( Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan I Prapaskah, Jumat 2-3-12 )
Aku berkata kepadamu: Jika kamu tidak melakukan kehendak Allah melebihi ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga.
Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang mencaci-maki saudaranya harus dihadapkan ke Mahkamah Agama, dan siapa yang berkata: Jahil! Harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala.
Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu.
Segeralah berdamai dengan lawanmu selama engkau bersama-sama dengan dia di tengah jalan, supaya lawanmu ini jangan menyerahkan engkau kepada pengawal dan engkau dilemparkan ke dalam penjara. Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Engkau tidak akan keluar dari sana, sebelum engkau membayar hutangmu sampai habis. (Mat 5:20-26)
Bacaan Pertama: Yeh 18:21-28; Mazmur Tanggapan: Mzm 130:1-8
Selama pelayanan-Nya di muka bumi ini, Yesus suka berbicara lembut menyejukkan, namun tidak jarang pula dengan kata-kata yang menantang dan seakan menghukum, keras terdengar dan membuat telinga menjadi panas. Pada waktu Dia berbicara mengenai cara kita memperlakukan satu sama lain (Mat 5:20-26), Yesus sebenarnya mengungkapkan keprihatinan dari ‘seorang’ Allah yang karena begitu mengasihi dunia, sampai mengutus Putera-Nya yang tunggal masuk ke tengah-tengah dunia guna menyelamatkan – bukan untuk menghukum – dunia itu (lihat Yoh 3:16-17). Yesus mengetahui bahwa perpecahan yang tidak diselesaikan dengan benar tidak hanya menyedihkan hati Bapa surgawi, melainkan juga merampas diri kita dari kemampuan untuk menerima kasih-Nya. Oleh karena itu diperlukan sabda yang bersifat langsung dan keras. Memang banyak dari “hard sayings of Jesus” ini tidak/kurang disenangi oleh tidak sedikit Pelayan Sabda/Pengkhotbah/Pewarta/Hamba Tuhan, justru karena memang “tidak enak didengar” dan kecenderungan manusia adalah untuk dapat mendengar kata-kata yang enak-enak, apalagi pada hari Minggu yang nota bene adalah week-end, saat untuk mendengar soft music dan sabda Tuhan yang “soft” pula, bukankah begitu?
Keprihatinan Yesus sebagaimana ditunjukkan dalam bacaan Injil hari ini secara khusus berlaku untuk keluarga-keluarga, di mana interaksi berlangsung dalam frekuensi yang sering dan akrab, di mana kata-kata kasar dari satu pihak akan dapat melukai perasaan/hati pihak yang lain. Dengan menyoroti masalah perpecahan dengan begitu kuat, Yesus sebenarnya ingin berbicara kepada hati kita, menggerakkan kita untuk melakukan refleksi. Apakah kita masih menyimpan kemarahan tersembunyi dalam hati kita, penolakan-penolakan, atau luka-luka lama? Pada saat-saat stres, “kata-kata kasar dan tak pantas” dapat meluap dari berbagai disposisi yang lama terpendam ini, dan hal ini “merusak” kedamaian yang ada. Dalam waktu sekejab – hanya dengan beberapa patah kata saja – kita dapat menyebabkan kerusakan hebat atas relasi antar-pribadi yang paling kita hargai dengan orang-orang yang kita kasihi.
Dalam situasi-situasi seperti ini, kita dapat dan harus berpaling kepada Allah dan menghadap hadirat-Nya, serta memohon agar kita diperkenankan menerima rahmat untuk direkonsiliasikan. Yesus memberikan orang banyak yang berkumpul di sekeliling diri-Nya dengan bimbingan – katakanlah panduan – praktis: “Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu” (Mat 5:23-24).
Kita memang tidak dapat mempersembahkan hati kita kepada Allah, jikalau hati kita itu masih “bermusuhan” dengan anak-anak-Nya yang lain – saudari dan saudara kita sendiri. Belas kasihan Yesus akan menang atas penghakiman (lihat Yak 2:13), dan Ia ingin agar kita mempraktekkan belas kasihan yang sama terhadap orang-orang lain, yang adalah saudari-saudara kita. Oleh karena kematian dan kebangkitan Yesus, kita memperoleh pengampunan dan rekonsiliasi dengan Bapa di surga. Sekarang, sebagai “para duta kasih Kristus”, kita pun dipenuhi dengan Roh Kudus, yang memampukan kita untuk mengasihi orang-orang lain sebagaimana Yesus mengasihi kita. Sementara kita mengalami kasih Allah, kita dapat menghadapi tantangan ini dari perspektif ilahi dan pergi menemui para saudari-saudara kita dan berdamai.
DOA: Tuhan Yesus, kami berterima kasih penuh syukur karena Engkau telah menempatkan Roh-Mu di dalam diri kami masing-masing dan menganugerahkan kepada kami karunia-karunia pertobatan dan rekonsiliasi, hikmat, keberanian dan kekuatan. Oleh Roh Kudus-Mu ini, mampukanlah kami untuk mewujudkan perdamaian dengan saudari-saudara kami. Tuhan, ajarlah kami untuk mengasihi seperti Engkau mengasihi. Amin.
Sdr. F.X. Indrapradja, OFS
Tiada ulasan:
Catat Ulasan