Halaman

"BAPA YANG KEKAL KUPERSEMBAHKAN KEPADA-MU, TUBUH DAN DARAH, JIWA DAN KE-AILAHAN PUTERA-MU YANG TERKASIH TUHAN KAMI YESUS KRISTUS, DEMI PENEBUSAN DOSA-DOSA KAMI DAN DOSA SELURUH DUNIA" - YESUS RAJA KERAHIMAN ILAHI, AKU PERCAYA KEPADA-MU

Sabtu, Ogos 31, 2013

PERENDAHAN DIRI YESUS KRISTUS DAN KEMULIAAN-NYA

(Bacaan Injil Misa Kudus, HARI MINGGU BIASA XXII – 1 September 2013)

Pada suatu hari Sabat Yesus datang ke rumah salah seorang pemimpin orang-orang Farisi untuk makan di situ. Semua yang hadir mengamat-amati Dia dengan saksama.

Karena Yesus melihat bagaimana para undangan memilih tempat-tempat kehormatan, Ia menyampaikan perumpamaan ini kepada mereka, “Kalau seorang mengundang engkau ke pesta perkawinan, janganlah duduk di tempat kehormatan, sebab mungkin orang itu telah mengundang seorang yang lebih terhormat daripada engkau, supaya orang itu, yang mengundang engkau dan dia, jangan datang dan berkata kepadamu: Berilah tempat ini kepada orang itu. Lalu engkau dengan malu harus pergi duduk di tempat yang paling rendah. Tetapi, apabila engkau diundang, pergilah duduk di tempat yang paling rendah. Mungkin tuan rumah akan datang dan berkata kepadamu: Sahabat, silakan duduk di tempat yang lebih terhormat. Dengan demikian, engkau akan menerima hormat di depan mata semua orang yang makan bersamamu. Sebab siapa saja yang meninggikan diri, ia akan direndahkan dan siapa saja yang merendahkan diri, ia akan ditinggikan.”

Lalu Yesus berkata juga orang yang mengundang Dia, “Apabila engkau mengadakan perjamuan siang atau perjamuan malam, janganlah engkau mengundang sahabat-sahabatmu atau saudara-saudaramu atau kaum keluargamu atau tetangga-tetanggamu yang kaya, karena mereka akan membalasnya dengan mengundang engkau lagi dan dengan demikian engkau mendapat balasannya. Tetapi apabila engkau mengadakan perjamuan, undanglah orang-orang miskin, orang-orang cacat, orang-orang lumpuh dan orang-orang buta. Engkau akan berbahagia, karena mereka tidak mempunyai apa-apa untuk membalasnya kepadamu. Sebab engkau akan mendapat balasannya pada hari kebangkitan orang-orang benar.” (Luk 14:1.7-14)

Bacaan Pertama: Sir 3:17-18,20,28-29; Mazmur Tanggapan: Mzm 68:4-7,10-11; Bacaan Kedua: Ibr 12:18-19,22-24

“Besarlah kekuasaan Tuhan, dan oleh yang hina-dina Ia dihormati” (Sir 3:20).

Di mana pun tidak ada bukti yang lebih jelas tentang pengungkapan kebesaran Allah, kecuali dalam SALIB KRISTUS. Yesus, Raja Alam Ciptaan (lihat Yoh 1:3), yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan-Nya dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan-Nya sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Jadi Pribadi Kedua dari Allah Tritunggal mengambil “jalan menurun” untuk masuk ke dalam dunia ciptaan-Nya sendiri sebagai seorang anak manusia. Bukankah terasa ironis namun menakjubkan bahwa inilah cara bagaimana Yesus memuliakan Allah Bapa? Bukankah menakjubkan bilamana kita menyadari bahwa karena perendahan diri Yesus itu, maka Allah Bapa mengaruniakan kepada-Nya NAMA di atas segala nama? …… supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi, dan segala lidah mengaku, “Yesus Kristus adalah Tuhan”, bagi kemuliaan Allah, Bapa!” (lihat Flp 2:6-11).

Saudari dan Saudaraku yang dikasihi Kristus, setiap kali kita menghadiri Misa Kudus, sebenarnya kita memperingati dua hal: “perendahan diri” (kedinaan) Yesus Kristus dan pada saat yang sama “kemuliaan”-Nya. Kita diundang untuk datang ke meja perjamuan Tuhan dengan segala kerendahan hati untuk melambungkan puji-pujian bagi nama-Nya – dan dalam prosesnya kita sendiri pun diangkat ke surga. Sang pemazmur mengatakan bahwa Allah adalah “Bapa bagi anak yatim dan Pelindung bagi para janda” dan …… Ia memberi tempat tinggal-Nya sendiri kepada orang-orang yang sebatang kara. Ia mengeluarkan orang-orang tahanan, sehingga mereka bahagia …” (Mzm 68:6,7); bagi kita hal ini dapat diartikan mencapai kebebasan suatu hidup baru dalam Kristus.

Allah kita adalah Allah yang sangat menakjubkan. Allah kita jauh lebih besar daripada sebuah gunung yang menyemburkan api yang menyala-nyala disertai angin badai, bunyi suara sangkakala yang menakutkan (lihat Ibr 12:18-19). Namun demikian Allah memanggil kita yang lemah dan berdosa ini ke dalam hati-Nya. Dalam Misa Kudus kita dapat menghadap hadirat-Nya, bergabung dengan para malaikat yang sangat banyak, yang memuji-muji kemuliaan Allah dan bersuka-ria dalam kasih-Nya – semua karena Dia merendahkan diri-Nya dan menawarkan kepada kita bagian dari warisan-Nya.

Apakah kita (anda dan saya) percaya bahwa Kerajaan Allah, dalam segala kemuliaan dan kuasanya itu hadir pada setiap perayaan Ekaristi? Hidup-Nya, rahmat-Nya, belas kasih-Nya, dan kasih-Nya, semuanya terkandung dalam hosti kudus yang kita sambut. Bagaimana kemuliaan ilahi yang tak dapat digambarkan dengan kata-kata itu dapat terkandung dalam roti yang begitu sederhana, baik dalam bentuk maupun substansi fisiknya? Apa lagi yang dapat dihasrati oleh kita selain Yesus yang berdiam dalam diri kita dan mengangkat kita bersama-Nya?

DOA: Tuhan Yesus, sekarang dan di tempat ini, aku bersembah sujud di hadapan hadirat-Mu karena kenyataan bahwa Engkau wafat dan bangkit untuk diriku dan sesamaku. Aku ingin menaruh hidupku dan segala sesuatu yang berharga di mataku di dekat kaki-Mu, agar dengan demikian aku dapat menyembah Engkau, satu-satunya yang pantas menerima kemuliaan dan kehormatan dan kuasa. Terpujilah nama-Mu selama-lamanya. Amin.


Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Jumaat, Ogos 30, 2013

JANGANLAH KITA SEPERTI HAMBA YANG JAHAT DAN MALAS

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXI – Sabtu, 31 Agustus 2013)

“Sebab hal Kerajaan Surga sama seperti seorang yang mau bepergian ke luar negeri, yang memanggil hamba-hambanya dan mempercayakan hartanya kepada mereka. Yang seorang diberikannya lima talenta, yang seorang lagi dua dan yang seorang lain lagi satu, masing-masing menurut kesanggupannya, lalu ia berangkat. Segera pergilah hamba yang menerima lima talenta itu. Ia menjalankan uang itu lalu beroleh laba lima talenta. Hamba yang menerima dua talenta itu pun berbuat demikian juga dan berlaba dua talenta. Tetapi hamba yang menerima satu talenta itu pergi dan menggali lubang di dalam tanah lalu menyembunyikan uang tuannya. Lama sesudah itu pulanglah tuan hamba-hamba itu lalu mengadakan perhitungan dengan mereka. Hamba yang menerima lima talenta itu datang dan ia membawa laba lima talenta, katanya: Tuan, lima talenta tuan percayakan kepadaku; lihat, aku telah beroleh laba lima talenta. Lalu kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam hal kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam hal yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu. Sesudah itu, datanglah hamba yang menerima dua talenta itu, katanya: Tuan, dua talenta tuan percayakan; lihat, aku telah beroleh laba dua talenta. Lalu kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu, hai hambaku yang baik dan setia, engkau telah setia memikul tanggung jawab dalam hal yang kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam hal yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu. Kini datanglah juga hamba yang menerima satu talenta itu dan berkata: Tuan, aku tahu bahwa Tuan adalah orang yang kejam yang menuai di tempat di mana tuan tidak menabur dan memungut dari tempat di mana Tuan tidak menanam. Karena itu, aku takut dan pergi menyembunyikan talenta tuan itu di dalam tanah: Ini, terimalah kepunyaan tuan! Tuannya itu menjawab, Hai kamu, hamba yang jahat dan malas, jadi kamu sudah tahu bahwa aku menuai di tempat di mana aku tidak menabur dan memungut dari tempat di mana aku tidak menanam? Karena itu, seharusnya uangku itu kauberikan kepada orang yang menjalankan uang, supaya pada waktu aku kembali, aku menerimanya serta dengan bunganya. Sebab itu, ambillah talenta itu dari dia dan berikanlah kepada orang yang mempunyai sepuluh talenta itu. Karena setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan. Tetapi siapa yang tidak mempunyai, apa pun juga yang ada padanya akan diambil dari dia. Sedangkan hamba yang yang tidak berguna itu, campakkanlah dia ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratapan dan kertak gigi.” (Mat 25:14-30)

Bacaan Pertama: 1Tes 4:9-11; Mazmur Tanggapan: Mzm 98:1,7-9

Riset-riset ilmiah yang dilakukan, dari sidik jari sampai DNA, dari identifikasi suara sampai profil psikologis, membuat para ahli semakin merasa diyakinkan akan kebenaran Kitab Suci yang telah diketahui berabad-abad lamanya: Setiap pribadi adalah unik, bagian yang tidak dapat digantikan dalam alam ciptaan. Kita mengetahui bahwa Allah telah memberikan kepada kita seperangkat karunia alamiah dan talenta yang khusus untuk kita masing-masing, misalnya keterampilan di bidang atletik, di bidang musik, di bidang tulis-menulis, di bidang seni lukis dlsb. Bagian dari tantangan kita selagi kita bertumbuh semakin matang adalah untuk mengidentifikasikan talenta-talenta kita dan mengembangkan semua itu dengan cara yang akan membantu kita dan menguntungkan orang-orang di sekeliling kita.

Namun kita juga harus menyadari bahwa kepada kita masing-masing Allah telah menganugerahkan karunia-karunia spiritual – berbagai talenta yang menolong kita untuk bekerja sama dengan Allah dalam membangun Kerajaan-Nya. Karunia-karunia ini dapat berupa karunia untuk menasihati, karunia untuk melayani, karunia untuk mengajar, karunia untuk membagi-bagikan dengan dengan hati yang ikhlas, karunia untuk berbela rasa, dlsb. Barangkali kita (anda dan saya) dianugerahi iman yang kuat, karunia untuk menyembuhkan, dlsb (1Kor 12:8-11). Allah menganugerahkan karunia-karunia ini, dan Ia mengundang kita untuk bekerja bersama diri-Nya dengan cara-cara yang jauh melampaui kapasitas-kapasitas ilmiah yang kita miliki.

Marilah kita melihat perumpamaan Yesus tentang talenta ini sebagai suatu dorongan untuk bertanya kepada Tuhan, karunia-karunia apakah yang telah dianugerahkan-Nya kepada kita dan bagaimana seharusnya kita menggunakan semua karunia-karunia itu. Yesus ingin agar kita mengetahui bahwa Gereja, tubuh-Nya di atas bumi, hanya dapat bertumbuh apabila kita masing-masing menanggapi panggilan-Nya. Yesus tidak ingin kita seperti hamba yang jahat dan malas, yang menyembunytikan talentanya dalam tanah.

Ada baiknya bagi kita masing-masing untuk mengambil waktu pada hari ini membuat daftar dari karunia-karunia yang kita pikir Allah telah anugerahkan kepada kita, baik yang bersifat alamiah (natural) maupun yang spiritual. Apakah kita memiliki keprihatinan terhadap orang-orang miskin dan membutuhkan pertolongan? Apakah ada dorongan keras dalam hati kita untuk mengunjungi orang-orang yang menderita sakit-penyakit? Apakah mudah bagi kita untuk syering dengan orang-orang lain tentang Yesus? Ini adalah contoh-contoh yang dapat menjadi indikasi dari karunia-karunia dari Allah sedang menanti-nanti untuk dikembangkan. Oleh karena itu, marilah kita membuka pintu hati kita masing-masing bagi-Nya dan lihatlah ke mana Dia akan memimpin kita.

DOA: Tuhan Yesus, bukalah mata hatiku agar dapat melihat karunia-karunia yang telah dianugerahkan Bapa surgawi bagiku. Oleh Roh Kudus-Mu, berikanlah keberanian kepadaku untuk mengambil langkah guna mengikuti ke mana Engkau memimpinku. Dengan penuh syukur aku ingin kembali kepada-Mu, ya Tuhan, demi segala kebaikan yang Engkau telah lakukan atas diriku. Amin.


Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Selasa, Ogos 27, 2013

SAMA SEPERTI KUBURAN YANG DICAT PUTIH

(Bacaan Injil Misa Kudus, Peringatan S. Augustinus, Uskup-Pujangga Gereja – Rabu, 28 Agustus 2013)

Celakalah kamu, hal ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu sama seperti kuburan yang dicat putih, yang sebelah luarnya memang indah tampaknya, tetapi yang sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan berbagai jenis kotoran. Demikian jugalah kamu, di sebelah luar kamu tampaknya benar di mata orang, tetapi di sebelah dalam kamu penuh kemunafikan dan kelaliman.

Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu membangun makam nabi-nabi dan memperindah tugu orang-orang saleh dan berkata: Jika kami hidup di zaman nenek moyang kita, tentulah kami tidak ikut dengan mereka dalam pembunuhan nabi-nabi itu. Tetapi dengan demikian kamu bersaksi terhadap diri kamu sendiri bahwa kamu adalah keturunan pembunuh nabi-nabi itu. Jadi, lengkapilah juga apa yang sudah dilakukan nenek moyangmu! (Mat 23:27-32)

Bacaan Pertama: 1Tes 2:9-13; Mazmur Tanggapan: Mzm 139:7-12

Kita semua memiliki pandangan-pandangan atau gambaran-gambaran tertentu tentang seorang “pribadi yang baik” dan kita cenderung untuk menilai satu sama lain seturut pandangan-pandangan atau gambaran-gambaran termaksud. Akan tetapi, seringkali kita tidak berhenti sejenak untuk berpikir tentang dari mana datangnya ide kita itu: misalnya dari para sahabat, dari acara-acara radio/televisi, dari keluarga, atau dari guru-guru kita, dlsb. Beberapa pandangan malah datang/berasal dari bagaimana kita berpikir mengenai diri kita sendiri! Kita harus bersyukur bahwa Allah memandang kita dan menilai kita dengan kejernihan hati yang sempurna, dan penilaian-Nya tak akan mampu digoyahkan oleh angin badai sekali pun.

Nah, orang-orang Farisi dan para ahli Taurat dipandang sebagai “orang-orang baik” dan terhormat dalam masyarakat Yahudi. Namun Yesus berulang kali mengoreksi dan bahkan menegur mereka dengan keras. Memang secara lahiriah terlihat-mata, mereka adalah orang-orang yang taat kepada Allah, namun secara batiniah mereka tidak lebih daripada orang-orang yang senantiasa menganggap diri mereka sendirilah yang paling benar dan orang-orang lain yang “tidak sama” dengan diri mereka sebagai orang-orang “tidak benar”. Mereka tidak memiliki cintakasih dan belarasa. Mereka lebih mementingkan bagaimana penampilan diri mereka di tengah publik. (Pada abad ke-21 ini pun orang-orang seperti ini masih sangat banyak berkeliaran dalam masyarakat di segenap penjuru dunia). Mereka munafik, “sama seperti kuburan yang dicat putih, yang sebelah luarnya memang indah tampaknya, tetapi yang sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan berbagai jenis kotoran” (Mat 23:27). Ketika Yesus mengkonfrontir mereka, bukannya mereka menghadapi kebenaran dan bertobat, mereka malah menjadi marah dan berniat untuk menghancurkan Yesus.

Tentunya kita semua ingin mempunyai perasaan baik dan nyaman tentang diri kita sendiri. Kita akan mencari jalan untuk membenarkan pemikiran-pemikiran dan tindakan-tindakan kita. Ketika kita dikonfrontir dengan kesalahan-kesalahan dan dosa-dosa kita, kita bahkan mencoba mengimbangi hal-hal negatif itu dengan melakukan perbuatan “baik” atau paling sedikit mencoba untuk tampil “kurang berdosa” atau “lebih baik sedikit” ketimbang orang-orang berdosa. Dengan perkataan lain, kita mencoba “membeli” kasih Allah dan respek dari orang-orang lain. Semua itu memang jauh lebih mudah daripada menghadapi Yesus dengan hati yang bertobat. Barangkali kita juga merasa takut bahwa kita tidak akan mampu untuk berubah dan dengan demikian kita kembali menyusut ketika Roh Kudus membongkar aspek-aspek gelap kehidupan kita.

Hanya karya Allah dalam diri kitalah yang dapat menolong kita memahami dan menilai pemikiran-pemikiran dan niat-niat kita. Adalah vital bagi kita untuk memahami bahwa bilamana Yesus menyatakan motivasi kita yang sesungguhnya, maka Dia juga menawarkan kepada kita “penyembuhan dan pembebasan”. Kita tidak akan pernah dapat menentukan sendiri kapan kita sudah pantas – karena upaya-upaya dengan menggunakan kekuatan kita sendiri – untuk dapat datang menghadap hadirat Allah. Hanya oleh darah Yesus yang menyelamatkan kita dapat menikmati hidup kekal, dan hanya oleh kuasa salib-Nya kita dapat dibebaskan dari dosa yang selama ini membelenggu kita. Dalam kedinaan dan keterbukaan hati, marilah kita berlari kepada Yesus dan memohon dari Dia agar menyatakan area-area dalam hidup kita yang membutuhkan sentuhan kasih-Nya. Yesus akan senantiasa menyambut kedatangan kita dan berurusan dengan kita secara lemah lembut penuh kasih.

DOA: Tuhan Yesus, aku percaya bahwa Engkau memiliki kuat-kuasa untuk membebaskan diriku dari dosa dan keterikatan lainnya. Aku menyambut kedatangan Roh Kudus untuk bekerja dalam diriku dan menilai pikiran-pikiran dan niat-niatku. Bebaskanlah aku dan bawalah aku ke hadapan takhta Bapa di surga. Amin.


Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Isnin, Ogos 26, 2013

BERSIHKANLAH DAHULU SEBELAH DALAM CAWAN ITU!

(Bacaan Pertama Misa Kudus, Peringatan S. Monika – Selasa, 27 Agustus 2013)

Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu memberi persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu: keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan. Hai kamu pemimpin pemimpin buta, nyamuk kamu saring dari dalam minumanmu, tetapi unta yang di dalamnya kamu telan.

Celakalah kamu, hai ahli-hali Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab cawan dan pinggan kamu bersihkan sebelah luarnya, tetapi sebelah dalamnya penuh rampasan dan kerakusan. Hai orang Farisi yang buta, bersihkanlah dahulu sebelah dalam cawan itu, maka sebelah luarnya juga akan bersih. (Mat 23:23-26)

Bacaan Pertama: 1Tes 2:1-8; Mazmur Tanggapan: 139:1-6; Bacaan Injil alternatif: Luk 7:11-17

“Bersihkanlah dahulu sebelah dalam cawan itu, maka sebelah luarnya juga akan bersih” (Mat 23:26).

Kita masing-masing (anda dan saya) adalah cawan yang dimaksud! “Sebelah dalam” cawan adalah hati kita, inti terdalam keberadaan kita. “Sebelah luar” cawan adalah apa yang dapat dilihat dan diamati oleh orang lain – kata-kata kita, tindakan-tindakan kita, dan perilaku kita pada umumnya. Kata-kata Yesus ini menunjukkan kepada kita bahwa Dia ingin agar kita masing-masing memiliki sebuah hati yang bersih, yang kebaikannya memancar ke luar, sehingga setiap hal tentang diri kita menyenangkan Allah.

Sekarang muncullah sebuah pertanyaan, “Bagaimana aku membersihkan hatiku? Kebenarannya adalah bahwa kita tidak dapat membersihkan hati kita sendiri! Hal ini hanya Allah-lah yang dapat melakukannya. Adalah benar bahwa kita harus bekerja sama dengan Roh Kudus yang bekerja dalam diri kita. Walaupun begitu, akhirnya, hati kita dapat dibuat bersih dan murni hanya melalui kegiatan Roh Kudus, Allah sendiri.

Kalau begitu halnya, bagaimana kita dapat menjadi lebih sensitif terhadap Roh Kudus sehingga kita dapat mendeteksi gerakan-gerakan-Nya dalam hati kita dan bekerja sama dengan Dia? Dengan/melalui doa-doa, pembacaan dan permenungan sabda Allah dalam Kitab Suci, seringkali menerima Sakramen-sakramen, dan menggunakan kharisma, atau karunia/anugerah yang telah diberikan kepada kita oleh-Nya. Kita juga dapat belajar banyak tentang karya Roh Kudus dengan/melalui sebuah rencana yang baik untuk studi atas ajaran-ajaran Gereja dan pembacaan dan permenungan atas riwayat orang-orang kudus. Di atas segalanya, secara sederhana kita dapat mohon Roh Kudus untuk masuk ke dalam hati kita semakin dalam lagi. Selagi relasi kita dengan Roh Kudus itu semakin bertumbuh-kembang, kita mun akan menjadi semakin sensitif terhadap bimbingan-Nya. Kita akan mengalami Dia memurnikan hati kita, yang pada gilirannya akan mempunyai suatu efek pembersihan atas kata-kata dan tindakan-tindakan kita.

Akhirnya sebuah catatan dari saya: selagi anda bekerja membangun/memperbaiki relasi anda dengan Roh Kudus, ambillah Ibu Maria, ibunda Yesus sebagai “model” yang anda dapat teladani. Sejak saat pemberitahuan oleh malaikat agung Gabriel, ketika dia dinaungi oleh Roh Kudus sampai pada hari Pentakosta Kristiani yang pertama, di mana dia pun hadir bersama para rasul pada saat pencurahan Roh Kudus, Bunda Maria menunjukkan kepada kita apa dan bagaimana kerendahan hati, ketaatan, dan rasa percaya (trust) dapat membuat diri kita tetap terbuka bagi Roh Kudus. Bilamana kita ingin hati kita – “sebelah dalam cawan” – menjadi bersih dan murni, perkenankanlah Bunda Maria menunjukkan jalannya bagaimana kita menjadi lebih terbuka bagi karya Roh Allah dalam diri kita.

DOA: Roh Kudus Allah, bukalah mata dan telinga hatiku terhadap tindakan-Mu dan bimbingan-Mu. Datanglah, ya Roh Kudus, dan penuhilah diriku sehingga – seperti Bunda Maria – aku pun dapat memiliki sebuah hati yang bersih-murni. Amin.


Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Ahad, Ogos 25, 2013

CARA-CARA YANG BARU DAN BERBEDA

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXI – Senin, 26 Agustus 2013)

Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, karena kamu menutup pintu-pintu Kerajaan Surga di depan orang. Sebab kamu sendiri tidak masuk dan kamu merintangi mereka yang berusaha untuk masuk.

Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu menelan rumah janda-janda dan kamu mengelabui mata orang dengan doa yang panjang-panjang. Karena itu, kamu pasti akan menerima hukuman yang lebih berat.

Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu mengarungi lautan dan menjelajahi daratan, untuk membuat satu orang saja menjadi penganut agamamu dan sesudah hal itu terjadi, kamu menjadikan dia calon penghuni neraka, yang dua kali lebih jahat daripada kamu sendiri.

Celakalah kamu, hai pemimpin-pemimpin buta, yang berkata: Bersumpah demi Bait Suci, sumpah itu tidak sah; tetapi bersumpah demi emas Bait Suci, sumpah itu mengikat. Hai kamu orang-orang bodoh dan orang-orang buta, manakah yang lebih penting, emas atau Bait Suci yang menguduskan emas itu? Bersumpah demi mezbah, sumpah itu tidak sah; tetapi bersumpah demi persembahan yang ada di atasnya, sumpah itu mengikat. Hai kamu orang-orang buta, manakah yang lebih penting, persembahan atau mezbah yang menguduskan persembahan itu? Karena itu, siapa saja yang bersumpah demi mezbah, ia bersumpah demi mezbah dan juga demi segala sesuatu yang terletak di atasnya. Siapa saja yang bersumpah demi Bait Suci, ia bersumpah demi Bait Suci dan juga demi Dia, yang tinggal di situ. Siapa saja yang bersumpah demi surga, ia bersumpah demi takhta Allah dan juga demi Dia, yang bersemayam di atasnya. (Mat 23:13-22)

Bacaan Pertama: 1Tes 1:2b-5. 8b-10; Mazmur Tanggapan: Mzm 149:1-6,9

“Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi” (Mat 23:13).

Memang mudahlah bagi kita berpendapat bahwa orang-orang Farisi adalah sekelompok orang yang bersikap legaslistik dan sombong yang ingin menghancurkan Kerajaan Allah. Sebenarnya mereka bukanlah orang-orang yang paling buruk. Pengabdian mereka kepada Allah dalam artian tertentu sungguh luarbiasa dan mereka senantiasa siap untuk melakukan pengorbanan demi Allah yang mereka sembah dan umat-Nya (Ingatlah apa yang dilakukan oleh Saulus sebelum ia bertobat dan kemudian bernama Paulus). Hasrat mereka yang utama adalah melindungi Yudaisme dari penyusupan oleh sumber-sumber asing seperti kekafiran Roma. Dengan “mati-matian” mereka mempertahankan Kitab Suci dan berupaya untuk menjaga agama mereka agar tetap murni. Inilah segala kualitas mereka yang bagus, dan tentunya mereka adalah orang-orang yang mengesankan sehingga mampu menarik banyak pengikut.

Masalahnya adalah bahwa ada sejumlah orang Farisi yang begitu mati-matian ingin memelihara dan mempertahankan Yudaisme sebagaimana mereka pahami sendiri sehingga mereka samasekali menutup diri terhadap kemungkinan bagi Allah untuk melakukan hal-hal yang baru. Sungguh tak diduga oleh mereka penyelamatan Allah dapat datang melalui seorang tukang kayu miskin dari Nazaret yang “dekat” dengan para pemungut cukai dan para pendosa serta orang-orang tak beriman lainnya. Bagaimana mungkin Allah menggunakan orang yang tidak sependapat dengan keyakinan mereka?

Dengan mengingat hal ini, kita dapat melihat hati Yesus secara lebih jelas ketika Dia mengutuk orang-orang Farisi. Yesus bukan merasa muak dengan mereka, hati-Nya patah dan hancur melihat kedegilan hati dan sikap sok suci mereka. Bayangkan Yesus mengucapkan kata-kata yang keras dengan air mata berlinang dan suara yang serak. Inilah sekelompok orang yang begitu penuh pengabdian kepada Allah seturut versi mereka sendiri, namun mata mereka dibutakan terhadap rahmat yang tersedia bagi mereka. Sungguh tragis melihat mereka yang tidak mampu mengenali Yesus dan menolak Yesus sebagai sang Mesias yang dinanti-nantikan!

Cerita tentang orang-orang Farisi ini dapat menjadi pelajaran guna mengingatkan kita. Sementara kebenaran-kebenaran teologis tidak pernah berubah, Roh Kudus senantiasa bekerja di tengah-tengah kita, kadang-kadang dengan cara-cara yang baru dan berbeda. Sungguh mudahlah, namun sungguh berbahaya juga, bagi kita untuk mempunyai Allah yang sudah didefinisikan secara pasti. Yesus dapat saja mengundang kita kepada suatu dimensi baru dalam relasi kita dengan diri-Nya. Kita tidak boleh melarikan diri dari hal seperti itu karena hal itu berbeda daripada apa yang selama ini kita ketahui. Marilah kita menggunakan hikmat dan discernment, namun kita juga harus senantiasa siap dan terbuka bagi cara-cara doa yang tidak familiar, mendengar bisikan Roh Kudus yang tidak familiar, dan menunjukkan cintakasih kita kepada umat Allah dengan cara yang tidak familiar juga.

DOA: Roh Kudus Allah, lembutkanlah hatiku. Aku tidak ingin luput melihat diri-Mu selagi Engkau bergerak dalam hidupku dengan cara-cara baru pada hari ini. Aku tidak ingin menjadi terbatas dalam perspektifku tentang Siapa Engkau sebenarnya. Amin.


Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Jumaat, Ogos 23, 2013

TIDAK ADA KEPALSUAN

(Bacaan Injil Misa Kudus, Pesta S. Bartolomeus, Rasul – Sabtu, 24 Agustus 2013)


FILIPUS DAN NATANAEL - 001Filipus menemui Natanael dan berkata kepadanya, “Kami telah menemukan Dia yang disebut oleh Musa dalam kitab Taurat dan oleh para nabi, yaitu Yesus, anak Yusuf dari Nazaret.” Kata Natanael kepadanya, “Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?” Kata Filipus kepadanya, “Mari dan lihatlah!” Yesus melihat Natanael datang kepada-Nya, lalu berkata tentang dia, “Lihat, inilah seorang Israel sejati, tidak ada kepalsuan di dalamnya!” Kata Natanael kepada-Nya, “Bagaimana Engkau mengenal aku?” Jawab Yesus kepadanya, “Sebelum Filipus memanggil engkau, Aku telah melihat engkau di bawah pohon ara.” Kata Natanael kepada-Nya: “Rabi, Engkau Anak Allah, Engkau Raja orang Israel!” Yesus berkata, “Apakah karena Aku berkata kepadamu, ‘Aku melihat engkau di bawah pohon ara,’ maka engkau percaya? Engkau akan melihat hal-hal yang lebih besar daripada itu.” Lalu kata Yesus kepadanya, “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, engkau akan melihat langit terbuka dan malaikat-malaikat Allah naik turun kepada Anak Manusia.” (Yoh 1:45-51)

Bacaan Pertama: Why 21:9b-14; Mazmur Tanggapan: Mzm 145:10-13,17-18

Yohanes adalah satu-satunya penulis Injil yang menyebutkan rasul yang bernama Natanael, namun tradisi melihat dia sebagai murid yang bernama Bartolomeus dalam ketiga Injil Sinoptik. Bartolomeus berarti “putera dari Tolmai” dan mungkin saja ini adalah nama keluarga Natanael. Nama Bartolomeus selalu ditempatkan di samping nama Filipus, dia yang menurut Yohanes memperkenalkan Natanael kepada Yesus (Yoh 1:45-46).

Ketika Filipus syering kepercayaannya bahwa Yesus dari Nazaret adalah sang Mesias, maka Natanael menjawab: “Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?” (Yoh 1:46). Pemikiran di kalangan para rabi Yahudi yang diterima pada zaman itu adalah bahwa Mesias akan datang dari Yudea, tanah Daud – paling sedikit tidak berasal dari daerah seperti Galilea yang didominasi oleh kaum kafir. Sebenarnya tanggapan Natanael itu lebih daripada sekadar komentar sinis atau suatu pernyataan ketidakpercayaan. Reaksi Natanael itu mengungkapkan suatu ketaatan yang kuat-kokoh pada sabda Allah menurut apa yang dipahaminya, dan suatu kemauan untuk melihat asumsi-asumsinya ditantang dengan pandangan lain. Kenyataan bahwa Natanael menerima undangan Filipus untuk bertemu dengan Yesus banyak menggambarkan dia sebagai seorang pribadi yang terbuka bagi kebenaran.

Secara cukup ironis, Yesus yang melihat Natanael yang mendatangi-Nya, membuat semacam deklarasi: “Lihat, inilah seorang Israel sejati, tidak ada kepalsuan di dalamnya!” (Yoh 1:47). Keterbukaan Natanael sungguh mengesankan bagi Yesus. Yesus melihat sedikit sekali sinisme, rasa curiga, atau prasangka dalam diri Natanael. Orang yang satu ini tidak bersembunyi di belakang kedok bilamana berurusan dengan orang-orang lain. Sebaliknya, dia berbicara kebenaran secara blak-blakan dan tidak mengharapkan apa-apa sebagai ganjaran. Yesus menjelaskan bahwa Dia melihat Natanael ketika berada di bawah pohon ara. Para rabi diketahui suka berkumpul di bawah pohon-pohon ara untuk mendiskusikan sabda Allah. Keterbukaan hati Natanael tentunya merupakan tanah yang sungguh subur untuk berakarnya sabda Allah.

Allah ingin memberikan kepada kita kebebasan dan keterbukaan sama seperti yang dimiliki oleh Natanael. Tidak ada kepalsuan bukanlah suatu atribut pribadi yang bersifat alamiah, melainkan datang selagi kita memasrahkan keamanan diri kita dalam tangan-tangan kasih Yesus. Karena kita mengetahui pengampunan-Nya dan menaruh kepercayaan pada pemeliharaan Bapa-Nya, maka tidak perlulah bagi kita untuk membentengi diri kita dengan segala macam upaya perlindungan yang bersifat duniawi. Seperi Natanael, marilah kita membenamkan diri ke dalam Kitab Suci dan memperkenankan sabda Allah menyembuhkan diri kita dari segala kepalsuan.

DOA: Tuhan Yesus, Engkau mengenal diri kami lebih baik daripada kami mengenal diri kami sendiri. Semoga Roh Kudus-Mu membuang segala kepalsuan yang ada pada diri kami masing-masing dan membuat kami “garam bumi” dan “terang dunia” yang dengan jelas mencerminkan kemuliaan-Mu. Amin.


Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Khamis, Ogos 22, 2013

MENGASIHI ALLAH DAN SESAMA

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XX – Jumat, 23 Agustus 2013)
Fransiskan Kapusin: Peringatan B. Berardus dr Offida, Biarawan

Ketika orang-orang Farisi mendengar bahwa Yesus telah membuat orang-orang Saduki itu bungkam, berkumpullah mereka dan seorang dari mereka, seorang ahli Taurat, bertanya untuk mencobai Dia, “Guru, perintah manakah yang terutama dalam hukum Taurat?” Jawab Yesus kepadanya, “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah perintah yang terutama dan yang pertama. Perintah yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua perintah inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.” (Mat 22:34-40)

Bacaan Pertama: Rut 1:1,3-6,14b-16,22; Mazmur Tanggapan: Mzm 146:5-10

Hukum Yahudi, bahkan pada masa Yesus hidup dan berkarya di Palestina, sangat jelimet …… rumit! Perwahyuan dan tradisi selama berabad-abad telah menghasilkan perintah-perintah, instruksi-instruksi dan panduan-panduan yang mengatur hampir setiap aspek kehidupan dan iman, sampai-sampai kepada hal-hal seperti “pembayaran persepuluhan dari selasih, inggu dan segala jenis sayuran” (Luk 11:42). Di samping itu, berbagai kelompok seperti kaum Farisi, Saduki, Eseni dan kelompok lainnya masing-masing menafsirkan dan mengajarkan tentang hukum tersebut dengan cara yang berbeda dan kadang-kadang saling bertentangan. Jadi, tidak mengherankanlah apabila tidak sedikit orang menjadi bingung.

Pada waktu orang-orang Farisi yang menentang Yesus bertanya kepada-Nya tentang perintah-perintah yang paling utama, kita merasakan bahwa sebenarnya mereka tidak mencari kebenaran yang sejati. Malah sebaliknya, karena mengetahui adanya berbagai kemungkin tafsir yang berbeda-beda, mereka berharap Yesus akan mengatakan sesuatu yang akan menjebak diri-Nya …. Yesus akan terperangkap dalam kontroversi, malah akan mendiskreditkan diri-Nya sebagai seorang Rabi, …… kehilangan profesi-Nya sebagai seorang Rabi, dipermalukan dlsb.

Dalam jawaban-Nya Yesus mengingatkan para pendengar-Nya bahwa cintakasih terletak pada jantung Yudaisme, artinya dalam Injil-Nya juga. Allah menciptakan kita-manusia karena Dia mengasihi kita, Dia “telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya” (Ef 1:4). Allah senantiasa mengasihi kita (lihat Mzm 100:5). Ini adalah suatu cintakasih yang membawa kehidupan, merangkul kehidupan secara keseluruhan dan tetap setia pada kehidupan itu sampai akhir.

Yesus mengajar bahwa karena Allah mengasihi kita, maka kita pun harus mengasihi-Nya dan juga sesama kita. Bagaimana hal itu mungkin terjadi? Ada hari-hari di mana kelihatan sukar bagi kita untuk mengasihi diri kita sendiri dengan sepenuh hati, apalagi orang-orang lain – atau bahkan Allah sekalipun. Namun Allah mengetahui bagaimana Dia menciptakan kita. Dia tidak pernah memberikan mission impossible kepada kita. Yang perlu kita lakukan adalah memohon kepada-Nya agar memenuhi hati kita masing-masing dengan kasih-Nya. Kemudian, kasih itu akan mulai mengalir kembali kepada-Nya dalam rupa adorasi dan puji-pujian kepada-Nya. Kasih itu pun akan mengalir ke luar kepada orang-orang lain dan diwujudkan dalam penerimaan terhadap orang-orang yang dahulu tidak mau/sudi kita lihat atau sentuh, pengampunan kepada orang-orang yang bersalah kepada kita, dan pelayanan kepada sesama yang miskin dan menderita.

Tidaklah terlalu sulit bagi Allah untuk melembutkan sebuah hati yang keras-membatu, untuk menghangatkan sebuah hati yang dingin-membeku, untuk memulihkan sebuah hati yang patah, atau untuk menghembuskan nafas kehidupan ke dalam sebuah hati yang tak mampu memberi tanggapan samasekali. Pada kenyataannya, Allah sangat senang melakukan semua hal itu. Yang perlu adalah kita memohon pertolongan-Nya dengan keterbukaan dan kerendahan hati sebagai anak-anak-Nya. Tidak ada doa-doa istimewa yang diperlukan. Doakanlah permohonan kita (anda dan saya) dengan kata-kata sederhana, tidak perlu diucapkan keras-keras karena Dia adalah Allah yang Mahamendengar, bahkan doa hening pun sangat mencukupi Mengapa begitu mudah? Karena Allah kita adalah Allah yang baik dan benar, seperti dikatakan oleh sang pemazmur: “TUHAN itu baik dan benar; sebab itu Ia menunjukkan jalan kepada orang yang sesat” (Mzm 25:8)

DOA: Datanglah, ya Roh Kudus Allah, dan penuhilah hatiku hari ini. Aku ingin mengasihi Engkau dengan segalanya yang ada di dalam diriku, dan mengasihi sesamaku, namun aku membutuhkan kasih-Mu untuk dapat mengasihi. Amin.


Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Rabu, Ogos 21, 2013

BANYAK YANG DIPANGGIL, TETAPI SEDIKIT YANG DIPILIH

(Bacaan Injil Misa Kudus, Peringatan SP Maria, Ratu – Kamis, 22 Agustus 2013)

Lalu Yesus berbicara lagi dalam perumpamaan kepada mereka, “Hal Kerajaan Surga seumpama seorang raja yang mengadakan perjamuan kawin untuk anaknya. Ia menyuruh hamba-hambanya memanggil orang-orang yang telah diundang ke perjamuan kawin itu, tetapi orang-orang itu tidak mau datang. Ia menyuruh lagi hamba-hamba lain, pesannya: Katakanlah kepada orang-orang yang diundang itu: Sesungguhnya, hidangan telah kusediakan, lembu-lembu jantan dan ternak piaraanku telah disembelih; semuanya telah tersedia, datanglah ke perjamuan kawin ini. Tetapi orang-orang yang diundang itu tidak mengindahkannya; ada yang pergi ke ladangnya, ada yang pergi mengurus usahanya, dan yang lain menangkap hamba-hambanya itu, menyiksanya dan membunuhnya. Maka murkalah raja itu, lalu menyuruh pasukannya ke sana untuk membinasakan pembunuh-pembunuh itu dan membakar kota mereka. Sesudah itu ia berkata kepada hamba-hambanya: Perjamuan kawin telah tersedia, tetapi orang-orang yang diundang tadi tidak layak untuk itu. Karena itu, pergilah ke persimpangan-persimpangan jalan dan undanglah setiap orang yang kamu jumpai di sana ke perjamuan kawin itu. Lalu pergilah hamba-hamba itu dan mereka mengumpulkan semua orang yang dijumpainya di jalan-jalan, orang-orang jahat dan orang-orang baik, sehingga penuhlah ruangan perjamuan kawin itu dengan tamu. Ketika raja itu masuk untuk bertemu dengan tamu-tamu itu, ia melihat seorang yang tidak berpakaian pesta. Ia berkata kepadanya: Hai Saudara, bagaimana engkau masuk ke mari tanpa mengenakan pakaian pesta? Tetapi orang itu diam saja. Lalu kata raja itu kepada hamba-hambanya: Ikatlah kaki dan tangannya dan campakkanlah orang itu ke dalam kegelapan yang paling gelap, di sanalah akan terdapat ratapan dan kertak gigi.
Sebab banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih.” (Mat 22:1-14)

Bacaan Pertama: Hak 11:29-39a; Mazmur Tanggapan: Mzm 40:5-10

Pada hari itu diselenggarakan resepsi pernikahan anak laki-laki anda yang tunggal dan anda sungguh penuh dengan sukacita. Anda memperhatikan pesta yang sedang berlangsung dan para tamu yang hadir. Mereka semua mengenakan pakaian pesta mereka yang terbaik – kecuali seorang tamu yang mengenakan pakaian yang kurang layak. Bagaimana anda menanggapi hal seperti itu? Merasa tidak enak? Merasa tersinggung? Merasa dihina? Barangkali anda ingin melakukan hal yang dilakukan oleh sang raja dalam perumpamaan Yesus dalam bacaan Injil hari ini: mengusir si tamu “kurang ajar” itu ke dalam kegelapan yang paling gelap (Mat 22:13)!

Dalam perumpamaan ini, orang-orang yang hadir dalam perjamuan kawin tersebut adalah mereka yang menjadi “substitut”, para pengganti saja. Orang-orang yang pertama-tama diundang menolak untuk datang, bahkan ada yang menangkap, menyiksa, bahkan sampai membunuh para hamba raja yang membawa undangan (Mat 22:5-6)! Tamu-tamu “ronde kedua” ini – setiap orang yang dapat ditemukan oleh para hamba raja – melakukan tindakan benar ketika menanggapi undangan raja secara positif, yaitu datang ke perjamuan kawin. Namun tetap tidak dapat dimaafkan untuk datang dengan berpakaian “semau gue” …… acak-acakan dan barangkali kotor juga.

“Banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih” (Mat 22:14). Apa maksudnya? Pernyataan keras Yesus ini dapat kita artikan bahwa banyak orang yang diundang ke dalam perjamuan surgawi tidak dapat masuk. Mengapa? Karena walaupun undangan itu merupakan perwujudan kemurahan-hati Allah, banyak orang yang diundang memilih untuk tidak mengenakan “jubah putih” kebenaran Kristus – atau mereka memperkenankan jubah mereka menjadi ternoda dengan dosa yang belum disesali dan dimohonkan ampun dari Allah. Itulah sebabnya mengapa pertobatan – dan lebih spesifik lagi Sakramen Rekonsiliasi – merupakan sebuah anugerah yang sangat berharga. Kita yang tadinya bergelimpangan dalam lumpur dosa, diampuni oleh Allah dan sekali lagi dibuat bersih-murni sebagaimana pada waktu kita dibaptis.

Menjaga agar jubah kita putih-bersih tanpa noda jauh lebih berarti daripada sebuah polis asuransi jiwa. Mengapa sampai begitu? Karena “keuntungan-keuntungan” atau manfaat-manfaat dari pertobatan datang pada masa hidup kita di dunia juga, tidak hanya dalam kehidupan yang baka. Jika kita bertobat, Yesus membuang rantai-rantai dosa yang selama ini membelenggu kita. O, inilah kemerdekaan dalam artian yang sesungguhnya! Kita tidak lagi diperbudak oleh dosa, dengan demikian kita dapat mengalami kebahagiaan dan damai sejahtera yang sejati; dan kita pun dapat bertumbuh dalam cintakasih kita kepada Allah. Oleh karena itu, marilah kita senantiasa menjauhi dosa, dan cepat melakukan pertobatan bilamana kita jatuh ke dalam dosa. Dengan berpakaian jubah kebenaran Kristus itu, marilah kita menikmati “icip-icip” awal dari perjamuan kawin yang akan kita rayakan dalam kehidupan kekal kelak.

DOA: Tuhan Yesus, terima kasih penuh syukur kuhaturkan kepada-Mu untuk kasih dan kerahiman-Mu. Terima kasih untuk pengampunan-Mu yang tidak mengenal batas. Terima kasih untuk pengorbanan-Mu di kayu salib, yang membuat diriku bersih dan utuh. Tolonglah diriku, ya Tuhan Yesus, agar senantiasa datang menghadap hadirat-Mu setiap saat aku harus bertobat dan diperbaharui. Amin.


Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Selasa, Ogos 20, 2013

MELAYANI DI DALAM KEBUN ANGGUR TUHAN

(Bacaan Injil Misa Kudus, Peringatan S. Pius X, Paus – Rabu, 21 Agustus 2013)

“Adapun hal Kerajaan Allah sama seperti seorang pemilik kebun anggur yang pagi-pagi benar keluar mencari pekerja-pekerja untuk kebun anggurnya. Setelah ia sepakat dengan pekerja-pekerja itu mengenai upah sedinar sehari, ia menyuruh mereka ke kebun anggurnya. Kira-kira pukul sembilan pagi ia keluar lagi dan dilihatnya ada lagi orang-orang lain menganggur di pasar. Katanya kepada mereka: Pergilah juga kamu ke kebun anggurku dan apa yang pantas akan kuberikan kepadamu. Lalu mereka pun pergi. Kira-kira pukul dua belas dan pukul tiga petang ia keluar dan melakukan sama seperti tadi. Kira-kira pukul lima petang ia keluar lagi dan melakukan sama seperti tadi. Kira-kira pukul lima petang ia keluar lagi dan mendapati orang-orang lain pula, lalu katanya kepada mereka: Mengapa kamu menganggur saja di sini sepanjang hari? Kata mereka kepadanya: Karena tidak ada orang mengupah kami. Katanya kepada mereka: Pergi jugalah kamu ke kebun anggurku. Ketika hari malam pemilik kebun itu berkata kepada mandornya: Panggillah pekerja-pekerja itu dan bayarkan upah mereka, mulai dengan mereka yang masuk terakhir hingga mereka yang masuk pertama. Lalu datanglah mereka yang mulai bekerja kira-kira pukul kira-kira pukul lima dan mereka menerima masing-masing satu dinar. Kemudian datanglah mereka yang masuk pertama, sangkanya akan mendapat lebih banyak, tetapi mereka pun menerima masing-masing satu dinar juga. Ketika mereka menerimanya, mereka bersungut-sungut kepada pemilik kebun itu, katanya: Mereka yang masuk terakhir ini hanya bekerja satu jam dan engkau menyamakan mereka dengan kami yang sehari suntuk bekerja berat dan menanggung panas terik matahari. Tetapi pemilik kebun itu menjawab seorang dari mereka: Saudara, aku tidak berlaku tidak adil terhadap engkau. Bukankah kita telah sepakat sedinar sehari? Ambillah bagianmu dan pergilah; aku mau memberikan kepada orang yang masuk gterakhir ini sama seperti kepadamu. Tidakkah aku bebas mempergunakan milikku menurut kehendak hatiku? Atau iri hatikah engkau, karena aku murah hati?

Demikianlah orang yang terakhir akan menjadi yang pertama dan yang pertama akan menjadi yang terakhir. (Mat 20:1-16)

Bacaan Pertama: Hak 9:6-15; Mazmur Tanggapan: Mzm 21:2-7

Bayangkanlah seseorang bekerja sepanjang hari untuk upah yang berjumlah sama dengan seorang lainnya yang bekerja hanya untuk satu jam lamanya. Rasa keadilan kita akan sungguh terusik. Dilihat dari kacamata dunia – keprihatinan-keprihatinan dan peraturan-peraturannya berkaitan dengan keadilan – tidak sulitlah bagi orang untuk berpihak pada para pekerja yang berpikir bahwa karena mereka bekerja untuk waktu yang lebih lama, maka mereka harus menerima upah yang lebih banyak daripada para pekerja yang bekerja untuk waktu yang lebih sedikit. Hal inilah yang dinilai adil dan benar! Kelompok pekerja yang pertama mulai bekerja pada jam 6 pagi. Mereka bekerja di kebun anggur sekitar 12 jam lamanya dan menjelang tengah hari dan di siang hari mereka sungguh bekerja di bawah terik matahari yang panasnya sungguh menyengat tubuh. Mereka semua bekerja untuk upah sebesar 1 denarius, sebuah uang logam Romawi yang bernilai satu hari kerja. Kelompok pekerja yang terakhir datang ke kebun anggur pada jam 5 sore dan bekerja untuk satu jam saja – mereka juga menerima upah dalam jumlah yang sama.

Sungguh alamiah bagi kita untuk berpikir seperti itu, namun yang kita luput pertimbangkan adalah bahwa Yesus sedang menceritakan sebuah perumpamaan tentang Kerajaan Allah. Keadilan bukan merupakan isu di sini. Tidak seorang pun dari kita pantas menerima sesuatu dari Allah karena perbuatan baik atau jasa kita. Tidak ada seorang pun dari kita yang berhak membuat Allah berhutang kepada kita. Segala sesuatu yang kita miliki – bahkan hidup kita sendiri – adalah karunia atau anugerah dari Allah, pemberian “gratis” dari Dia. Kita tidak pernah dapat memperoleh hak untuk berelasi secara pribadi dengan Allah disebabkan oleh pekerjaan baik kita. Dalam melayani Allah, kita menerima jauh lebih banyak daripada apa yang pernah kita berikan kepada-Nya. Bekerja di kebun anggur, di dalam Kerajaan Allah, bukanlah sebuah beban, melainkan sebuah privilese! Jika kita menanggapi panggilan Allah sejak dini, hal itu tidaklah berarti kita disalah-gunakan melainkan dikaruniai. Apabila kita menanggapi panggilan Allah di kala hari sudah sore menjelang senja, kita pun dikaruniai!

Santa Teresa dari Avila [1515-1582] mengungkapkannya seperti berikut ini: “Kita harus melupakan jumlah tahun kita telah melayani Dia, karena jumlah dari semua yang dapat kita lakukan tidaklah bernilai apabila dibandingkan dengan setetes darah yang telah ditumpahkan oleh Tuhan bagi kita. … Semakin banyak kita melayani Dia, semakin dalam pula kita jatuh ke dalam hutang (kepada)-Nya.”

Yesus menceritakan perumpamaan tentang para pekerja di kebun anggur selagi Dia melakukan perjalanan ke Yerusalem. Kematian dan kebangkitan-Nya telah mentransformasikan dunia, memenuhinya dengan kasih-Nya. Pada waktu kita mengenal dan mengikut Yesus, kita juga akan mengenal privilese melayani tanpa reserve dalam kebun anggur-Nya.

DOA: Tuhan Yesus, nyalakanlah dalam hatiku api cintakasih-Mu yang mendorong Engkau memikul salib sampai ke bukit Golgota dan wafat di atas kayu salib di tempat itu. Kobarkanlah hatiku dengan hasrat guna melayani di kebun anggur-Mu untuk waktu yang lama dan dengan penuh pengabdian. Bebaskan diriku dari kesalahan membanding-bandingkan pelayananku dengan orang-orang lain yang Engkau telah panggil juga untuk bekerja di kebun anggur-Mu. Amin.


Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Ahad, Ogos 18, 2013

ENGKAU AKAN BEROLEH HARTA DI SURGA

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XX – Senin, 19 Agustus 2013)
Fransiskan Conventual: Peringatan Keluarga Fransiskan; S. Ludovikus, Uskup

Ada seorang datang kepada Yesus, dan berkata, “Guru, perbuatan baik apakah yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?” Jawab Yesus, “Apakah sebabnya engkau bertanya kepada-Ku tentang apa yang baik? Hanya Satu yang baik. Tetapi jikalau engkau ingin masuk ke dalam hidup, turutilah segala perintah Allah.” Kata orang itu kepada-Nya, “Perintah yang mana?” Kata Yesus, “Jangan membunuh, jangan berzina, jangan mencuri, jangan memberi kesaksian palsu, hormatilah ayahmu dan ibumu dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Kata orang muda itu itu kepada-Nya, “Semuanya itu telah kuturuti, apa lagi yang masih kurang?” Kata Yesus kepadanya, “Jikalau engkau hendak hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di surga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku.” Mendengar perkataan itu, pergilah orang muda itu dengan sedih, sebab banyak hartanya. (Mat 19:16-22)

Bacaan Pertama: Hak 2:11-19; Mazmur Tanggapan: Mzm 106:34-37,39-40,43-44

Mungkin sekali bagi orangtua yang mempunyai anak gadis siap-nikah, orang yang datang kepada Yesus ini adalah seorang calon “menantu yang ideal”. Mengapa? Karena kalau kita membaca cerita tentang orang itu dalam ketiga Injil Sinoptik, maka dia itu masih muda usia (Mat 19:20,22); dia memiliki banyak harta (Mat 19:22; Mrk 10:22; Luk 18:23); dia memegang jabatan sebagai seorang pemimpin (Luk 18:18). Wah, luar biasa: muda, kaya dan seorang eksekutif lagi, walaupun misalnya hanya pemimpin sinagoga. Apalagi orang itu itu taat kepada perintah-perintah Allah. Pokoknya, dia adalah seseorang yang patut dicontoh perikehidupannya. Dia malah datang kepada Yesus menanyakan perbuatan baik apakah yang harus dilakukannya untuk memperoleh hidup yang kekal (Mat 19:16). Injil Markus malah mencatat sesuatu tentang sikap Yesus terhadap orang itu: “Tetapi Yesus memandang dia dan menaruh kasih kepadanya” (Mrk 10:21). Ini hanya terdapat dalam Injil Markus.

Walaupun nyaris sempurna, orang ini masih mempunyai suatu kekurangan. Yesus menerobos melalui ilusi “hidup nyaman” orang itu ketika Dia menantangnya untuk menyerahkan segala harta miliknya dan mengikuti Dia sebagai murid-Nya. Pada saat itu hati orang muda itu pun terekspos. Ternyata hartanya ada di dunia. Dia merasa takut untuk menaruh imannya pada harta surgawi yang ditawarkan oleh Yesus.

Apakah yang dimaksudkan dengan harta surgawi ini? Apakah kita memperoleh angka di surga untuk setiap perbuatan baik yang kita lakukan atau setiap hal yang kita serahkan/lepaskan? Atau, apakah kita bertumbuh dalam pengenalan dan kasih akan Allah dalam doa kita, melalui pekerjaan kita sehari-hari, dan selagi kita mencfoba untuk melihat Allah dalam diri sesama kita? Bukankah relasi dengan Allah merupakan harta paling besar yang mungkin kita miliki? Bukankah milik kita yang paling berharga adalah janji Yesus bahwa kita dapat ikut ambil bagian dalam hidup ilahi Allah, bahkan sekarang … di sini juga?

Apakah pemikiran anda yang pertama-tama ketika anda bangun dari tidur pada pagi hari ini? Apakah anda menyusun daftar dari apa saja yang harus anda lakukan pada hari ini …… artinya tugas-tugas pekerjaan anda? Apakah anda mengingat-ingat hal terburuk yang terjadi kemarin atau merasa gelisah akan hal terburuk yang kiranya akan terjadi pada hari ini? Atau, apakah anda bangkit dari tempat tidur pagi ini penuh dengan antisipasi akan setiap hal yang menanti anda selagi anda syering hari ini dengan Bapa surgawi?

Allah ingin memberikan kepada kita suatu kehidupan yang lebih baik, suatu kehidupan yang berpusat pada diri-Nya dan janji-janji-Nya. Hal ini bukan berarti bahwa kita harus berhenti bekerja melalui tantangan-tantangan atau mengabaikan tanggung-jawab kita sehari-hari. Sama sekali tidak! Allah ingin kita pergi menghadap hadirat-Nya dengan tantangan-tantangan yang sedang kita hadapi dan menyerahkan semua itu pada kaki-kaki-Nya. Jika harta kekayaan kita ada dalam Allah, maka setiap hal yang kita lakukan menjadi suatu kesempatan untuk bertumbuh dalam kasih-Nya dan kita pun dapat memberikan kasih yang sama kepada sesama kita.

DOA: Tuhan Yesus, lembutkanlah hatiku dan bawalah diriku ke dalam hidup Allah lebih dalam lagi. Aku ingin ikut ambil bagian dalam pemikiran-pemikiran-Mu, perasaan-perasaan-Mu, dan kehendak-Mu bagi hidupku. Aku ingin mengenal diri-Mu dalam semua hal yang kulakukan. Amin.


Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Sabtu, Ogos 17, 2013

AKU DATANG UNTUK MELEMPARKAN API KE BUMI

(Bacaan Injil Misa Kudus, HARI MINGGU BIASA XX – 18 Agustus 2013)

“Aku datang untuk melemparkan api ke bumi dan betapa Aku harapkan, api itu telah menyala! Aku harus dibaptis dengan suatu baptisan, dan betapa susah hati-Ku, sebelum hal itu terlaksana! Kamu menyangka bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi? Bukan, kata-Ku kepadamu, bukan damai, melainkan pertentangan. Karena mulai sekarang akan ada pertentangan antara lima orang di dalam satu rumah, tiga melawan dua dan dua melawan tiga. Mereka akan saling bertentangan, ayah melawan anaknya laki-laki dan anak laki-laki melawan ayahnya, ibu melawan anaknya perempuan, dan anak perempuan melawan ibunya, ibu mertua melawan menantunya perempuan dan menantu perempuan melawan ibu mertuanya.” (Luk 12:49-53)

Bacaan pertama: Yer 38:4-6,8-10; Mazmur Tanggapan: Mzm 40:2-4,18; Bacaan Kedua: Ibr 12:1-4

“Aku datang untuk melemparkan api ke bumi” (Luk 12:49-53).

Dari abad ke abad, Allah telah mengutus para nabi, dan para pemimpin lainnya seperti para hakim dan imam untuk menyampaikan sabda-Nya kepada umat-Nya. Dan dari abad ke abad pula, pesan yang mereka sampaikan tidak jarang ditanggapi secara keliru oleh umat. Oleh karena itu, apakah mengagetkan apabila konfrontasi-konfrontasi ini telah menggiring kepada friksi dan argumen-argumen panas yang semakin intens? Yesus mengatakan kepada kita bahwa Dia datang untuk melemparkan api ke bumi dan selama proses berjalan maka perpecahan-perpecahan atau pertentangan-pertentangan akan terungkap. Namun justru untuk pertentangan-pertentangan inilah Dia telah datang guna membereskannya dengan api cintakasih-Nya.

Kita semua tentunya telah mempunyai pengalaman dalam hal konflik dan friksi. Kadang-kadang hal ini terjadi pada saat terjadi ketidaksetujuan atas sesuatu keputusan atau peristiwa yang terjadi. Atau ketika terjadi argumentasi dengan seseorang yang dekat dengan kita dlsb. Kita juga bisa saja berkonflik dengan Allah sendiri selagi kita berjuang untuk mentaati perintah-perintah-Nya dan bertanya kepada-Nya mengapa penyakit mematikan datang menyerang anggota keluarga kita dlsb. Namun Kitab Suci mendorong kita untuk bertekun dan menaruh kepercayaan kepada Allah, dengan mengingat Yesus yang menanggung penderitaan sampai mati di atas kayu salib, agar supaya kita jangan “menjadi lemah dan putus asa” (Ibr 12:3).

Apabila kita mempersatukan diri kita dengan Yesus dalam iman dan rasa percaya yang kuat, maka perjuangan-perjuangan kita dapat ditransformasikan. “Baptisan api” dapat membuat kita menjadi anak-anak Allah yang matang-dewasa, yang mampu melakukan tugas pekerjaannya di dalam dunia. Pikirkanlah keberanian nabi Yeremia mengucapkan perkataan tanpa henti-hentinya dan perpecahan yang diakibatkan oleh tindakannya sebagai nabi itu (Yer 38:4-10). Pesan Yesus sendiri juga begitu menantang sehingga membuat orang-orang menjadi terpecah-belah mengenai pendapat apakah Dia sungguh sang Mesias (Yoh 7:40-53). Seperti para nabi sebelum Dia, Yesus juga disiksa, bahkan sampai mati di kayu salib.

Kabar baik Injil adalah bahwa dalam penderitaan Yesus, setiap umat beriman dapat bangkit ke dalam sebuah hidup yang baru samasekali. Bersatu dengan Dia, dinaungi oleh-Nya, dan dikuatkan melalui diri-Nya, kita dapat berpegang teguh pada pengakuan iman kita. Apabila kita dengan tekun mencari Kerajaan-Nya dan memusatkan pandangan kita pada tujuan surgawi, maka kita akan masuk ke dalam api dan kemudian ke luar sebagai emas paling murni.

DOA: Tuhan Yesus, Engkaulah andalanku. Aku percaya bahwa Engkau akan memberikan kepadaku segalanya yang kubutuhkan dalam hidup, teristimewa hidup berkelimpahan surgawi. Semoga Roh Kudus-Mu melindungi diriku dalam setiap perjuangan dan pertempuran spiritual yang harus kujalani. Semoga api cintakasih-Mu menghangatkan hatiku dan menggerakkan diriku untuk mengasihi sesamaku, bahkan mereka yang membenci aku …… mereka yang telah berbuat salah terhadap diriku. Amin.


Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Jumaat, Ogos 16, 2013

KEKUASAAN MUTLAK ALLAH DALAM SEGALA BIDANG KEHIDUPAN

(Bacaan Injil Misa Kudus, Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah – Sabtu, 17 Agustus 2013)

Kemudian pergilah orang-orang Farisi dan membuat rencana bagaimana mereka dapat menjerat Yesus dengan suatu pertanyaan. Mereka menyuruh murid-murid mereka bersama-sama para pendukung Herodes bertanya kepada-Nya, “Guru, kami tahu, Engkau seorang yang jujur dan dengan jujur mengajar jalan Allah dan Engkau tidak takut kepada siapa pun juga, sebab Engkau tidak mencari muka. Katakanlah kepada kami pendapat-Mu: Apakah diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar atau tidak?” Tetapi Yesus mengetahui kejahatan hati mereka itu lalu berkata, “Mengapa kamu mencobai Aku, hai orang-orang munafik? Tunjukkanlah kepada-Ku mata uang untuk pajak itu.” Mereka membawa satu dinar kepada-Nya. Lalu Ia bertanya kepada mereka, “Gambar dan tulisan siapakah ini?” Jawab mereka, “Gambar dan tulisan Kaisar.” Lalu kata Yesus kepada mereka, “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah.” (Mat 22:15-21)

Bacaan Pertama: Sir 10:1-8; Mazmur Tanggapan: Mzm 101:1-3,6-7; Bacaan Kedua: 1Ptr 2:13-17

Apabila kita berbicara tentang Gereja pada abad ke-21 ini maka dapat kita katakan bahwa kita berada pada zaman umat Kristiani awam, yang dipanggil untuk menjadi saksi-saksi cemerlang dari nilai-nilai Kristiani di dalam sebuah dunia di mana banyak orang mencoba membuat Allah menjadi “sesuatu yang berlebihan”, “sesuatu yang mubazir”, dengan cara memisahkan dunia yang sekular dari dunia yang sakral.

Para lawan Yesus mengetahui bahwa jikalau politik dan agama saling tumpang tindih, maka campuran ini berpotensi untuk meledak dan otak yang cerdik dapat mengekspoitir ketegangan yang ada. Namun Yesus menggunakan peristiwa ini untuk meneguhkan kekuasaan mutlak Allah di segala bidang kehidupan. Dalam dunia dewasa ini – teristimewa di negara-negara maju – kekuasaan Allah dibuat menjadi kabur oleh upaya-upaya yang teratur dari mereka yang menginginkan agar kehidupan yang sekular berdiri sendiri tanpa harus ada pengakuan terhadap hal-hal yang sakral. Mereka menginginkan politik tanpa dimensi religius/keagamaan; negara sebagai sebuah entitas yang secara total terpisah dari Allah.

Sekularisme adalah sebuah gerakan pemikiran, sikap dan perilaku yang mengusahakan agar Allah menjadi tidak relevan untuk cara hidup kita sebagai individu-individu atau dalam masyarakat. Sekularisme ini menelurkan sejenis humanisme yang tidak sepenuhnya manusiawi karena mengabaikan kehausan jiwa yang menggelisahkan akan Allah. Sekularisme menempatkan kehidupan manusia sebagai pusat alam ciptaan. Hal ini merupakan pengulangan kesalahan Adam, yang terperdaya oleh janji si penggoda terkait otonomi moral dan status ilahi: “Pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat” (Kej 3:5).

Pengakuan akan tempat Allah dalam kehidupan – hal-hal yang sakral – terus diserang dewasa ini. Barangkali lebih berbahaya apabila serangan itu datang dari propaganda tersembunyi daripada datang dari konflik terbuka. Budaya sekularistik masuk ke dalam keluarga-keluarga lewat televisi, surat-kabar, majalah, fiksi, bahkan dari dunia maya lewat internet, dan mau-tidak-mau akan meng-erosi segala yang menyangkut kesakralan – apabila dibiarkan terus berkembang tanpa kontrol.

Apakah hal ini seperti tetesan air yang terlihat lembut tak bertenaga? Benar, tetapi tetesan air yang secara tetap dan terus menerus jatuh ke tempat yang sama pada batu yang besar pun – setelah sekian lama – akan mampu membuat retak batu besar itu. Jika sekularisme secara total mengabaikan dimensi-dimensi kehidupan yang sakral, maka sekularisme itu dapat dikatakan merupakan sebuah bentuk atheisme yang masih kasar (belum bersifat sophisticated).

Dimensi sekular dan dimensi sakral kehidupan memang perlu untuk saling tumpang-tindih karena masing-masing merupakan bagian dari kehidupan yang satu. Agama yang benar tidak dapat membatasi diri pada hidup doa tertentu yang terpisah dari apa yang terjadi dalam kehidupan selebihnya. Roh Kudus sedang memimpin Gereja untuk mengakui bahwa area konflik dewasa ini adalah dunia sekular dan pasukan Gereja dalam area ini adalah kaum awam. Pada tanggal 18 November 1965, Konsili Vatikan II menerbitkan “Dekrit Apostolicam Actuositatem tentang Kerasulan Awam”, sebuah dokumen ajaran Gereja yang untuk pertama kalinya membahas secara cukup komprehensif topik berkaitan dengan peranan awam dalam Gereja. Dokumen Konsili Vatikan II ini beberapa tahun kemudian ditindak-lanjuti oleh Paus Yohanes Paulus II dengan “Imbauan Apostolik Christi Fideles Laici tentang Panggilan dan Tugas Kaum Awam” (12 Maret 1989).

Untuk beberapa abad lamanya area konflik utama yang dihadapi oleh Gereja adalah ketidakcocokan dalam bidang doktrinal. Sejak Konsili Trente Gereja dilayani dengan baik oleh kepemimpinan kaum klerus yang kuat dan berpengalaman dalam hal-ikhwal yang menyangkut doktrin iman. Namun area konflik yang utama sekarang telah bergeser dan sejak sekitar setengah abad lalu dimasukilah zaman di mana Gereja lebih bergantung pada kaum awam yang berdedikasi tinggi dalam perziarahannya di dunia. Terang yang dibutuhkan bagi dunia dewasa ini harus memancar teristimewa di area-area kehidupan kaum awam. Mereka harus menegakkan suatu nurani Kristiani dalam bidang politik; memelihara standar-standar moral yang sehat dalam bidang entertainment; dan melayani kebenaran dalam kasih melalui media.

Kaum awam ini dipanggil untuk menjadi gambaran dari kasih Allah yang tidak pernah berubah lewat kesetiaan mereka dalam hidup perkawinan Kristiani. Mereka harus menunjukkan kesucian hidup dengan memelihara martabat prokreasi yang sungguh sakral. Mereka harus menggunakan talenta dengan mengembangkan berbagai sumber daya dunia melalui sains dan teknologi. Mereka harus senantiasa bersikap murah hati dengan harta milik mereka, dan bilamana dimungkinkan, harus berupaya untuk memberi kesempatan kerja bagi sesama yang membutuhkan. Mereka harus mencerminkan keindahan Allah dengan memperkaya dunia melalui seni dan karya yang mampu menghias dunia.

Imaji-imaji Injil tentan garam, terang dan ragi berlaku secara khusus pada peran umat awam Kristiani di tengah-tengah masyarakat yang sekular. Mereka adalah garam yang mengawetkan apa yang baik dan menambah rasa untuk dikecap berkaitan dengan tantangan yang dihadapi umat Kristiani dalam masyarakat. Mereka adalah terang yang membawa ajaran tentang moralitas Kristiani dalam situasi di mana terdapat kebingungan dalam pengambilan keputusan. Mereka adalah gandum atau ragi yang memberikan pengharapan dalam situasi yang penuh pesimisme.

“Berikan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah” (Mat 22:21). Kita harus menjawab tuntutan ini di segala bidang kehidupan …… karena ke mana kita dapat melarikan diri dari Roh-Nya atau ke mana kita dapat melarikan diri dari wajah-Nya? Dalam segala hal kita harus mengembalikan kepada Allah dunia yang adalah milik Allah.

DOA: Bapa surgawi, Allah yang Mahakuasa, dikuduskanlah nama-Mu! Aku berjanji , ya Bapa, untuk memberikan kepada-Mu segala sesuatu yang wajib kuberikan kepada-Mu. Aku mengakui dan tunduk kepada kekuasaan-Mu yang mutlak atas segala bidang kehidupanku dan kehidupan manusia pada umumnya. Pada hari raya kemerdekaan R.I. ini aku mohon agar anak-anak-Mu yang bertugas sebagai para pemimpin dalam pemerintahan, baik di bidang eksekutif, legislatif dan yudikatif serta abdi-negara lainnya; juga mereka yang berkiprah di dunia pers/media dan bisnis, Kau-anugerahi dengan hikmat-Mu. Biarlah mereka semua sungguh berfungsi sebagai garam bumi dan terang dunia dalam bidang karya masing-masing Amin.


Sdr. F.X. Indrapradja, OFS