Halaman

"BAPA YANG KEKAL KUPERSEMBAHKAN KEPADA-MU, TUBUH DAN DARAH, JIWA DAN KE-AILAHAN PUTERA-MU YANG TERKASIH TUHAN KAMI YESUS KRISTUS, DEMI PENEBUSAN DOSA-DOSA KAMI DAN DOSA SELURUH DUNIA" - YESUS RAJA KERAHIMAN ILAHI, AKU PERCAYA KEPADA-MU

Selasa, Januari 15, 2013

PADA HARI INI PUN YESUS MASIH MENYEMBUHKAN


(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa I – Rabu, 16 Januari 2013

Sekeluarnya dari rumah ibadat itu Yesus bersama Yakobus dan Yohanes pergi ke rumah Simon dan Andreas. Ibu mertua Simon terbaring karena sakit demam. Mereka segera memberitahukan keadaannya kepada Yesus. Ia pergi ke tempat perempuan itu, dan sambil memegang tangannya Ia membangunkan dia, lalu lenyaplah demamnya. Kemudian perempuan itu melayani mereka. Menjelang malam, sesudah matahari terbenam, dibawalah kepada Yesus semua orang yang menderita sakit dan yang kerasukan setan. Seluruh penduduk kota itu pun berkerumun di depan pintu. Ia menyembuhkan banyak orang yang menderita bermacam-macam penyakit dan mengusir banyak setan; Ia tidak memperbolehkan setan-setan itu berbicara, sebab mereka mengenal Dia.

Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang terpencil dan berdoa di sana. Tetapi Simon dan kawan-kawannya mencari-cari Dia. Ketika mereka menemukan-Nya, mereka berkata kepada-Nya, “Semua orang mencari Engkau.” Jawab-Nya, “Marilah kita pergi ke tempat lain, ke kota-kota sekitar ini, supaya di sana juga Aku memberitakan Injil, karena untuk itu Aku telah datang.” Lalu pergilah Ia ke seluruh Galilea memberitakan Injil dalam rumah-rumah ibadat mereka dan mengusir setan-setan. (Mrk 1:29-39)

Bacaan Pertama: Ibr 2:14-18; Mazmur Tanggapan: Mzm 105:1-4,6-9

Dalam artian tertentu kita dapat mengatakan, bahwa Injil Markus adalah Injil mukjizat-mukjizat Yesus. Dalam bab 1 yang telah kita baca dua hari ini saja kepada kita telah disuguhkan cerita-cerita tentang mukjizat-mukjizat Yesus. Mukjizat pertama dalam Injil Markus diceritakan dalam bacaan Injil kemarin, peristiwa pengusiran roh jahat yang pertama. Pada bacaan Injil hari ini kita membaca narasi singkat tentang penyembuhan atas diri ibu mertua Petrus yang menderita sakit demam. Mukjizat ini disusul dengan catatan-catatan seperti berikut: “Menjelang malam, sesudah matahari terbenam, dibawalah kepada Yesus semua orang yang menderita sakit dan yang kerasukan setan. Seluruh penduduk kota itu pun berkerumun di depan pintu. Ia menyembuhkan banyak orang yang menderita bermacam-macam penyakit dan mengusir banyak setan ……” (Mrk 1:32-34). Catatan-catatan dalam Injil ini tentunya mengindikasikan bahwa mukjizat penyembuhan dan pengusiran roh jahat oleh Yesus sungguh banyak.

Selagi kita membaca narasi Injil seperti ini, sadarkah kita bahwa Yesus yang berkarya di Kapernaum dan banyak tempat ini adalah Yesus yang sama yang kita jumpai pada perayaan Ekaristi, teristimewa ketika kita menerima Komuni Kudus? Tidakkah kita memikirkan fakta bahwa Yesus dalam Injil ini, Allah-Manusia yang telah bangkit dari antara orang mati, kini hidup sebagai Allah dan sebagai manusia di antara kita? Apabila kita mengatakan “ya” sebagai jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut, maka mengapa kita sering merasa kesepian, takut, sedih, galau, seakan-akan tidak ada siapa pun yang memperhatikan berbagai kesusahan kita, sakit-penyakit yang kita derita, dan keprihatinan-keprihatinan kita? Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juruselamat kita! Tentu saja Dia memperhatikan kita hari ini tidak kurang daripada Dia memperhatikan dengan penuh belarasa dan belaskasih orang-orang yang hidup di tanah Palestina pada zaman-Nya.

Sungguh agak aneh dan mengherankan apabila kita, yang telah diberikan karunia iman oleh-Nya, malah kehilangan rasa percaya akan kebaikan dan kuasa Yesus Kristus sesuai dengan iman kita itu. Kita tidak perlu mengharapkan terjadinya mukjizat untuk semua masalah kita. Namun kita tentunya harus mempunyai rasa percaya dan yakin bahwa dengan pertolongan Yesus Kristus, berbagai upaya kita akan mengangkat beban masalah-masalah kita. Seandainya upaya kita itu tidak seturut kehendak Allah, maka rahmat Kristus akan membawa pencerahan bagi pemahaman kita, menolong kita untuk dapat melihat kehendak-Nya dalam pencobaan-pencobaan yang kita hadapi, dan memberikan damai-sejahtera serta ketenangan yang tidak dapat dirampas oleh krisis duniawi yang mana pun. Oleh karena itu, marilah kita membawa segala sakit-penyakit kita kepada Yesus Kristus, sang Tabib Penyembuh, Dokter Agung, seperti yang dilakukan oleh para pendahulu kita di tanah Palestina dan juga para penerus mereka dari masa ke masa.

DOA: Tuhan Yesus Kristus, kami percaya bahwa pada hari ini pun Engkau masih menyembuhkan banyak orang yang menderita berbagai sakit-penyakit, karena Engkau tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya (Ibr 13:8). Terima kasih Tuhan Yesus. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Isnin, Januari 14, 2013

AJARAN BARU DISERTAI DENGAN KUASA


(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa I – Selasa, 15 Januari 2013)

Yesus dan murid-murid-Nya tiba di Kapernaum. Setelah hari Sabat mulai, Yesus segera masuk ke dalam rumah ibadat dan mengajar. Mereka takjub mendengar pengajaran-Nya, sebab Ia mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli Taurat. Pada waktu itu di dalam rumah ibadat mereka, ada seorang yang kerasukan roh jahat. Orang itu berteriak, “Apa urusan-Mu dengan kami, hai Yesus orang Nazaret? Apakah Engkau datang untuk membinasakan kami? Aku tahu siapa Engkau: Yang Kudus dari Allah.” Tetapi Yesus membentaknya, “Diam, keluarlah dari dia!” Roh jahat itu mengguncang-guncang orang itu, dan sambil menjerit dengan suara nyaring roh itu keluar dari dia. Mereka semua takjub, sehingga mereka memperbincangkannya, katanya, “Apa ini? Suatu ajaran baru disertai dengan kuasa! Ia memberi perintah kepada roh-roh jahat dan mereka taat kepada-Nya!” Lalu segera tersebarlah kabar tentang Dia ke segala penjuru di seluruh Galilea. (Mrk 1:21-28)

Bacaan Pertama: Ibr 2:5-12; Mazmur Tanggapan: Mzm 8:2,5-9

Bacaan Injil hari ini adalah catatan pertama mengenai pengusiran roh-roh jahat oleh Yesus dalam Injil Markus. Ada empat narasi serupa dalam Injil Markus. Yang menarik untuk dicatat adalah, bahwa narasi ini dilengkapi dengan pernyataan-pernyataan mengenai otoritas Yesus dalam mengajar. “Mereka takjub mendengar pengajaran-Nya, sebab Ia mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli Taurat” (Mrk 1:22). Ini pernyataan pertama dan dikemukakan sebelum narasi pengusiran roh jahat.

Dalam rumah ibadat itu ada seorang yang kerasukan roh jahat dan mulai “ngoceh” dengan Yesus. Lalu Yesus membentak roh jahat itu: “Diam, keluarlah dari dia!” Roh jahat itu mengguncang-guncang orang itu, dan sambil menjerit dengan suara nyaring roh itu keluar dari dia. Injil kemudian mengatakan bahwa semua orang menjadi takjub dan mulai memperbincangkannya: “Apa ini? Suatu ajaran baru disertai dengan kuasa! Ia memberi perintah kepada roh-roh jahat dan mereka taat kepada-Nya!” (Mrk 1:23-27). Reputasi Yesus dalam hal mengajar disertai otoritas atas roh-roh jahat pun menyebar ke segala penjuru di Galilea (Mrk 1:28). Ini pernyataan kedua.

Dengan kuasa dan kewenangan, Yesus berbicara kepada hati orang-orang dan mengusir roh jahat di depan orang-orang. Semua orang yang menyaksikan peristiwa ini menjadi takjub dan kagum. Ini bukan sekedar khotbah. Ini mengingatkan kita kepada apa yang ditulis oleh Santo Paulus, “Baik perkataanku maupun pemberitaanku tidak kusampaikan dengan kata-kata hikmat yang meyakinkan, tetapi dengan bukti bahwa Roh berkuasa” (1Kor 2:4).

Begitu sering kita memandang diri kita sebagai orang-orang Kristiani pada saat-saat semuanya berjalan mudah dan lancar, ketika ajaran Kristus “cocok” dengan cara hidup kita yang enak-mudah, ketika tidak mengganggu kenyamanan kita. Namun apabila ajaran-Nya terasa keras, ketika mengenai diri kita sendiri, maka kita cenderung mengabaikannya, serta menilainya sebagai “kuno”. Kita gagal mengenali serta mengakui otoritas ilahi tertinggi yang digunakan oleh Yesus ketika berbicara sebagaimana dicatat dalam Injil. Apabila Dia berbicara mengenai kasih, tentang keadilan, tentang orang miskin, tentang memberikan satu potong jubah kepada sesama kita yang tidak memilikinya apabila kita memiliki dua potong jubah, maka kita mundur …… kita tidak mau melakukannya. Pada saat itu kita menerapkan nilai-nilai yang berbeda. Kita pun gagal bertindak sebagai orang Kristiani sejati. Kita tidak mau/rela mengorbankan kenyamanan kita agar dapat hidup oleh otoritas Injil Kristus. Kita lupa akan sabda-Nya: “Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu” (Yoh 3:31-32).

Bukankah sabda Yesus mempunyai kuasa untuk menghukum kita, menghibur kita, menyembuhkan kita dan bahkan membebaskan kita? Kata-kata Yesus memang mencakup pemahaman manusiawi, akan tetapi tidak terbatas sampai di situ saja.

Apakah kita mengetahui kebenaran Injil sedemikian rupa sehingga kita dapat mengalami kuasanya untuk memerdekakan kita? Apakah kita mengalami kemerdekaan, sukacita dan keakraban dengan Yesus sebagai akibat dari kita mendengarkan sabda-Nya yang diproklamasikan dalam liturgi Gereja, pada pertemuan kelompok doa dan/atau Kitab Suci, pada saat-saat berdoa secara pribadi, atau pada pada pembacaan dan permenungan Kitab Suci secara pribadi? Ini adalah warisan kita sebagai anak-anak Allah yang telah dibaptis. Selagi kita mengalami kasih ilahi-Nya, kita pun akan menyerahkan diri kita lebih penuh lagi kepada sabda-Nya. Kita akan mengenal, mengakui serta mematuhi kewenangan dan kuasa-Nya dalam hidup kita; dan keluarga dan teman-teman kita pun akan mengenali adanya perbedaan dalam diri kita.

Yesus merindukan kita masing-masing untuk mengundang Dia ke dalam hati kita – pusat terdalam dari keberadaan kita – tidak hanya ke dalam pikiran kita. Hati adalah tempat keputusan di mana kita bertemu dengan Allah dan digerakkan secara mendalam oleh kasih-Nya. “Hati adalah ….. pusat kita yang tersembunyi, yang tidak dapat dimengerti baik oleh akal budi kita maupun oleh orang lain” (Katekismus Gereja Katolik, 2563). Marilah sekarang kita membuka hati kita lebih penuh lagi bagi Yesus dan memperkenankan kuasa-Nya mengubah kita.

DOA: Tuhan Yesus, kami mencintai semua ajaran-Mu karena Engkau mengajar dengan otoritas ilahi. Terima kasih, ya Tuhan Yesus. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Ahad, Januari 13, 2013

PENJALA MANUSIA


(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa I – Senin, 14 Januari 2013)
Keluarga Fransiskan: Peringatan B. Odorikus dari Pordenone, Imam-Biarawan

Sesudah Yohanes ditangkap datanglah Yesus ke Galilea memberitakan Injil Allah, kata-Nya, “Saatnya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!”

Ketika Yesus sedang berjalan menyusur Danau Galilea, Ia melihat Simon dan Andreas, saudara Simon. Mereka sedang menebarkan jala di danau, sebab mereka penjala ikan. Yesus berkata kepada mereka, “Mari, ikutlah Aku dan kamu akan Kujadikan penjala manusia.” Lalu mereka pun segera meninggalkan jalanya dan mengikuti Dia. Setelah Yesus meneruskan perjalanan-Nya sedikit lagi, Ia melihat Yakobus, anak Zebedeus, dan Yohanes, saudaranya, sedang membereskan jala di dalam perahu. Yesus segera memanggil mereka dan mereka meninggalkan ayahnya, Zebedeus, di dalam perahu bersama orang-orang upahannya lalu mengikuti Dia. (Mrk 1:14-20)

Bacaan Pertama: Ibr 1:1-6; Mazmur Tanggapan: Mzm 97:1-2,6-7,9

Yesus yang datang ke Galilea memberitakan Injil Allah, kata-Nya: “Saatnya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!” (Mrk 1:14-15). Yesus menemukan orang-orang yang rindu untuk dibebaskan, tidak hanya dari cengkeraman penjajah Roma, melainkan juga dari jeratan dosa dan maut. Kepada Simon dan saudaranya, Andreas yang sedang menebarkan jala di danau, Yesus berkata: “Mari, ikutlah Aku dan kamu akan Kujadikan penjala manusia” (Mrk 1:17).

Unsur penentu dalam bacaan ini adalah panggilan Yesus itu sendiri, bukannya tanggapan yang diberikan oleh kedua pasang bersaudara itu. Tidak ada sedikit pun catatan mengenai kualitas ke empat orang yang dipanggil-Nya itu, juga tidak disinggung cocok-tidak-cocoknya mereka untuk menjadi pengikut-Nya dan terlibat aktif dalam misi-Nya. Yesus memanggil empat orang nelayan ini untuk mengikut Dia, mengamati pekerjaan-Nya, mendengarkan pengajaran-Nya dan mulai tertantang oleh-Nya.

Yesus juga ingin mengajar kita semua untuk menginjili teman-teman dan para anggota keluarga kita sama efektifnya sebagaimana Dia menginjili para pengikut-Nya. Yesus berbicara mengenai Kerajaan Allah sebagai sebuah “tempat” yang diperintah oleh Allah yang mahakuasa, namun juga “seorang” Allah yang mempribadi. Allah-lah yang meraja, Allah-lah yang memerintah! Lalu Yesus menindak-lanjuti kata-kata-Nya dengan karya belas-kasih dan membuat banyak mukjizat dan tanda-heran lainnya. Orang-orang yang lapar diberi makan, orang-orang sakit disembuhkan, para pendosa diyakinkan bahwa dosa mereka diampuni karena belas kasih Allah, orang-orang yang memandang diri “benar” ditantang-Nya, dan kepada orang-orang yang sedang merasa cemas, galau, bingung, diberikan-Nya pengharapan. Sekarang Yesus ingin mengatakan kepada kita, bahwa kita semua adalah para anggota kerajaan-Nya yang sangat berharga, yang dipenuhi oleh Roh Kudus-Nya dengan kapasitas untuk menggerakkan hati dan pikiran orang-orang sebagaimana telah dilakukan-Nya dengan penuh kuat-kuasa.

Sekarang, percayakah Saudari/Saudara kepada janji Yesus, bahwa anda dan saya akan dapat melakukan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar daripada pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan-Nya (Yoh 14:12)? Apakah anda mendengar Allah berbicara kepada anda? Dalam situasi-situasi yang mana saja anda menerima kekuatan untuk menghadapi kesulitan-kesulitan? Kapan anda sungguh berseru kepada-Nya mohon pertolongan, dan anda menerima hikmat-kebijaksanaan? Bilamana anda merasa bersalah karena kata-kata yang anda ucapkan, lakukan, atau pikirkan, dan mengalami pembersihan melalui pertobatan?

Masing-masing contoh di atas menunjukkan kuat-kuasa Allah yang aktif dalam kehidupan anda – suatu kuat-kuasa untuk memberi kesaksian tentang kasih-Nya dan kehadiran-Nya. Oleh karena itu, marilah kita semua membuka mata hati kita bagi cara-cara atau jalan-jalan Allah memberikan kepada kita masing-masing hikmat-kebijaksanaan kapan harus berbicara, kapan harus diam, kapan untuk melakukan intervensi, kapan untuk mengundurkan diri, kapan untuk merangkul seorang pendosa dan kapan untuk memberikan waktu kepadanya guna berpikir dan melakukan refleksi.

Percayalah Saudari-Saudaraku, kita semua dapat menjadi pewarta Kabar Baik seperti Yesus sendiri, menunjukkan kepada orang-orang yang kita temui bagaimana kiranya kalau sudah mengalami transformasi oleh Allah Yang Mahakuasa sendiri.

DOA: Tuhan Yesus, berikanlah kepadaku keyakinan untuk mensyeringkan dengan orang-orang lain kehidupan yang telah Kauberikan kepadaku. Bentuklah aku menjadi seorang pribadi yang mau dan mampu mengasihi dengan bela rasa dan hanya menggantungkan kepada kuat-kuasa-Mu semata. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Jumaat, Januari 11, 2013

BAPTISAN KITA ADALAH SUATU KEIKUTSERTAAN DALAM KEMATIAN DAN KEBANGKITAN YESUS


(Bacaan Injil Misa Kudus, Pesta Pembaptisan Tuhan – Minggu, 13 Januari 2013)

Tetapi karena orang banyak sedang menanti dan berharap, dan semuanya bertanya dalam hatinya tentang Yohanes, kalau-kalau ia adalah Mesias, Yohanes menjawab dan berkata kepada semua orang itu, “Aku membaptis kamu dengan air, tetapi Ia yang lebih berkuasa daripada aku akan datang dan membuka tali kasut-Nya pun aku tidak layak. Ia akan membaptis kamu dengan Roh Kudus dan dengan api. Ketika seluruh orang banyak itu telah dibaptis dan ketika Yesus juga dibaptis dan sedang berdoa, terbukalah langit dan turunlah Roh Kudus dalam rupa burung merpati ke atas-Nya. Dan terdengarlah suara dari langit, “Engkaulah Anak-Ku yang terkasih, kepada-Mulah Aku berkenan.” (Luk 3:15-16,21-22)

Bacaan Pertama: Yes 40:1-5,9-11; Mazmur Tanggapan: Mzm 104:1-4,24-25,27-30; Bacaan Kedua: Tit 2:11-14,3:4-7

Pada hari Minggu lalu kita merayakan “Hari Raya Penampakan Tuhan” atau “Hari Raya Epifani”. Kita melihat bahwa kata “epifani” berarti “manifestasi”. Sang Bayi Yesus dimanifestasikan sebagai sang Juruselamat, tidak hanya bagi orang-orang Yahudi, melainkan juga untuk segenap umat manusia. Pada hari ini, “Pesta Pembaptisan Tuhan”, juga merupakan suatu “epifani”, suatu pesta yang merupakan manifestasi Tuhan Yesus yang lebih mendalam lagi.

Pada hari ini Gereja minta kepada kita untuk menyingkirkan gambaran kandang Yesus yang manis penuh romantisme. Hari ini kita harus melihat Yesus tidak sebagai seorang bayi kecil yang tak berdaya, melainkan sebagai seorang laki-laki dewasa yang mengambil alih serta menanggung sebuah beban dan tanggung jawab yang sangat berat. Beban ini adalah beratnya dosa-dosa umat manusia, sedangkan tanggung jawab di sini adalah “reparasi” atas dosa-dosa itu.

Kenyataan bahwa Yesus dibaptis oleh Yohanes merupakan sesuatu yang sungguh sulit untuk dicerna oleh Gereja awal. Baptisan Yohanes merupakan baptisan tobat untuk pengampunan dosa-dosa. Gereja awal sangat menyadari kenyataan bahwa Yesus sebagai Yang Ilahi mutlak tanpa dosa. Pertanyaannya adalah mengapa seseorang yang tanpa dosa harus menyerahkan diri untuk dibaptis, yang di dalam rituale-nya termasuk pengakuan dosa. Kenyataan bahwa Tuhan kita dibaptis oleh Yohanes menunjukkan bahwa Dia mengambil alih serta menanggung dosa-dosa seluruh dunia, walaupun Ia sendiri sempurna tanpa dosa.

Yesus menanggung sendiri dosa-dosa dunia untuk menghilangkan rasa bersalah. Seperti yang dikatakan oleh Santo Yohanes Pembaptis: “Lihatlah Anak Domba Allah, yang menghapus dosa dunia” (Yoh 1:29, 36). Baptisan Yesus adalah suatu perendahan diri sendiri, suatu ungkapan kedinaan. Namun dari dalam air sungai Yordan, Yesus muncul sebagai seorang Juruselamat yang dimuliakan.

Sabda atau kata-kata Allah Bapa juga merupakan suatu epifani, suatu manifestasi: “Engkaulah Anak-Ku yang terkasih, kepada-Mulah Aku berkenan” (Luk 3:22). Kata-kata ini membuat jelas nas-nas tentang Hamba YHWH yang menderita dalam Perjanjian Lama. Dalam Kitab Yesaya kita membaca: “Lihat, itu hamba-Ku yang Kupegang, orang pilihan-Ku, yang kepadanya Aku berkenan …” (Yes 42:1). Dalam artian yang paling penuh, ide tentang hamba YHWH yang menderita terwujud dalam diri Yesus, dan Yesus sendirilah yang dengan jelas mengidentifikasikan diri-Nya sebagai Hamba Allah. Jadi, Yesus memang menderita demi dosa-dosa semua orang.

Dengan demikian, pesta hari ini memanifestasikan bahwa Yesus datang ke tengah dunia untuk menjadi Juruselamat kita melalui ketaatan dan penerimaan-Nya yang penuh kasih terhadap penderitaan. Namun pesta ini juga memanifestasikan bagaimana seharusnya kita menjalani hidup kita sebagai umat Kristiani, sebagai para pengikut Kristus, sebagai murid-murid-Nya, sebagai orang-orang yang menghayati hidup-Kristus pada hari ini.

Hidup kita sebagai umat Kristiani dimulai pada saat baptisan kita. Baptisan ini pun merupakan perendahan diri kita, suatu ungkapan kedinaan. Namun kita muncul dari dalam air baptis sebagai manusia baru dengan suatu hidup baru. Baptisan kita merupakan sebuah akhir, namun pada saat yang sama juga merupakan sebuah awal. Baptisan adalah akhir dari hidup dosa dan awal dari hidup baru dalam kebaikan Allah. Baptisan adalah suatu keikutsertaan dalam kematian dan kebangkitan Yesus.

Sebagai orang yang sudah dibaptis, maka setiap kali kita merayakan Misa, kita mengidentifikasikan diri kita dengan Yesus, selagi kematian kurban-Nya di kayu salib dihadirkan kembali. Secara implisit kita mengatakan bahwa kita pun ingin untuk menjadi hamba-hamba Allah yang menderita, dan kita kita pun ingin menerima penderitaan apa pun yang diperlukan untuk memisahkan diri kita dari kedosaan. Kita masing-masing tentunya telah mengalami bahwa penyangkalan diri dan penderitaan seringkali terlibat dalam upaya menghindari dosa. Bahkan lebih penting lagi adalah upaya untuk secara positif menjalani suatu kehidupan yang baik, yaitu suatu kehidupan seperti-Kristus yang penuh pengorbanan dan kemurahan-hati. Dalam Misa Kudus kita tidak hanya mengidentifikasikan diri kita dengan penderitaan dan kemurahan-hati Kristus, melainkan juga kita melihat model dan teladan sempurna berkaitan dengan pertanyaan bagaimana hidup kita seharusnya: suatu pemberian diri kita sendiri kepada Allah dalam ketaatan dan kasih.

Semua pengorbanan dan kemurahan-hati memang bernilai karena semua itu akan memimpin kita kepada kepenuhan hidup yang kita rindukan. Santo Paulus mengingatkan bahwa kita harus menyadari bahwa “Jika kita telah mati dengan Kristus, kita percaya bahwa kita akan hidup juga dengan Dia” (Rm 6:8).

Pada hari ini Gereja memanggil kita agar memindahkan perhatian kita dari sang Bayi yang berbaring dalam palungan kepada SALIB sang Juruselamat. Namun dengan melakukan hal itu Gereja tidak merusak sukacita dan kebahagiaan kita pada hari Natal. Pada hari ini Gereja menunjukkan kepada kita tujuan kelahiran Kristus itu sendiri: kepenuhan hidup yang datang dari penderitaan dan kematian Yesus. Pada hari ini kepenuhan hidup itu adalah pengharapan dan ekspektasi kita.

DOA: Bapa surgawi, Allah yang Mahakuasa, kuduslah nama-Mu. Bapa, aku merasa takjub penuh syukur perihal apa saja yang telah Engkau berikan kepadaku dalam Kristus. Bukalah mata hatiku agar dapat melihat berkat-berkat spiritual dari-Mu. Luaskanlah pengertianku agar dengan demikian aku dapat memahami segala hal yang telah kuterima melalui baptisanku. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

KESAKSIAN YOHANES TENTANG YESUS


(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa sesudah Penampakan Tuhan – Sabtu, 12 Januari 2013)
Keluarga Fransiskan: Peringatan S. Bernardus dari Corleone, Biarawan Kapusin

Sesudah itu Yesus pergi dengan murid-murid-Nya ke tanah Yudea dan Ia tinggal di sana bersama-sama mereka dan membaptis. Akan tetapi, Yohanes pun membaptis juga di Ainon, dekat Salim, sebab di situ banyak air. Orang-orang datang ke situ untuk dibaptis, sebab pada waktu itu Yohanes belum dimasukkan ke dalam penjara.

Lalu timbullah perselisihan di antara murid-murid Yohanes dengan seorang Yahudi tentang penyucian. Mereka datang kepada Yohanes dan berkata kepadanya, “Rabi, orang yang bersama dengan engkau di seberang Sungai Yordan dan yang tentang Dia engkau telah bersaksi, Dia membaptis juga dan semua orang pergi kepada-Nya.” Jawab Yohanes, “Tidak ada seorang pun yang dapat mengambil sesuatu bagi dirinya, kalau tidak dikaruniakan kepadanya dari surga. Kamu sendiri dapat bersaksi bahwa aku telah berkata: Aku bukan Mesias, tetapi aku diutus untuk mendahului-Nya. Yang punya mempelai perempuan, ialah mempelai laki-laki; tetapi sahabat mempelai laki-laki, yang berdiri dekat dia dan yang mendengarkannya, sangat bersukacita mendengar suara mempelai laki-laki itu. Itulah sukacitaku, dan sekarang sukacitaku itu penuh. Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil. (Yoh 3:22-30)

Bacaan Pertama: 1Yoh 5:14-21; Mazmur Tanggapan: Mzm 149:1-6,9

Seorang pemain sepak bola baru saja menciptakan sebuah gol spektakuler, ia baru saja berhasil memasukkan bola ke dalam gawang lawan pada menit terakhir sebuah pertandingan menentukan. Ia pun kemudian diarak dengan penuh kegembiraan oleh rekan-rekan satu timnya dan para penonton pendukung tim-nya pun mengelu-elukan dia. Untuk kesekian kalinya mereka menjadi juara liga sepak bola di negeri mereka! Seorang eksekutif perusahaan baru saja menutup sebuah business deal yang sangat penting. Ia melihat pandangan kagum penuh penghargaan dari atasannya dan para rekan kerjanya. Seorang remaja baru saja lulus SMU, dan ia difoto bersama dengan kedua orangtuanya yang bangga akan prestasinya. Ya, di dalam masyarakat seperti kita kenal, biasanya kekaguman datang hanya sebagai ganjaran atas capaian atau perbuatan yang legitim dan baik menurut ukuran manusia.

Namun, Yohanes pembaptis mengungkapkan bahwa Yesus memandang diri kita secara berbeda. Dia bersukacita karena memandang kita apa adanya, bukan hanya karena apa yang berhasil kita capai. Kita adalah “mempelai/pengantin” dan Kristus adalah “mempelai laki-laki” (Why 21:1-2). Yesus memandang kita dengan sukacita sebegitu rupa sehingga pada kenyataannya Dia bernyanyi karena kita. Hal ini mengingatkan kita kepada ayat Kitab Suci berikut ini: “TUHAN (YHWH) Allahmu ada di antaramu sebagai pahlawan yang memberi kemenangan. Ia bergirang karena engkau dengan sukacita, Ia membaharui engkau dalam kasih-Nya, Ia bersorak-sorak karena engkau dengan sorak-sorai …” (Zef 3:17). Ia senang sekali memandang kita seperti seseorang memandang kekasihnya, dan Ia bergembira melakukan sesuatu yang baik bagi kita karena Dia mengasihi kita. Mari kita lihat apa yang dikatakan-Nya: “Aku akan mengikat perjanjian kekal dengan mereka, bahwa Aku tidak akan membelakangi mereka, melainkan akan berbuat baik kepada mereka; aku akan menaruh takut kepada-Ku ke dalam hati mereka, supaya mereka jangan menjauh dari pada-Ku. Aku akan bergirang karena mereka untuk berbuat baik kepada mereka dan Aku akan membuat mereka tumbuh di negeri ini dengan kesetiaan, dengan segenap hati-Ku dan dengan segenap jiwa-Ku” (Yer 32:40-41). “Capaian” kita, prestasi kita, terletak pada penerimaan kasih-Nya dengan kerendahan hati, dan berjuang untuk hidup sebagai mempelai-Nya yang setia.

Selagi Yohanes Pembaptis mengamati awal karya Yesus di depan umum, ia dengan segala senang hati menuntun para pengikutnya kepada sang “mempelai laki-laki”. Motto-nya sekarang adalah, “Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil” (Yoh 3:30). Kesenangan Yohanes karena boleh ikut ambil bagian dalam cintakasih Yesus lebih besar daripada kepuasan apa saja yang mungkin dirasakannya karena berhasil dengan baik melakukan tugas yang diberikan kepadanya. Mendengar suara Yesus saja sudah menjadikan Yohanes penuh dengan sukacita (Yoh 3:29).

Sebagaimana halnya dengan Yohanes Pembaptis, kita pun dapat bersukacita dalam Yesus sementara kita menantikan datangnya saat untuk perjamuan surgawi, seperti ada tertulis: “Berbahagialah mereka yang diundang ke perjamuan kawin Anak Domba” (Why 19:9). Saat itu adalah saat di mana “Ia akan menghapus segala air mata dari mata kita, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu” (lihat Why 21:4). Cobalah kita membayangkan bagaimana merdunya suara para malaikat yang dengan penuh sukacita menyanyikan puji-pujian mereka selagi mereka melihat betapa besar kasih Allah kepada pengantinnya.

Pada hari ini, baiklah kita sediakan waktu yang istimewa untuk merenungkan bagaimana Yesus, sang mempelai laki-laki, sungguh rindu untuk hidup bersama kita dalam kehidupan kekal.

DOA: Tuhan Yesus, terima kasih penuh syukur kuhaturkan kepada-Mu karena Engkau begitu mengasihi diriku dan sungguh menyenangi aku, bahkan ketika aku berada dalam kelemahan-kelemahanku. Tuhan Yesus, aku ingin menjadi mempelai-Mu yang senantiasa menyenangkan hati-Mu. Biarlah cara-cara-Mu semakin besar dalam diriku dan cara-caraku sendiri menjadi semakin kecil. Terima kasih, ya Tuhan Yesus, karena Engkau membuat sukacitaku menjadi penuh selagi aku mendekat kepada-Mu. Terpujilah nama-Mu selalu. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Khamis, Januari 10, 2013

AKU MAU, JADILAH ENGKAU TAHIR


(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa sesudah Penampakan Tuhan – Jumat, 11 Januari 2013)

Pada suatu kali Yesus berada dalam sebuah kota. Di situ ada seorang yang penuh kusta. Ketika ia melihat Yesus, tersungkurlah ia dan memohon, “Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan aku.” Lalu Yesus mengulurkan tangan-Nya, menyentuh orang itu, dan berkata, “Aku mau, jadilah engkau tahir.” Seketika itu juga lenyaplah penyakit kustanya. Yesus melarang orang itu memberitahukannya kepada siapa pun juga dan berkata, “Pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam dan persembahkanlah untuk penyucianmu persembahan seperti yang diperintahkan Musa, sebagai bukti bagi mereka.” Tetapi kabar tentang Yesus makin jauh tersebar dan datanglah orang banyak berbondong-bondong kepada-Nya untuk mendengar Dia dan untuk disembuhkan dari penyakit mereka. Akan tetapi, Ia mengundurkan diri ke tempat-tempat yang terpencil dan berdoa. (Luk 5:12-16)

Bacaan Pertama: 1Yoh 5:5-13; Mazmur Tanggapan: Mzm 147:12-15,19-20

Para penderita kusta dan sakit-penyakit kulit lainnya membawa dalam diri mereka stigma “najis” dilihat dari sudut rituale keagamaan. Pada zaman Yesus mereka dipaksa untuk hidup dalam semacam “karantina”. yang kondisinya buruk, kotor dan jorok. Kita hanya dapat membayangkan beban berat psikologis dan emosional sehari-hari yang harus dipikul oleh orang-orang kusta ini.

Dosa adalah sebuah penyakit spiritual yang juga mengakibatkan penderitanya hidup dalam semacam “karantina”. Dosa memisahkan kita satu sama lain dan membuat kita teralienasi/terasing dari Allah. Seperti penyakit fisik, dosa juga mempengaruhi kondisi tubuh dan pikiran kita. Seperti penyakit menular, dosa juga dapat membawa pengaruh buruk atas diri para anggota Tubuh Kristus yang lain. Akhirnya, apabila tidak diurus dengan baik, kondisi pribadi seseorang yang disebabkan oleh dosa dapat menggiringnya kepada kematian kekal.

Dengan belarasa dan kasih yang besar, Yesus datang ke tengah dunia untuk menawarkan sentuhan-Nya yang menyembuhkan segala sakit-penyakit. Dengan risiko “ketularan” penyakit dan kenajisan, Yesus tetap menemui orang-orang sakit, orang-orang yang tersisihkan dlsb., kemudian membersihkan/mentahirkan mereka. Setiap kali Yesus menyentuh seseorang dan membuang penyakit atau beban berat seseorang, sebenarnya ini adalah pratanda dari saat-saat di mana Dia akan “menanggung penyakit dan kesengsaraan kita” di atas kayu salib, dengan demikian memenangkan penebusan bagi umat Allah (lihat Yes 53:4,10-12).

Dalam Yesus, kita pun dapat diubah dari kondisi tidak tahir menjadi tahir, dari sakit menjadi sehat, dari kematian berpindah ke dalam kehidupan, dari dalam kegelapan dosa berpindah ke dalam pancaran cahaya terang kehadiran Allah. Yesus datang untuk menyembuhkan kita dengan “rahmat-Nya melalui permandian kelahiran kembali dan melalui pembaruan yang dikerjakan oleh Roh Kudus” (Tit 3:5). Darah Kristus yang memancar ke luar dari lambung-Nya memiliki kuat-kuasa untuk menyembuhkan kita bahkan pada hari ini, sementara kita berseru kepada-Nya: “Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan aku” (Luk 5:12).

Dalam Kristus kita tidak lagi perlu menderita luka-luka kebencian, kemurkaan dan kecemburuan. Kita pun dapat disembuhkan dari berbagai dosa yang menular. Kita tidak perlu lagi hidup dikemudikan oleh rasa takut dan dikendalikan oleh rasa bersalah. Yesus mengampuni kita, menawarkan kepada kita damai sejahtera dan suatu hidup baru dalam Dia. Apabila kita mengenakan kebenaran-Nya, maka kita pun dapat berjalan dalam terang-Nya, bahkan dengan orang-orang dari siapa kita dahulu telah teralienasi. Semua ini sungguh merupakan pesan pengharapan!

Berbicara dalam nama TUHAN (YHWH), nabi Yehezkiel bernubuat: “Aku akan mencurahkan kepadamu air jernih, yang akan mentahirkan kamu; dari segala kenajisanmu …… Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu …” (Yeh 36:25-26). Saudari dan Saudara yang dikasihi Kristus, marilah sekarang kita berpaling kepada Yesus dalam iman dan memperkenankan Dia membersihkan kita.

DOA: Tuhan Yesus, jika Engkau mau, Engkau dapat mentahirkan aku. Terima kasih, ya Tuhan Yesus. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Rabu, Januari 09, 2013

GENAPLAH NAS INI SEWAKTU KAMU MENDENGARNYA


(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa sesudah Penampakan Tuhan – Kamis, 10 Januari 2013)

Dalam kuasa Roh kembalilah Yesus ke Galilea. Lalu tersebarlah kabar tentang Dia di seluruh daerah itu. Sementaraa itu Ia mengajar di rumah-rumah ibadat di situ dan semua orang memuji Dia.

Ia datang ke Nazaret tempat Ia dibesarkan, dan menurut kebiasaan-Nya pada hari Sabat Ia masuk ke rumah ibadat, lalu berdiri hendak membaca dari Kitab Suci. Kepada-Nya diberikan kitab Nabi Yesaya dan setelah membuka kitab itu, Ia menemukan nas, di mana ada tertulis: “Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi ornag-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.”

Kemudian Ia menutup kitab itu, memberikannya kembali kepada pejabat, lalu duduk; dan mata semua orang dalam rumah ibadat itu tertuju kepada-Nya. Lalu Ia memulai mengajar mereka, kata-Nya, “Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya.” Semua orang itu membenarkan dia dan mereka heran akan kata-kata yang indah yang diucapkan-Nya. (Luk 4:14-22a)

Bacaan Pertama: 1Yoh 4:19-5:4; Mazmur Tanggapan: Mzm 72:1-2,14-15,17

Pada hari ini, Yesus menggenapi nubuatan untuk “mewartakan kabar baik kepada orang-orang miskin” dan “memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan” (Luk 4:18,19; bdk. Yes 61:1 [lengkap: 61:1-4]). Kita mengetahui bahwa Yesus adalah sang Mesias, “Dia yang diurapi”, yang diutus untuk memenuhi janji-janji Allah. Namun demikian, baiklah anda sekarang membayangkan diri anda sebagai salah seorang yang hadir dalam sinagoga di Nazaret, mendengar Yesus mengumumkan bahwa petikan dari kitab nabi Yesaya yang dibacakan oleh-Nya itu dipenuhi di depan mata anda sendiri: “Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya” (Luk 4:21). Barangkali anda bertanya dalam hati: “Bagaimana saya sungguh dapat dibebaskan dari dosa, atau dibebaskan dari rasa bersalah dan ketiadaan harapan? Kapankah terakhir kali saya merasa diperhatikan oleh seorang pribadi manusia yang lain, …… oleh Allah?”

Bagi seorang Yahudi pada zaman Yesus, “tahun rahmat Tuhan” mengacu pada tahun Yubileum (tahun Yobel) yang digambarkan dalam kitab Imamat bab 25. Setiap tahun yang ke-50 (tahun setelah 7 x 7 tahun sabat) harus dikuduskan, semua utang harus diampuni sebagai lunas dan semua budak harus dibebaskan; setiap orang di Israel dipanggil untuk merayakan dan beristirahat. Tahun sabat adalah setiap tahun ke-7, tahun perhentian penuh; sabat bagi TUHAN (YHWH), setelah 6 tahun bekerja keras. Terima kasih penuh syukur patut kita sampaikan kepada Yesus, karena dengan kehadiran-Nya dosa kita dapat diampuni setiap hari; perbudakan terhadap cara-cara lama dapat dihilangkan setiap waktu melalui Roh-Nya. Kita semua dapat bersukacita selagi kita mendengar kata-kata ini.

Sebelum episode di Nazaret ini, Yesus telah diurapi dengan Roh Kudus pada waktu dibaptis oleh Yohanes Pembaptis, lalu dicobai di padang gurun (Luk 3:21-22; 4:1). Melalui baptisan, kita ikut ambil bagian dalam pengurapan ini. Seperti Yesus, kita pun telah diperlengkapi dengan apa saja yang diperlukan untuk memberitakan “pembebasan kepada orang-orang tawanan” dan kebaikan Allah kepada orang-orang di sekeliling kita. Roh Kudus yang ada dalam diri kita ingin agar kita syering Injil dengan orang-orang lain, dengan penuh kepercayaan bahwa Dia akan menolong kita.

Allah ingin agar anak-anak-Nya membuka hati mereka bagi “wong cilik”, orang-orang yang tersingkirkan dalam masyarakat, mereka yang merasa tertekan oleh kecemasan dan berbagai kesulitan hidup, mereka yang masih terbelenggu oleh dosa. Selagi Roh Kudus berseru dalam diri kita, “Abba! Bapa!” (Rm 8:15) dan memberikan kepada kita kata-kata yang cocok untuk diucapkan pada saat yang cocok, maka kita mampu untuk membawa kebaikan Allah kepada mereka yang membutuhkan.

DOA: Bapa surgawi, Allah yang Mahakasih, kami ingin menerima kebaikan-Mu, ya Tuhanku. Engkau telah membebaskan kami dari perbudakan dosa dan telah membuka mata kami terhadap hikmat-kebijaksaan yang kami peroleh karena mengikuti jalan-jalan-Mu. Oleh Roh Kudus-Mu, berdayakanlah kami agar dapat menuntun orang-orang lain kepada-Mu, sehingga dengan demikian Kabar Baik Yesus Kristus dapat diterima di dalam hati semua umat-Mu. Bentuklah kami masing-masing agar semakin serupa dengan Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamat kami. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Selasa, Januari 08, 2013

“TENANGLAH! INILAH AKU, JANGAN TAKUT!”


(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa sesudah Penampakan Tuhan – Rabu, 9 Januari 2013)

Sesudah itu Yesus segera mendesak murid-murid-Nya naik ke perahu dan berangkat lebih dahulu ke seberang, ke Betsaida, sementara itu Ia menyuruh orang banyak pulang. Setelah berpisah dari mereka, Ia pergi ke bukit untuk berdoa. Menjelang malam perahu itu sudah di tengah danau, sementara Yesus tinggal sendirian di darat. Ketika Ia melihat betapa payahnya mereka mendayung karena angin sakal, maka kira-kira jam tiga malam Ia datang kepada mereka berjalan diatas air dan hendak melewati mereka. Ketika mereka melihat Dia berjalan di atas air, mereka mengira bahwa Ia hantu, lalu mereka berteriak-teriak, sebab mereka semua melihat Dia dan mereka pun sangat terkejut. Tetapi segera Ia berkata kepada mereka, “Tenanglah! Inilah Aku, jangan takut!” Lalu Ia naik ke perahu mendapatkan mereka, dan angin pun reda. Mereka sangat tercengang, sebab mereka belum juga mengerti walaupun sudah mengalami peristiwa roti itu, dan hati mereka tetap tidak peka. (Mrk 6:45-52)

Bacaan Pertama: 1Yoh 4:11-18; Mazmur Tanggapan: Mzm 72:1-210-13

Dalam beberapa hari ini, liturgi Gereja terus memberikan bukti kepada kita guna menunjukkan siapa Kristus sebenarnya. Kemarin kita melihat kuasa Yesus untuk melipat-gandakan roti dan ikan. Namun demikian, para murid-Nya “belum juga mengerti walaupun sudah mengalami peristiwa roti itu, dan hati mereka tetap tidak peka” (Mrk 6:52). Pada hari ini kita menyaksikan kuasa Yesus atas kekuatan alam selagi Dia berjalan di atas air dan meredakan angin sakal. Ini adalah Yesus yang sama, yang dua pekan lalu dalam liturgi digambarkan sebagai seorang anak kecil tak berdaya di dalam palungan.

“Berjalan di atas air” yang dilakukan oleh Yesus dalam peristiwa ini bukanlah sekadar suatu pertunjukan kekuasaan (Inggris: show of power). Perjanjian Lama memandang “berjalan di atas air” sebagai suatu fungsi ilahi. Dalam Kitab Ayub misalnya, Ayub mendeklarasikan bahwa Allah “seorang diri membentangkan langit, dan melangkah di atas gelombang-gelombang laut” (Ayb 9:8). Dengan “berjalan di atas air” Yesus menunjukkan bahwa Dia adalah Allah. Manifestasi ini dipertinggi/ditingkatkan dengan pernyataan Markus yang penuh misteri: “Ia …… hendak melewati mereka” (Mrk 6:48). Ketika YHWH menyatakan kemuliaan-Nya kepada Musa, Dia pertama-tama “melewati”-nya sehingga Musa hanya dapat melihat Dia dari belakang dan Musa pun selamat karena tidak ada orang yang melihat YHWH dapat hidup (lihat Kel 33:19-23). Akan tetapi, kepada para murid-Nya, Yesus menunjukkan wajah-Nya.

Dengan demikian, tidak mengherankanlah bila kita membaca betapa terkejutnya para murid Yesus ketika melihat-Nya, mereka berteriak-teriak ketakutan karena mengira Dia hantu. Kata-kata Yesus kepada mereka sangat menyejukkan dan membuat tenang: “Tenanglah! Inilah Aku, jangan takut!” (Mrk 6:50). Yesus membawa pesan yang sama kepada semua orang yang sedang dikuasai oleh rasa takut. Ketika kita dilanda rasa takut, apakah kita berpaling kepada Yesus dan memperkenankan Dia menghibur kita? Bayi Yesus dalam palungan di Betlehem tidak berakhir di situ karena selanjutnya kita dipimpin kepada perwahyuan-perwahyuan yang lebih besar sepanjang kehidupan Yesus, kematian-Nya dan kebangkitan-Nya. Demikian pula, selagi kita menyerahkan hidup kita kepada Dia dan menaruh kepercayaan kepada-Nya, Ia akan menyatakan hal-hal yang lebih besar lagi kepada kita.

Apakah berbagai manifestasi kekerasan dalam masyarakat kita maupun di dunia menakutkan kita? Apakah kita mengalami kebingungan sehubungan dengan masalah keuangan? Apakah kesehatan tubuh kita merupakan masalah yang serius akhir-akhir ini? Dalam semua hal ini, marilah kita mengingat kata-kata Yesus: “Tenanglah! Inilah Aku, jangan takut!” Mengomentari Yesus yang berjalan di atas air, Santo Augustinus dari Hippo [354-430] menulis: “Dia datang melangkahi ombak-ombak; dengan demikian Ia menaruh semua gelombang huruhara kehidupan di bawah kaki-Nya. Hai umat Kristiani – mengapa harus takut?”

DOA: Tuhan Yesus, pada saat-saat aku dibebani oleh rasa takut, perkenankanlah Roh Kudus-Mu mengingatkan aku akan sabda-Mu yang menyejukkan: “Tenanglah! Inilah Aku, jangan takut!” Terima kasih Tuhan Yesus, Engkau adalah sungguh Imanuel yang senantiasa menyertai umat-Mu. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Isnin, Januari 07, 2013

MEMBERI MAKAN

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa sesudah Penampakan Tuhan – Selasa, 8 Januari 2013)

Ketika mendarat, Yesus melihat orang banyak berkerumun, maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka seperti domba yang tidak mempunyai gembala. Lalu mulailah Ia mengajarkan banyak hal kepada mereka.

Pada waktu hari mulai malam, datanglah murid-murid-Nya kepada-Nya dan berkata, “Tempat ini terpencil dan hari mulai malam. Suruhlah mereka pergi ke kampung-kampung dan desa-desa sekitar sini, supaya mereka dapat membeli makanan bagi diri mereka.” Tetapi jawab-Nya, “Kamu harus memberi mereka makan!” Kata mereka kepada-Nya, “Haruskah kami pergi membeli roti seharga dua ratus dinar untuk memberi mereka makan?” Tetapi Ia berkata kepada mereka, “Berapa banyak roti yang ada padamu? Cobalah periksa!” Sesudah mengetahuinya mereka berkata, “Lima roti dan dua ikan.” Lalu Ia menyuruh orang-orang itu, supaya semua duduk berkelompok-kelompok di atas rumput hijau. Mereka pun duduk berkelompok-kelompok, ada yang seratus, ada yang lima puluh orang. Setelah mengambil lima roti dan dua ikan itu, Ia menengadah ke langit dan mengucap syukur, lalu memecah-mecahkan roti itu dan memberikannya kepada murid-murid-Nya, supaya menyajikannya kepada orang-orang itu; begitu juga Ia membagikan kedua ikan itu kepada mereka semua. Lalu mereka semuanya makan sampai kenyang. Kemudian orang mengumpulkan potongan-potongan roti sebanyak dua belas bakul penuh dan sisa-sisa ikan. Yang ikut makan roti itu ada lima ribu orang laki-laki. (Mrk 6:34-44)

Bacaan Pertama: 1Yoh 4:7-10; Mazmur Tanggapan: Mzm 72:1-4,7-8

Hari-hari yang sungguh melelahkan. Kedua belas rasul baru saja kembali dari perjalanan misioner mereka dan memberitahukan kepada-Nya semua yang mereka kerjakan dan ajarkan (Mrk 6:30), dan selama absen mereka Yesus sendiri pun tanpa mengenal lelah terus mewartakan Injil Kerajaan Allah kepada orang banyak dan berbuat kebaikan seperti biasanya. Sementara itu Yesus juga telah menerima kabar tentang kematian Yohanes Pembaptis (Mrk 6:14-29). Maka, ketika berkumpul kembali dengan 12 orang murid-Nya itu, Yesus ingin membawa mereka ke tempat yang terpencil untuk beristirahat dan berdoa berdoa bersama, karena saking sibuk melayani orang banyak sampai-sampai makan pun mereka tidak sempat. Lalu berangkatlah mereka mereka dengan perahu menyendiri ke tempat yang terpencil (Mrk 6:31-32).

Akan tetapi, upaya mereka untuk mengundurkan diri (retret) dari kesibukan sehari-hari itu ketahuan oleh banyak orang. Injil Markus menggambarkannya dengan singkat-jelas: “Tetapi pada waktu mereka bertolak banyak orang melihat mereka dan mengetahui tujuan mereka. Dengan mengambil jalan darat bergegas-gegaslah orang dari semua kota ke tempat itu sehingga mendahului mereka” (Mrk 6:33). Orang-orang itu memiliki kerinduam mendalam untuk dapat melihat sang “pembuat mukjizat” dan para murid-Nya, sehingga tanpa menyadarinya mereka telah mengganggu rencana Yesus untuk melakukan “retret” bersama para murid-Nya yang terdekat itu. Bagaimana dengan Yesus? Melihat orang banyak itu, maka “tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka seperti domba yang tidak mempunyai gembala. Lalu mulailah Ia mengajarkan banyak hal kepada mereka” (Mrk 6:34). Yesus tidak hanya memberi pengajaran kepada orang banyak itu, karena seperti kita akan lihat, Dia juga memberi mereka makan – secara ajaib lewat sebuah mukjizat pergandaan roti dan ikan – dalam sebuah lokasi terpencil, jauh dari keramaian kota.

Bagaimana Yesus memberi orang banyak yang berjumlah lebih dari 5000 orang itu? Dengan memerintahkan para murid-Nya untuk memberi makan kepada mereka: “Kamu harus memberi mereka makan!” (Mrk 6:37). Yesus memanggil para murid-Nya (pengikut-Nya) supaya meneladan diri-Nya dalam hal memberikan waktu dan energi untuk menolong orang-orang yang membutuhkan. Bahkan ketika para murid-Nya “memprotes” karena merasa tidak mampu, Yesus sendiri memberdayakan mereka. Yesus sebenarnya dapat secara langsung melakukan sendiri pemberian makanan tersebut, namun Ia mengundang para murid-Nya untuk ikut ambil bagian.

Sebagaimana yang terjadi sekitar 2000 tahun itu dengan para murid-Nya yang pertama, Yesus juga ingin memberdayakan kita masing-masing untuk melakukan pekerjaan Kerajaan-Nya pada hari ini – dengan cara-cara biasa sehari-hari atau pun lewat mukjizat dan berbagai tanda heran. Walaupun kita berpikir bahwa diri kita tidak mempunyai apa-apa untuk diberikan, Yesus memanggil kita untuk melayani para anggota keluarga kita, para sahabat kita, para kerabat kerja kita, bahkan para “musuh” atau “lawan” kita. Yesus ingin agar kita membawa “roti pemberi hidup”-Nya kepada semua orang yang kita jumpai.

Saudari-Saudara yang dikasihi Kristus, sekarang masalahnya adalah apakah kita melihat diri kita sendiri memberikan kasih Kristus ketika kita melayani orang-orang lain? Apakah kita melihat tugas-tugas kewajiban kita sehari-hari sebagai kesempatan-kesempatan memberikan kepada orang-orang yang kita layani itu “sesuatu untuk dimakan”? Apakah kita anda senantiasa mencari peluang-peluang untuk mewartakan tentang Yesus kepada para sahabat kita, atau mengajak mereka untuk berdoa bersama? Marilah kita memohon kepada Yesus untuk bekerja melalui diri kita. Perkenankanlah hidup-Nya dan kasih-Nya bertumbuh dalam diri kita masing-masing agar kita dapat menjadi sebuah instrumen Kerajaan Allah bagi-bagi orang-orang di sekeliling kita.

DOA: Tuhan Yesus, Engkau adalah “roti” satu-satunya yang akan memuaskan kebutuhan umat-Mu. Oleh Roh Kudus-Mu, sediakanlah bagiku berbagai sumber-daya yang kubutuhkan untuk memberi makanan kepada semua orang yang kujumpai. Tuhan Yesus, aku ingin menjadi murid-Mu yang baik. Terima kasih Tuhan Yesus. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Ahad, Januari 06, 2013

YESUS MEWARTAKAN KERAJAAN SURGA DAN MENYERUKAN PERTOBATAN


(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa sesudah Penampakan Tuhan – Senin, 7 Januari 2013)

Tetapi waktu Yesus mendengar bahwa Yohanes telah ditangkap, menyingkirlah Ia ke Galilea. Ia meninggalkan Nazaret dan diam di Kapernaum, di tepi danau, di daerah Zebulon dan Naftali, supaya digenapi firman yang disampaikan oleh Nabi Yesaya, “Tanah Zebulon dan tanah Naftali, jalan ke laut, daerah seberang Sungai Yordan, Galilea, wilayah bangsa-bangsa lain, bangsa yang diam dalam kegelapan, telah melihat Terang yang besar dan bagi mereka yang diam di negeri yang dinaungi maut, telah terbit Terang.” [1] Sejak itu Yesus mulai memberitakan, “Bertobatlah, sebab Kerajaan Surga sudah dekat!”

Yesus pun berkeliling di seluruh Galilea; Ia mengajar dalam rumah ibadat dan memberitakan Injil Kerajaan Surga serta menyembuhkan orang-orang di antara bangsa itu dari segala penyakit dan kelemahan mereka. Lalu tersebarlah berita tentang Dia di seluruh Siria dan dibawalah kepada-Nya semua orang yang buruk keadaannya, yang menderita berbagai penyakit dan sengsara, yang kerasukan setan, yang sakit ayan dan yang lumpuh, lalu Yesus menyembuhkan mereka. Orang banyak pun berbondong-bondong mengikuti Dia. Mereka datang dari Galilea dan dari Dekapolis, dari Yerusalem dan dari Yudea dan dari seberang Yordan. (Mat 4:12-17,23-25)

Bacaan Pertama: 1Yoh 3:22-4:6; Mazmur Tanggapan: Mzm 2:7-8,10-11

Catatan: [1] Yes 8:23-9:1; [2] Lihat Mat 3:2

“Yesus pun berkeliling di seluruh Galilea, Ia mengajar …… dan memberitakan Injil Kerajaan Surga …… serta menyembuhkan orang-orang di antara bangsa itu dari segala penyakit dan kelemahan mereka” (Mat 4:23).

Penyembuhan segala sakit-penyakit merupakan bagian penting dalam pelayanan Yesus di atas bumi ini, di samping memberi pengajaran dan berkhotbah tentang Kerajaan Surga. Dari ketiga aktivitas pelayanan ini, Yesus menunjukkan bahwa Kerajaan Surga atau Kerajaan Allah sesungguhnya telah datang dan bahwa pemerintahan atau kekuasaan dosa sedang mendekati akhirnya. Menyadari hal ini, tidakkah mengherankan atau malah lucu apabila kita cenderung mengatakan tentang penyembuhan oleh Yesus sebagai peristiwa yang sudah lama terjadi, …… kejadian 2000 lalu, …… kuno; jadi bukan sesuatu yang dapat terjadi di sini dan sekarang juga?

Saudari dan Saudara yang dikasihi Kristus, ingatlah akan kebenaran bahwa Kerajaan Allah masih ada bersama kita pada hari ini, dan Yesus masih memiliki kuat-kuasa untuk menyembuhkan. Ingatlah, bahwa “Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya” (Ibr 13:8).

Dalam Kitab Suci, kita dapat membaca bahwa Allah menggunakan orang-orang biasa untuk membuat mukjizat penyembuhan. Dengan demikian, mengapa kita harus berpikir bahwa Dia tidak akan menggunakan kita juga? Satu cara untuk mengatasi keragu-raguan kita adalah untuk mendoakan kesembuhan atas sakit-penyakit yang “kecil-kecilan”. Misalnya, kita mendoakan seseorang yang sedang sakit kepala atau menderita demam. Kita memohon kepada Allah untuk menghibur seseorang yang berbeban berat, atau menyemangati seseorang yang sedang dilanda rasa takut. Marilah kita mempraktekkan “doa-doa penyembuhan” ini dengan setia. Dengan berjalannya waktu kita mulai melihat buahnya, maka kita pun lebih merasa nyaman untuk mendoakan kesembuhan orang-orang yang sedang menderita sakit-penyakit yang lebih serius, seperti kanker dlsb.

Selagi kita “bereksperimen” dalam hal doa penyembuhan, janganlah kita pernah melupakan kebenaran, bahwa hasil akhirnya tergantung pada Allah semata, bukan kita. Kita tidak pernah akan mampu untuk menjelaskan mengapa ada orang yang sembuh dari penyakitnya setelah didoakan, sementara ada pula orang-orang lain yang tak kunjung sembuh. Namun hal seperti ini janganlah sampai membuat kita berputus-asa dan berhenti berdoa untuk orang-orang sakit yang dipercayakan kepada kita untuk kita doakan. Janganlah kita berhenti mendoakan orang sakit sambil membenarkan diri, bahwa kita tidak dianugerahi dengan karunia penyembuhan (lihat 1Kor 12:9), apalagi dengan mudahnya mengatakan: “Capek deh!” Pengalaman menunjukkan bahwa segalanya tergantung pada kehendak Allah sendiri! Ada orang yang disembuhkan on the spot, ada pula yang disembuhkan beberapa saat, bahkan beberapa bulan atau tahun kemudian, dlsb.

Apapun dan bagaimana pun hasilnya, kita dapat percaya bahwa Roh Kudus bekerja dalam pribadi-pribadi yang kita doakan. Paling sedikit mereka akan disentuh oleh kasih Allah yang mengalir dari diri kita yang mendoakan. Oleh karena itu marilah kita mengambil langkah iman dan memperkenankan Roh Kudus memakai kita sebagai bejana-Nya. Marilah kita mulai dalam ruang lingkup terkecil, yaitu di tengah keluarga kita sendiri yang seharusnya menjadi “gereja domestik”, atau komunitas kita, dan perhatikanlah bagaimana Allah bekerja.

DOA: Tuhan Yesus, terima kasih penuh syukur kami haturkan kepada-Mu untuk kasih-Mu yang mesra bagi kami semua. Terima kasih untuk kesembuhan penuh dan total yang akan kami alami di surga kelak. Berikanlah kepada kami keberanian untuk melangkah dalam iman dan menjadi bejana-bejana kasih-Mu yang menyembuhkan. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

MOMENTUM YANG MENENTUKAN


(Bacaan Injil Misa Kudus, HARI RAYA PENAMPAKAN TUHAN – Minggu, 6 Januari 2013)
HARI ANAK MISIONER SEDUNIA

Sesudah Yesus dilahirkan di Betlehem di tanah Yudea pada zaman Raja Herodes, datanglah orang-orang majus dari Timur ke Yerusalem dan bertanya-tanya, “Di manakah Dia, raja orang Yahudi yang baru dilahirkan itu? Kami telah melihat bintang-Nya di Timur dan kami datang untuk menyembah Dia.” Ketika Raja Herodes mendengar hal itu terkejutlah ia beserta seluruh Yerusalem. Lalu dikumpulkannya semua imam kepala dan ahli Taurat bangsa Yahudi, kemudian dimintanya keterangan dari mereka, di mana Mesias akan dilahirkan. Mereka berkata kepadanya, “Di Betlehem di tanah Yudea, karena demikianlah ada tertulis dalam kitab nabi: Dan engkau Betlehem, tanah Yehuda, engkau sekali-kali bukanlah yang terkecil di antara mereka yang memerintah Yehuda, karena dari engkaulah akan bangkit seorang pemimpin, yang akan menggembalakan umat-Ku Israel.” Lalu dengan diam-diam Herodes memanggil orang-orang majus itu dan dengan teliti bertanya kepada mereka kapan bintang itu tampak. Kemudian ia menyuruh mereka ke Betlehem, katanya, “Pergi dan carilah Anak itu dengan teliti dan segera sesudah kamu menemukan Dia, kabarkanlah kepadaku supaya aku pun datang menyembah Dia. Setelah mendengar kata-kata raja itu, berangkatlah mereka. Lihatlah, bintang yang mereka lihat di Timur itu mendahului mereka hingga tiba dan berhenti di atas tempat, di mana Anak itu berada. Ketika melihat bintang itu, mereka sangat bersukacita. Mereka masuk ke dalam rumah itu dan melihat Anak itu bersama Maria, ibu-Nya, lalu sujud menyembah Dia. Mereka pun membuka tempat harta bendanya dan mempersembahkan persembahan kepada-Nya, yaitu emas, dupa dan mur. Kemudian karena diperingatkan dalam mimpi, supaya jangan kembali kepada Herodes, pulanglah mereka ke negerinya melalui jalan lain. (Mat 12:1-12)

Bacaan Pertama: Yes 60:1-6; Mazmur Tanggapan: Mzm 72:1-2,7-8,10-13; Bacaan Kedua: Ef 3:2-3a,5-6

Pada Hari Raya Penampakan Tuhan (Epifani) ini, kita merayakan suatu momentum yang menentukan dalam sejarah penyelamatan Allah, yakni perwahyuan Putera-Nya kepada orang-orang bukan Yahudi, orang-orang yang berada di luar perjanjian Allah dengan umat Israel. “Orang-orang kafir” itu digerakkan oleh Allah sendiri untuk mencari dan kemudian bertemu dengan raja yang baru ini, Yesus. Sejak saat itu segala privilese atau hak-hak istimewa yang tadinya diperuntukkan hanya bagi umat Israel, menjadi tersedia bagi siapa saja. Melalui bintang istimewa dari Allah itu, terang Kristus memancar ke seluruh penjuru dunia sehingga dapat dilihat oleh semua orang.

Orang-orang majus melihat sebuah bintang dari negeri-negeri mereka yang jauh, dan hati mereka begitu tergerak dengan penuh antisipasi sehingga langsung mereka berangkat untuk mengikuti bintang itu. Pada titik ujung perjalanan-pencarian mereka, mereka menemukan manifestasi Allah dalam rupa seorang bayi manusia kecil-mungil. Walaupun mereka belum dapat menangkap sepenuhnya makna sesungguhnya dari kelahiran Anak Bayi itu di dalam sebuah keluarga Galilea yang sederhana, lewat karunia iman yang penuh misteri orang-orang majus ini mampu menemukan manifestasi Allah dalam seorang bayi manusia. Mereka tidak saja tergerak untuk memberikan persembahan-persembahan rajawi yang mahal-mahal berupa emas, dupa dan mur, tetapi juga langsung sujud menyembah Yesus. Kesederhanaan tempat tinggal keluarga kecil ini dan kerendahan hati yang sederhana kedua orang tua Bayi ini menyelubungi martabat-raja-Nya, namun orang-orang majus ini berhasil ‘menangkap’ kebenaran yang mereka hadapi. Dengan begitu mulailah arus besar orang-orang dari berbagai penjuru dunia – dari masa ke masa – yang terus berdatangan menghadap takhta Allah lewat Yesus, sang Jalan, Kebenaran dan Hidup (Yoh 14:6). Sekarang semua bangsa (tidak hanya bangsa Yahudi) dapat ditarik kepada terang seorang Raja yang memerintah dalam kasih dan kebenaran.

Kerinduan Allah untuk menarik semua orang kepada diri-Nya sungguh mendalam. Ia menarik orang-orang Majus kepada Putera-Nya dengan sebuah tanda yang penuh kuat-kuasa. Allah tidak menunggu sampai kata-kata diucapkan atau evangelisasi yang dilakukan oleh umat Kristiani perdana guna menyebarkan Kabar Baik. Sebaliknya, Dia membuat sebuah tanda di langit yang akan menarik perhatian para majus itu. Allah sungguh ingin memanggil umat-Nya. Bahkan pada hari ini pun Ia menarik kita masing-masing untuk kembali kepada-Nya dengan cara-cara-Nya yang tidak pernah akan dapat kita tebak.

Selagi kita datang menghadap hadirat Allah dalam doa setiap hari, seakan kita diundang dari “tanah yang jauh hidup duniawi” ke dalam suatu realitas kerajaan surgawi Yesus sebagai Raja segala raja. Hati kita dapat tergetar selagi kita mengambil kesempatan yang tersedia untuk mengasihi dan menyembah Yesus. Sejak sediakala, Allah telah memanggil kita untuk ikut ambil bagian dalam hidup-Nya. Marilah kita membuka hati kita bagi-Nya dan menanggapi undangan-undangan yang diberikan-Nya kepada kita.

DOA: Tuhan Yesus, aku memberikan hatiku sambil sujud menyembah-Mu. Engkau adalah Rajaku, dan hanya dalam Engkau aku menemukan kasih, keadilan, dan kebenaran. Aku akan mengikuti terang-Mu dalam hatiku. Aku akan mengakui martabat-Mu sebagai seorang Raja dalam segala hal yang kulakukan. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Jumaat, Januari 04, 2013

SALING MENGASIHI YANG DIUNGKAPKAN DALAM PERBUATAN


(Bacaan Pertama Misa Kudus, Hari Biasa Masa Natal – Sabtu, 5 Januari 2013)

Sebab inilah berita yang telah kamu dengar sejak semula, yaitu bahwa kita harus saling mengasihi; bukan seperti Kain yang berasal dari si jahat dan membunuh adiknya. Mengapa ia membunuhnya? Sebab segala perbuatannya jahat dan perbuatan adiknya benar. Janganlah kamu heran, Saudara-saudara, apabila dunia membenci kamu. Kita tahu bahwa kita sudah berpindah dari dalam maut ke dalam hidup, yaitu karena kita mengasihi saudara seiman kita. Siapa yang tidak mengasihi, ia tetap dalam maut. Setiap orang yang membenci saudara seimannya adalah pembunuh manusia. Dan kamu tahu bahwa tidak ada pembunuh yang tetap memiliki hidup yang kekal di dalam dirinya. Dengan inilah kita mengenal kasih Kristus, yaitu bahwa Kristus telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita; jadi kita pun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara seiman kita. Siapa yang mempunyai harta duniawi dan melihat saudara seimannya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimana kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya? Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran.

Demikianlah kita ketahui bahwa kita berasal dari kebenaran dan boleh menenangkan hati kita di hadapan Allah, bilamana hati kita menuduh kita. Sebab Allah lebih besar daripada hati kita serta mengetahui segala sesuatu. Saudara-saudaraku yang terkasih, jikalau hati kita tidak menuduh kita, maka kita mempunyai keberanian percaya untuk mendekati Allah. (1Yoh 3:11-21)

Mazmur Tanggapan: Mzm 100:1-5; Bacaan Injil: Yoh 1:43-51

Dalam bacaan ini Yohanes memberikan standar bagi kita untuk dapat menentukan apakah kita sungguh “sudah berpindah dari dalam maut ke dalam hidup” (1Yoh 3:14). Standar termaksud adalah “saling mengasihi antara sesama”. Malah kita dipanggil untuk melangkah lebih jauh lagi, yaitu untuk juga mengasihi mereka yang membenci kita (lihat Mat 5:44). Kasih yang dituntut di sini adalah suatu kasih yang terwujud dalam perbuatan-perbuatan, jadi bukan hanya dalam kata-kata yang diucapkan, betapa manis pun kedengarannya.

Perbuatan atau tindakan kasih dapat besar atau kecil; Yohanes berbicara baik mengenai “menyerahkan nyawa untuk saudara-saudara seiman” maupun “pemberian sedekah kepada yang membutuhkan” (lihat 1Yoh 3:16-17) sebagai contoh-contoh tindakan mengasihi. Kasih, baik besar maupun kecil, haruslah terwujud dalam perbuatan. Orang-orang yang tidak memiliki kasih ini adalah mereka yang tetap dalam maut (1Yoh 3:14). Sebaliknya kita yang mengasihi dapat menggunakan kenyataan ini untuk “menenangkan hati kita di hadapan Allah”, bahwa kita “berasal dari kebenaran” (1Yoh 3:19).

Santo Augustinus [354-430] membahas mengenai “kasih nyata” (yang diwujudkan dalam perbuatan dan bukan sekadar diucapkan/dipikirkan) dalam salah satu homilinya (Homili tentang 1Yohanes, V,12). Orang kudus ini mengatakan kepada para pendengar homilinya, bahwa kesempurnaan kasih itu diungkapkan dengan tindakan penyerahan nyawa kita sendiri; namun apabila kita merasa belum memiliki kasih yang sempurna, maka hal ini tidak boleh kita perkenankan untuk menghentikan kita dari upaya mencari tindakan-tindakan yang mengungkapkan kasih yang telah kita miliki. Santo Augustinus secara spesifik berbicara mengenai pemberian sedekah sebagai suatu sarana yang unggul untuk mewujudkan kasih kita, suatu sarana yang dapat diperbuat oleh hampir semua orang, sampai mereka mampu untuk menanggapi kebutuhan sesama dengan perbuatan-perbuatan yang lebih besar. Orang kudus ini mengatakan sesuatu yang sangat penting untuk kita renungkan dengan mendalam: “Apabila dalam kelimpahanmu anda tidak dapat memberi kepada saudaramu, dapatkah anda menyerahkan nyawamu bagi saudaramu itu? …… Dia adalah saudaramu, sama seperti anda dia dibeli …… anda berdua ditebus oleh darah Kristus.”

Marilah kita di awal tahun yang baru ini berdoa agar keutamaan kasih yang diungkapkan dalam perbuatan itu dapat meningkat dalam kehidupan kita, dan membawa manfaat bagi umat Allah di seluruh dunia.

DOA: Tuhan Yesus Kristus, Engkau adalah Tuhan dan Juruselamat kami. Ajarlah kami agar senantiasa mencari jalan untuk mengasihi orang-orang lain, baik di tempat kami berdiam, maupun di tempat-tempat lain yang dekat dan/atau jauh. Ajarlah kami bermurah hati dengan harta-milik kami di dunia ini karena kami adalah sebuah keluarga, yang para anggotanya seharusnya saling mengasihi, saling memperhatikan kebutuhan-kebutuhan yang ada. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS