(Bacaan Injil Misa
Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XVIII – Senin, 5 Agustus 2013)
Setelah Yesus mendengar berita itu menyingkirlah Ia
dari situ, dan hendak menyendiri dengan perahu ke tempat yang terpencil. Tetapi
orang banyak mendengarnya dan mengikuti Dia dengan mengambil jalan darat dari
kota-kota mereka. Ketika Yesus mendarat, Ia melihat orang banyak yang besar
jumlahnya, maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka dan Ia
menyembuhkan mereka yang sakit.
Menjelang malam,
murid-murid-Nya datang kepada-Nya dan berkata, “Tempat ini terpencil dan hari
mulai malam. Suruhlah orang banyak itu pergi supaya mereka dapat membeli
makanan di desa-desa.” Tetapi Yesus berkata kepada mereka, “Tidak perlu mereka
pergi, kamu harus memberi mereka makan.” Jawab mereka, “Yang ada pada kami di
sini hanya lima roti dan dua ikan.” Yesus berkata, “Bawalah kemari kepada-Ku.”
Lalu Ia menyuruh orang banyak itu duduk di rumput. Setelah diambil-Nya lima
roti dan dua ikan itu, Yesus menengadah ke langit dan mengucap syukur. Ia
memecah-mecahkan roti itu dan memberikannya kepada murid-murid-Nya, lalu
murid-murid-Nya memberikannya kepada orang banyak. Mereka semuanya makan sampai
kenyang. Kemudian orang mengumpulkan potongan-potongan roti yang lebih,
sebanyak dua belas bakul penuh. Yang ikut makan kira-kira lima ribu laki-laki,
tidak termasuk perempuan dan anak-anak. (Mat 14:13-21)
Bacaan Pertama: Bil
11:4b-15; Mazmur Tanggapan: Mzm 81:12-17
Yesus ingin sekali
memuaskan rasa lapar (fisik) orang banyak yang berjumlah lebih dari 5.000 orang
yang diberi-Nya makan pada hari itu di Galilea, namun terlebih-lebih Ia juga
ingin memberi makanan spiritual kepada orang banyak itu. Sejak abad-abad
pertama sejarahnya, Gereja telah melihat dan mengartikan penggandaan roti dan
ikan itu sebagai peristiwa yang menunjuk kepada sesuatu yang lebih besar:
Ekaristi, di mana Yesus memberi makan jutaan manuria setiap hari dengan tubuh
dan darah-Nya.
Bayangkanlah rahmat
yang tersedia bagi kita pada Misa Kudus, kalau saja kita mau mendengarkan
suara-Nya. Apa lagi yang dapat lebih mengubah hidup kita daripada berkumpul
bersama sedemikian banyak umat Allah dalam suatu doa pujian dan penyembahan?
Apakah yang lebih penuh kuat-kuasa daripada menerima Yesus Kristus sendiri, dan
memperkenankan tubuh dan darah-Nya bercampur dengan tubuh dan darah kita
sendiri, dan memperkenankan Roh Kudus mengangkat roh kita sampai ke hadapan
takhta surgawi? Konsili Vatikan II menyatakan: “Jadi dari Liturgi, terutama
dalam Ekaristi, bagaikan dari sumber, mengalirlah rahmat kepada kita, dan
dengan hasil guna yang amat besar diperoleh pengudusan manusia dan pemuliaan
Allah dalam Kristus, tujuan semua karya Gereja lainnya” (Konstitusi
Sacrosanctum Concilium tentang Liturgi Suci, 10).
Namun demikian, kita semua mengetahui bahwa betapa mudahnya kita pergi ke
gereja untuk menghadiri Misa Kudus tanpa mengharapkan diri kita diubah. Kita
semua juga mengetahui bagaimana dengan cepatnya doa-doa dan bacaan-bacaan Kitab
Suci dalam Misa dapat menduduki tempat terbawah ketimbang pelanturan-pelanturan
yang mengganggu kita, misalnya makan bersama keluarga di “Bakmi Gajah Mada”
setelah Misa, kekhawatiran tentang masa lalu, mimpi akan masa depan, dst.
Bagaimana kita melawan dan membalikkan tendensi ini? Dengan persiapan yang baik
sebelum Misa.
Apa yang
dimaksudkan dengan persiapan di sini? Kita meluangkan sedikit waktu untuk
berada bersama Tuhan sebelum kita berangkat untuk mengikuti Misa. Kita mohon
kepada-Nya agar memeriksa hati kita dan menunjukkan kepada kita dalam hal mana
saja kita harus bertobat sehingga dalam “ritus tobat” dalam awal Misa kita
dapat mengalami pertobatan. Kita juga meluangkan waktu untuk membaca
bacaan-bacaan Kitab Suci yang akan dibacakan dalam Misa, sehingga ketika sabda
Tuhan diproklamasikan dalam liturgi kita pun akan mendengar Yesus sendiri berbicara
kepada kita secara pribadi. Baik sekali juga bagi kita apabila mengambil waktu
sejenak untuk mengenang tubuh Kristus yang dipecah-pecahkan untuk kita di atas
kayu salib, dan kita berterima-kasih kepada-Nya dengan penuh syukur karena
mengasihi kita – manusia – dengan begitu mendalam sampai mati di kayu salib.
Persiapan apa pun
yang kita lakukan, kita harus senantiasa menyadari bahwa apabila kita
mendatangi meja Tuhan dengan kerendahan hati yang tulus, hati yang bertobat,
siap untuk diubah oleh Tuhan, maka Ekaristi dapat menjadi suatu pengalaman yang
paling mempunyai kuat-kuasa atas hidup kita. Semoga kita semua datang ke Misa
Kudus dan mengalami apa yang dikatakan oleh sang pemazmur: “Kecaplah dan
lihatlah, betapa baiknya TUHAN (YHWH) itu!” (Mzm 34:9).
DOA: Tuhan Yesus,
aku sungguh takjub menyaksikan dan mengalami belarasa-Mu dalam hidupku. Terima
kasih penuh syukur kuhaturkan kepada-Mu karena Engkau telah mengurbankan
hidup-Mu sendiri di atas altar salib agar aku mempunyai hidup-Mu dalam diriku.
Terima kasih Yesus, Engkau memberi aku makan dengan tubuh-Mu sendiri. Oleh Roh
Kudus-Mu sendiri, tolonglah aku membuka diriku bagi kuat-kuasa kasih-Mu yang
akan mentransformasikan diriku. Amin.
Sdr. F.X. Indrapradja,
OFS
Tiada ulasan:
Catat Ulasan