Halaman

"BAPA YANG KEKAL KUPERSEMBAHKAN KEPADA-MU, TUBUH DAN DARAH, JIWA DAN KE-AILAHAN PUTERA-MU YANG TERKASIH TUHAN KAMI YESUS KRISTUS, DEMI PENEBUSAN DOSA-DOSA KAMI DAN DOSA SELURUH DUNIA" - YESUS RAJA KERAHIMAN ILAHI, AKU PERCAYA KEPADA-MU

Sabtu, Disember 31, 2011

SANTA PERAWAN MARIA BUNDA ALLAH

( Bacaan Injil Misa Kudus, HARI RAYA SP MARIA BUNDA ALLAH, Minggu 1-1-12 )
HARI PERDAMAIAN SEDUNIA

Lalu mereka cepat-cepat berangkat dan menjumpai Maria dan Yusuf dan bayi itu, yang sedang berbaring di dalam palungan. Ketika mereka melihat-Nya, mereka memberitahukan apa yang telah dikatakan kepada mereka tentang Anak itu. Semua orang yang mendengarnya heran tentang apa yang dikatakan gembala-gembala itu kepada mereka. Tetapi Maria menyimpan segala perkataan itu di dalam hatinya dan merenungkannya. Kemudian kembalilah gembala-gembala itu sambil memuji dan memuliakan Allah karena segala sesuatu yang mereka dengar dan mereka lihat, semuanya sesuai dengan apa yang telah dikatakan kepada mereka’ Ketika genap delapan hari dan Ia harus disunatkan, Ia diberi nama Yesus, yaitu nama yang disebut oleh malaikat sebelum Ia dikandung ibu-Nya (Luk 2: 16-21).

Bacaan Pertama: Bil 6:22-27; Mazmur Tanggapan: Mzm 67:2-3, 5-6,8; Bacaan Kedua: Gal 4:4-7

Pernahkah Saudari/Saudara memikirkan mengapa kita (Gereja) mempunyai suatu pesta yang istimewa untuk merayakan Maria sebagai Bunda Allah? Sesungguhnya, hari raya ini dimaksudkan untuk merayakan keilahian Yesus. Dengan mengakui Maria sebagai Bunda Allah, kita sebenarnya mempermaklumkan iman-kepercayaan kita tentang siapa Yesus ini. Pada bagian-bagian awal dari sejarah Gereja, ada kaum bid’ah yang mengajarkan bahwa Yesus memperoleh kodrat ilahinya pada waktu Dia dibaptis atau pada saat kebangkitan-Nya. Ada juga kaum bid’ah lainnya yang mengajarkan bahwa Yesus hanyalah seorang manusia yang baik, yang mengajar kita bagaimana menyenangkan Allah. Mengakui Maria sebagai Bunda Allah, bukan hanya sebagai Bunda Yesus dari Nazaret, sebenarnya menegakkan suatu kebenaran sentral dari iman-kepercayaan kita: Allah yang Mahakuasa menjadi manusia dalam rahim seorang perempuan.
Sebagai Bunda Allah, Maria membawa Yesus ke tengah dunia. Sekarang, sebagai ibu, saudari dan saudara Yesus (lihat Mrk 3:35), kita semua dipanggil untuk mengikuti contoh yang telah diberikan Maria, dan membawa hidup dan kasih Allah kepada orang-orang lain. Kita pun dipanggil untuk menjadi para “pembawa Allah” (Yunani: Theotokos).
Kita boleh saja bertanya, “Bagaimana saya dapat berpengharapan untuk mempunyai hubungan dengan Allah seperti Maria? Biar bagaimana pun juga, Maria itu kan Santa Perawan? Dalam hal ini kita harus percaya, bahwa Allah mempunyai sebuah rencana yang spesifik bagi diri kita masing-masing, untuk mengangkat kita kepada kehidupan ilahi-Nya.
Allah ingin mengajar kita bagaimana menghargai sabda-Nya dan merenungkannya (lihat Luk 2:19). Ia mengundang kita untuk mengheningkan diri, supaya kita dapat mendengar suara-Nya. Allah ingin memenangkan hati kita sepanjang kita menaruh kepercayaan kepada-Nya dan ketaatan kita pada kehendak-Nya bulat tak terbagi-bagi.
Bagaimana kita dapat menjadi lebih terbuka bagi sabda Allah? Untuk itu, kita dapat mulai dengan menyisihkan waktu prima (prime time) kita bagi-Nya – waktu tanpa gangguan televisi, telepon dan distraksi-distraksi lainnya. Dalam waktu yang secara istimewa disediakan bagi-Nya itu kita dapat membawa ke hadapan-Nya segala kesalahan kita, rasa malu kita, atau kecemasan kita – pendek kata segalanya yang menghalangi kita untuk dapat mengalami kasih-Nya yang menyembuhkan. Selagi kita membuka hati kita bagi Yesus, membaca serta merenungkan sabda-Nya dalam Kitab Suci, dan mentaati dorongan-dorongan Roh-Nya, kita akan mulai mengalami hati yang dipenuhi damai-sejahtera yang dahulu kala dialami oleh Maria. Oleh karena itu marilah kita menyediakan waktu hening yang cukup bagi Allah setiap hari. Apabila kita melakukannya, maka kita pun akan dapat mengenal serta mengalami kasih-Nya, berbagai sentuhan dan dorongan-Nya, dan rahmat-Nya.
DOA: Bapa surgawi, kasih-Mu kepadaku sungguh tak dapat dibayangkan. Aku tidak dapat mengasihi Dikau sepenuh-penuhnya sebagaimana Engkau mengasihi diriku. Namun aku akan mengasihi Dikau sebaik-baiknya. Oleh Roh Kudus-Mu, berdayakanlah diriku agar mampu membawa Yesus Kristus, Putera-Mu terkasih, ke tengah dunia sekelilingku. Amin.
Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Khamis, Disember 29, 2011

KELUARGA KRISTIANI ADALAH SEBUAH GEREJA DOMESTIK

( Bacaan Injil Misa Kudus, Pesta Keluarga Kudus, Yesus, Maria, Yusuf, Oktaf Natal, Jumat 30-12-11 )

Lagi pula di situ ada Hana, seorang nabi perempuan, anak Fanuel dari suku Asyer. Ia sudah sangat lanjut umurnya. Sesudah kawin ia hidup tujuh tahun lamanya bersama suaminya, lalu ia menjadi janda sampai ia berumur delapan puluh empat tahun sekarang. Ia tidak pernah meninggalkan Bait Allah dan siang malam beribadah dengan berpuasa dan berdoa. Setelah selesai semua yang harus dilakukan menurut hukum Tuhan, kembalilah mereka ke kota kediaman mereka, yaitu kota Nazaret di Galilea. Anak itu bertambah besar dan menjadi kuat, penuh hikmat, dan kasih karunia Allah ada pada-Nya. (Luk 2:36-40)Pada saat itu juga datanglah ia ke situ dan mengucap syukur kepada Allah dan berbicara tentang Anak itu kepada semua orang yang menantikan kelepasan untuk Yerusalem.

Bacaan Pertama: Kej 15:1-6; 21:1-3; Mazmur Tanggapan: Mzm 105:1-6,8-9

Bacaan Injil hari ini merupakan penggalan dari sebuah narasi yang lebih panjang, yaitu yang berkenaan dengan peristiwa “Yesus dipersembahkan di Bait Allah”. Tiga ayat pertama (Luk 2:36-38) adalah catatan Lukas mengenai Hana, seorang nabiah – seorang anawim – yang merupakan salah seorang pertama yang memberitakan “Kabar Baik” tentang Yesus (Luk 2:38). Dua ayat berikutnya (Luk 2:39-40) bercerita sedikit tentang “Keluarga Kudus”, yang terdiri
dari Yesus, Maria dan Yusuf.

Keluarga Kristiani seringkali digambarkan sebagai sebuah gereja-mini, gereja domestik (Latin Ecclesia Domestica), yang dimaksudkan oleh Allah untuk memancarkan semua karakteristik dari keseluruhan Tubuh Kristus (Gereja). Banyak yang harus kita pelajari lewat permenungan semua ini dalam hati kita dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada Allah, apakah artinya bagi keluarga-keluarga kita keberadaan sebagai gereja-gereja mini tersebut. Semua orangtua secara pribadi dipanggil oleh Allah untuk memainkan sebuah peranan yang istimewa dalam membentuk dan menopang gereja-mini keluarga mereka masing-masing.
Selagi kita melihat contoh yang diberikan oleh Keluarga Kudus dari Nazaret, paling sedikit kita dapat melihat dua karakteristik yang harus kita rangkul dan tunjukkan dalam keluarga kita, yakni ketaatan dan cintakasih kepada Allah. Baik bacaan Injil sebelum ini (Luk 2:22-35) maupun sesudah ini (Luk 2:41-52) menunjukkan dua karakteristik tersebut. Lukas mencatat: “Lalu ketika tiba waktu penyucian menurut hukum Musa, mereka membawa Dia ke Yerusalem untuk menyerahkan-Nya kepada Tuhan, seperti ada tertulis dalam hukum Tuhan, ‘Semua anak laki-laki sulung harus dikuduskan bagi Allah’, dan untuk mempersembahkan kurban menurut apa yang difirmankan dalam hukum Tuhan, yaitu sepasang burung tekukur atau dua ekor anak burung merpati” (Luk 2:22-35). Tiga ayat ini sudah berbicara sendiri tentang ketaatan dan cintakasih pasutri Yusuf-Maria kepada Allah.
Contoh lain dari ketaatan dan cintakasih mereka kepada Allah adalah yang dinarasikan dalam Luk 2:41-52. Maria dan Yusuf taat pada hukum Yahudi dengan setiap tahun pergi ke Yerusalem – sebuah perjalanan kaki yang sungguh jauh dari Nazaret di Galilea – untuk ikut serta dalam perayaan Paskah (Luk 2:41). Menurut hukum yang diberikan oleh Allah kepada umat-Nya, maka orang-orang Yahudi harus mengikuti upacara Paskah setiap tahun. Dalam ketaatan dan cintakasih mereka kepada Allah, Keluarga Kudus berpartisipasi dalam perayaan
Paskah ini, bahkan pergi ke Yerusalem. Dari sini jelas kelihatan bahwa Yusuf dan Maria mengasihi Allah dan menghormati-Nya dengan bersikap dan berperilaku taat kepada hukum-Nya. Dalam ketaatan mereka kepada Allah, mereka sesungguhnya memberi contoh kepada Yesus … inilah leadership by example yang memang seharusnya dipraktekkan oleh para orangtua sebagai pemimpin dalam keluarga. Kepemimpinan seperti ini bahkan berlaku juga bagi para pemimpin bangsa dan negara, dan tentunya juga para pemimpin agama.

Rumah Keluarga Kudus jelas merupakan sebuah tempat di
mana ada cintakasih mendalam kepada Allah; sebuah tempat di mana sabda Allah dan hal-ikhwal yang berkaitan dengan Yang Ilahi dibahas dan dihormati. Hal ini diindikasikan oleh Yesus ketika diketemukan di Bait Allah sedang terlibat dalam sesi diskusi dan tanya-jawab dengan para guru-guru agama Yahudi: “Semua orang yang mendengar Dia sangat heran akan kecerdasan-Nya dan jawaban-jawaban yang diberikan-Nya” (Luk 2:47). Kiranya Maria dan Yusuf telah mendidik Yesus dengan baik; contoh mereka mengenai cintakasih dan ketaatan kepada Allah meratakan jalan bagi Yesus untuk menjadi terbuka bagi segalanya yang akan diajarkan kepada-Nya oleh Bapa surgawi.
Keluarga-keluarga zaman modern akan banyak memper

oleh manfaat dengan mempelajari dan mengikuti contoh yang diberikan oleh Keluarga Kudus dari Nazaret. Keluarga masa kini sungguh dapat menjadi sebuah gereja-mini dan mencerminkan segala sesuatu yang seharusnya merupakan bagian dari Tubuh Kristus yang lebih besar. Oleh karena itu, marilah kita sekarang mencerminkan cintakasih dan ketaatan kepada Allah sebagaimana ditunjukkan oleh Keluarga Kudus dari Nazaret dan berjuang untuk mengikuti contoh mereka. Walaupun kita tidak selalu mengerti, kita tetap dapat mohon rahmat kepada Allah untuk mengasihi-Nya dan taat kepada-Nya.

DOA: Bapa surgawi, dengan ini aku mempersembahkan keluargaku kepada-Mu dan mohon dari-Mu agar memberkati rumah-tanggaku. Aku percaya akan kasih-Mu bagi semua anggota keluargaku. Oleh Roh Kudus-Mu, berikanlah kepadaku kuasa dan hikmat-kebijaksanaan, dan bimbinglah aku dalam mengasihi mereka yang paling dekat dengan diriku. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Rabu, Disember 28, 2011

MENELADAN SIMEON

( Bacaan Pertama Misa Kudus, Hari kelima dalam Oktaf Natal, Kamis 29-12-11 )

Lalu ketika tiba waktu penyucian menurut hukum Musa, mereka membawa Dia ke Yerusalem untuk menyerahkan-Nya kepada Tuhan, seperti ada tertulis dalam hukum Tuhan, “Semua anak laki-laki sulung harus dikuduskan bagi Allah”, dan untuk mempersembahkan kurban menurut apa yang difirmankan dalam hukum Tuhan, yaitu sepasang burung tekukur atau dua ekor anak burung merpati.
Adalah di Yerusalem seorang bernama Simeon. Ia seorang yang benar dan saleh yang menantikan penghiburan bagi Israel, dan Roh Kudus ada di atasnya. Kepadanya telah dinyatakan oleh Roh Kudus bahwa ia tidak akan mati sebelum ia melihat Mesias, yaitu Dia Yang Diurapi Tuhan. Ia datang ke Bait Allah oleh Roh Kudus. Ketika Yesus, Anak itu, dibawa masuk oleh orangtua-Nya untuk melakukan kepada-Nya apa yang ditentukan hukum Taurat, ia menyambut Anak itu dan menggendong-Nya sambil memuji Allah, katanya, “Sekarang, Tuhan, biarkanlah hamba-Mu ini pergi dalam damai sejahtera, sesuai dengan firman-Mu, sebab mataku telah melihat keselamatan yang daripada-Mu, yang telah Engkau sediakan di hadapan segala bangsa, yaitu terang yang menyatakan kehendak-Mu bagi bangsa-bangsa lain dan menjadi kemuliaan bagi umat-Mu, Israel.”
Bapa serta ibu-Nya amat heran akan segala sesuatu yang dikatakan tentang Dia. Lalu Simeon memberkati mereka dan berkata kepada Maria, ibu Anak itu, “Sesungguhnya Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan atau membangkitkan banyak orang di Israel dan untuk menjadi suatu tanda yang menimbulkan perbantahan – dan suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri – supaya menjadi nyata pikiran hati banyak orang.” (Luk 2:22-35)
Bacaan Pertama: 1Yoh 2:3-11; Mazmur Tanggapan: Mzm 96:1-3,5-6
Simeon adalah “seorang yang benar dan saleh yang menantikan penghiburan bagi Israel, dan Roh Kudus ada di atasnya” (Luk 2:25). Kelihatannya Simeon banyak meluangkan waktunya di Bait Allah dan tentunya sangat mencintai segala upacara keagamaan yang berlangsung di tempat itu, misalnya upacara persembahan kurban dlsb.
Namun kehidupan spiritual Simeon jauh melampaui batas-batas ritus keagamaan yang kasat mata. Kehadirannya di Bait Allah mengungkapkan rasa lapar dan dahaganya akan kehadiran Allah. Dapatkah anda membayangkan setiap pagi, ketika Simeon bangun dari tidur lalu berkata dalam doanya: “Inilah aku, Tuhan. Apakah yang Engkau ingin katakan kepadaku hari ini?” Justru karena kewaspadaan Simeon yang bersifat konsisten terhadap kehadiran Allah, maka mungkinlah bagi dirinya untuk mendengar arahan dari Roh Kudus untuk pergi ke Bait Allah. Lukas mencatatnya dengan sepotong kalimat singkat: “Ia datang ke Bait Allah oleh Roh Kudus” (Luk 2:27). Simeon sangat akrab dengan Kitab Suci, oleh karena itulah dia percaya bahwa Allah akan memenuhi janji-janji-Nya. Simeon menanti-nantikan kedatangan sang Mesias dan kepadanya telah dinyatakan oleh Roh Kudus bahwa dia tidak akan mati sebelum dirinya melihat Mesias (lihat Luk 2:26).
Sekarang marilah kita (anda dan saya) melihat diri kita sendiri. Sampai seberapa banyak kita sudah menyerupai Simeon? Andaikan Allah melihat dan memeriksa isi hati kita, apakah Dia melihat iman di dalam hati itu? Ketaatan? Penyerahan diri? Apakah Dia melihat diri kita lembut dan tanggap terhadap sentuhan Roh-Nya? Seandainya diri kita belum sampai di sana, maka janganlah merasa susah dulu (bahasa kerennya: Don’t worry!). Percayalah, bahwa sementara kita menyerahkan diri kita kepada Allah setiap hari, maka Dia akan membentuk diri kita masing-masing menjadi seorang pribadi seperti Simeon.
Agar dapat memusatkan perhatian kita pada sasaran ini, maka kita harus mengambil beberapa langkah praktis. Apabila kita berdoa, ingatlah bahwa kita masing-masing secara unik sangat berharga di hadapan Tuhan. Kita harus percaya pada kebenaran, bahwa Allah mempunyai rencana istimewa bagi hidup kita masing-masing. Pada waktu kita membaca Kitab Suci dan merenungkannya, baiklah kita menghaturkan permohonan dan mempunyai ekspektasi bahwa Allah akan menyatakan kesetiaan dan kuasa-Nya kepada kita. Pada saat-saat tertentu dalam kehidupan sehari-hari kita yang dipenuhi banyak kesibukan ini, kita dapat berhenti sejenak dan dengan kata-kata lembut atau dalam batin mengatakan kepada Tuhan, bahwa kita membutuhkan-Nya. Kita serahkan kepada-Nya segala rasa takut kita, maka Dia pun akan menempatkan rasa percaya dalam hati kita. Dalam keheningan kita mendengarkan bisikan-Nya: Tuhan ingin berbicara kepada kita sebagaimana Dia dahulu kala berbicara kepada Simeon. Roh Kudus-Nya ingin mengajar kita masing-masing dan membimbing jalan kita, untuk membuang pola-dosa yang sudah melumut dalam diri kita, untuk syering dengan orang lain tentang kasih Allah, atau membantu seseorang yang membutuhkan pertolongan.
Sekarang, masalahnya adalah apakah kita mau dibentuk oleh Roh Kudus? Apabila kita mendengar bisikan suara Roh Kudus, maukah kita mentaatinya? Ketika Simeon menunjukkan ketaatannya, dia pun melihat wajah Yesus. Kita pun seharusnya mempunyai ekspektasi yang paling sedikit sama dengan ekspektasi Simeon, karena Allah sesungguhnya ingin semua mata melihat keselamatan-Nya. Dengan demikian “Kidung Simeon” (Luk 2:29-32) yang kita daraskan/nyanyikan dalam Ibadat Penutup (Completorium) setiap malam akan sungguh bermakna.
DOA: Tuhan Yesus, aku ingin memandang Engkau. Hanya dalam diri-Mu-lah aku menemukan damai-sejahtera dan sukacita yang sejati. Oleh terang-Mu bukalah mataku agar mampu memandang kemuliaan Bapa surgawi. Engkau adalah pengharapan segenap umat manusia! Amin.
Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Isnin, Disember 26, 2011

IA MELIHATNYA DAN PERCAYA

( Bacaan Pertama Misa, PESTA YOHANES RASUL-PENULIS INJIL, Selasa 27-12-11 )

Ia berlari-lari mendapatkan Simon Petrus dan murid yang lain yang dikasihi Yesus dan berkata kepada mereka, “Tuhan telah diambil orang dari kuburnya dan kami tidak tahu di mana Ia diletakkan.”
Lalu berangkatlah Petrus dan murid yang lain itu ke kubur. Keduanya berlari bersama-sama, tetapi murid yang lain itu berlari lebih cepat daripada Petrus sehingga lebih dahulu sampai ke kubur. Ia menjenguk ke dalam, dan melihat kain kafan terletak di tanah; akan tteapi, ia tidak masuk ke dalam. Kemudian datanglah Simon Petrus juga menyusul dia dan masuk ke dalam

kubur itu. Ia melihat kain kafan terletak di tanah, sedangkan kain peluh yang tadinya ada di kepala

Bacaan Pertama: 1Yoh 1:1-4; Mazmur Tanggapan: Mzm 97:1-2,5-6.11-12Yesus tidak terletak dekat kain kafan itu, tetapi terlipat tersendiri di tempat yang lain. Sesudah itu, masuklah juga murid yang lain, yang lebih dahulu sampai di kubur itu dan ia melihatnya dan percaya. (Yoh 20:2-8)
Kelahiran Yesus merupakan sebuah langkah ke depan yang menentukan dalam karya Allah untuk menebus suatu umat yang terpisah dari diri-Nya disebabkan oleh dosa. Melalui kehidupan, kematian dan kebangkitan Yesus, umat Allah menemukan keselamatan. Santo Yohanes Rasul yang pestanya kita rayakan pada hari ini, dengan mendalam merasakan akibat dari relasinya dengan Yesus. Yohanes dan saudaranya –
Yakobus – sebelum menjadi murid-murid Yesus adalah nelayan-nelayan yang bekerja untuk ayah mereka yang bernama Zebedeus. Mereka berdua meninggalkan profesi mereka demi mengikut Yesus. Yohanes, Yakobus dan Simon Petrus adalah tiga orang murid Yesus yang termasuk lingkaran paling dekat dengan Yesus ketimbang para murid lainnya. Ketika Yohanes melihat “kubur yang kosong” di pagi hari Paskah, ia langsung percaya (lihat Yoh 20:8).

Allah meningkatkan pemahaman Yohanes tentang Yesus melampaui sekadar tataran fisik dan logis agar ia dapat melihat kebenaran-kebenaran spiritual yang lebih mendalam. Kata kerja dalam bahasa Yunani (eidon) yang digunakan dalam Yoh 20:8 untuk “melihat” memiliki arti yang lebih daripada sekadar melihat dalam arti biasa, namun
berarti melihat yang menyangkut pemahaman akan signifikansi dari peristiwa yang dilihat. Allah ingin agar kita memiliki jenis pemahaman seperti ini mengenai kelahiran Yesus, sesuatu yang dapat diperoleh melalui karya Roh Kudus dalam diri kita.
Kelahiran Yesus adalah sebuah bagian vital dari rencana Allah yang sempurna untuk merestorasi umat-Nya kepada diri-Nya sendiri. Yesus menjadi manusia, dengan demikian secara akrab mempersatukan diri-Nya dengan kita (lihat Ibr 4:15) – baik dalam penderitaan sengsara-Nya maupun dalam kemuliaan-Nya. Pada waktu kita dibaptis ke dalam Yesus kita dibaptis ke dalam kematian-Nya dan kebangkitan-Nya (lihat Rm 6:3-11). Yesus mengatakan kepada Yakobus dan Yohanes, bahwa apabila mereka menginginkan tempat-tempat terhormat dalam surga, maka mereka harus bersedia untuk melayani dan memberikan diri mereka sendiri seturut teladan-Nya (lihat Mrk 10:35-45).

Manakala kita dapat ikut ambil bagian dalam penderitaan Kristus (Flp 1:29), menderita bersama Dia, maka hal ini bukanlah berarti untuk membereskan dosa-dosa kita atau dengan wajah cemberut sambil menggerutu menanggung pencobaan-pencobaan atas diri kita. Yesus telah melakukan silih atas dosa-dosa kita secara lengkap-total di atas kayu salib. Ketika kita bertobat atas segala dosa kita dengan hati yang tulus-ikhlas, maka Allah mengampuni kita, dan kita tidak perlu terus-menerus dihantui oleh rasa bersalah. Penderitaan kita dapat juga menyangkut niat dan tindakan nyata untuk menyingkirkan atau membuang kebiasaan-kebiasaan dosa kita melalui rahmat Allah sehingga dengan demikian kehidupan Yesus dimanifestasikan dalam diri kita dan Gereja pun menjadi terbangun.
DOA: Bapa surgawi, Allah yang Mahatahu, kuduslah nama-Mu. Engkau telah menyatakan misteri-misteri sabda-Mu melalui Santo Yohanes Rasul. Semoga lewat doa dan permenungan atas tulisan-tulisannya kami sampai pada pemahaman tentang hikmat-kebijaksanaan-Mu secara benar. Amin.
Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Ahad, Disember 25, 2011

KAMU AKAN DIBENCI SEMUA ORANG OLEH KARENA NAMA-KU

( Bacaan Injil Misa Kudus, Pesta Santo Stefanus, Martir Pertama, Oktaf Natal. Sabtu 26-12-11 )
Tetapi waspadalah terhadap semua orang; karena ada yang akan menyerahkan kamu kepada majelis agama dan mereka akan mencambuk kamu di rumah ibadatnya. Karena Aku, kamu akan digiring ke hadapan penguasa-penguasa dan raja-raja sebagai suatu kesaksian bagi mereka dan bagi bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Apabila mereka menyerahkan kamu, janganlah kamu khawatir tentang bagaimana dan apa yang harus kamu katakan, karena semuanya itu akan dikaruniakan kepadamu pada saat itu juga. Karena bukan kamu yang berkata-kata, melainkan Roh Bapamu; Dia yang akan berkata-kata di dalam kamu.
Seorang saudara akan menyerahkan saudaranya untuk dibunuh, demikian juga seorang ayah terhadap anaknya. Anak-anak akan memberontak terhadap orangtuanya dan akan membunuh mereka. Kamu akan dibenci semua orang oleh karena nama-Ku; tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat. (Mat 10:17-22)
Bacaan Pertama: Kis 6:8-10; 7:54-59; Mazmur Tanggapan: Mzm 31:3-4,6,8,16-17
Yang mana ada terlebih dahulu, ayam atau telurnya? Sebuah pertanyaan klasik yang sungguh sulit untuk dijawab, karena yang satu ada dan bertumbuh karena keberadaan yang lainnya. Demikian pula kiranya apa yang terjadi dengan ketekunan dan pengharapan dalam kehidupan kita. Kita bertekun, bahkan dalam menghadapi berbagai kesulitan dan pencobaan dalam kehidupan kita karena kita memiliki pengharapan. Namun pada saat yang sama, pengharapan kita itu dibuat menjadi semakin teguh oleh ketekunan kita.
Santo Stefanus, yang pestanya kita rayakan pada hari ini, adalah contoh apa artinya ketekunan dalam mengikuti jejak Kristus. Ia menghadapi oposisi dan penganiayaan (lihat Kis 7:54-59), seperti telah dikatakan (dinubuatkan) oleh Yesus kepada para murid-Nya: “… ada yang akan menyerahkan kamu kepada majelis agama dan mereka akan mencambuk kamu di rumah ibadatnya. …… Seorang saudara akan menyerahkan saudaranya untuk dibunuh, demikian juga seorang ayah terhadap anaknya …… Kamu akan dibenci semua orang oleh karena nama-Ku” (Mat 10:17,21,22). Stefanus, salah seorang dari tujuh orang diakon yang diangkat oleh para rasul (lihat Kis 6:1-7), adalah martir pertama dalam era Kekristenan. Ia tegak membela iman-kepercayaannya kepada Kristus sampai saat akhir hidupnya, karena ketekunannya – kemampuannya untuk berada di Jalan Tuhan. Ia mampu bertahan bukan karena kekuatan kemauaannya sendiri, melainkan karena pengharapannya akan janji-janji Allah yang tak tergoyahkan.
Bersama Yesus, menjadi serupa dengan-Nya, melaksanakan misi-Nya, menderita bersama-Nya agar dapat bangkit bersama Dia. Itulah sebabnya, mengapa Yesus memanggil kita masing-masing untuk bertekun …… bertahan! Akan tetapi hal itu hanya mungkin apabila kita menempatkan pengharapan kita pada kehidupan Roh Kudus dalam diri kita. Dan, hal itu hanya mungkin apabila kita memusatkan pandangan mata kita pada kemuliaan yang akan datang. Walaupun kita dapat mengalami penderitaan atau oposisi selagi kita mengikut Yesus, pada akhirnya kita akan ikut ambil bagian dalam kehidupan kekal-Nya apabila kita bertekun dan tetap bersatu dengan-Nya. Ketika masih hidup di dunia sebagai Yesus dari Nazaret, Ia mendesak para murid-Nya untuk mempercayakan diri mereka pada pemeliharaan Allah yang penuh kasih: “Orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat” (Mat 10:22). Janji ini juga sungguh benar bagi kita – para murid-Nya yang hidup pada abad ke-21 ini.
Sekarang , marilah kita menatap tahun baru yang sudah di depan mata ini dengan penuh keyakinan, bahwa jika dipenuhi oleh Roh Kudus kita akan mampu bertekun melalui segala pengharapan dan rasa sakit, kemenangan dan pencobaan yang menantikan kita di tahun depan.
DOA: Yesus Kristus, Engkau adalah Tuhan dan Juruselamatku. Anugerahkanlah kepadaku keberanian untuk mengikuti jejak-Mu. Aku bertekad untuk senantiasa setia walaupun pada saat-saat jalan yang kutempuh dipenuhi banyak rintangan serta halangan, dan aku pun menjadi takut. Tanamkanlah pengharapan yang baru dalam diriku oleh Roh Kudus-Mu. ya Tuhan Yesus. Aku menaruh hidupku ke dalam tangan-tangan-Mu yang penuh kasih. Amin.

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Sabtu, Disember 24, 2011

TIGA NAMA PENTING

( Bacaan Injil Misa Fajar, HARI RAYA NATAL, Minggu 25-12-11 )
Setelah malaikat-malaikat itu meninggalkan mereka dan kembali ke surga, gembala-gembala itu berkata seorang kepada yang lain, “Marilah sekarang kita pergi ke Betlehem untuk melihat apa yang terjadi di sana, seperti yang diberitahukan Tuhan kepada kita.” Lalu mereka cepat-cepat berangkat dan menjumpai Maria dan Yusuf dan bayi itu, yang sedang berbaring di dalam palungan. Ketika melihat-Nya, mereka memberitahukan apa yang telah dikatakan kepada mereka tentang Anak itu. Semua orang yang mendengarnya heran tentang apa yang dikatakan gembala-gembala itu kepada mereka. Tetapi Maria menyimpan segala perkataan itu di dalam hatinya dan merenungkannya. Kemudian kembalilah gembala-gembala itu sambil memuji dan memuliakan Allah karena segala sesuatu yang mereka dengar dan mereka lihat, semuanya sesuai dengan apa yang telah dikatakan kepada mereka. (Luk 2:15-20)
Bacaan Pertama: Yes 62:11-12; Mazmur Tanggapan: Mzm 97:1,6,11-12; Bacaan Kedua: Tit 3:4-7
Kisah Natal yang dipaparkan oleh Lukas sesungguhnya adalah proklamasi tentang kelahiran sang Juruselamat dunia, Yesus Kristus, Tuhan! Peristiwa ilahi itu diutarakan oleh sang penginjil lewat penggambaran keterlibatan orang-orang tertentu, pada masa tertentu dalam sejarah dunia dan terjadi pada tempat tertentu pula. Detil-detil ini dengan indahnya dirajut ke dalam sebuah rangkaian cerita, yang walaupun bukan merupakan catatan harian tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi pada satu malam, tetap saja merupakan setting yang kaya secara alkitabiah sehubungan dengan misteri kedatangan Sang Ilahi ke tengah dunia.
Kita yang selama masa Adven telah menanti-nanti sambil mempersiapkan diri sebaik-baiknya sekarang dapat bersukacita mendengar kabar surgawi bahwa Allah – karena begitu mengasihi seisi dunia – telah mengutus Putera-Nya yang tunggal ke tengah-tengah dunia. Dia adalah Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamat kita!
Ada tiga nama penting yang diumumkan oleh malaikat kepada para gembala di padang Efrata: tiga nama yang merupakan kabar sukacita, suatu sukacita yang harus disyeringkan kepada dan oleh seluruh dunia … Juruselamat, Kristus (Mesias) dan Tuhan: “Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud” (Luk 2:11).
Nama yang pertama adalah Juruselamat. Artinya sama dengan nama Yesus yang disampaikan oleh malaikat agung Gabriel kepada Maria (lihat Luk 1:31). Yesus atau Iésous dalam bahasa Yunani, yang berasal dari kata Ibrani Yésyüa’, Yehôsyûa’ yang berarti “YHWH menyelamatkan”. Dengan demikian, nama Yesus berarti Dia yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa-dosa mereka. Nama ini tidak akan berarti sekiranya tidak ada orang-orang berdosa yang perlu diselamatkan, orang-orang yang hampir tenggelam ke dalam lautan dalam yang memerlukan pertolongan. Ingatlah bahwa kehadiran seorang dokter paling dihargai ketika ada seorang yang sakit atau terluka karena suatu kecelakaan yang menimpa dirinya. Demikian pula arti kedatangan seorang Juruselamat adalah “kabar baik” bagi orang-orang yang sadar bahwa mereka adalah para pendosa yang sungguh membutuhkan pertolongan dari Yang Ilahi.
Dalam masa Adven umat Kristiani menyiapkan diri kita antara lain untuk menyambut hari Natal. Masa penantian yang kita jalani selama kurang lebih satu bulan ini menarik kita keluar dari “hiruk pikuk” masyarakat modern agar dapat menghadapi “naluri primitif kita sendiri yang liar” serta mengalami kedambaan roh kita akan pertolongan-Nya. Masa Adven juga menantang kita untuk bersikap jujur dan sederhana dalam menghadapi masalah-masalah kehidupan kita, untuk mengerti diri kita sendiri secara jujur. Dan dalam kesederhanaan ini menyadari bahwa kita memang membutuhkan seorang Juruselamat ilahi.
Kata atau nama “Juruselamat” mengungkapkan turunnya Allah kepada para pendosa yang sudah jatuh ke dalam jurang dosa. Lukas memperluas ajaran penting yang baru disebutkan tadi, karena pesan surgawi pertama-tama diberikan kepada para gembala. Mungkin untuk sekejab kita dapat melupakan ide-ide romantis kita tentang para gembala. Mereka juga orang-orang berdosa. Para gembala dipandang sebagai orang-orang yang sangat tidak jujur (mungkin karena suka mencuri kasut pada waktu ibadat di sinagoga?) dan tubuh mereka “memancarkan” aroma yang tidak sedap (alias bau sekali) sehingga mereka tidak diperkenankan untuk mengikuti ibadat di sinagoga atau Bait Suci. Namun Juruselamat yang satu ini ingin menunjukkan pentinglah kehadiran-Nya di tengah-tengah orang berdosa. Kelak ketika sudah dewasa, Yesus akan ditentang habis oleh para pemuka agama Yahudi yang tidak dapat menerimka kenyataan bahwa Yesus suka makan-minum dengan para pemungut cukai dan pendosa (lihat misalnya Luk 15:2). Bagaimana kita akan bereaksi jikalau kita yang kebanyakan tinggal di kawasan pemukiman “kelas” menengah ke atas dan anggota jemaat sebuah paroki yang “kaya” pada suatu hari menyaksikan Yesus makan-minum dengan para sampah masyarakat dan “wong cilik” pada umumnya? Akan menggerutukah kita? Akan merasa kesalkah kita – sebagai anggota Dewan Paroki yang terhormat – apabila pada suatu hari memergoki Pastor Paroki dan/atau Pastor Rekannya sedang makan-minum bersama dengan para pegawai rendahan paroki, misalnya para petugas pembersih WC dlsb.?
Sehubungan dengan hal ini, kita senantiasa tidak boleh melupakan, bahwa Juruselamat kita itu samasekali tidak dilahirkan sebagai anak manusia di sebuah hotel berbintang, melainkan di tengah-tengah orang-orang miskin, orang-orang yang tidak memiliki rumah atau tempat tinggal yang memadai. Maria dan Yusuf dengan gembira menggunakan tempat sangat sederhana yang dipinjamkan orang. Bahkan tempat itu pun bukan dimaksudkan untuk didiami manusia, melainkan hewan-hewan milik orang itu. Apa sebabnya? Injil Lukas hanya membuat sebuah laporan sangat singkat: “… karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan” (Luk 2:7). Tempat kelahiran sang Juruselamat sungguh sebuah tempat yang bau, kotor dan tidak hygienis; tidak ubahnya seperti dunia yang dimasuki-Nya; juga tidak ubahnya seperti jiwa-jiwa manusia yang dikunjungi-Nya.
Nama kedua yang diumumkan oleh malaikat kepada para gembala adalah Kristus (Mesias). Ia dikenal sebagai Yesus dalam keluarga-Nya, oleh teman-teman-Nya, oleh para tetangga dll. Nama atau kata “Kristus” mengungkapkan fungsi atau misi yang diemban-Nya. Kristus berarti yang diurapi. Dalam Perjanjian Lama orang-orang diurapi untuk tiga tugas pelayanan besar, yaitu sebagai nabi, imam dan raja. Seorang nabi dipanggil untuk menjadi seorang guru dan/atau jubir kehendak Allah. Seorang imam adalah mediator (perantara) yang mempersembahkan kurban kepada Allah untuk umat. Seorang raja diurapi agar supaya melayani rakyat dengan pemerintahan dan kepemimpinan yang baik.
Nah, dari pengumuman malaikat kepada para gembala ini, untuk pertama kali ketiga pengurapan itu dipenuhi dalam diri satu orang saja, yaitu sang Terurapi, Kristus. Sebagai seorang nabi Yesus adalah Pribadi yang membawa terang Allah ke tengah-tengah sebuah dunia yang dilanda kegelapan. Sebagai imam, Yesus akan berfungsi sebagai seorang gembala baik, yang menggembalakan umat-Nya, artinya mencari jiwa-jiwa yang tersesat agar kembali kepada Allah dan mempertaruhkan nyawa untuk mereka. Sebagai raja, Yesus akan mendirikan kerajaan Allah dalam jiwa-jiwa.
Nama ketiga yang diumumkan oleh malaikat kepada para gembala adalah Tuhan (Yunani: Kyrios). Lukas sangat menyenangi nama ini karena menulis Injilnya untuk dunia kafir Roma yang pada zaman itu mengklaim bahwa Kaisar itu memiliki kodrat ilahi. Pesan Lukas kepada mereka adalah, bahwa hanya ada satu Tuhan, Yesus Kristus. Ketiga nama yang disebutkan ini sangat kaya dalam hal signikansinya.
Juruselamat … turun ke tengah-tengah dunia … ke dalam kedosaan dan kemiskinan. Kristus … melayani kita sebagai nabi terang, sebagai gembala jiwa-jiwa dan sebagai pembawa kerajaan Allah … dibangkitkan, kembali ke kemuliaan ilahi, dan mengangkat kodrat insansi yang Ia sendiri telah mengambilnya. Dia merendahkan diri-Nya untuk mengambil kodrat insani kita sehingga melalui Dia, kita dapat ikut ambil bagian dalam kodrat ilahi.
Natal dalam arti sesungguhnya jauh dari sekadar mengenang secara sentimental peristiwa lampau dalam sejarah manusia. Natal adalah perayaan yang hidup akan karunia Allah dalam diri seorang Juruselamat, Kristus dan Tuhan. Lukas menceritakan kepada kita bahwa orang-orang yang pertama kali memperoleh kabar yang menggembirakan ini menjadi sangat ketakutan: “Lalu berdirilah seorang malaikat Tuhan di dekat mereka dan kemuliaan Tuhan bersinar meliputi mereka dan mereka sangat ketakutan” (Luk 2:9). Mereka bergegas ke Betlehem untuk menjumpai Maria dan Yusuf dan bayi itu yang sedang berbaring di dalam palungan. Semua orang yang mendengar pemberitahuan para gembala tentang apa yang dikatakan malaikat tentang Anak yang baru dilahirkan itu menjadi heran (lihat Luk 2:16-18). Maria menyimpan segala perkataan gembala-gembala itu di dalam hatinya dan merenungkannya (Luk 2:19). Para gembala itu kemudian kembali sambil memuji dan memuliakan Allah (Luk 2:20).

DOA: Bapa surgawi, Allah yang Mahakuasa – Khalik langit dan bumi, kuduslah nama-Mu! Putera-Mu, sang Firman yang telah menjadi manusia, memenuhi diri kami dengan terang yang baru yang dibawa-Nya ke tengah-tengah umat manusia. Biarlah terang iman dalam hati kami masing-masing memancar dalam kata-kata yang kami ucapkan dan segala hal yang kami lakukan. Amin.

Jumaat, Disember 23, 2011

MALAM KUDUS


Malam Natal menjadi malam kudus, sebab pada malam itu Tuhan dilahirkan, yakni Putera dan Sabda (Firman) Bapa. Ia ada di luar segala batas waktu dan melampaui dunia. Ia lahir pada malam itu, tetapi berdasarkan asalnya Dia bukanlah dari dunia ini. Dia bukanlah sembarang kanak-kanak yang lahir pada suatu hari atau pada suatu malam.
Oleh malam yang satu itu, setiap malam ditebus dan dikuduskan. Tidak ada lagi kegelapan di dunia ini yang samasekali tertutup bagi cahaya abadi. Tidak ada lagi mata yang tertutup dan tidak dapat dibuka lagi untuk melihat cahaya nan agung. Karena itu kita boleh memuji suasana malam. Kita boleh mengakui, bahwa suasana malam ada dalam tangan Tuhan, sebab pada malam Natal mata iman kita melihat cahaya abadi. Dan pada malam yang kudus itu telinga kita mendengar lagu-lagu pujian surgawi yang memenuhinya.
Jika demikian halnya, maka kita bertindak sebagai penjaga malam yang dengan kepala dingin yakin bahwa Tuhan datang pada kegelapan malam kehidupan kita, untuk menghantar kita keluar dari malam itu menuju hari agung yang kekal.
Jadi, malam Natal dirayakan karena itulah awal dari HARI AGUNG yang tak kunjung terbenam. Kita mau berjaga dengan tenang, seperti para gembala di padang Efrata. Pada malam itu kita akan mendengar kabar tentang TERANG ABADI. Lalu, tidak akan ada lagi malam yang gelap menakutkan, sebab malam sudah menjelma sebagai MALAM NATAL, ketika Kristus dilahirkan.
Sumber: Adaptasi dari P. Karl Rahner SJ, Een nieuwe spiritualiteit (Sebuah spiritualistas baru)

SELAMAT NATAL & TAHUN BARU 2012

Khamis, Disember 22, 2011

BENEDICTUS: NYANYIAN PUJIAN ZAKHARIA [2]

( Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Khusus Adven, Sabtu 24-12-11 )

Zakharia, ayahnya, penuh dengan Roh Kudus, lalu bernubuat, “Terpujilah Tuhan, Allah Israel, sebab Ia datang untuk menyelamatkan umat-Nya dan membawa kelepasan baginya, Ia menumbuhkan sebuah tanduk keselamatan bagi kita di dalam keturunan Daud, hamba-Nya itu, – seperti yang telah difirmankan-Nya sejak purbakala oleh mulut nabi-nabi-Nya yang kudus – untuk melepaskan kita dari musuh-musuh kita dan dari tangan semua orang yang membenci kita, untuk menunjukkan rahmat-Nya kepada nenek moyang kita dan mengingat perjanjian-Nya yang kudus, yaitu sumpah yang diucapkan-Nya kepada Abraham, bapak leluhur kita bahwa ia mengaruniai kita, supaya kita, terlepas dari tangan musuh, dapat beribadah kepada-Nya tanpa takut, dalam kekudusan dan kebenaran di dihadapan-Nya seumur hidup kita. Dan engkau, hai anakku, akan disebut nabi Allah Yang Mahatinggi; karena engkau akan berjalan mendahului Tuhan untuk mempersiapkan jalan bagi-Nya, untuk memberikan kepada umat-Nya pengertian akan keselamatan yang berdasarkan pengampunan dosa-dosa mereka, oleh rahmat dan belas kasihan dari Allah kita, yang dengannya Ia akan datang untuk menyelamatkan kita, Surya pagi dari tempat yang tinggi, untuk menyinari mereka yang tinggal dalam kegelapan dan dalam naungan maut untuk mengarahkan kaki kita kepada jalan damai sejahtera.” (Luk 1:67-79)
Bacaan pertama: 2Sam 7:1-5,8b-12,16; Mazmur Tanggapan: Mzm 89:2-5,27,29
“Terpujilah Tuhan, Allah Israel, sebab Ia datang untuk menyelamatkan umat-Nya dan membawa kelepasan baginya” (Luk 1:68).
Keragu-raguan Zakharia pada kata-kata malaikat membuat dirinya bisu – keheningan yang dipaksakan oleh Yang Ilahi – untuk sembilan bulan lamanya (Luk 1:18-20). Zakharia tidak mempunyai pilihan – dia dibuat bisu! Akan tetapi Zakharia membuat pilihan, yakni untuk menjalani kurun waktu selama sembilan bulan kebisuan ini dengan melakukan permenungan janji-janji dan rencana-rencana Allah. Karena dia duduk hening dalam doa, Zakharia memperkenankan Allah untuk mengajar dirinya tentang anaknya yang akan dilahirkan, Yohanes, dan peranan yang akan dimainkannya dalam sejarah keselamatan. Doa-doa telah membuka hati Zakharia sehinga dia dapat dengan penuh gairah menerima rencana Allah.
Petikan ayat Kitab Suci di atas adalah awal dari kidungnya yang dikenal dengan nama Benedictus atau “Kidung Zakharia” yang setiap hari didoakan/dinyanyikan dalam “Ibadat Pagi”. Dengan kalimat ini Zakharia memuji sejarah keselamatan Allah pada umumnya. Dalam kidung ini, Zakharia menempatkan kehidupan puteranya dalam hubungannya dengan karya Allah untuk menyelamatkan bangsanya sendiri dan segala bangsa. Dia merasa bersyukur dalam hati, karena kanak-kanak yang disanjungnya dalam kidung ini menjadi perintis jalan bagi Tuhan, bentara Mesias yang bertugas mempersiapkan sebuah bangsa yang sempurna bagi Allah.
Dengan cara yang khas, hal ini juga berlaku bagi kita masing-masing. Kita pun dapat melambungkan sebuah madah pujian-syukur atas kehidupan kita sendiri. Mengapa? Karena kita juga termasuk dalam bangsa terpilih, yang dipanggil oleh Allah untuk mengikuti sang Penebus dan mempersiapkan sebuah jalan menuju masa depan yang menjadi milik.
Allah itu kekal. Ia yang memberikan kepada kita kehidupan tanpa menanyakan terlebih dahulu kepada kita. Sebab, dengan menghidupkan kita, Dia menunjukkan kerahiman-Nya kepada kita. Sejak saat orang dipanggil Allah, dia dikuasai oleh suatu misteri ilahi yang menakutkan namun pada saat yang sama juga membahagiakan.
Allah telah menjadi misteri bagi hidup kita. Walaupun demikian, kita senantiasa masih dapat melambungkan puji-pujian kepada-Nya: “Terpujilah Allah yang telah memanggil kita kepada persekutuan dengan Putera-Nya. Terpujilah Allah yang telah mengasihi, menyelamatkan dan memanggil kita kepada Terang-Nya yang tak terperikan. Terpujilah Allah yang telah menjadikan kita anak-anak-Nya. Terpujilah Allah yang sebagai manusia telah ikut serta menempuh liku-liku kehidupan kita agar kita mengikuti dan merintis jalan bagi-Nya, hingga kerahiman Allah dinyatakan kepada kita, yang memberikan arti terdalam dalam kehidupan kita. Terpujilah Allah hingga saat di mana kita diperbolehkan mengucapkan doa syukur abadi, yang tidak pernah akan berhenti lagi.
DOA: Ya Allah, Engkau sungguh baik hati. Terimalah persembahan pujian kami. Amin.
Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

IA HARUS DINAMAI YOHANES

( Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Khusus Adven, Jumat 23-12-11 )

Kemudian tibalah waktunya bagi Elisabet untuk bersalin dan ia pun melahirkan seorang anak laki-laki. Ketika tetangga-tetangganya serta sanak saudaranya mendengar bahwa Tuhan telah menunjukkan rahmat-Nya yang begitu besar kepadanya, bersukacitalah mereka bersama-sama dengan dia. Lalu datanglah mereka pada hari yang ke delapan untuk menyunatkan anak itu dan mereka hendak menamai dia Zakharia menurut nama bapaknya, tetapi ibunya berkata, “Jangan, ia harus dinamai Yohanes.” Kata mereka kepadanya, “Tidak ada di antara sanak saudaramu yang bernama demikian.” Lalu mereka memberi isyarat kepada bapaknya untuk bertanya nama apa yang hendak diberikannya kepada anaknya itu. Ia meminta batu tulis, lalu menuliskan kata-kata ini, “Namanya adalah Yohanes.” Mereka pun heran semuanya. Seketika itu juga terbukalah mulutnya dan terlepaslah lidahnya, lalu ia berkata-kata dan memuji Allah.
Lalu ketakutanlah semua orang yang tinggal di sekitarnya, dan segala peristiwa itu menjadi buah pembicaraan di seluruh pegunungan Yudea. Semua orang yang mendengarnya, merenungkannya dalam hati dan berkata, “Menjadi apakah anak ini nanti?” Sebab tangan Tuhan menyertai dia. (Luk 1:57-66)
Bacaan pertama: Mal 3:1-4; 4:5-6; Mazmur Tanggapan: Mzm 25:4-5,8-10,14
Para orang tua tentunya mempunyai banyak alasan mengapa mereka memilih sendiri nama anak mereka. Dalam kasus Yohanes Pembaptis, yang menentukan nama sang anak bukanlah orangtuanya, melainkan Allah sendirilah yang menentukan namanya sebagai bagian dari perwahyuan atas makna Natal. Nama “Yohanes” (bahasa Yunani: Iôannès) menunjukkan suatu kebenaran penting tentang kedatangan Tuhan ke dalam dunia. Kata Ibrani-nya dapat diterjemahkan sebagai: “YHWH memberikan karunia”. Ingatlah apa yang dikatakan malaikat Gabriel kepada Maria: “Salam, hai engkau yang dikaruniai” (catatan: dalam doa ‘Salam Maria’ kita mengatakan “penuh rahmat”). Salam malaikat ini mencerminkan perwahyuan yang ada dalam kata “Yohanes”. Salam malaikat agung Gabriel ini mengandung makna, bahwa Maria adalah puteri Allah yang paling terberkati.
Maria dipilih menjadi ibunda Yesus bukan karena usahanya sendiri, melainkan sepenuhnya karena kehendak Allah. Demikian pula halnya dengan kita. Natal adalah pemberian dari Allah bagi kita yang bersifat gratis (catatan: kata bahasa Latin gratia atau grace dalam bahasa Inggris berarti “rahmat”), murni karunia. Tanpa upaya apapun dari pihak manusia, Allah memberikan kepada kita karunia-Nya yang terbesar, yaitu Putera-Nya sendiri.
Pada zaman nabi Maleakhi, orang-orang Yahudi baru pulang kembali ke tanah terjanji setelah hidup dalam pembuangan di Babel. Mereka berjuang melawan kemiskinan yang selama itu telah membelenggu mereka. Mereka mengeluh kepada Allah mengapa hanya orang-orang jahat saja yang hidup makmur. Kendati mereka sendiri juga tidak setia kepada Allah, mereka mau tahu bilamana Allah akan memenuhi janji-Nya untuk menurunkan berkat-berkat kepada mereka.
Pada zaman modern ini pun kita terkadang (atau seringkali?) masih bertanya mengenai kemakmuran dan kenikmatan hidup orang-orang yang kelihatan tidak peduli pada Allah maupun perintah-perintah-Nya, misalnya para pejabat pemerintahan yang korup dan/atau para pengusaha yang tidak pernah mempedulikan etika bisnis. Dalam hal ini kita harus ingat perwahyuan bahwa tidak ada seorang pun yang dikecualikan dari cintakasih Kristus. Mereka yang kaya dan berkuasa juga termasuk, misalnya para majus. Namun orang-orang miskin, bersahaja dan berderajat sosial/ekonomi rendah sungguh menerima karunia-Nya secara istimewa. Yang pertama datang menyambut kedatangan bayi Yesus adalah para gembala. Mereka mewakili “wong cilik”, orang-orang bersahaja yang menggantungkan “nasib” mereka sepenuhnya kepada Allah, bukannya harta kekayaan atau kekuasaan yang dimiliki.
Dalam Magnificat-nya Maria memuji-muji Allah karena “Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dari takhtanya dan meninggikan orang-orang yang rendah” (Luk 1:52). Kita akan menerima berkat-berkat Natal selama kita bersikap rendah hati di hadapan Allah, dan bahwa kita tidak menggantungkan diri pada kekayaan dunia ini, melainkan hanya pada kekayaan belas kasih Allah.
DOA: Bapa surgawi, nama “Yohanes” mengingatkan kami, bahwa Engkau-lah Sang Pemberi karunia kepada umat manusia. Biarlah Roh Kudus-Mu mempersiapkan hati kami agar sungguh siap menerima kedatangan karunia-Mu yang terbesar, Yesus Putera-Mu, pada hari Natal ini. Amin.
Sdr. F.X. Indrapradja, OFS