepercayaan sepenuhnya kepada Yesus. Darah-Nya mampu membuat diri kita menjadi bersih!

DOA: Bapa surgawi, perkenankanlah aku dalam kesempatan ini untuk berdoa bersama sang pemazmur: “TUHAN, dengarkanlah doaku, dan biarlah teriakku minta tolong sampai kepada-Mu. Janganlah sembunyikan wajah-Mu terhadap aku pada hari aku tersesak. Sendengkanlah telinga-Mu kepadaku; pada hari aku berseru, segeralah menjawab aku!” (Mzm 102:2-3). Aku menaruh kepercayaan hanya kepada Putera-Mu terkasih, Tuhan Yesus Kristus. Aku bertobat dan mohon ampun karena telah menyakiti-Mu, ya Bapa, dan juga orang-orang di sekelilingku. Buanglah jauh-jauh dosa-dosaku dan penuhilah diriku dengan kasih-Mu. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Ahad, Mac 25, 2012

BAGAIMANA HAL ITU MUNGKIN TERJADI?

( Bacaan Injil Misa Kudus, HARI RAYA KABAR SUKACITA, Senin 26-3-12 )

Dalam bulan yang keenam malaikat Gabriel disuruh Allah pergi ke sebuah kota yang bernama Nazaret, kepada seorang perawan yang bertunangan dengan seorang bernama Yusuf dari keluarga Daud; nama perawan itu Maria. Ketika malaikat itu datang kepada Maria, ia berkata, “Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau.” Maria terkejut mendengar perkataan itu, lalu bertanya di dalam hatinya, apakah arti salam itu. Kata malaikat itu kepadanya, “Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh anugerah di hadapan Allah. Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus. Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapak leluhur-Nya, dan Ia akan memerintah atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan.” Kata Maria kepada malaikat itu, “Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?” Jawab malaikat itu kepadanya, “Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah. Sesungguhnya, Elisabet, sanakmu itu, ia pun sedang mengandung seorang anak laki-laki pada hari tuanya dan inilah bulan yang keenam bagi dia yang disebut mandul itu. Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil.” Kata Maria, “Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” Lalu malaikat itu meninggalkan dia. (Luk 1:26-38)

Bacaan Pertama: Yes 7:10-14;8:10; Mazmur Tanggapan: Mzm 40:7-11; Bacaan Kedua: Ibr 10:4-10

Pada peristiwa “Maria diberi kabar oleh Malaikat Tuhan”, malaikat agung Gabriel mengundang Maria untuk bekerja sama dalam rencana penyelamatan Allah. Ketika sang perawan dari Nazaret bertanya bagaimana panggilan agung sedemikian mungkin terjadi karena dia belum bersuami (Luk 1:34), maka Gabriel menjelaskan bahwa Maria tidak akan mengandung karena cinta seorang manusia lain, melainkan oleh Roh Kudus: “Roh Kudus aqkan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah” (Luk 1:35).

Bayangkan iman yang diperlukan Maria untuk memberikan jawaban dengan menyerahkan dirinya dengan bebas kepada kehendak Allah atas dirinya. “Ya,” kata Maria, “Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu” (Luk 1:38). Kepercayaan, iman, pengharapan, kerendahan hati/kedinaan, ketaatan, dan kasih, semua bercampur dan terangkum dengan indah dalam kata-kata sederhana yang diucapkan oleh Maria. Dan dunia pun diubah untuk selama-lamanya karena kata-kata yang diucapkan oleh perawan Nazaret ini.

Cerita dari Injil Lukas inilah Santo Fransiskus dari Assisi dan banyak orang kudus lainnya, menyapa Maria sebagai “mempelai Roh Kudus” (“Antifon Santa Perawan Maria” dalam Ibadat Sengsara Tuhan). Akan tetapi kita tidak boleh membatasi gambaran ini sekadar pada saat Yesus dikandung dalam rahim Perawan Maria oleh Roh Kudus. Roh Kudus “menaungi” Maria tidak hanya pada saat awal peziarahannya di atas muka bumi ini. Ada demikian banyak lagi peristiwa yang dialami oleh Maria dalam kehidupan imannya. Sepanjang hidupnya, Maria bertumbuh dalam ketergantungannya pada Roh Kudus dan menjadi seorang saksi yang lebih besar atas hidup baru yang dibawa oleh Yesus dengan kedatangan-Nya di tengah umat manusia.

Sebagaimana halnya dengan Maria, kita juga dipanggil untuk mengatakan “ya” kepada Allah tidak sekali saja, melainkan lagi, lagi dan lagi. Seperti sang perawan dari Nazaret kitapun telah diundang ke dalam relasi yang erat dengan Roh Kudus – untuk menjadi tempat kediaman-Nya, mendengarkan-Nya, bertindak-tanduk di bawah bimbingan-Nya, dan membawa Kristus ke tengah dunia. Seperti Maria, kita pun dapat juga bertanya: “Bagaimana hal itu mungkin terjadi?” Santo Augustinus pernah menulis,“Ibunda Kristus membawa-Nya dalam rahimnya. Semoga kita membawa-Nya dalam hati kita. Sang perawan menjadi hamil dengan inkarnasi Kristus. Semoga hati kita menjadi hamil dengan iman dalam Kristus. Ia (Maria) membawa sang Juruselamat. Semoga jiwa-jiwa kita membawa keselamatan dan puji-pujian”.

DOA: Bapa surgawi, tolonglah aku agar dapat mendengar panggilan-Mu untuk mengasihi dan melayani. Tolonglah aku untuk berkata “ya” kepada Dikau. Utuslah Roh Kudus-Mu kepadaku, sehingga Yesus sungguh dapat hadir dalam hatiku. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Sabtu, Mac 24, 2012

SEPERTI BIJI GANDUM YANG JATUH KE DALAM TANAH, MATI DAN MENGHASILKAN BANYAK BUAH

( Bacaan Injil Misa Kudus, HARI MINGGU PRAPASKAH V [Tahun B], 25-3-12 )

Di antara mereka yang berangkat untuk beribadah pada hari raya itu, terdapat beberapa orang Yunani. Orang-orang itu pergi kepada Filipus, yang berasal dari Betsaida di Galilea, lalu berkata kepadanya, “Tuan, kami ingin bertemu dengan Yesus.” Filipus pergi memberitahukannya kepada Andreas; lalu Andreas dan Filipus menyampaikannya kepada Yesus. Kata Yesus kepada mereka, “Telah tiba saat Anak Manusia dimuliakan. Sesungguhnya Aku berkata berkata kepadamu: Jika biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah. Siapa saja yang mencintai nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, tetapi siapa saja yang membenci nyawanya di dunia ini, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal. Siapa saja yang melayani Aku, ia harus mengikut


Bacaan Pertama: Yer 31:31-34; Mazmur Tanggapan: Mzm 51:3-4,12-15; Bacaan Kedua: Ibr 5:7-9
Aku dan di mana Aku berada, di situ pun pelayan-Ku akan berada. Siapa saja yang melayani Aku, ia akan dihormati Bapa. Sekarang jiwa-Ku terharu dan apakah yang akan Kukatakan? Bapa, selamatkanlah Aku dari saat ini? Tidak, sebab untuk itulah Aku datang ke dalam saat ini. Bapa, muliakanlah nama-Mu!” Lalu terdengarlah suara dari surga, “Aku telah memuliakannya, dan Aku akan memuliakannya lagi!” Orang banyak yang berdiri di situ dan mendengarkannya berkata bahwa itu bunyi guntur. Ada pula yang berkata, “Seorang malaikat telah berbicara dengan Dia.” Jawab Yesus, “Suara itu telah terdengar bukan oleh karena Aku, melainkan oleh karena kamu. Sekarang berlangsung penghakiman atas dunia ini: Sekarang juga penguasa dunia ini akan dilemparkan ke luar; dan Aku, apabila Aku ditinggikan dari bumi, aku akan menarik semua orang datang kepada-Ku.” Ini dikatakan-Nya untuk menyatakan bagaimana caranya Ia akan mati. (Yoh 12:20-33)

“Jika biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah” (Yoh 12:24).

Yesus memilih untuk mati di kayu salib agar supaya kita dapat hidup. Ini adalah hakekat terdalam pesan Injil. Ia adalah sang “biji gandum” yang jatuh ke dalam tanah dan mati, yang menhasilkan banyak buah. Sekarang, kita yang telah dibaptis ke dalam kematian dan kebangkitan-Nya dipanggil untuk menyerahkan hidup kita kepada-Nya – untuk mati terhadap hidup kedosaan – agar supaya kita pun banyak menghasilkan buah.

Pemikiran tentang mati seperti sebutir biji gandum terkadang dapat menjadi menakutkan. Kita takut terhadap “biaya kemuridan/pemuridan” (cost of discipleship). Bahkan Yesus, Putera Bapa sendiri,“Sekarang jiwa-Ku terharu dan apakah yang akan Kukatakan?” (Yoh 12:27 LAI-TB II). Beberapa contoh terjemahan bahasa Inggrisnya adalah: “Now is My soul troubled. And what shall I say?” (RSV); “My soul is troubled now, yet what should I say?” (NAB); “Now My heart is troubled – and what shall I say?” (TEV);“Now My soul is troubled. What I shall I say?” (NJB). Jadi, jiwa Yesus lebih daripada sekadar “terharu” (mungkin kata “galau” atau “merasa susah” lebih tepat), dan ini dikatakan-Nya tidak lama sebelum mengalami sengsara di taman Getsemani. Namun demikian, Yesus mengetahui sekali bahwa kematian dan kebangkitan-Nya akan mampu menarik banyak orang ke dalam kerajaan Bapa-Nya (lihat Yoh 12:32).

Penulis “Surat kepada Orang Ibrani” mengungkapkan pergumulan Yesus dengan mengatakan: “Dalam hidup-Nya sebagai manusia, Ia mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis and air mata kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut, dan karena kesalehan-Nya Ia telah didengarkan. Sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar taat dari apa yang telah diderita-Nya dan sesudah Ia disempurnakan, Ia menjadi sumber keselamatan yang abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya” (Ibr 5:7-9).

Ini adalah buah dari penyaliban Yesus, “saat” untuk mana Dia telah datang. Oleh kematian-Nya, Yesus membatalkan hutang dosa kita dan memenangkan kehidupan kekal bagi kita. Allah Bapa menunjukkan kedalaman kasih-Nya bagi kita dalam hasrat-Nya untuk membuat suatu perjanjian baru dengan kita, suatu perjanjian yang ditulis dalam hati kita (lihat Yer 31:33). Tidak seperti perjanjian yang lama, yang dipatahkan oleh orang-orang Israel, perjanjian baru ini tidak dapat dipatahkan karena memang tidak tergantung pada kelemahan hati manusia. Perjanjian yang baru adalah berdasarkan pada kuat-kuasa Roh Kudus, yang akan memberikan rahmat kepada siapa saja yang berbalik kepada-Nya dengan rendah hati dan penuh kepercayaan.

DOA: Tuhan Yesus, oleh Roh Kudus-Mu, mampukanlah kami mengatasi rasa takut kami akan kematian. Seperti sebutir biji gandum, mampukanlah kami untuk mati terhadap diri kami sendiri, sehingga dengan demikian kami dapat menghasilkan banyak buah bagi-Mu selagi kami membangun kerajaan-Mu di atas muka bumi ini. Seperti Engkau memuliakan Bapa-Mu oleh ketaatan-Mu pada kehendak-Nya, semoga kehendak kami untuk taat kepada-Nya dapat membawa kemuliaan dan kehormatan bagi-Nya. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Jumaat, Mac 23, 2012

JANGANLAH KERASKAN HATI KITA

( Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan IV Prapaskah, Sabtu 24-3-12 )

Beberapa orang di antara orang banyak, yang mendengarkan perkataan-perkataan itu, berkata: “Dia ini benar-benar nabi yang akan datang.” Yang lain berkata, “Ia ini Mesias.” Tetapi yang lain lagi berkata, “Bukan, Mesias tidak datang dari Galilea! Bukankah Kitab Suci mengatakan bahwa Mesias berasal dari keturunan Daud dan dari desa Betlehem, tempat Daud dahulu tinggal?” Lalu timbullah pertentangan di antara orang banyak karena Dia. Beberapa orang di antara mereka mau menangkap Dia, tetapi tidak ada seorang pun yang menyentuh-Nya.

Kemudian penjaga-penjaga itu kembali kepada imam-imam kepala dan orang-orang Farisi, yang berkata kepada mereka, “Mengapa kamu tidak membawa-Nya?” Jawab penjaga-penjaga itu, “Belum pernah seorang pun berkata seperti orang itu!” Lalu jawab orang-orang Farisi itu kepada mereka, “Apakah kamu juga disesatkan? Adakah seorang di antara pemimpin-pemimpin yang percaya kepada-Nya, atau seorang di antara orang-orang Farisi? Tetapi orang banyak ini yang tidak mengenal hukum Taurat, terkutuklah mereka!” Nikodemus, salah seorang dari mereka, yang dahulu datang kepada-Nya, berkata kepada mereka, “Apakah hukum Taurat kita menghukum seseorang, sebelum ia didengar dan sebelum orang mengetahui apa yang telah dilakukan-Nya?” Jawab mereka, “Apakah engkau juga orang Galilea? Selidikilah Kitab Suci dan engkau akan tahu bahwa tidak ada nabi yang datang dari Galilea.” Lalu mereka pulang ke rumah masing-masing, tetapi Yesus pergi ke bukit Zaitun. (Yoh 7:40-53)

Bacaan Pertama: Yer 11:18-20; Mazmur Tanggapan: Mzm 7:2-3,9-12

Apakah Yesus itu Mesias? Apakah Ia sang nabi yang telah dinubuatkan dalam Kitab Ulangan? Apabila Yesus berasal dari Galilea, bagaimana mungkin Ia adalah seorang nabi sejati? Ini adalah berbagai reaksi orang-orang Yahudi setelah Yesus masuk ke dalam Bait Suci terhadap apa yang dikatakan-Nya pada hari terakhir pesta penting itu: “ Siapa saja yang haus, baiklah ia datang kepada-Ku dan minum! Siapa saja yang percaya kepada-Ku, seperti yang dikatakan oleh Kitab Suci: Dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup” (Yoh 7:37-38).

Setelah mendengar kata-kata Yesus ini, beberapa di antara orang banyak mulai berpikir jangan-jangan Dia memang benar-benar nabi yang akan datang, malah sang Mesias yang dinanti-nantikan. Namun ada juga yang meragukan hal itu karena Dia berasal dari Nazaret di Galilea (lihat Yoh 7:40-42). Maka timbullah pertentangan di antara orang banyak, malah ada yang mau mengangkap Dia, namun tidak seorang pun yang menyentuh-Nya (lihat Yoh 7:43-44). Sosok pribadi Yesus mengingatkan orang banyak akan gambaran seorang nabi seperti dinubuatkan oleh Musa: “Seorang nabi dari tengah-tengahmu, dari antara saudara-saudaramu, sama seperti aku, akan dibangkitkan bagimu oleh TUHAN (YHWH), Allahmu; dialah yang harus kamu dengarkan. Lalu berkatalah YHWH kepadaku: Apa yang dikatakan mereka itu baik; seorang nabi akan Kubangkitkan bagi mereka dari antara saudara mereka, seperti engkau ini; Aku akan menaruh firman-Ku dalam mulutnya, dan ia akan mengatakan kepada mereka segala yang Kuperintahkan kepadanya. Orang yang tidak mendengarkan segala firman-Ku yang akan diucapkan nabi itu demi nama-Ku, dari padanya akan Kutuntut pertanggungjawaban” (Ul 18:15,17-19).

Berkaitan dengan argumentasi tentang asal-usul seorang nabi dari Nazaret di Galilea, kita diingatkan kembali kepada komentar Natanael kepada Filipus yang mengajaknya pertama kali bertemu dengan sang Rabi dari Nazaret itu: “Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?” (Yoh 1:46). Komentar Natanael itu mengindikasikan kesulitan yang dihadapi banyak orang, jikalau mereka tidak mengetahui bahwa Yesus sebenarnya lahir di Betlehem, sehingga dengan demikian memenuhi nubuatan-nubuatan tentang asal-usul Mesias (Mi 5:2; Mat 2:4-6).

Seringkali orang-orang ini hanya melihat asal-usul manusiawi Yesus dan luput melihat asal-usul ilahi-Nya yang diperlihatkan melalui kata-kata dan perbuatan-perbuatan-Nya, teristimewa berbagai mukjizat dan tanda heran yang dibuat-Nya. Sang Pemazmur mencatat ungkapan yang kiranya cocok dalam hal ini (sebenarnya kita daraskan/nyanyikan setiap kali kita mengawali Ibadat Harian setiap pagi: “Pada hari ini, sekiranya kamu mendengar suara-Nya! Janganlah keraskan hatimu seperti di Meriba, seperti pada hari di Masa di padang gurun” (Mzm 95:7-8). Kata-kata sang Pemazmur ini dapat kita jadikan kata-kata kita sendiri pada hari ini, sehingga dengan demikian kita tidak akan menolak kebenaran yang diproklamasikan oleh Yesus. Kita akan akan terbuka dan memperkenankan kebenaran-Nya mentransformasikan diri kita. Itulah tantangan yang kita hadapi dan tanggapi, baik dalam masa Prapaskah maupun hari-hari lainnya dalam kehidupan kita.

DOA: Bapa surgawi, oleh Roh Kudus-Mu bimbinglah kami senantiasa dalam belas kasih-Mu. Tolonglah kami untuk mendengar suara-Mu, karena kami tidak ingin mengeraskan hati kami terhadap apa saja yang Engkau ingin katakan kepada kami. Kami sungguh ingin menjadi murid-murid yang baik dan berbuah dari Putera-Mu, Yesus Kristus. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS