(Bacaan Injil Misa
Kudus, Peringatan S. Pius X, Paus – Rabu, 21 Agustus 2013)
“Adapun hal Kerajaan Allah sama seperti seorang pemilik kebun anggur
yang pagi-pagi benar keluar mencari pekerja-pekerja untuk kebun anggurnya.
Setelah ia sepakat dengan pekerja-pekerja itu mengenai upah sedinar sehari, ia
menyuruh mereka ke kebun anggurnya. Kira-kira pukul sembilan pagi ia keluar
lagi dan dilihatnya ada lagi orang-orang lain menganggur di pasar. Katanya
kepada mereka: Pergilah juga kamu ke kebun anggurku dan apa yang pantas akan
kuberikan kepadamu. Lalu mereka pun pergi. Kira-kira pukul dua belas dan pukul
tiga petang ia keluar dan melakukan sama seperti tadi. Kira-kira pukul lima
petang ia keluar lagi dan melakukan sama seperti tadi. Kira-kira pukul lima
petang ia keluar lagi dan mendapati orang-orang lain pula, lalu katanya kepada
mereka: Mengapa kamu menganggur saja di sini sepanjang hari? Kata mereka
kepadanya: Karena tidak ada orang mengupah kami. Katanya kepada mereka: Pergi
jugalah kamu ke kebun anggurku. Ketika hari malam pemilik kebun itu berkata
kepada mandornya: Panggillah pekerja-pekerja itu dan bayarkan upah mereka,
mulai dengan mereka yang masuk terakhir hingga mereka yang masuk pertama. Lalu
datanglah mereka yang mulai bekerja kira-kira pukul kira-kira pukul lima dan
mereka menerima masing-masing satu dinar. Kemudian datanglah mereka yang masuk
pertama, sangkanya akan mendapat lebih banyak, tetapi mereka pun menerima
masing-masing satu dinar juga. Ketika mereka menerimanya, mereka
bersungut-sungut kepada pemilik kebun itu, katanya: Mereka yang masuk terakhir
ini hanya bekerja satu jam dan engkau menyamakan mereka dengan kami yang sehari
suntuk bekerja berat dan menanggung panas terik matahari. Tetapi pemilik kebun
itu menjawab seorang dari mereka: Saudara, aku tidak berlaku tidak adil
terhadap engkau. Bukankah kita telah sepakat sedinar sehari? Ambillah bagianmu
dan pergilah; aku mau memberikan kepada orang yang masuk gterakhir ini sama
seperti kepadamu. Tidakkah aku bebas mempergunakan milikku menurut kehendak
hatiku? Atau iri hatikah engkau, karena aku murah hati?
Demikianlah orang
yang terakhir akan menjadi yang pertama dan yang pertama akan menjadi yang
terakhir. (Mat 20:1-16)
Bacaan Pertama: Hak
9:6-15; Mazmur Tanggapan: Mzm 21:2-7
Bayangkanlah
seseorang bekerja sepanjang hari untuk upah yang berjumlah sama dengan seorang
lainnya yang bekerja hanya untuk satu jam lamanya. Rasa keadilan kita akan
sungguh terusik. Dilihat dari kacamata dunia – keprihatinan-keprihatinan dan
peraturan-peraturannya berkaitan dengan keadilan – tidak sulitlah bagi orang
untuk berpihak pada para pekerja yang berpikir bahwa karena mereka bekerja
untuk waktu yang lebih lama, maka mereka harus menerima upah yang lebih banyak
daripada para pekerja yang bekerja untuk waktu yang lebih sedikit. Hal inilah
yang dinilai adil dan benar! Kelompok pekerja yang pertama mulai bekerja pada
jam 6 pagi. Mereka bekerja di kebun anggur sekitar 12 jam lamanya dan menjelang
tengah hari dan di siang hari mereka sungguh bekerja di bawah terik matahari
yang panasnya sungguh menyengat tubuh. Mereka semua bekerja untuk upah sebesar
1 denarius, sebuah uang logam Romawi yang bernilai satu hari kerja. Kelompok
pekerja yang terakhir datang ke kebun anggur pada jam 5 sore dan bekerja untuk
satu jam saja – mereka juga menerima upah dalam jumlah yang sama.
Sungguh alamiah
bagi kita untuk berpikir seperti itu, namun yang kita luput pertimbangkan
adalah bahwa Yesus sedang menceritakan sebuah perumpamaan tentang Kerajaan
Allah. Keadilan bukan merupakan isu di sini. Tidak seorang pun dari kita pantas
menerima sesuatu dari Allah karena perbuatan baik atau jasa kita. Tidak ada
seorang pun dari kita yang berhak membuat Allah berhutang kepada kita. Segala
sesuatu yang kita miliki – bahkan hidup kita sendiri – adalah karunia atau
anugerah dari Allah, pemberian “gratis” dari Dia. Kita tidak pernah dapat
memperoleh hak untuk berelasi secara pribadi dengan Allah disebabkan oleh
pekerjaan baik kita. Dalam melayani Allah, kita menerima jauh lebih banyak daripada
apa yang pernah kita berikan kepada-Nya. Bekerja di kebun anggur, di dalam
Kerajaan Allah, bukanlah sebuah beban, melainkan sebuah privilese! Jika kita
menanggapi panggilan Allah sejak dini, hal itu tidaklah berarti kita
disalah-gunakan melainkan dikaruniai. Apabila kita menanggapi panggilan Allah
di kala hari sudah sore menjelang senja, kita pun dikaruniai!
Santa
Teresa dari Avila [1515-1582] mengungkapkannya seperti berikut ini: “Kita harus
melupakan jumlah tahun kita telah melayani Dia, karena jumlah dari semua yang
dapat kita lakukan tidaklah bernilai apabila dibandingkan dengan setetes darah
yang telah ditumpahkan oleh Tuhan bagi kita. … Semakin banyak kita melayani
Dia, semakin dalam pula kita jatuh ke dalam hutang (kepada)-Nya.”
Yesus menceritakan
perumpamaan tentang para pekerja di kebun anggur selagi Dia melakukan
perjalanan ke Yerusalem. Kematian dan kebangkitan-Nya telah mentransformasikan
dunia, memenuhinya dengan kasih-Nya. Pada waktu kita mengenal dan mengikut
Yesus, kita juga akan mengenal privilese melayani tanpa reserve dalam kebun
anggur-Nya.
DOA: Tuhan Yesus,
nyalakanlah dalam hatiku api cintakasih-Mu yang mendorong Engkau memikul salib
sampai ke bukit Golgota dan wafat di atas kayu salib di tempat itu. Kobarkanlah
hatiku dengan hasrat guna melayani di kebun anggur-Mu untuk waktu yang lama dan
dengan penuh pengabdian. Bebaskan diriku dari kesalahan membanding-bandingkan
pelayananku dengan orang-orang lain yang Engkau telah panggil juga untuk
bekerja di kebun anggur-Mu. Amin.
Sdr. F.X.
Indrapradja, OFS
Tiada ulasan:
Catat Ulasan