Halaman

"BAPA YANG KEKAL KUPERSEMBAHKAN KEPADA-MU, TUBUH DAN DARAH, JIWA DAN KE-AILAHAN PUTERA-MU YANG TERKASIH TUHAN KAMI YESUS KRISTUS, DEMI PENEBUSAN DOSA-DOSA KAMI DAN DOSA SELURUH DUNIA" - YESUS RAJA KERAHIMAN ILAHI, AKU PERCAYA KEPADA-MU

Jumaat, Mac 31, 2017

YESUS MEMANG BERBICARA DENGAN PENUH KUASA

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan IV Prapaskah – Sabtu, 1 April 2017) 
Beberapa orang di antara orang banyak, yang mendengarkan perkataan-perkataan itu, berkata: “Dia ini benar-benar nabi yang akan datang.” Yang lain berkata, “Ia ini Mesias.” Tetapi yang lain lagi berkata, “Bukan, Mesias tidak datang dari Galilea! Bukankah Kitab Suci mengatakan bahwa Mesias berasal dari keturunan Daud dan dari desa Betlehem, tempat Daud dahulu tinggal?” Lalu timbullah pertentangan di antara orang banyak karena Dia. Beberapa orang di antara mereka mau menangkap Dia, tetapi tidak ada seorang pun yang menyentuh-Nya.

Kemudian penjaga-penjaga itu kembali kepada imam-imam kepala dan orang-orang Farisi, yang berkata kepada mereka, “Mengapa kamu tidak membawa-Nya?” Jawab penjaga-penjaga itu, “Belum pernah seorang pun berkata seperti orang itu!” Lalu jawab orang-orang Farisi itu kepada mereka, “Apakah kamu juga disesatkan? Adakah seorang di antara pemimpin-pemimpin yang percaya kepada-Nya, atau seorang di antara orang-orang Farisi? Tetapi orang banyak ini yang tidak mengenal hukum Taurat, terkutuklah mereka!” Nikodemus, salah seorang dari mereka, yang dahulu datang kepada-Nya, berkata kepada mereka, “Apakah hukum Taurat kita menghukum seseorang, sebelum ia didengar dan sebelum orang mengetahui apa yang telah dilakukan-Nya?” Jawab mereka, “Apakah engkau juga orang Galilea? Selidikilah Kitab Suci dan engkau akan tahu bahwa tidak ada nabi yang datang dari Galilea.” Lalu mereka pulang ke rumah masing-masing, tetapi Yesus pergi ke bukit Zaitun. (Yoh 7:40-53). 
Bacaan Pertama: Yer 11:18-20; Mazmur: Mzm 7:2-3,9-12 
“Belum pernah seorang pun berkata seperti orang itu!” (Yoh 7:46).
Yesus memang berbicara dengan penuh kuasa (lihat Mrk 1:22). Ia memberikan pengharapan kepada para pendengar-Nya dan mengobarkan iman dalam diri orang-orang yang dengan tulus hati sedang mencari Allah. Imam-imam kepala, para ahli Taurat, orang-orang Farisi dan para pemimpin agama Yahudi lainnya adalah contoh dari orang-orang yang imannya sudah bangkrut. Mereka begitu terbelenggu oleh sikap mereka sendiri yang membuat mereka tidak dapat mendengar suara Allah, apalagi Yesus dari Nazaret si anak tukang kayu. Ajaran Yesus mengajak orang-orang untuk membuat komitmen kepada Allah; dan mereka yang berkomitmen dengan struktur-struktur buatan manusia tuli terhadap apa yang dikatakan Yesus.
Jadi, selagi Yesus melanjutkan mewartakan sabda Allah dan menyatakan tanda-tanda Kerajaan Allah, banyak orang di Yerusalem percaya kepada-Nya – bahkan mereka yang diperkirakan sebelumnya akan melawan Dia. Para penjaga Bait Suci dan Nikodemus adalah dua contoh. Dalam banyak cara yang berbeda-beda dan dengan tingkat keberhasilan yang bervariasi pula, kepada orang-orang ini Yesus mewartakan Kabar Baik-Nya. Rahmat Allah sudah mulai bekerja dalam diri mereka dan minat mereka akan Yesus jelas semakin besar. Para penjaga Bait Suci dikirim untuk menangkap Yesus sebagai seorang kriminal, namun mereka tidak dapat membawa-Nya. Ajaran-ajaran Yesus telah berhasil mencairkan hati mereka. Inilah seorang pribadi yang berbicara mengenai “mengasihi Allah dan sesama”. Pesan-pesannya juga tidak menyangkut sekadar pada tuntutan-tuntutan yang bersifat legaslistis. Bagaimana mereka dapat menangkap sang rabi dari Nazaret ini, yang kata-kata-Nya telah menembus jiwa mereka masing-masing dengan kebenaran ilahi? Di sisi lain, ada Nikodemus yang sebelumnya hanya berani bertemu dengan Yesus di malam hari (lihat Yoh 3:1-21), namun sekarang berani berdiri membela Yesus melawan rekan-rekannya sekaum, yaitu orang-orang Farisi. Dalam kedua hal ini, kita melihat orang-orang yang sedang mengalami proses pertobatan kepada Kristus.
Pada hari ini kita juga dihadapkan dengan satu keputusan yang harus kita ambil: menjadi seperti para penjaga Bait Suci, atau menjadi seperti para petinggi agama yang mengirim para penjaga itu untuk menangkap Yesus. Kita dapat mendengar kata-kata Juruselamat kita dan mulai menghayati-Nya, atau kita dapat seperti para ahli Taurat dan orang-orang Farisi – yang begitu yakin dengan pemikiran-pemikiran kita sendiri sehingga kita tidak mampu membuat tanggapan terhadap panggilan Allah. Pilihan kita adalah pilihan kita! Artinya, menjadi tanggung jawab kita sendiri. Allah meninggalkan kita sendiri dalam pencaharian kita guna memahami siapa Yesus ini. Roh Kudus ingin mengajar kita makna dari sabda Yesus dan tindakan-tindakan-Nya serta membuka hati kita bagi pribadi Yesus. Apabila kita mengundang Roh Kebenaran, Ia akan memberikan kepada kita rahmat-Nya, kejelasan dan kemampuan untuk memahami dan menanggapi. Kita masing-masing mempunyai kesempatan atau peluang untuk berpartisipasi dalam kepenuhan hidup Allah, sama seperti orang-orang yang berkumpul di bukit, di padang datar, di sinagoga-sinagoga, atau di Bait Suci di tanah Palestina pada zaman Yesus. Sebagaimana Dia berbicara kepada hati mereka pada waktu itu, Yesus juga masih berbicara dengan kita sekarang, di abad ke-21 ini. Selagi kita mengundang Roh Kudus pada waktu kita membaca Kitab Suci atau mendengar sabda Allah dalam Kitab Suci yang diwartakan dalam Misa Kudus, kita dapat mengalami perwahyuan atau pernyataan ilahi seperti dialami oleh para leluhur rohaniah kita. Bersama Petrus kita dapat menyatakan: “Engkaulah Mesias, Anak Allah yang hidup!”dan Yesus akan menjawab: “Berbahagialah engkau … sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di surga” (Mat 16:16-17).
DOA: Bapa surgawi, terima kasih penuh syukur kuhaturkan kepada-Mu karena Engkau telah mengutus Yesus ke tengah-tengah dunia, sehingga aku dapat melihat, mendengar, dan mengasihi-Nya. Tolonglah aku agar dapat mendengarkan sabda-Nya dengan penuh kasih. Amin.
Sumber :

Khamis, Mac 30, 2017

YESUS DIUTUS OLEH BAPA SURGAWI

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan IV Prapaskah – Jumat, 31 Maret 2017
Sesudah itu Yesus berjalan keliling Galilea, sebab Ia tidak mau berkeliling di Yudea, karena di sana para pemuka Yahudi berusaha untuk membunuh-Nya. Ketika itu sudah dekat hari raya orang Yahudi, yaitu hari raya Pondok Daun.

Tetapi, sesudah Saudara-saudara-Nya berangkat ke pesta itu, Ia pun pergi juga ke situ, tidak terang-terangan melainkan diam-diam.
Kemudian beberapa orang Yerusalem berkata, “Bukankah Dia ini yang mau mereka bunuh? Namun lihatlah, Ia berbicara dengan leluasa dan mereka tidak mengatakan apa-apa kepada-Nya. Mungkinkah pemimpin kia benar-benar sudah tahu bahwa Dialah Kristus? Tetapi tentang orang ini kita tahu dari mana asal-Nya, sebaliknya bilamana Kristus datang, tidak ada seorang pun yang tahu dari mana asal-Nya.” Waktu Yesus mengajar di Bait Allah, Ia berseru, “Memang Aku kamu kenal dan kamu tahu dari mana asal-Ku; namun Aku datang bukan atas kehendak-Ku sendiri, tetapi Aku diutus oleh Dia yang benar yang tidak kamu kenal. Aku kenal Dia, sebab Aku datang dari Dia dan Dialah yang mengutus Aku.”
Mereka berusaha menangkap dia, tetapi tidak ada seorang pun yang menyentuh Dia, sebab saat-Nya belum tiba. (Yoh 7:1-2,10,25-30) 
Bacaan Pertama: KebSal 2:1,12-22, Mazmur Tanggapan:  Mzm 34:17-21,23
“Memang Aku kamu kenal dan kamu tahu dari mana asal-Ku; namun Aku datang bukan atas kehendak-Ku sendiri, tetapi Aku diutus oleh Dia yang benar yang tidak kamu kenal. Aku kenal Dia, sebab Aku datang dari Dia dan Dialah yang mengutus Aku” (Yoh 7:28).
Ketika para pemuka agama Yahudi berusaha untuk membunuh Yesus, Ia menghadapi perlawanan mereka itu dengan sikap anggun, namun dengan penuh kebulatan hati untuk tetap memenuhi kehendak Bapa-Nya. Yesus mengetahui sekali siapa diri-Nya, dari mana asal-Nya, dan ke mana Dia akan pergi. Akan tetapi, Yesus merasa perlu untuk menantang para lawan-Nya yang telah mengklaim bahwa mereka mengenal Dia (lihat Yoh 7:28). Pertanyaan yang mungkin ingin kita ajukan kepada diri kita sendiri adalah, “Mengapa mereka tidak dapat mengenali kuasa Allah yang bekerja dalam diri Yesus, atau kasih Allah yang terkandung dalam kata-kata yang keluar dari mulut-Nya?” “Kitab Kebijaksanaan Salomo”’ memberi petunjuk kepada kita sebuah jawaban: “Demikianlah mereka berangan-angan, tapi mereka sesat, karena telah dibutakan oleh kejahatan mereka” (KebSal 2:21). Mungkin terjemahan Inggrisnya lebih jelas: “Thus they reasoned, but they were led astray, for their wickedness blinded them” (Wisdom of Solomon [Wis] 2:21 RSV).
Para lawan Yesus berpikir dan mengira bahwa mereka mengenal siapa sebenarnya diri-Nya, namun mereka salah karena pemahaman benar tentang Yesus hanya dapat datang melalui perwahyuan. Di sinilah kita dapat lebih memahami hakekat doa, yaitu dengan rendah hati mencari hadirat dan hikmat Allah. Sang pemazmur mengakui: “TUHAN (YHWH) itu dekat kepada orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya” (Mzm 34:19). Kalau kita mengakui betapa berantakan dan penuh kedosaan kondisi diri kita, maka kita berada dalam posisi untuk menghadap hadirat Allah dan memperkenankan Roh Kudus-Nya memenuhi hati dan pikiran kita dengan kebenaran – suatu kebenaran yang akan mentransformasikan kita, bahkan ketika Dia mengajar kita.
Berbicara dari pengalaman pribadinya sendiri, Santo Augustinus dari Hippo [354-430] menggambarkan perbedaan antara mengetahui tentang Allah dengan pikiran kita saja dan menerima perwahyuan: “Ambisi saya sebagai seorang muda adalah untuk menerapkan semua perbaikan dialektika pada studi Kitab Suci. Saya memang melakukan seperti itu, namun tanpa kerendahan hati dari seorang pencahari sejati. Semestinya saya mengetuk pintu agar dibukakan bagiku. Sebaliknya, saya mendorong pintu tertutup itu, dengan sombong mencoba memahami apa yang hanya dapat dipelajari dalam kerendahan hati. Akan tetapi, Tuhan yang Maha berbelas-kasihan mengangkat saya dan menjaga saya agar selamat” (Sermon 51,6).
Allah ingin mengangkat kita dan membisikkan kata-kata kasih dan hikmat kepada kita. Sekarang, kita sudah berada di tengah-tengah perjalanan masa Prapaskah menuju Hari Raya Paskah. Marilah kita dengan rendah hati memohon kepada Roh Kudus suatu perwahyuan tentang hati Bapa surgawi. Oleh karena itu marilah kita membuka telinga (hati) kita kepada suara Yesus. Allah ingin memberikan kepada kita lebih banyak lagi: rahmat untuk sungguh memahami kasih-Nya, memeluk salib-Nya, taat kepada sabda-Nya dan bertumbuh dalam kekudusan.
Ayat terakhir dari bacaan Injil hari ini (Yoh 7:30) berbicara dengan “saat-Nya” – saat Tuhan –  yang sangat penting bagi kita umat Kristiani, terutama pada waktu kita menghaturkan/ memanjatkan doa-doa permohonan kepada-Nya (bdk. Yoh 2: 4; Yoh 8:20). Saat Tuhan, belum tentu sama dengan saat kita!
DOA: Tuhan Yesus, kuingin mengenal Engkau lebih mendalam lagi. Penuhilah diriku dengan Roh Kudus-Mu agar aku menjadi salah seorang penerima perwahyuan-Mu yang berbuah. Terpujilah nama-Mu selalu, ya Tuhan Yesus! Amin.
Sumber :

Rabu, Mac 29, 2017

KESAKSIAN TENTANG YESUS KRISTUS

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan IV Prapaskah – Kamis, 30 Maret 2017) 
Kalau Aku bersaksi tentang diri-Ku sendiri, maka kesaksian-Ku tidak benar; ada yang lain yang bersaksi tentang Aku dan Aku tahu bahwa kesaksian yang diberikan-Nya tentang Aku adalah benar. Kamu telah mengirim utusan kepada Yohanes dan ia telah bersaksi tentang kebenaran; tetapi Aku tidak memerlukan kesaksian dari manusia, namun Aku mengatakan hal ini, supaya kamu diselamatkan. Ia adalah pelita yang menyala dan bercahaya dan kamu hanya mau menikmati seketika saja cahayanya itu. Tetapi Aku mempunyai suatu kesaksian yang lebih penting daripada kesaksian Yohanes, yaitu segala pekerjaan yang diserahkan Bapa kepada-Ku, supaya Aku melaksanakannya. Pekerjaan itu juga yang Kukerjakan sekarang, dan itulah yang memberi kesaksian tentang Aku  bahwa Bapa telah mengutus Aku. Bapa yang mengutus Aku, Dialah yang bersaksi tentang Aku. Kamu tidak pernah mendengar suara-Nya, rupa-Nya pun tidak pernah kamu lihat, dan firman-Nya tidak menetap di dalam dirimu, sebab kamu tidak percaya kepada Dia yang diutus-Nya. Kamu menyelidiki Kitab-kitab Suci, sebab kamu menyangka bahwa di dalamnya kamu temukan hidup yang kekal, tetapi walaupun Kitab-kitab Suci itu memberi kesaksian tentang Aku, namun kamu tidak mau datang kepada-Ku untuk memperoleh hidup itu.

Aku tidak memerlukan hormat dari manusia. Tetapi tentang kamu, memang Aku tahu bahwa di dalam hatimu kamu tidak mempunyai kasih terhadap Allah. Aku datang dalam nama Bapa-Ku dan kamu tidak menerima Aku; jikalau orang lain datang atas namanya sendiri, kamu akan menerima dia. Bagaimana kamu dapat percaya, kamu yang menerima hormat seorang dari yang lain dan tidak mencari hormat yang datang dari Allah yang Esa? Jangan kamu menyangka bahwa Aku akan mendakwa kamu di hadapan Bapa; yang mendakwa kamu adalah Musa yang kepadanya kamu menaruh pengharapan. Sebab jikalau kamu percaya kepada Musa, tentu akan percaya juga kepada-Ku, sebab ia telah menulis tentang Aku. Tetapi jikalau kamu tidak percaya kepada apa yang ditulisnya, bagaimana kamu akan percaya kepada apa yang Kukatakan?” (Yoh 5:31-47) 
Bacaan Pertama: Kel 32:7-14; Mazmur Tanggapan: Mzm 106:19-23 
Setiap kita yang mengakui bahwa Yesus adalah Tuhan dan Juruselamat, melakukannya sebagai akibat langsung  dorongan Roh Kudus guna meyakinkan kita tentang kebenaran ini. Kita percaya kepada Yesus bukanlah karena kita adalah orang baik-baik atau luarbiasa pintarnya. Inilah yang ada di belakang pernyataan Yesus: “Bapa yang mengutus Aku, Dialah yang telah bersaksi tentang Aku” (Yoh 5:37). Sesungguhnya, Allah belum pernah berhenti memberi kesaksian tentang Ketuhanan Yesus (martabat Yesus sebagai Tuhan) dan penebusan yang dimenangkan Yesus bagi kita.
Bagaimana Allah bersaksi kepada kita sehingga membuat hati kita condong kepada-Nya? Hal ini tidak perlu melalui sesuatu yang spektakular seperti acara kembang api dalam perayaan hari kemerdekaan RI. Kebanyakan kita belum pernah melihat surga yang terbuka, juga belum pernah bertemu dengan Yesus dalam daging. Namun kita percaya. Mengapa? Karena kita telah mengalami kehadiran Yesus dalam diri kita dan juga di tengah-tengah umat yang percaya dengan cara-cara yang biasa saja namun penuh kuasa dan tak terbantahkan.
Dari hari ke hari, Allah mewujudkan kehadiran-Nya kepada kita dengan cara-cara yang “halus”dan “kecil-kecil”’ sehingga cepat untuk dilewati. Namun, semakin kita membiasakan diri kita untuk menyediakan waktu bersama Tuhan – dalam doa-doa pribadi, dalam Misa Kudus, dalam adorasi atau dalam Kitab Suci – akan semakin peka pula kita terhadap Roh Kudus dan gerakan-gerakan-Nya. Kita akan mulai menemukan kasih-Nya melalui pelayanan yang dilakukan para imam kita yang tanpa lelah dalam gereja-gereja kita, seringkali tanpa ucapan terima kasih sedikitpun dari umat. Kita mulai mendengar suara-Nya dalam kata-kata para sahabat yang menghibur kita pada waktu kesusahan. Kita akan mengenali tangan Allah selagi kita merasa  terdorong untuk berdoa bagi mereka di antara kita yang sakit atau menderita. Bahkan kita pun merasakan Allah dalam tindakan-tindakan orang-orang yang menyatakan diri tidak percaya kepada-Nya, namun masih memperlakukan sesama dengan penuh hormat dan kelemah-lembutan.
Dalam begitu banyak situasi sehari-hari Allah sibuk bekerja memberikan kesaksian tentang Putera-Nya dan menawarkan kepada kita suatu bagian untuk ikut serta dalam berkat-berkat dan kasih-Nya. Apabila anda belum pernah mengalami hal ini bagi dirimu sendiri, mohonlah agar Allah membuka matamu hari ini untuk dapat melihat banyak orang lain dan situasi-situasi di sekitar anda yang menjadi saksi-saksi tentang keselamatan yang dimenangkan Yesus bagi anda di kayu salib Kalvari.
DOA: Tuhan Yesus, bukalah mataku agar dapat melihat banyak cara yang Kaugunakan untuk mencurahkan kasih-Mu kepadaku. Bukalah juga bibirku agar dapat memuji-muji dan bersyukur kepada-Mu sebagai sebagai tanggapan dariku. Amin.
Sumber :

KUASA ILAHI DAN OTORITAS YESUS UNTUK MELAKUKAN KEHENDAK BAPA SURGAWI

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan IV Prapaskah – Rabu, 29 Maret 2017) 
Tetapi Ia berkata kepada mereka, “Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Aku pun bekerja juga.” Sebab itu, para pemuka Yahudi makin berusaha untuk membunuh-Nya, bukan saja karena Ia melanggar peraturan Sabat, tetapi juga karena Ia mengatakan bahwa Allah adalah Bapa-Nya sendiri dan dengan demikian menyamakan diri-Nya dengan Allah.
Lalu Yesus menjawab mereka, “Sesungguhnya Aku berkata, Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari diri-Nya sendiri, jikalau Ia tidak melihat Bapa mengerjakannya; sebab apa yang dikerjakan Bapa, itu juga yang dikerjakan Anak. Sebab Bapa mengasihi Anak dan Ia menunjukkan kepada-Nya segala sesuatu yang dikerjakan-Nya sendiri, bahkan Ia akan menunjukkan kepada-Nya pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar lagi daripada pekerjaan-pekerjaan itu, sehingga kamu menjadi heran. Sebab sama seperti Bapa membangkitkan orang-orang mati dan menghidupkannya, demikian juga Anak menghidupkan siapa saja yang dikehendaki-Nya. Bapa tidak menghakimi siapa pun, melainkan telah menyerahkan penghakiman itu seluruhnya kepada Anak, supaya semua orang menghormati Allah sama seperti mereka menghormati Bapa. Siapa saja yang tidak menghormati Anak, ia juga tidak menghormati Bapa yang mengutus Dia.
Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Siapa saja yang mendengar perkataan-Ku dan percaya kepada Dia yang mengutus Aku, ia mempunyai hidup yang kekal dan tidak turut dihukum, sebab ia sudah pindah dari dalam maut ke dalam hidup. Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Saatnya akan tiba dan sudah tiba bahwa orang-orang mati akan mendengar suara Anak Allah, dan mereka yang mendengarnya, akan hidup. Sebab sama seperti Bapa mempunyai hidup diri-Nya sendiri, demikian juga diberikan-Nya Anak mempunyai hidup dalam diri-Nya sendiri. Ia telah memberikan kuasa kepada-Nya untuk menghakimi, karena Ia adalah Anak Manusia. Janganlah kamu heran akan hal itu, sebab saatnya akan tiba bahwa semua orang yang di dalam kuburan akan mendengar suara-Nya, dan mereka yang telah berbuat baik akan keluar dan bangkit untuk hidup yang kekal, tetapi mereka yang telah berbuat jahat akan bangkit untuk dihukum.
Aku tidak dapat berbuat apa pun dari diri-Ku sendiri; Aku menghakimi sesuai dengan apa yang Aku dengar, dan penghakiman-Ku adil, sebab Aku tidak menuruti kehendak-Ku sendiri, melainkan kehendak Dia yang mengutus Aku. (Yoh 5:17-30) 
Bacaan Pertama: Yes 49:8-15; Mazmur Tanggapan: Mzm 145:8-9,13-14,17-18
Ketika Yesus mempermaklumkan, “Bapa-ku bekerja sampai sekarang, maka Aku pun bekerja juga”  (Yoh 5:17), maka sebenarnya Dia membuktikan kuasa ilahi-Nya dan otoritas-Nya untuk melakukan kehendak Bapa surgawi. Yesus bersabda: “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Siapa saja yang mendengar perkataan-Ku dan percaya kepada Dia yang mengutus Aku, ia mempunyai hidup yang kekal dan tidak turut dihukum, sebab ia sudah pindah dari dalam maut ke dalam hidup” (Yoh 5:24). Kita dapat mengklaim posisi istimewa ini sebagai milik kita juga selagi mengingat relasi kita dengan Yesus. Melalui iman dalam Yesus, kita telah dibawa dari kematian ke kehidupan. Dosa-dosa kita dihapus, dan kita disatukan lagi dengan Allah Bapa.
“Pindah dari dalam maut ke dalam hidup” berarti bahwa kita tidak lagi menjadi warga dunia di bawah otoritas Iblis. Melalui baptisan ke dalam kematian dan kebangkitan Yesus, kita telah mati terhadap dunia dan menjadi warga Kerajaan Allah. Sekarang kita hidup di bawah otoritas Yesus, Raja segala ciptaan. Kita ikut ambil bagian dalam kemuliaan surgawi dengan para malaikat dan orang kudus. Kita adalah anak-anak Allah yang dipilih dan ditebus.
Sebagai anak-anak Allah, kehidupan kita diberdayakan oleh Roh Kudus yang berdiam dalam diri kita. Setiap hari, Roh Kudus ingin menyatakan hidup baru ini kepada kita secara lebih mendalam sementara kita mengalami damai-sejahtera, sukacita, pengharapan, dan kasih yang mengalir dari relasi pribadi kita dengan Allah. Yesus telah melakukan segalanya yang diperlukan guna memampukan kita menerima hidup baru dalam Dia. Sekarang Ia memanggil kita untuk menanggapi Allah dengan cara-cara yang telah ditunjukkan-Nya kepada kita. Kita dapat memberi tanggapan secara kontinu melalui doa-doa harian kita dan pembacaan Kitab Suci, dengan menghadiri perayaan Ekaristi, dan dalam memberikan diri kita sendiri lewat pelayanan kepada orang-orang lain.
Kita juga bertumbuh dalam hidup baru secara istimewa melalui Sakramen Rekonsiliasi. Allah ingin agar kita memandang “Pengakuan Dosa” lebih daripada sekadar menyebutkan satu-persatu dosa-dosa kita dan suatu harapan agar dosa-dosa itu diampuni. Selagi kita meninggalkan kedosaan kita, Allah “berdiri” menantikan kita membuka hati kita untuk menerima Yesus secara lebih penuh, untuk memohon kepada-Nya agar mencurahkan hidup dan kasih-Nya kepada kita secara lebih mendalam lagi. Sakramen Rekonsiliasi sungguh dapat mengubah diri kita dengan indahnya.
DOA: Bapa surgawi, terima kasih penuh syukur kami haturkan kepada-Mu karena Engkau memperkenankan kami menglami hidup baru yang telah dimenangkan Yesus bagi kami. Semoga kami dapat terus mengakui bahwa Engkau mengasihi kami dan mempunyai sebuah rencana sempurna bagi kami masing-masing, yaitu sebuah rencana yang mencakup kepenuhan hidup ilahi. Amin.
Sumber :

ORANG ITU MENCERITAKAN KEPADA PARA PEMUKA YAHUDI BAHWA YESUSLAH YANG TELAH MENYEMBUHKAN DIRINYA

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan IV Prapaskah – Selasa, 28 Maret 2017) 
Sesudah itu ada hari raya orang Yahudi, dan Yesus berangkat ke Yerusalem. Di Yerusalem dekat Pintu Gerbang Domba ada sebuah kolam, yang dalam bahasa Ibrani disebut Betesda; ada lima serambinya dan di serambi-serambi itu berbaring sejumlah besar orang sakit: orang-orang buta, orang-orang timpang dan orang-orang lumpuh. [Mereka menantikan guncangan air kolam itu. Sebab sewaktu-waktu turun malaikat Tuhan ke kolam itu dan mengguncangkan air itu; siapa saja yang terdahulu masuk ke dalamnya sesudah guncangan air itu, menjadi sembuh, apa pun penyakitnya.] Di situ ada seorang yang sudah tiga puluh delapan tahun lamanya sakit. Ketika Yesus melihat itu berbaring di situ dan karena Ia tahu bahwa ia telah lama dalam keadaan itu, berkatalah Ia kepadanya, “Maukah engkau sembuh?” Jawab orang sakit itu kepada-Nya, “Tuan, tidak ada orang yang menurunkan aku ke dalam kolam itu ketika airnya mulai terguncang, dan sementara aku menuju ke kolam itu orang lain sudah turun mendahului aku.” Kata Yesus kepadanya, “Bangunlah, angkatlah tikarmu dan berjalanlah.” Pada saat itu juga sembuhlah orang itu lalu ia mengangkat tikarnya dan berjalan.

Tetapi hari itu hari Sabat. Karena itu, para pemuka Yahudi berkata kepada orang yang baru sembuh itu, “Hari ini hari Sabat dan engkau tidak boleh mengangkat tikarmu.” Akan tetapi, ia menjawab mereka, “Orang yang telah menyembuhkan aku, dia yang mengatakan kepadaku: Angkatlah tikarmu dan berjalanlah.” Mereka bertanya kepadanya, “Siapakah orang itu yang berkata kepadamu: Angkatlah tikarmu dan berjalanlah?’ Tetapi orang yang baru disembuhkan itu tidak tahu siapa orang itu, sebab Yesus telah menghilang ke tengah-tengah orang banyak di tempat itu. Kemudian Yesus bertemu dengan dia dalam Bait Allah lalu berkata kepadanya, “Ingat, engkau telah sembuh; jangan berbuat dosa lagi, supaya jangan terjadi yang lebih buruk lagi padamu.” Orang itu keluar, lalu menceritakan kepada para pemuka Yahudi bahwa Yesus-lah yang telah menyembuhkan dia. Karena itu, para pemuka Yahudi berusaha menganiaya Yesus, karena Ia melakukan hal-hal itu pada hari Sabat. (Yoh 5:1-3a,5-16) 
Catatan: Dalam bacaan ini, ayat Yoh 3b-4 dimasukkan juga) 
Bacaan Pertama: Yeh 47:1-9,12; Mazmur Tanggapan: Mzm 46:2-3,5-6,8-9 
Bayangkan sudah sudah hampir 4 (empat) dasawarsa lamanya orang ini menderita sakit lumpuh. Dan menurut ceritanya sendiri kepada Yesus, di Betesta (Bethzatha) itu jelas kelihatan tidak ada yang membantunya untuk turun ke kolam pada saat yang penting untuk penyembuhan dirinya. Ia memiliki hasrat yang besar untuk disembuhkan, namun tidak pernah masuk ke kolam itu. Sungguh merupakan suatu situasi yang penuh tekanan baginya, namun ia tidak pernah kehilangan pengharapan.
Kitab Suci mengatakan, “Siapa saja yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan.” Tetapi bagaimana mereka dapat berseru kepada-Nya, jika mereka tidak percaya kepada Dia? Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia? Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakan-Nya? Dan bagaimana mereka dapat memberitakan-Nya, jika mereka tidak diutus?” (Rm 10:13-14). Orang lumpuh di Betesda tidak akan dapat disembuhkan kalau tidak ada orang yang menolongnya. Demikian pula orang lumpuh di Kapernaum tidak akan mengalami penyembuhan kalau tidak ada 4 (empat) orang yang dalam iman mau bersusah-payah menggotongnya lewat atap rumah untuk sampai kepada Yesus (lihat Mrk 2:1-12). Nah, demikian pula tidak akan ada orang yang mengenal Yesus kalau tidak ada murid Yesus yang sharing Kabar Baik Tuhan Yesus Kristus kepada orang itu.
Memang pertobatan adalah karya Allah, namun tergantung pada kita untuk membawa orang-orang lain kepada Yesus – sang Pemberi  air hidup – (lihat Yoh 4:1 dsj.) sehingga mereka dapat mengalami karunia pertobatan. Kesaksian kita bersifat dua lapis: suatu kesaksian hidup dan kesaksian  kata-kata. Bunda Teresa dari Kalkuta pernah berkata: “Jadilah Yesus, bagikanlah Yesus.” Santo Fransiskus dari Assisi juga berkata: “Beritakanlah Injil setiap saat. Gunakan kata-kata kalau diperlukan.” Hal ini berarti bahwa dalam penghayatan sehari-hari hidup Kristus dalam diri kita-lah, maka kita menjadi saksi-saksi bagi orang-orang di sekeliling kita.
Yesus bersabda: “Kamu adalah garam dunia. …… Kamu adalah terang dunia. …” (Mat 5:13-14), namun semuanya tentulah dalam takaran yang pas dan pada waktu yang pas pula. Garam yang terlalu sedikit membuat orang menjadi haus, tetapi kebanyakan garam akan membuat orang jatuh sakit. Terang yang pas akan membawa kehangatan, namun terang yang berkelebihan malah dapat membakar dan membutakan mata. Demikian pula halnya dengan evangelisasi. Evangelisasi dimaksudkan untuk mewartakan kebenaran dengan cara yang menarik dan memikat, bebas dari tekanan atau superioritas moral. Seorang pewarta harus membuang jauh-jauh kesombongan rohani dari dirinya. Dalam evangelisasi ini kita mengundang orang-orang untuk berbagi pengalaman kita sendiri yang dibersihkan dan disegarkan kembali oleh Allah. Dan satu-satunya cara untuk melakukan hal ini adalah menjaga diri kita agar tetap “tenggelam” dalam air rahmat-Nya dan kuasa penyembuhan-Nya. Kemudian kita pun dapat mengatakan kepada orang-orang lain: “Masuklah ke dalam air ini juga, air ini terasa nyaman”.
DOA: Tuhan Yesus, bawalah setiap orang ke dalam sungai kehidupan-Mu, teristimewa mereka yang haus cintakasih, lapar akan kebenaran, dan yang dilumpuhkan oleh ketidakpercayaan mereka. Oleh kuasa Roh Kudus-Mu, jadikanlah kami semua saksi-saksi yang berbuah, dalam hidup dan kata-kata. Amin.
Sumber :

Sabtu, Mac 25, 2017

AKU PERCAYA, TUHAN!

(Bacaan Injil Misa Kudus, HARI MINGGU PRAPASKAH IV [TAHUN A], 26 Maret 2017) 
Waktu Yesus sedang lewat, Ia melihat seorang yang buta sejak lahirnya. Murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya, “Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?” Jawab Yesus, “Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi supaya pekerjaan-pekerjaan Allah dinyatakan di dalam dia. Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam di mana tidak ada seorang pun yang dapat bekerja. Selama Aku di dalam dunia, Akulah terang dunia.” Setelah Ia mengatakan semuanya itu, Ia meludah ke tanah, dan membuat lumpur dengan ludah itu, lalu mengoleskannya pada mata orang buta tadi dan berkata kepadanya, “Pergilah, basuhlah dirimu dalam kolam Siloam.” Siloam artinya, Yang diutus.” Orang itu pun pergi membasuh dirinya lalu kembali dan dapat melihat lagi.

Tetapi tetangga-tetangganya dan mereka, yang dahulu mengenalnya sebagai pengemis, berkata, “Bukankah dia ini, yang selalu duduk dan mengemis?” Ada yang berkata, “Benar, dialah ini.” Ada pula yang berkata, “Bukan, tetapi ia serupa dengan orang itu.” Ia sendiri berkata, “Benar, akulah dia.” Lalu kata mereka kepadanya, “Bagaimana matamu menjadi melek?” Jawabnya, “Orang yang disebut Yesus itu membuat lumpur, mengoleskannya pada mataku dan berkata kepadaku: Pergilah ke Siloam dan basuhlah dirimu. Lalu aku pergi dan setelah aku membasuh diriku, aku dapat melihat.” Lalu mereka berkata kepadanya, “Di manakah Dia?” Jawabnya, “Aku tidak tahu.”
Lalu mereka membawa orang yang tadinya buta itu kepada orang-orang Farisi. Adapun hari waktu Yesus membuat lumpur dan memelekkan mata orang itu, adalah hari Sabat. Karena itu orang-orang Farisi bertanya lagi kepadanya, bagaimana matanya menjadi melek. Jawabnya, “Ia mengoleskan lumpur pada mataku, lalu aku membasuh diriku, dan sekarang aku dapat melihat.” Lalu kata sebagian orang-orang Farisi itu, “Orang ini tidak datang dari Allah, sebab Ia tidak memelihara hari Sabat.” Tetapi yang lain berkata, “Bagaimana seorang berdosa dapat membuat tanda mukjizat yang demikian?” Lalu timbullah pertentangan di antara mereka. Kata mereka lagi kepada orang buta itu, “Dan engkau, apa katamu tentang Dia, karena Ia telah memelekkan matamu?” Jawabnya, “Ia seorang nabi.” (Yoh 9:1-17; lengkap: Yoh 9:1-41) 
Bacaan Pertama: 1Sam 16:1b,6-7,10-13a; Mazmur Tanggapan: Mzm 23:1-6; Bacaan Kedua: Ef 5:8-14 
Apabila anda masih bertanya-tanya apakah yang diajarkan oleh Gereja tentang pertobatan, maka yang perlu anda lakukan adalah membaca bacaan Injil dalam Misa Hari Minggu selama masa Prapaskah tahun ini. Sepanjang masa Prapaskah, kepada kita disajikan kebenaran bahwa pertobatan berpusat atas suatu perjumpaan dengan Yesus yang menggerakkan kita untuk untuk menyerahkan hidup kita kepada-Nya.
Dua hari Minggu pertama menceritakan tentang godaan Iblis atas diri Yesus dan transfigurasi-Nya, kedua hal mana memberikan kepada kita keseluruhan pesan Injil secara miniatur. Kita melihat Yesus sebagai Dia yang mengambil semua dosa kita dan memikul semua dosa itu sendiri; juga membimbing kita ke dalam ciptaan baru oleh kebangkitan-Nya.
Kemudian, tiga hari Minggu setelah itu secara berturut-turut masing-masing menggambarkan suatu dimensi yang berbeda tentang apa yang akan terjadi bilamana kita menerima Yesus ke dalam hati kita. Fokus bacaan Injil Minggu lalu memusatkan perhatian pada keputusan seorang perempuan Samaria untuk berbalik dari kedosaan lalu menerima Yesus sebagai sang Pemberi air hidup. Berbagai upaya sebelumnya dari perempuan itu untuk menemukan kasih telah gagal, dan ia melihat bahwa hanya Yesus-lah yang dapat memberikan kepadanya apa yang didamba-dambakan olehnya selama itu.
Bacaan Injil hari Minggu ini adalah sebuah cerita tentang seorang buta sejak lahirnya. Cerita ini mengajarkan kepada kita betapa vitalnya bagi kita datang dan melihat Yesus dalam suatu terang yang baru secara menyeluruh dan mengakui Dia sebagai Tuhan. Diberikan penglihatan secara fisik dari kebutaannya hanyalah suatu awal dari perjalanan si buta. Hatinya harus dibangkitkan juga, demikian pula seharusnya dengan hati kita. Inilah pertanyaan yang kita hadapi hari ini: Apakah aku sungguh mengenal Yesus dalam hatiku? Apakah aku memperkenankan Roh Kudus menunjukkan kepadaku lebih lagi siapa Yesus itu? Dalam Misa Kudus hari ini marilah kita memohon agar diberikan perwahyuan sehubungan dengan pertanyaan di atas. Marilah kita mengatakan kepada Bapa surgawi dalam doa kita bahwa kita ingin menggemakan kata-kata orang buta dalam bacaan Injil hari ini, “Aku percaya, Tuhan!” (Yoh 9:38).
Bacaan Injil Minggu depan (Pekan IV Prapaskah) adalah tentang “Lazarus dibangkitkan”. Bacaan Injil itu akan fokus pada janji Yesus bahwa setiap orang yang hidup  dan yang percaya kepada-Nya ia akan hidup walaupun ia sudah mati, dan setiap orang hidup dan yang percaya kepada-Nya tidak akan mati selama-lamanya (lihat Yoh 11:26); juga akan fokus pada kepercayaan Marta yang mulai mantap bahwa Yesus adalah Putera Allah: “Ya, Tuhan, aku percaya bahwa Engkaulah Mesias, Anak Allah, yang akan datang ke dalam dunia” (Yoh 11:27). Semoga kita semua menggemakan pengakuan iman Marta itu dan mengenal hidup baru yang datang melalui pertobatan!
DOA: Yesus, Engkau adalah Tuhan dan Juruselamatku. Tolonglah diriku agar dapat melangkah ke luar dari bayang-bayang kegelapan dan masuk ke dalam terang-Mu pada hari ini. Pancarkanlah kemuliaan-Mu ke dalam hatiku sehingga dengan demikian aku dapat menyerahkan hidupku kepada-Mu. Amin.
Sumber :

Jumaat, Mac 24, 2017

MARIA DIBERI KABAR OLEH MALAIKAT GABRIEL

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Raya Kabar Sukacita – Sabtu, 25 Maret 2017) 
Dalam bulan yang keenam malaikat Gabriel disuruh Allah pergi ke sebuah kota yang bernama Nazaret, kepada seorang perawan yang bertunangan dengan seorang bernama Yusuf dari keluarga Daud; nama perawan itu Maria. Ketika malaikat itu datang kepada Maria, ia berkata, “Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau.”  Maria terkejut mendengar perkataan itu, lalu bertanya di dalam hatinya, apakah arti salam itu. Kata malaikat itu kepadanya, “Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh anugerah di hadapan Allah. Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus. Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapak leluhur-Nya, dan Ia akan memerintah atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan.”  Kata Maria kepada malaikat itu, “Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?” Jawab malaikat itu kepadanya, “Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah. Sesungguhnya, Elisabet, sanakmu itu, ia pun sedang mengandung seorang anak laki-laki pada hari tuanya dan inilah bulan yang keenam bagi dia yang disebut mandul itu. Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil.”  Kata Maria, “Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” Lalu malaikat itu meninggalkan dia. (Luk 1:26-38)  
Bacaan Pertama: Yes 7:10-14;8:10; Mazmur Tanggapan: Mzm 40:7-11; Bacaan Kedua: Ibr 10:4-10 
“Maria diberi kabar oleh malaikat Tuhan, bahwa ia akan mengandung dari Roh Kudus. Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataanmu”, demikianlah bunyi sebagian dari doa Malaikat Tuhan (Angelus), yang kita doakan tiga kali setiap hari di luar masa Paskah (lihat Puji Syukur # 15).
Sekarang marilah kita membayangkan apa yang kiranya terjadi dengan seorang gadis desa berusia 14/16 tahun yang bernama Maria itu sekitar 2.000 tahun lalu: Malaikat Gabriel mengunjungi Maria dan memberi kabar kepada gadis itu bahwa dia telah dipilih untuk mengandung dan melahirkan Putera Allah. Tanggapan Maria atas pemberitahuan malaikat tersebut adalah: “Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu” (Luk 1:38). Ini adalah tanggapan dari seorang pribadi manusia yang senantiasa siap sedia untuk dipakai Allah. Sikap dan perilaku yang patut kita contoh.
Sejak Maria mengatakan “ECCE ANCILLA DOMINI FIAT MIHI SECUNDUM VERBUM TUUM” (ini versi Latin dalam Vulgata) ini, semua ciptaan tidak akan pernah sama lagi. Pada saat yang sangat penting dalam sejarah penyelamatan umat manusia itu, Allah yang Mahakuasa menyatakan kedalaman kasih-Nya: Putera-Nya merendahkan diri-Nya, menjadi sama dengan manusia. Putera-Nya taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib (lihat Flp 2:7-8). Santo Athanasios Agung (296-373), Uskup dan salah satu dari empat orang Pujangga Gereja Timur, pembela iman yang benar, menulis: “Daripada makhluk ciptaan-Nya hancur-hilang dan karya Bapa bagi kita menjadi sia-sia, Dia mengambil bagi diri-Nya sesosok tubuh manusia seperti kita” (diambil dari tulisannya tentang Inkarnasi).
Yesus berhasrat untuk mengambil kemanusiaan kita bagi diri-Nya agar oleh kematian dan kebangkitan tubuh-Nya, Dia dapat memberikan hidup-Nya sendiri kepada kita. Yesus turut ambil bagian sepenuhnya dalam setiap aspek kemanusiaan kita. Dengan demikian Ia dapat menunjukkan kepada kita bagaimana seharusnya menjalani hidup dalam dunia ini. Sebagai imam besar agung yang penuh belas kasih, yang ‘ditakdirkan’ untuk memikul segala dosa manusia, Yesus menjalani kehidupan manusia sepenuh-penuhnya seperti halnya kita. Ia telah dicobai, hanya saja Ia tidak berbuat dosa (Ibr 4:15). Yesus hidup dalam dunia ini yang sudah dirusak oleh dosa. Oleh karena itu Dia mampu untuk menghibur kita dan mengangkat hati kita kepada Bapa surgawi.
Apakah anda pernah mengalami kehilangan orangtua atau orang yang sangat anda kasihi karena kematian? Sebagai manusia Yesus pun telah mengalami kematian “ayah angkat-Nya” Yusuf. Apakah anda mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah relasi tertentu? Sebagai manusia Yesus pun harus belajar bagaimana mengasihi setiap jenis pribadi manusia. Apakah anda merasa terluka pada waktu orang-orang yang dekat padamu justru tidak memahami anda? Sebagai manusia Yesus pun terus menghormati ibu-Nya, bahkan pada saat Maria sang ibu tidak dapat memahami misi-Nya (lihat Luk 2:48-51). Tuhan Yesus mendampingi kita masing-masing dalam setiap situasi, memberikan kepada kita rahmat dan memperkuat kita dengan cintakasih-Nya. Marilah kita mohon kepada-Nya untuk selalu berada di sisi kita setiap saat. Baiklah kita menerima segala berkat yang tersedia bagi kita melalui keikutsertaan-Nya yang penuh kedinaan dalam kemanusiaan kita.
DOA: Aku mengasihi-Mu, Yesus, Tuhan dan Juruselamatku! Perendahan dan kedinaan-Mu untuk  ikut-serta dalam kemanusiaan sungguh tak mampu tertangkap akal budiku. Terima kasih karena Engkau telah mengambil bagian dalam hidup kemanusiaanku. Terima kasih karena Engkau selalu bersamaku dalam setiap situasi. Amin.
Sumber :

Khamis, Mac 23, 2017

PERINTAH UNTUK MENGASIHI ALLAH DAN SESAMA

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan III Prapaskah – Jumat, 24 Maret 2017) 
Lalu seorang ahli Taurat, yang mendengar Yesus dan orang-orang Saduki bersoal jawab dan tahu bahwa Yesus memberi jawab yang tepat kepada orang-orang itu, datang kepada-Nya dan bertanya, “Perintah manakah yang paling utama?”  Jawab Yesus, “Perintah yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhanlah Allah kita, Tuhan itu esa. Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Perintah yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada perintah lain yang lebih utama daripada kedua perintah ini.”  Lalu kata ahli Taurat itu kepada Yesus, “Tepat sekali, Guru, benar kata-Mu itu bahwa Dia esa, dan bahwa tidak ada yang lain kecuali Dia. Memang mengasihi Dia dengan segenap hati dan dengan segenap pengertian dan dengan segenap kekuatan, dan juga mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri jauh lebih utama daripada semua kurban bakaran dan kurban lainnya.”  Yesus melihat bagaimana orang itu menjawab dengan bijaksana, dan Ia berkata kepadanya, “Engkau tidak jauh dari Kerajaan Allah!”  Sesudah itu, seorang pun tidak berani lagi menanyakan sesuatu kepada Yesus. (Mrk 12:28-34) 

Bacaan Pertama: Hos 14:2-10; Mazmur Tanggapan: Mzm 81:6-11,14,17
Literatur Yahudi bercerita tentang seseorang yang pada suatu hari bertanya kepada Rabbi Hillel untuk meringkas 613 peraturan Perjanjian Lama selagi dia berdiri atas satu kakinya, artinya secara singkat saja! Hillel menjawab: “Apa yang kamu benci bagi dirimu sendiri, janganlah lakukan kepada sesamamu. Ini adalah keseluruhan hukum; selebihnya adalah tafsir/komentar” (lihat Tob 4:15a; bdk. Mat 7:12).
Rupanya ahli Taurat yang bertanya kepada Yesus dalam bacaan Injil kali ini tidak tergolong mayoritas para pemuka agama Yahudi yang ingin mempermalukan, mencelakakan, malah menghabiskan Yesus. Ia melontarkan pertanyaan yang sama (baca Luk 10:25 dsj.), namun terkesan tulus: “Perintah manakah yang paling utama?” (12:28). Kebanyakan ahli Taurat memandang Yesus sebagai sebagai seorang rabi yang merupakan saingan, … sebagai ancaman! Lain halnya dengan ahli Taurat yang satu ini: dia memandang Yesus sebagai suatu kesempatan untuk belajar. Oleh karena itu secara sopan dia mengajukan sebuah pertanyaan sederhana yang mencerminkan suatu keprihatinan yang tertanam dalam-dalam di setiap hati anak manusia.
Pertanyaan ahli Taurat ini mencerminkan sebuah hati yang mencari – kalau mungkin, untuk memahaminya – suatu prinsip tunggal sederhana yang mendasari kompleksitas hukum yang berlaku. Perintah mendasar mana yang dapat memberikan arti kepada pelbagai ketetapan dan peraturan tentang hidup keagamaan yang lebih kecil? Apakah ada kunci yang dapat membongkar teka-teki kehidupan kita dan membimbing kita melalui kompleksitas baik di sekeliling kita maupun di dalam diri kita sendiri? Kita semua merindukan jawaban-jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan di atas.
Perintah untuk mengasihi Allah dan sesama bukan sekadar suatu perintah atau tugas. Bagaimana pun juga tidak ada orang yang dapat mengasihi hanya karena dia diperintahkan untuk melakukan begitu! Akhirnya, mengasihi Allah adalah suatu privilese, suatu relasi yang dimulai oleh Allah sendiri (lihat 1Yoh 4:19) pada saat kita dibaptis dan yang bertumbuh sementara kita menerima  sabda Allah dan membuka hati kita untuk mengalami kasih-Nya. Hal ini bertumbuh sementara kita berupaya terus untuk menyelaraskan kehendak-kehendak kita dengan perintah Allah yang paling utama ini, membuat keputusan-keputusan harian untuk meminta Allah mengajarkan kepada kita bagaimana mengasihi dan taat kepada-Nya.
Allah selalu mau berada dekat dengan kita, dan setiap kali kita berpaling kepada-Nya, kita dapat menerima kasih-Nya dengan lebih mendalam lagi. Pengalaman akan kasih-Nya kemudian  kita terapkan untuk mengasihi-Nya dan untuk membagikan kasih ini dengan sesama kita. Benarlah, bahwa kita harus memutuskan mencari Allah dan menanggapi sapaan-Nya, namun keputusan-keputusan ini dimaksudkan mengalir dari relasi penuh cintakasih yang dikehendaki Allah dengan kita, suatu relasi yang bertumbuh seiring dengan cinta kasih yang disyeringkan.
DOA: Bapa surgawi, gerakkanlah aku dengan kasih-Mu untuk mengasihi-Mu dan sesamaku dengan kasih-Mu. Teristimewa pada masa Prapaskah ini, tolonglah aku agar dapat melihat hidup imanku sebagai suatu relasi, bukan sekadar suatu tugas. Amin.
Sumber :

Rabu, Mac 22, 2017

YESUS DAN IBLIS

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan III Prapaskah – Kamis, 23 Maret 2017) 
Pada suatu kali Yesus mengusir dari seseorang suatu setan yang membisukan. Ketika setan itu keluar, orang bisu itu dapat berkata-kata. Lalu heranlah orang banyak. Tetapi ada di antara mereka yang berkata, “Ia mengusir setan dengan kuasa Beelzebul, pemimpin setan.” Ada pula yang meminta suatu tanda dari surga kepada-Nya, untuk mencobai Dia. Tetapi Yesus mengetahui pikiran mereka lalu berkata, “Setiap kerajaan yang terpecah-pecah pasti binasa, dan setiap rumah tangga yang terpecah-pecah, pasti runtuh. Jikalau Iblis itu juga terbagi-bagi dan melawan dirinya sendiri, bagaimanakah kerajaannya dapat bertahan? Sebab kamu berkata bahwa Aku mengusir setan dengan kuasa Beelzebul. Jadi, jika aku mengusir setan dengan kuasa Beelzebul, dengan kuasa apakah pengikut-pengikutmu mengusirnya? Karena itu, merekalah yang akan menjadi hakimmu. Tetapi jika aku mengusir setan dengan kuasa Allah, maka sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang kepadamu. Apabila seorang yang kuat dan bersenjata lengkap menjaga rumahnya sendiri, maka amanlah segala miliknya. Tetapi jika seorang yang lebih kuat daripadanya menyerang dan mengalahkannya, maka orang itu akan merampas perlengkapan senjata yang diandalkannya, dan akan membagi-bagikan rampasannya. Siapa yang tidak bersama Aku, ia melawan aku dan siapa yang tidak mengumpulkan bersama Aku, ia menceraiberaikan.”  (Luk 11:14-23)  

Bacaan Pertama: Yer 7:23-28; Mazmur Tanggapan: Mzm 95:1-2,6-9
Di abad ke-21 ini seringkali dianggap keterlaluanlah kalau kita memandang kejahatan sebagai akibat dari kekuatan-kekuatan Iblis dan roh-roh jahat. Berbicara mengenai Iblis, setan dan roh jahat pada zaman modern ini terasa sebagai takhyul yang jauh dari “keindahan” logika. Namun demikian, oleh iman dan perwahyuan dalam Kitab Suci kita tahu bahwa Iblis itu sungguh riil. Lihatlah “bacaan singkat”’ yang kita baca dan renungkan ketika mendoakan “Ibadat Penutup”’ setiap Selasa malam: “Waspadalah dan berjagalah! Sebab setan, musuhmu, berkeliling seperti singa yang mengaum-ngaum mencari mangsanya. Lawanlah dia, teguh dalam iman” (1Ptr 5:8-9; teks diambil dari Ofisi Ilahi). Untuk apa Santo Petrus menyinggung soal setan kalau hal itu hanyalah khayalan manusia belaka? Iblis dan para pengikutnya adalah memang musuh kita.
Tujuan Iblis dan roh-roh jahat adalah untuk menyerang Yesus dengan menyerang umat Allah – kita. Iblis tahu  benar bahwa kalau dia dapat mengganggu damai-sejahtera kita, kesatuan dan persatuan kita dan kepercayaan kita pada Allah, maka dia akan sangat melemahkan Gereja-Nya. Seperti yang telah dilakukannya ketika pertama kali memberontak melawan Allah (lihat Why 12:7 dsj.), Iblis dan para pengikutnya terus saja melakukan manuver-manuver di atas muka bumi ini, dengan mencoba merampas dari Allah sebanyak mungkin anak-anak-Nya. Kalau saya mengatakan anak-anak-Nya, hal ini berarti termasuk juga para rohaniwan, biarawan dan biarawati, karena secara jujur tidak ada yang kebal terhadap serangan dari si “pangeran kegelapan” dan pasukannya. Jubah religius warna apa pun yang dipakai sungguh tidak akan menjamin. Dengan berbagai cara, halus maupun kasar, Iblis dan roh-roh jahat pendukungnya akan mengganggu serta menggoda agar kita ragu-ragu atau berpikiran lain atas berbagai butir kebenaran yang selama ini kita telah terima dari Kitab Suci dan Gereja. Rasa percaya kita pada cintakasih Bapa surgawi serta pemeliharaan-Nya atas diri kita semua, terus saja digerogoti dengan berbagai macam cara oleh si Jahat dan kawan-kawannya itu.
Dalam Injilnya, Santo Lukas melukiskan gambaran-gambaran jelas tentang realitas dan kuasa Iblis dan roh-roh jahat pengikutnya, namun dia juga dengan cepat menunjukkan bahwa mereka bergetar ketakutan di hadapan hadirat Yesus, bermohon-mohon untuk dikasihani. Dengan kata lain, sejago-jagonya Iblis, jauh lebih hebat dan penuh kuasalah Yesus kita. Yesus datang ke dunia untuk membawa kita dengan aman ke dalam kerajaan Allah dengan membebaskan kita dari Iblis, “pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam kebenaran … ia adalah pendusta dan bapak pendusta” (Yoh 8:44). Dari Injil kita dapat melihat bahwa kehidupan Yesus di depan publik hampir terus menerus merupakan perjuangan melawan Iblis dan dosa yang diinspirasikan olehnya. Sepanjang karya pelayanan publik-Nya Yesus membebaskan orang-orang yang dirasuki Iblis dan menyembuhkan orang-orang yang sakit, sambil memproklamasikan: “Sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang kepadamu” (Luk 11:20).
Kebangkitan Yesus dari maut menandakan kekalahan Iblis. Dosa dan kematian – dua senjata pamungkas miliknya – telah kehilangan kuasanya. Namun demikian, apakah Iblis sudah pergi dan tak mengganggu lagi? Tentu saja dia belum pergi! Kita tidak akan melihat pembebasan sepenuhnya sampai Yesus datang kembali kelak guna mengumpulkan para murid-Nya sepanjang masa. Sementara Iblis dan para pengikutnya akan berupaya terus untuk menghancurkan kerajaan Allah, dan dia menggunakan dosa-dosa kita dan kodrat manusia yang cenderung jatuh ke dalam dosa. Misalnya, kita tahu benar bahwa kita harus berdoa dan semakin dekat kepada Allah. Maka kita membaca Kitab Suci, kita pergi ke gereja dll., kita berketetapan untuk hidup seturut firman Allah. Akan tetapi, pengalaman kita menunjukkan bahwa Iblis dan roh-roh jahat selalu menggoda kita dengan kenikmatan dunia dan lain sebagainya; pokoknya untuk menjauhkan kita dari Allah.
Yesus memahami perjuangan kita melawan godaan-godaan seperti itu. Yesus sendiri telah mengalami cobaan dan godaan Iblis agar Ia tidak percaya pada kuasa Bapa-Nya, menaruh hasrat pada kekuasaan, mengejar hal-hal duniawi dan mempunyai ambisi untuk kepentingan diri-sendiri (lihat Luk 4:1-13). Namun karena kasih-setia-Nya kepada Allah, Yesus memenangkan “pertempuran”-Nya dengan Iblis pada waktu itu. Atas dasar fakta inilah kita harus datang kepada-Nya kalau kita digoda. Jika kita rasakan ada sesuatu yang menghalangi jalan kita kepada Allah, tidak salahlah kalau kita menduga bahwa Iblis dan kawan-kawannya sedang melakukan sesuatu atas diri kita. Janganlah takut karena Yesus telah mengalahkan Iblis. Iblis memang riil, akan tetapi Yesus adalah sang Pembebas yang telah membuktikan kemenangan-Nya atas Iblis itu. Kepada Dia sajalah kita harus mohon pertolongan dalam melawan Iblis dan roh-roh jahat.
DOA: Roh Kudus Allah, Engkau datang untuk menyingkap kesalahan dunia. Ungkapkanlah di mana kami telah memperkenankan menancapkan kaki-kakinya dalam dalam kehidupan kami. Bebaskanlah kami dari yang jahat. Bawalah kami dengan aman ke dalam Kerajaan Allah. Amin.
Sumber :

Selasa, Mac 21, 2017

UNTUK MENGGENAPI HUKUM TAURAT DAN KITAB PARA NABI

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan III Prapaskah – Rabu, 22 Maret 2017) 
“Janganlah kamu menyangka bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu huruf kecil atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat,  sebelum semuanya terjadi. Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Surga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkannya, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Surga. (Mat 5:17-19)  
Bacaan Pertama Ul 4:1,5-9; Mazmur Tanggapan: Mzm 147:12-13,15-16,19-20
Yesus tidak memperkenankan diri-Nya ditempatkan sebagai oposisi terhadap Hukum Taurat dan kitab para Nabi (Mat 5:17). Melalui sarana-sarana ini, Allah berbicara kepada para kekasih-Nya, umat pilihan. Yesus membuat jelas, bahwa ajaran-ajaran-Nya dan mukjizat-mukjizat-Nya sepenuhnya sejalan dengan Hukum Taurat, dan Ia adalah penggenapannya – Dia yang akan menyempurnakan Hukum Taurat sesempurna-sempurnanya.
Yesus menyempurnakan Hukum Taurat dengan memenuhi tujuan Allah dalam memberikan hukum itu pertama kalinya, yaitu bahwa kita akan mampu untuk berelasi dengan Allah secara murni dan benar, demikian pula halnya dengan relasi dengan sesama. Dengan mendamaikan kita dengan Bapa surgawi lewat kemenangan-Nya di atas kayu salib, Yesus membuat setiap orang dimungkinkan untuk berdiri di hadapan hadirat Allah, bersih dan bebas dari kesalahan. Ditebus oleh darah-Nya dan dibawa ke dalam suatu kehidupan baru dalam air baptis, kita dapat dipenuhi dengan kuasa Roh Kudus-Nya, yang membentuk hati kita serta mengajar kita jalan ketaatan.
Dibebaskan dari rasa takut akan dihukum, semakin yakin akan kasih Allah kepada kita, sekarang kita dapat menerima kehidupan ilahi. Dari kuasa kehidupan itulah, kita dapat menyenangkan Dia lewat/oleh tindakan-tindakan iman kita. Hukum tetap diperlukan karena perjuangan terus menerus berlangsung antara daging dan roh, namun tujuannya telah dinaikkan kepada suatu tingkatan yang jauh lebih tinggi. Kristus telah memberikan kepada kita hidup baru yang mentransformasikan diri kita, menarik kita semakin jauh lagi dari dosa dan semakin dekat kepada Bapa surgawi.
Jika kita ke luar sedikit dari bacaan Injil hari ini (namun masih tetap dalam kerangka “Khotbah di Bukit”), maka dapat kita katakan bahwa ketika Yesus menggemakan dan menggenapi perintah-perintah berkaitan dengan pembunuhan, perzinahan, dan perceraian (lihat Mat 5:21,27,31), Ia tidak hanya memanggil kita untuk menghayati kehidupan moral yang lebih baik, melainkan juga mengundang kita ke dalam inti kehidupan Allah sendiri, yang dimulai sekarang di dunia ini.
DOA: Yesus, Engkaulah pemenuhan segala hukum Allah. Engkau adalah Guru Agung, Tuhan dan Juruselamat kami. Oleh Roh Kudus-Mu, bentuklah diri kami agar tetap menjadi murid-murid-Mu yang setia, dan dari hari ke hari kami dapat menjadi semakin serupa dengan Engkau. Amin.
Sumber :