(Bacaan Injil Misa
Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XX – Jumat, 23 Agustus 2013)
Fransiskan Kapusin: Peringatan B. Berardus dr Offida,
Biarawan
Ketika orang-orang Farisi mendengar bahwa Yesus telah membuat orang-orang
Saduki itu bungkam, berkumpullah mereka dan seorang dari mereka, seorang ahli
Taurat, bertanya untuk mencobai Dia, “Guru, perintah manakah yang terutama
dalam hukum Taurat?” Jawab Yesus kepadanya, “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan
segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah
perintah yang terutama dan yang pertama. Perintah yang kedua, yang sama dengan
itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua
perintah inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.” (Mat
22:34-40)
Bacaan Pertama: Rut
1:1,3-6,14b-16,22; Mazmur Tanggapan: Mzm 146:5-10
Hukum Yahudi,
bahkan pada masa Yesus hidup dan berkarya di Palestina, sangat jelimet ……
rumit! Perwahyuan dan tradisi selama berabad-abad telah menghasilkan
perintah-perintah, instruksi-instruksi dan panduan-panduan yang mengatur hampir
setiap aspek kehidupan dan iman, sampai-sampai kepada hal-hal seperti “pembayaran
persepuluhan dari selasih, inggu dan segala jenis sayuran” (Luk 11:42). Di
samping itu, berbagai kelompok seperti kaum Farisi, Saduki, Eseni dan kelompok
lainnya masing-masing menafsirkan dan mengajarkan tentang hukum tersebut dengan
cara yang berbeda dan kadang-kadang saling bertentangan. Jadi, tidak
mengherankanlah apabila tidak sedikit orang menjadi bingung.
Pada waktu
orang-orang Farisi yang menentang Yesus bertanya kepada-Nya tentang
perintah-perintah yang paling utama, kita merasakan bahwa sebenarnya mereka
tidak mencari kebenaran yang sejati. Malah sebaliknya, karena mengetahui adanya
berbagai kemungkin tafsir yang berbeda-beda, mereka berharap Yesus akan
mengatakan sesuatu yang akan menjebak diri-Nya …. Yesus akan terperangkap dalam
kontroversi, malah akan mendiskreditkan diri-Nya sebagai seorang Rabi, ……
kehilangan profesi-Nya sebagai seorang Rabi, dipermalukan dlsb.
Dalam jawaban-Nya
Yesus mengingatkan para pendengar-Nya bahwa cintakasih terletak pada jantung
Yudaisme, artinya dalam Injil-Nya juga. Allah menciptakan kita-manusia karena
Dia mengasihi kita, Dia “telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya
kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya” (Ef 1:4). Allah senantiasa
mengasihi kita (lihat Mzm 100:5). Ini adalah suatu cintakasih yang membawa
kehidupan, merangkul kehidupan secara keseluruhan dan tetap setia pada
kehidupan itu sampai akhir.
Yesus mengajar
bahwa karena Allah mengasihi kita, maka kita pun harus mengasihi-Nya dan juga
sesama kita. Bagaimana hal itu mungkin terjadi? Ada hari-hari di mana kelihatan
sukar bagi kita untuk mengasihi diri kita sendiri dengan sepenuh hati, apalagi
orang-orang lain – atau bahkan Allah sekalipun. Namun Allah mengetahui
bagaimana Dia menciptakan kita. Dia tidak pernah memberikan mission impossible
kepada kita. Yang perlu kita lakukan adalah memohon kepada-Nya agar memenuhi
hati kita masing-masing dengan kasih-Nya. Kemudian, kasih itu akan mulai
mengalir kembali kepada-Nya dalam rupa adorasi dan puji-pujian kepada-Nya.
Kasih itu pun akan mengalir ke luar kepada orang-orang lain dan diwujudkan
dalam penerimaan terhadap orang-orang yang dahulu tidak mau/sudi kita lihat
atau sentuh, pengampunan kepada orang-orang yang bersalah kepada kita, dan
pelayanan kepada sesama yang miskin dan menderita.
Tidaklah terlalu
sulit bagi Allah untuk melembutkan sebuah hati yang keras-membatu, untuk
menghangatkan sebuah hati yang dingin-membeku, untuk memulihkan sebuah hati
yang patah, atau untuk menghembuskan nafas kehidupan ke dalam sebuah hati yang
tak mampu memberi tanggapan samasekali. Pada kenyataannya, Allah sangat senang
melakukan semua hal itu. Yang perlu adalah kita memohon pertolongan-Nya dengan
keterbukaan dan kerendahan hati sebagai anak-anak-Nya. Tidak ada doa-doa
istimewa yang diperlukan. Doakanlah permohonan kita (anda dan saya) dengan
kata-kata sederhana, tidak perlu diucapkan keras-keras karena Dia adalah Allah
yang Mahamendengar, bahkan doa hening pun sangat mencukupi Mengapa begitu
mudah? Karena Allah kita adalah Allah yang baik dan benar, seperti dikatakan
oleh sang pemazmur: “TUHAN itu baik dan benar; sebab itu Ia menunjukkan jalan
kepada orang yang sesat” (Mzm 25:8)
DOA: Datanglah, ya
Roh Kudus Allah, dan penuhilah hatiku hari ini. Aku ingin mengasihi Engkau
dengan segalanya yang ada di dalam diriku, dan mengasihi sesamaku, namun aku
membutuhkan kasih-Mu untuk dapat mengasihi. Amin.
Sdr. F.X.
Indrapradja, OFS
Tiada ulasan:
Catat Ulasan