(Bacaan Injil Misa
Kudus, HARI MINGGU BIASA XX – 18 Agustus 2013)
“Aku
datang untuk melemparkan api ke bumi dan betapa Aku harapkan, api itu telah
menyala! Aku harus dibaptis dengan suatu baptisan, dan betapa susah hati-Ku,
sebelum hal itu terlaksana! Kamu menyangka bahwa Aku datang untuk membawa damai
di atas bumi? Bukan, kata-Ku kepadamu, bukan damai, melainkan pertentangan.
Karena mulai sekarang akan ada pertentangan antara lima orang di dalam satu
rumah, tiga melawan dua dan dua melawan tiga. Mereka akan saling bertentangan,
ayah melawan anaknya laki-laki dan anak laki-laki melawan ayahnya, ibu melawan
anaknya perempuan, dan anak perempuan melawan ibunya, ibu mertua melawan
menantunya perempuan dan menantu perempuan melawan ibu mertuanya.” (Luk
12:49-53)
Bacaan pertama: Yer
38:4-6,8-10; Mazmur Tanggapan: Mzm 40:2-4,18; Bacaan Kedua: Ibr 12:1-4
“Aku datang untuk
melemparkan api ke bumi” (Luk 12:49-53).
Dari abad ke abad,
Allah telah mengutus para nabi, dan para pemimpin lainnya seperti para hakim
dan imam untuk menyampaikan sabda-Nya kepada umat-Nya. Dan dari abad ke abad
pula, pesan yang mereka sampaikan tidak jarang ditanggapi secara keliru oleh
umat. Oleh karena itu, apakah mengagetkan apabila konfrontasi-konfrontasi ini
telah menggiring kepada friksi dan argumen-argumen panas yang semakin intens?
Yesus mengatakan kepada kita bahwa Dia datang untuk melemparkan api ke bumi dan
selama proses berjalan maka perpecahan-perpecahan atau
pertentangan-pertentangan akan terungkap. Namun justru untuk
pertentangan-pertentangan inilah Dia telah datang guna membereskannya dengan
api cintakasih-Nya.
Kita semua tentunya
telah mempunyai pengalaman dalam hal konflik dan friksi. Kadang-kadang hal ini
terjadi pada saat terjadi ketidaksetujuan atas sesuatu keputusan atau peristiwa
yang terjadi. Atau ketika terjadi argumentasi dengan seseorang yang dekat
dengan kita dlsb. Kita juga bisa saja berkonflik dengan Allah sendiri selagi
kita berjuang untuk mentaati perintah-perintah-Nya dan bertanya kepada-Nya
mengapa penyakit mematikan datang menyerang anggota keluarga kita dlsb. Namun Kitab
Suci mendorong kita untuk bertekun dan menaruh kepercayaan kepada Allah, dengan
mengingat Yesus yang menanggung penderitaan sampai mati di atas kayu salib,
agar supaya kita jangan “menjadi lemah dan putus asa” (Ibr 12:3).
Apabila kita
mempersatukan diri kita dengan Yesus dalam iman dan rasa percaya yang kuat,
maka perjuangan-perjuangan kita dapat ditransformasikan. “Baptisan api” dapat
membuat kita menjadi anak-anak Allah yang matang-dewasa, yang mampu melakukan
tugas pekerjaannya di dalam dunia. Pikirkanlah keberanian nabi Yeremia
mengucapkan perkataan tanpa henti-hentinya dan perpecahan yang diakibatkan oleh
tindakannya sebagai nabi itu (Yer 38:4-10). Pesan Yesus sendiri juga begitu
menantang sehingga membuat orang-orang menjadi terpecah-belah mengenai pendapat
apakah Dia sungguh sang Mesias (Yoh 7:40-53). Seperti para nabi sebelum Dia,
Yesus juga disiksa, bahkan sampai mati di kayu salib.
Kabar baik Injil
adalah bahwa dalam penderitaan Yesus, setiap umat beriman dapat bangkit ke
dalam sebuah hidup yang baru samasekali. Bersatu dengan Dia, dinaungi oleh-Nya,
dan dikuatkan melalui diri-Nya, kita dapat berpegang teguh pada pengakuan iman
kita. Apabila kita dengan tekun mencari Kerajaan-Nya dan memusatkan pandangan
kita pada tujuan surgawi, maka kita akan masuk ke dalam api dan kemudian ke
luar sebagai emas paling murni.
DOA: Tuhan Yesus,
Engkaulah andalanku. Aku percaya bahwa Engkau akan memberikan kepadaku
segalanya yang kubutuhkan dalam hidup, teristimewa hidup berkelimpahan surgawi.
Semoga Roh Kudus-Mu melindungi diriku dalam setiap perjuangan dan pertempuran
spiritual yang harus kujalani. Semoga api cintakasih-Mu menghangatkan hatiku
dan menggerakkan diriku untuk mengasihi sesamaku, bahkan mereka yang membenci
aku …… mereka yang telah berbuat salah terhadap diriku. Amin.
Sdr. F.X.
Indrapradja, OFS
Tiada ulasan:
Catat Ulasan