Halaman

"BAPA YANG KEKAL KUPERSEMBAHKAN KEPADA-MU, TUBUH DAN DARAH, JIWA DAN KE-AILAHAN PUTERA-MU YANG TERKASIH TUHAN KAMI YESUS KRISTUS, DEMI PENEBUSAN DOSA-DOSA KAMI DAN DOSA SELURUH DUNIA" - YESUS RAJA KERAHIMAN ILAHI, AKU PERCAYA KEPADA-MU

Sabtu, Mac 31, 2012

MARILAH KITA MENELADAN KETAATAN DAN KERENDAHAN HATI YESUS YANG PENUH KASIH

( Bacaan Kedua Misa Kudus, HARI MINGGU PALMA MENGENANGKAN SENGSARA TUHAN, 1-4-12 )

Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku, “Yesus Kristus adalah Tuhan,” bagi kemuliaan Allah, Bapa! (Flp 2:6-11)

Bacaan Perarakan: Mrk 11:1-10 atau Yoh 12:12-26; Bacaan Pertama: Yes 50:4-7; Mazmur Tanggapan: Mzm 22:8-9,17-20,23-24; Bacaan Injil Mrk 14:1-15:47 (Mrk 15:1-39)

Dari segala pemandangan, bunyi/suara dan bebauan dalam liturgi kita selama Pekan Suci, ada satu gambaran yang akan sangat menonjol: Yesus Kristus yang tersalib. Pada hari ini dan sepanjang pekan ini, selagi kita mengingat peristiwa-peristiwa sengsara dan kematian Yesus, Allah mengundang kita untuk tidak hanya sekadar mengenang peristiwa-peristiwa Yesus di masa lampau. Dia mengundang kita untuk bergabung dengan Yesus di jalan menuju bukit Kalvari serta memandang dengan tajam ke dalam hati-Nya sepanjang jalan bersama itu. Selagi kita melakukan perjalanan bersama Yesus itu, baiklah kita memperkenankan “madah” tentang kerendahan-hati (kedinaan) Kristus yang biasa dinyanyikan oleh umat Gereja Perdana (bacaan di atas) untuk membimbing kita.

“Walaupun dalam rupa Allah, (Yesus) … mengosongkan diri-Nya diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia” (Flp 2:6-7). Apakah ada pengosongan diri (Yunani: kenosis) yang lebih hebat dan agung daripada pengosongan diri Putera Allah yang Mahasempurna untuk menjadi manusia dan kemudian menyerahkan diri-Nya kepada penghakiman orang-orang berdosa? Apakah ada kehinaan yang lebih mendalam daripada memperkenankan ciptaan-Nya sendiri menghukum diri-Nya sampai mati di kayu salib? Mari kita membayangkan sekarang Yesus sedang berdiri di hadapan Sanhedrin dan di hadapan Ponsius Pilatus, yang dengan rendah hati menundukkan diri kepada penghakiman dan penghinaan, celaan serta olok-olok mereka. Dia membentuk mereka masing-masing dan memberi karunia-karunia berharga yang dapat mereka gunakan untuk memuliakan Bapa-Nya. Apa yang terjadi? Berbagai karunia tersebut justru digunakan untuk menyiksa diri-Nya, mengejek, dan membunuh-Nya pada kayu salib.

“Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan mati di kayu salib” (Flp 2:8). Mari kita membayangkan betapa menyakitkan penderitaan di atas kayu salib itu, tidak hanya rasa sakit secara fisik, melainkan juga rasa sakit yang bersifat emosional dan spiritual. Dengan sedikit kekecualian, Yesus praktis dibuang, ditinggalkan oleh semua orang – termasuk oleh para pengikut-Nya sendiri. Bahkan surga pun terasa tertutup rapat-rapat. Ke arah mana saja Dia memandang, tidak ada penghiburan yang dapat ditemui, tidak ada jaminan bahwa siksaan yang diderita tubuh-Nya membawa kebaikan kepada siapa pun. Walaupun begitu, Yesus yakin bahwa Allah telah menuntun diri-Nya kepada kayu salib, oleh karena itu Dia menyerahkan diri-Nya dengan sepenuhnya percaya kepada Bapa-Nya.

Ya, Yesus memang menjalani keseluruhan hidup-Nya di atas bumi ini dalam ketaatan penuh kerendahan hati. Dia taat kepada orangtua-Nya (lihat Luk 2:51). Dia taat kepada panggilan Allah untuk hidup pelayanan di muka publik (lihat Mat 3:14-15). Dia taat kepada Allah pada saat dicobai dan digoda (Yoh 12:27-28). Dia menyediakan waktu untuk bersama Bapa-Nya dalam doa sehingga dia dapat mengetahui dan mentaati kehendak Bapa (lihat Luk 6:12-13). Akan tetapi, ketaatan tidaklah selalu mudah bagi Yesus. Lihatlah bagaimana Dia bergumul di taman Getsemani. Namun Yesus senantiasa menggantungkan diri pada kuasa Roh Kudus dan dengan demikian meraih kemenangan karena ketaatan, yakni kebangkitan-Nya ke dalam kemuliaan!

Akhirnya, Allah meninggikan diri Yesus dan memberikan kepada-Nya nama di atas segala nama (lihat Flp 2:9). Yesus dimuliakan karena Dia mengosongkan diri-Nya dan menerima kematian. Pada kenyataannya, ringkasan dari semua bacaan alkitabiah hari ini – dan seluruh Injil – adalah: Ketaatan kepada Allah selalu membawa kita kepada peninggian. Yesus memperoleh hidup baru lewat kematian-Nya karena ketaatan-Nya, dan Ia telah membuka jalan bagi kita semua untuk mengalami transformasi “lewat kematian kepada kehidupan” yang sama dengan yang dialami-Nya. Dengan demikian, selagi kita memeditasikan kematian dan kebangkitan Yesus pada Pekan Suci ini, marilah kita secara istimewa memusatkan perhatian kita pada kemenangan penuh kemuliaan yang telah dimenangkan Yesus bagi kita lewat penundukan diri-Nya yang penuh hormat kepada Allah, Bapa-Nya.

“… supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku, ‘Yesus Kristus adalah Tuhan,’ bagi kemuliaan Allah, Bapa!” (Flp 2:10-11). Selagi kita membayangkan semua penghuni surga bertekuk lutut di hadapan Yesus, menyembah dan memuji-muji-Nya, lihatlah pancaran rasa takjub yang keluar dari wajah para malaikat. Mereka memandang luka-luka Yesus yang telah dipermuliakan dan mengamini kasih yang telah menggerakkan diri-Nya untuk menerima kematian demi kita manusia. Sekarang “Yesus yang sungguh Allah dan sungguh manusia”, Dia yang membawa tanda-tanda bekas penyaliban pada tubuh-Nya yang telah dimuliakan, memperkenankan diri-Nya untuk diubah selama-lamanya … justru karena Dia mengasihi kita semua.

Oleh karena itu, marilah kita memperkenankan janji Injil untuk menggerakkan kita meniru kehidupan Yesus yang penuh ketaatan. Tentu saja dalam berupaya meneladani-Nya, ada saat-saat di mana kita harus menderita, namun penderitaan tersebut akan membawa kita kepada intimasi/keakraban yang lebih mendalam dengan Yesus, juga kebebasan dan sukacita yang lebih besar. Marilah kita juga yakin dan percaya bahwa setiap saat kita dengan penuh ketaatan “mati terhadap diri kita sendiri”, maka Bapa surgawi akan membawa kita kepada hidup yang baru.

DOA: Tuhan Yesus, kerendahan hati-Mu dan ketaatan-Mu sungguh membuat diriku takjub! Tolonglah aku agar dapat meneladani ketaatan-Mu dan kerendahan hati-Mu yang penuh kasih, sehingga dengan demikian aku dapat ikut ambil bagian dalam kemuliaan-Mu, baik di atas bumi ini maupun di dalam surga. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Tiada ulasan:

Catat Ulasan