( Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Khusus Adven, Kamis 22-12-11 )
Lalu kata Maria, “Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah Juruselamatku, sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya. Sesungguhnya, mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia, karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan kuduslah nama-Nya. Rahmat-Nya turun-temurun atas orang yang takut akan Dia. Ia memperlihatkan kuasa-Nya dengan perbuatan tangan-Nya dan mencerai-beraikan orang-orang yang congkak hatinya; Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dari takhtanya dan meninggikan orang-orang yang rendah; Ia melimpahkan segala yang baik kepada orang yang lapar, dan menyuruh orang yang kaya pergi dengan tangan hampa; Ia menolong Israel, hamba-Nya, karena Ia mengingat rahmat-Nya, seperti yang dijanjikan-Nya kepada nenek moyang kita, kepada Abraham dan keturunannya untuk selama-lamanya.” Maria tinggal kira-kira tiga bulan lamanya bersama dengan Elisabet, lalu pulang kembali ke rumahnya. (Luk 1:46-56)
Bacaan pertama: 1Sam 1:24-28; Mazmur Tanggapan: 1Sam 2:1.4-8
Kidung Maria dalam bacaan Injil hari ini dikenal dalam bahasa Latin dengan nama Magnificat. Kidung Maria ini sangat mirip dengan kidung yang dinyanyikan oleh Hana (1Sam 2:1-10), ibunda dari nabi Samuel. Kidung Maria juga mencerminkan sejumlah nas dalam Perjanjian Lama.
Magnificat sangat indah karena kidung ini mengungkapkan perasaan terdalam Maria, dan pada saat yang sama mencerminkan suatu tradisi lama yang menyangkut praktek hidup saleh dalam Perjanjian Lama. Ketika Elisabet memuji Maria sebagai yang terberkati di antara semua perempuan, Maria menanggapinya sesuai dengan tradisi lama tersebut. Pada hakekatnya Maria berkata kepada Elisabet:“Janganlah memujiku. Akan tetapi bergabunglah dengan aku dalam memproklamasikan keagungan Tuhan; bersama-sama kita dapat menemukan sukacita dalam Allah Penyelamat kita.” Sesungguhnya Maria memang adalah seorang pribadi yang paling diberkati di antara para perempuan karena “Buah Rahimnya”. Bagaimana dengan kita? Kita pun sangat terberkati, karena Anaknya yang adalah Putera ilahi Allah telah menjadi Juruselamat kita.
Magnificat ini sangat bernilai dalam Gereja, karena didaraskan/dinyanyikan setiap hari sepanjang tahun dalam Ibadat Sore oleh mereka yang secara rutin mendoakan Ibadat Harian (Ofisi Ilahi). Kenyataan ini merupakan suatu undangan kepada kita semua untuk mendoakan Kidung Maria, apakah kita mendoakan Ibadat Harian atau tidak! Maria ingin agar kita semua bergabung dengan dirinya, kemudian bersama-sama berkata: “Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku” (Luk 1:46).
Semangat Natal adalah semangat memberi dengan penuh kemurahan hati. Semangat ini mengalir dari Allah sendiri dan dicerminkan dalam bacaan-bacaan liturgi hari ini. Hana sudah lama mandul. Perempuan ini bernazar: “YHWH semesta alam, jika sungguh-sungguh Engkau memperhatikan sengsara hamba-Mu ini dan mengingat kepadaku dan tidak melupakan hamba-Mu ini, tetapi memberikan kepada hamba-Mu ini seorang anak laki-laki, maka aku akan memberikan dia kepada YHWH untuk seumur hidupnya dan pisau cukur tidak akan menyentuh kepalanya”(1Sam 1:11). Anaknya dinamakan Samuel. Hana dan suaminya kemudian membawa anak yang masih kecil sekali itu ke rumah YHWH di Silo untuk dipelihara dan dididik oleh imam Eli.
Kiranya pada waktu Maria mulai hidup menjanda karena kematian Yusuf, ia memperkenankan (= memberi izin) Anaknya yang tunggal itu mulai melakukan karya pelayanan di tengah masyarakat. Tindakan Maria tersebut merupakan contoh tindakan yang tidak mementingkan diri sendiri dan dipenuhi dengan semangat untuk melihat dan mengalami terlaksananya karya penyelamatan Allah bagi umat manusia.
Anak laki-laki Hana, Samuel, yang telah dibina dan ditempa oleh imam Eli menjadi seorang nabi besar yang mengurapi Saul sebagai raja Israel yang pertama, dan kemudian mengurapi Daud sebagai raja Israel yang paling agung. Anak laki-laki Maria, Yesus, Nabi dan Raja, adalah Imam yang mempersembahkan kurban salib bagi keselamatan kita semua. Kedua perempuan itu mencerminkan kebaikan Allah. Kita hanya dapat membayangkan betapa berharganya Samuel di mata Hana dan betapa besar arti Yesus bagi Maria. Kedua perempuan itu menyerahkan/memberikan anak laki-laki mereka untuk kepentingan rencana Allah, bukan untuk kepentingan mereka sendiri. Tindakan mereka itu adalah tindakan yang benar-benar berani dan lepas-total dari motif mementingkan diri sendiri (tanpa pamrih). Memang tidak mudahlah bagi kita untuk merenungkan betapa besar cintakasih Bapa surgawi kepada Putera-Nya. Namun kita telah melihat bahwa Bapa surgawi sangat mengasihi kita manusia, sampai-sampai Dia memberikan kepada kita Putera-Nya yang tunggal itu sebagai Juruselamat kita (lihat Yoh 3:16).
Dengan demikian, Natal bagi kita masing-masing tidaklah lengkap tanpa tindakan kita untuk memberi. Pemberian yang terbaik dan terindah bukanlah sebuah benda, akan tetapi cintakasih yang kita berikan kepada Allah dan juga umat-Nya, artinya sesama kita.
DOA: Roh Kudus Allah, berikanlah kepadaku hikmat agar sungguh dapat memahami makna sejati dari tindakan memberi cintakasih kepada Allah dan juga sesamaku. Bentuklah aku menjadi murid Kristus yang sejati. Tanamkanlah keyakinan dalam diriku, bahwa dengan memberi aku menerima, dengan memberi pengampunan aku diampuni. Amin.
Sdr. F.X. Indrapradja, OFS
Lalu kata Maria, “Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah Juruselamatku, sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya. Sesungguhnya, mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia, karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan kuduslah nama-Nya. Rahmat-Nya turun-temurun atas orang yang takut akan Dia. Ia memperlihatkan kuasa-Nya dengan perbuatan tangan-Nya dan mencerai-beraikan orang-orang yang congkak hatinya; Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dari takhtanya dan meninggikan orang-orang yang rendah; Ia melimpahkan segala yang baik kepada orang yang lapar, dan menyuruh orang yang kaya pergi dengan tangan hampa; Ia menolong Israel, hamba-Nya, karena Ia mengingat rahmat-Nya, seperti yang dijanjikan-Nya kepada nenek moyang kita, kepada Abraham dan keturunannya untuk selama-lamanya.” Maria tinggal kira-kira tiga bulan lamanya bersama dengan Elisabet, lalu pulang kembali ke rumahnya. (Luk 1:46-56)
Bacaan pertama: 1Sam 1:24-28; Mazmur Tanggapan: 1Sam 2:1.4-8
Kidung Maria dalam bacaan Injil hari ini dikenal dalam bahasa Latin dengan nama Magnificat. Kidung Maria ini sangat mirip dengan kidung yang dinyanyikan oleh Hana (1Sam 2:1-10), ibunda dari nabi Samuel. Kidung Maria juga mencerminkan sejumlah nas dalam Perjanjian Lama.
Magnificat sangat indah karena kidung ini mengungkapkan perasaan terdalam Maria, dan pada saat yang sama mencerminkan suatu tradisi lama yang menyangkut praktek hidup saleh dalam Perjanjian Lama. Ketika Elisabet memuji Maria sebagai yang terberkati di antara semua perempuan, Maria menanggapinya sesuai dengan tradisi lama tersebut. Pada hakekatnya Maria berkata kepada Elisabet:“Janganlah memujiku. Akan tetapi bergabunglah dengan aku dalam memproklamasikan keagungan Tuhan; bersama-sama kita dapat menemukan sukacita dalam Allah Penyelamat kita.” Sesungguhnya Maria memang adalah seorang pribadi yang paling diberkati di antara para perempuan karena “Buah Rahimnya”. Bagaimana dengan kita? Kita pun sangat terberkati, karena Anaknya yang adalah Putera ilahi Allah telah menjadi Juruselamat kita.
Magnificat ini sangat bernilai dalam Gereja, karena didaraskan/dinyanyikan setiap hari sepanjang tahun dalam Ibadat Sore oleh mereka yang secara rutin mendoakan Ibadat Harian (Ofisi Ilahi). Kenyataan ini merupakan suatu undangan kepada kita semua untuk mendoakan Kidung Maria, apakah kita mendoakan Ibadat Harian atau tidak! Maria ingin agar kita semua bergabung dengan dirinya, kemudian bersama-sama berkata: “Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku” (Luk 1:46).
Semangat Natal adalah semangat memberi dengan penuh kemurahan hati. Semangat ini mengalir dari Allah sendiri dan dicerminkan dalam bacaan-bacaan liturgi hari ini. Hana sudah lama mandul. Perempuan ini bernazar: “YHWH semesta alam, jika sungguh-sungguh Engkau memperhatikan sengsara hamba-Mu ini dan mengingat kepadaku dan tidak melupakan hamba-Mu ini, tetapi memberikan kepada hamba-Mu ini seorang anak laki-laki, maka aku akan memberikan dia kepada YHWH untuk seumur hidupnya dan pisau cukur tidak akan menyentuh kepalanya”(1Sam 1:11). Anaknya dinamakan Samuel. Hana dan suaminya kemudian membawa anak yang masih kecil sekali itu ke rumah YHWH di Silo untuk dipelihara dan dididik oleh imam Eli.
Kiranya pada waktu Maria mulai hidup menjanda karena kematian Yusuf, ia memperkenankan (= memberi izin) Anaknya yang tunggal itu mulai melakukan karya pelayanan di tengah masyarakat. Tindakan Maria tersebut merupakan contoh tindakan yang tidak mementingkan diri sendiri dan dipenuhi dengan semangat untuk melihat dan mengalami terlaksananya karya penyelamatan Allah bagi umat manusia.
Anak laki-laki Hana, Samuel, yang telah dibina dan ditempa oleh imam Eli menjadi seorang nabi besar yang mengurapi Saul sebagai raja Israel yang pertama, dan kemudian mengurapi Daud sebagai raja Israel yang paling agung. Anak laki-laki Maria, Yesus, Nabi dan Raja, adalah Imam yang mempersembahkan kurban salib bagi keselamatan kita semua. Kedua perempuan itu mencerminkan kebaikan Allah. Kita hanya dapat membayangkan betapa berharganya Samuel di mata Hana dan betapa besar arti Yesus bagi Maria. Kedua perempuan itu menyerahkan/memberikan anak laki-laki mereka untuk kepentingan rencana Allah, bukan untuk kepentingan mereka sendiri. Tindakan mereka itu adalah tindakan yang benar-benar berani dan lepas-total dari motif mementingkan diri sendiri (tanpa pamrih). Memang tidak mudahlah bagi kita untuk merenungkan betapa besar cintakasih Bapa surgawi kepada Putera-Nya. Namun kita telah melihat bahwa Bapa surgawi sangat mengasihi kita manusia, sampai-sampai Dia memberikan kepada kita Putera-Nya yang tunggal itu sebagai Juruselamat kita (lihat Yoh 3:16).
Dengan demikian, Natal bagi kita masing-masing tidaklah lengkap tanpa tindakan kita untuk memberi. Pemberian yang terbaik dan terindah bukanlah sebuah benda, akan tetapi cintakasih yang kita berikan kepada Allah dan juga umat-Nya, artinya sesama kita.
DOA: Roh Kudus Allah, berikanlah kepadaku hikmat agar sungguh dapat memahami makna sejati dari tindakan memberi cintakasih kepada Allah dan juga sesamaku. Bentuklah aku menjadi murid Kristus yang sejati. Tanamkanlah keyakinan dalam diriku, bahwa dengan memberi aku menerima, dengan memberi pengampunan aku diampuni. Amin.
Sdr. F.X. Indrapradja, OFS
Tiada ulasan:
Catat Ulasan