BAB DELAPAN – SANTA PERAWAN MARIA BUNDA ALLAH DALAM MISTERI KRISTUS DAN GEREJA [Lumen Gentium 52-69]
I. PENDAHULUAN
52. (Santa Perawan dalam misteri Kristus)
Ketika Allah yang mahabaik dan mahabijaksana hendak melaksanakan penebusan dunia, “setelah genap waktunya, Ia mengutus Putera-Nya, yang lahir dari seorang wanita … supaya kita diterima
53. (Santa Perawan dan Gereja)
Sebab Perawan Maria, yang sesudah warta Malaikat menerima Sabda Allah dalam hati maupun tubuhnya, serta memberikan Hidup kepada dunia, diakui dan dihormati sebagai Bunda Allah dan Penebus yang sesungguhnya. Karena pahala putera-Nya ia ditebus secara lebih unggul, serta dipersatukan dengan-Nya dalam ikatan yang erat dan tidak terputuskan. Ia dianugerahi karunia serta martabat yang amat luhur, yakni menjadi Bunda Putera Allah, maka juga menjadi Puteri Bapa yang terkasih dan kenisah Roh Kudus. Karena anugerah rahmat yang sangat istimewa itu ia jauh lebih unggul dari semua makhluk lainnya, baik di surga maupun di bumi. Namun sebagai keturunan Adam Ia termasuk golongan semua orang yang harus diselamatkan. Bahkan “ia memang Bunda para anggota (Kristus), …. karena dengan cinta kasih ia menyumbangkan kerjasamanya, supaya dalam Gereja lahirlah kaum beriman, yang menjadi anggota Kepala itu.” [175]. Oleh karena itu ia menerima salam sebagai anggota Gereja yang serba unggul dan sangat istimewa, pun juga sebagai pola-teladannya yang mengagumkan dalam iman dan cinta kasih. Menganut bimbingan
Roh Kudus Gereja Katolik menghadapinya penuh rasa kasih-sayang sebagai bundanya yang tercinta.
54. (Maksud Konsili)
Maka sementara menguraikan ajaran tentang Gereja, tempat Penebus ilahi melaksanakan penyelamatan, Konsili suci hendak menjelaskan dengan cermat baik peran Santa Perawan dalam misteri Sabda yang menjelma serta Tubuh mistik-Nya, maupun tugas kewajiban mereka yang sudah ditebus terhadap Bunda Allah, Bunda Kristus dan Bunda orang-orang, terutama yang beriman. Namun Konsili tidak bermaksud menyajikan ajaran yang lengkap tentang Maria, atau memutuskan soal-soal yang kendati jerih payah para teolog belum sepenuhnya menjadi jelas. Oleh karena itu tetap berlakulah pandangan-pandangan, yang dalam aliran-aliran katolik dikemukakan secara bebas tentang Maria, yang dalam Gereja kudus menduduki tempat paling luhur sesudah Kristus dan paling dekat dengan kita[176].
II. PERAN SERTA PERAWAN DALAM TATA KESELAMATAN
55. (Bunda Almasih dalam Perjanjian Lama)
Kitab-kitab Perjanjian Lama maupun Baru, begitu pula Tradisi yang terhormat, memperlihatkan peran Bunda Penyelamat dalam tata keselamatan dengan cara yang semakin jelas, dan seperti menyajikannya untuk kita renungkan. Ada pun Kitab-kitab Perjanjian
Lama melukiskan sejarah keselamatan, yang lambat-laun menyiapkan kedatangan Kristus di dunia. Naskah-naskah kuno itu, sebagaimana dibaca dalam Gereja dan dimengerti dalam terang perwahyuan lebih lanjut yang penuh, langkah-demi langkah makin jelas mengutarakan citra seorang wanita, Bunda Penebus. Dalam terang itu ia sudah dibayangkan secara profetis dalam janji yang diberikan kepada leluhur pertama yang jatuh berdosa, Ia adalah Perawan yang mengandung dan melahirkan seorang Anak laki- laki, yang akan diberi nama Imanuel (lih. Yes 7:14; bdk. Mi 5:2-3; Mat 1:22-23). Dialah yang unggul di tengah umat Tuhan yang rendah dan miskin, yang penuh kepercayaan mendambakan serta menerima keselamatan dari pada-Nya. Akhirnya ketika muncullah ia, Puteri Sion yang amat mulia, sesudah pemenuhan janji lama dinanti-nantikan, genaplah masanya. Mulailah tata keselamatan yang baru, ketika Putera Allah mengenakan kodrat manusia dari padanya, untuk membebaskan manusia dari dosa melalui rahasia-rahasia hidup-Nya dalam daging.
56. (Maria menerima warta gembira)
Adapun Bapa yang penuh belaskasihan menghendaki, supaya penjelmaan Sabda didahului oleh persetujuan dari pihak dia, yang telah ditetapkan menjadi Bunda-Nya. Dengan demikian, seperti dulu wanita mendatangkan maut, sekarang pun wanitalah yang
mendatangkan kehidupan. Itu secara amat istimewa berlaku tentang Bunda Yesus, yang telah melimpahkan kepada dunia Hidup sendiri yang membaharui segalanya, dan yang oleh Allah dianugerahkan karunia-karunia yang layak bagi tugas seluhur itu. Maka mengherankan juga, bahwa di antara para Bapa suci menjadi lazim untuk menyebut Bunda Allah suci seutuhnya dan tidak terkena oleh cemar dosa manapun juga, bagaikan makhluk yang diciptakan dan dibentuk baru oleh Roh Kudus [177]. Perawan dari Nazaret itu sejak saat pertama dalam rahim dikaruniai dengan semarak kesucian yang istimewa. Atas titah Allah ia diberi salam oleh Malaikat pembawa Warta dan disebut “penuh rahmat” (Luk 1:38). Demikianlah Maria Puteri Adam menyetujui sabda ilahi, dan menjadi Bunda Yesus. Dengan sepenuh hati yang tak terhambat oleh dosa mana pun ia memeluk kehendak Allah yang menyelamatkan, dan membaktikan diri seutuhnya sebagai hamba Tuhan kepada pribadi serta
karya Putera-Nya, untuk di bawah Dia dan beserta Dia, berkat rahmat Allah yang mahakuasa, mengabdikan diri kepada misteri penebusan. Maka memang tepatlah pandangan para Bapa suci, bahwa Maria tidak secara pasif belaka digunakan oleh Allah,
melainkan bekerja sama dengan penyelamatan umat manusia dengan iman serta kepatuhannya yang bebas. Sebab, seperti dikatakan oleh S. Ireneus, “dengan taat Maria menyebabkan keselamatan bagi dirinya maupun bagi segenap umat manusia” [178]. Maka tidak sedikitlah para Bapa zaman kuno, yang dalam pewartaan mereka dengan rela hati meyatakan bersama Ireneus: “Ikatan yang disebabkan oleh ketidak-taatan Hawa telah diuraikan karena ketaatan Maria; apa yang diikat oleh perawan Hawa karena ia tidak percaya, telah dilepaskan oleh perawan Maria karena imannya” [179]. Sambil membandingkannya dengan Hawa, mereka menyebut Maria “bunda mereka yang hidup” [180]. Sering pula mereka menyatakan: “maut melalui Hawa, hidup melalui Maria” [181].
57. (Santa Perawan dan masa kanak-kanak Yesus)
Adapun persatuan Bunda dengan Puteranya dalam karya penyelamatan itu terungkapkan sejak saat Kristus dikandung oleh Santa Perawan hingga wafat-Nya. Pertama-tama, ketika Maria berangkat dan bergegas-gegas mengunjungi Elisabet, dan diberi ucapan salam bahagia olehnya karena Maria beriman akan
keselamatan yang dijanjikan, dan ketika Pendahulu melonjak gembira dalam rahim ibunya (lih. Luk 1:41-45). Kemudian pada hari kelahiran Yesus, ketika Bunda Allah penuh kegembiraan menunjukkan kepada para Gembala dan para Majus Puteranya yang sulung, yang tidak mengurangi keutuhan keperawanannya, melainkan justru menyucikannya [182]. Ketika ia di kenisah, sesudah menyerahkan persembahan kaum miskin, menghadapkan-Nya kepada Tuhan, ia mendengarkan Simeon sekaligus menyatakan, bahwa Puteranya akan menjadi tanda yang akan menimbulkan perbantahan dan bahwa suatu pedang akan menembus jiwa Bunda-Nya, supaya pikiran hati banyak orang menjadi nyata (lih. Luk 2:34-35). Ketika orang tua Yesus dengan sedih hati mencari Putera mereka yang hilang, mereka menemukan-Nya di kenisah sedang berada dalam perkara-perkara Bapa-Nya, dan mereka tidak memahami apa yang dikatakan oleh Putera mereka. Tetapi Bundanya menyimpan itu semua dalam hatinya dan merenungkannya (lih. Luk 2:41-51).
58. (Santa Perawan dan hidup Yesus di muka umum)
Dalam hidup Yesus di muka umum tampillah Bunda-Nya dengan penuh makna, pada permulaan, ketika pada pesta pernikahan di
Kana yang di Galilea ia tergerak oleh belaskasihan, dan dengan perantaraannya mendorong Yesus Almasih untuk mengerjakan tanda-Nya yang pertama (lih. Yoh 2:1-11). Dalam pewartaan Yesus, ia [Maria] menerima sabda-Nya, ketika Puteranya mengagungkan Kerajaan di atas pemikiran dan ikatan daging serta darah, dan menyatakan berbahagialah mereka yang mendengar dan melakukan sabda Allah (lih. Mrk 3:35 dan pararelnya; Luk 11:27-28), seperti dijalankannya sendiri dengan setia (lih. Luk 2:19 dan 51). Demikianlah Santa Perawan juga melangkah maju dalam peziarahan iman. Dengan setia ia mempertahankan persatuannya dengan Puteranya hingga di salib, ketika ia sesuai dengan rencana Allah berdiri di dekatnya (lih. Yoh 19:25). Disitulah ia menanggung penderitaan yang dahsyat bersama dengan Puteranya yang tunggal. Dengan hati keibuannya ia menggabungkan diri dengan korban-Nya, dan penuh kasih menyetujui persembahan korban yang dilahirkannya. Dan akhirnya oleh Yesus Kristus juga, menjelang wafat-Nya di kayu salib, ia
dikurniakan kepada murid menjadi Bundanya dengan kata-kata ini: “Wanita, inilah anakmu” (lih. Yoh 19:26-27) [183].
59. (Santa Perawan sesudah Yesus naik ke sorga)
Allah tidak berkenan mewahyukan misteri keselamatan umat manusia secara resmi, sebelum mencurahkan Roh yang dijanjikan oleh Kristus. Maka kita saksikan para Rasul sebelum hari Pentakosta “bertekun sehati sejiwa dalam doa bersama beberapa wanita, dan Maria Bunda Yesus serta saudara-saudara-Nya” (Kis 1:14). Kita lihat Maria juga dengan doa-doanya memohon karunia Roh, yang pada saat Warta Gembira dulu sudah menaunginya. Akhirnya Perawan tak bernoda, yang tidak pernah terkena oleh segala cemar dosa asal [184], sesudah menyelesaikan perjalanan hidupnya di dunia, telah diangkat melalui kemuliaan di surga beserta badan dan jiwanya [185]. Ia telah ditinggikan oleh Tuhan sebagai Ratu alam semesta, supaya secara lebih penuh menyerupai Puteranya, Tuan di atas segala tuan (lih. Why 19:16), yang telah mengalahkan dosa dan maut [186].
III. SANTA PERAWAN DAN GEREJA
60. (Maria hamba Tuhan)
Pengantara kita hanya ada satu, menurut sabda Rasul: “Sebab Allah itu esa, dan esa pula Pengantara antara Allah
padanya, dan menimba segala kekuatannya dari padanya. Pengaruh itu sama sekali tidak merintangi persatuan langsung kaum beriman dengan Kristus, melainkan justru mendukungnya.
Sehubungan dengan penjelmaan Sabda ilahi Santa Perawan sejak kekal telah ditetapkan untuk menjadi Bunda Allah. Berdasarkan rencana penyelenggaraan ilahi ia di dunia ini menjadi Bunda Penebus ilahi yang mulia, secara sangat istimewa mendampingi-Nya dengan murah hati, dan menjadi hamba Tuhan yang rendah hati. Dengan mengandung Kristus, melahirkan-Nya, membesarkan-Nya, menghadapkan-Nya kepada Bapa di kenisah, serta dengan ikut menderita bengan Puteranya yang wafat di kayu salib, ia secara sungguh istimewa bekerja sama dengan karya Juru Selamat, dengan ketaatannya, iman, pengharapan serta cinta kasihnya yang berkobar, untuk membaharui hidup adikodrati jiwa-jiwa. Oleh karena itu dalam tata rahmat ia menjadi Bunda kita.
62.
Adapun dalam tata rahmat itu peran Maria sebagai Bunda tiada hentinya terus berlangsung, sejak
persetujuan yang dengan setia diberikannya pada saat Warta gembira, dan yang tanpa ragu-ragu dipertahankannya di bawah salib, hingga penyempurnaan kekal semua para terpilih. Sebab sesudah diangkat ke surga ia tidak meninggalkan peran yang membawa keselamatan itu, melainkan dengan aneka perantaraannya ia terus-menerus memperolehkan bagi kita karunia-karunia yang menghantar kepada keselamatan kekal [187]. Dengan cinta kasih keibuannya ia memperhatikan saudara-saudara Puteranya, yang masih dalam peziarahan dan menghadapi bahaya-bahaya serta kesukaran-kesukaran, sampai mereka mencapai tanah air surgawi yang penuh kebahagiaan. Oleh karena itu dalam Gereja Santa Perawan disapa dengan gelar Pembela, Pembantu, Penolong, Perantara [188]. Akan tetapi itu diartikan sedemikian rupa, sehingga tidak mengurangi pun tidak menambah martabat serta dayaguna Kristus satu-satunya Pengantara [189].
Sebab tiada makluk satu pun yang pernah dapat disejajarkan dengan Sabda yang menjelma dan Penebus kita. Namun seperti imamat Kristus secara berbeda-beda ikut dihayati oleh para pelayan (imam) maupun oleh Umat beriman, dan seperti satu kebaikan Allah dengan cara yang berbeda-beda pula terpancarkan secara nyata dalam makhluk-makhluk, begitu pula satu-satunya
pengantaraan Penebus tidak meniadakan, melainkan membangkitkan pada mahkluk-makhluk aneka bentuk kerja sama yang berasal dari satu-satunya sumber.
Adapun Gereja tanpa ragu-ragu mengakui, bahwa Maria memainkan peran yang berada di bawah peran Kristus ini. Gereja tiada hentinya mengalaminya, dan menganjurkan kepada kaum beriman, supaya mereka ditopang oleh perlindungan Bunda itu lebih erat menyatukan diri dengan Sang Pengantara dan Penyelamat.
63. (Maria pola Gereja)
Karena karunia serta peran keibuannya yang ilahi, yang menyatukannya dengan Puteranya Sang Penebus, pun pula karena segala rahmat serta tugas-tugasnya, Santa Perawan juga erat berhubungan dengan Gereja. Seperti telah diajarkan oleh S. Ambrosius, Bunda Allah itu pola Gereja, yakni dalam hal iman, cinta kasih dan persatuan sempurna dengan Kristus [190]. Sebab dalam misteri Gereja, yang tepat juga disebut bunda dan perawan, Santa Perawan Maria mempunyai tempat utama, serta secara ulung dan istimewa memberi teladan perawan maupun ibu [191]. Sebab dalam iman dan ketaatan ia melahirkan Putera Bapa sendiri di dunia, dan itu tanpa mengenal pria, dalam naungan Roh Kudus, sebagai Hawa yang baru, bukan karena mempercayai ular yang kuno itu, melainkan karena percaya akan utusan Allah, dengan iman yang tak tercemar oleh kebimbangan. Ia telah melahirkan Putera, yang oleh Allah dijadikan yang sulung di antara
banyak saudara (Rm 8:29), yakni Umat beriman. Maria bekerja sama dengan cinta kasih keibuannya untuk melahirkan dan mendidik mereka.
64.
Adapun Gereja sendiri – dengan merenungkan kesucian Santa Perawan yang penuh rahasia serta meneladan cinta kasihnya, dengan melaksanakan kehendak Bapa dengan patuh, dengan menerima sabda Allah dengan setia pula – menjadi ibu juga. Sebab melalui pewartaan dan baptis, Gereja melahirkan bagi hidup baru yang kekal-abadi putera-puteri yang dikandungnya dari Roh Kudus dan lahir dari Allah. Gereja pun perawan, yang dengan utuh-murni menjaga kesetiaan yang dijanjikannya kepada Sang Mempelai. Dan sambil mencontoh Bunda Tuhannya, Gereja dengan kekuatan Roh Kudus secara perawan mempertahankan keutuhan imannya, keteguhan harapannya, dan ketulusan cinta kasihnya[192].
65. (Keutamaan-keutamaan Maria, pola bagi Gereja)
Namun sementara dalam diri Santa perawan Gereja telah mencapai kesempurnaannya yang tanpa cacat atau kerut (lih. Ef 5:27), kaum beriman Kristiani sedang berusaha mengalahkan dosa dan mengembangkan kesuciannya. Maka mereka mengangkat pandangannya ke arah Maria, yang bercahaya sebagai pola keutamaan, menyinari segenap jemaat para terpilih. Penuh khidmat
Gereja mengenangkan Maria, serta merenungkannya dalam terang Sabda yang menjadi manusia, dan dengan demikian ia penuh hormat makin mendalam menyelami misteri penjelmaan yang termulia, serta makin hari makin menyerupai Mempelainya. Sebab Maria secara mendalam memasuki sejarah keselamatan, dan dengan cara tertentu merangkum serta memantulkan pokok-pokok iman yang terluhur dalam dirinya. Sementara ia diwartakan dan dihormati, ia mengundang Umat beriman untuk mendekati Puteranya serta korban-Nya, pun cinta kasih Bapa. Sedangkan Gereja sambil mencari kemuliaan Kristus makin menyerupai Polanya yang amat mulia. Gereja terus menerus maju dalam iman, harapan dan cinta kasih, serta dalam segalanya mencari dan melaksanakan kehendak Allah. Maka tepatlah, bahwa juga dalam karya kerasulannya Gereja memandang Maria yang melahirkan Kristus; Dia yang dikandung dari Roh Kudus serta lahir dari Perawan, supaya melalui Gereja lahir dan berkembang juga dalam hati kaum beriman. Dalam hidupnya Santa Perawan menjadi teladan cinta kasih keibuan, yang juga harus menjiwai siapa saja yang tergabung dalam misi kerasulan Gereja demi kelahiran baru sesama mereka.
IV. KEBAKTIAN KEPADA SANTA PERAWAN DALAM GEREJA
66. (Makna dan dasar bakti kepada Santa Perawan)
Berkat rahmat Allah Maria diangkat di bawah Puteranya, diatas semua malaikat dan manusia, sebagai Bunda Allah yang tersuci, yang hadir pada misteri-misteri Kristus; dan tepatlah bahwa ia dihormati oleh Gereja dengan kebaktian yang istimewa. Memang sejak zaman kuno Santa Perawan dihormati dengan gelar “Bunda Allah”; dan dalam segala bahaya serta kebutuhan mereka Umat beriman sambil berdoa mencari perlindungannya[193]. Terutama sejak Konsili di Efesus kebaktian Umat Allah terhadap Maria meningkat secara mengagumkan, dalam penghormatan serta cinta kasih, dengan menyerukan namanya dan mencontoh teladannya, menurut ungkapan profetisnya sendiri: “Segala keturunan akan menyebutku berbahagia, karena Yang Mahakuasa telah melakukan karya-karya besar padaku” (Luk 1:48). Meskipun kebaktian itu, seperti selalu dijalankan dalam Gereja, memang bersifat istimewa, namun secara hakiki berbeda dengan bakti sembah sujud, yang dipersembahkan kepada Sabda yang menjelma seperti juga kepada Bapa dan Roh Kudus, lagi pula sangat mendukungnya. Sebab ada pelbagai ungkapan sikap bakti terhadap Bunda Allah, yang dalam batas-batas ajaran yang sehat serta benar, menurut situasi semasa dan setempat serta sesuai dengan tabiat dan watak-perangai kaum beriman, telah disetujui oleh Gereja. Dengan ungkapan-ungkapan itu, bila Bunda dihormati, Puteranya pun – segala sesuatu diciptakan untuk Dia (lih. Kol 1:15-16), dan Bapa yang kekal menghendaki agar seluruh kepenuhan-Nya diam dalam Dia (Kol :19), – dikenal, dicintai dan dimuliakan sebagaimana harusnya, serta perintah-perintah-Nya dilaksanakan.
67. (Semangat mewartakan sabda dan kebangkitan kepada S. Perawan)
Ajaran Katolik itu oleh Konsili suci disampaikan sesudah dipertimbangkan sungguh-sungguh. Serta-merta Konsili mendorong semua putera Gereja, supaya mereka dengan rela hati mendukung kebaktian kepada Santa Perawan, terutama yang bersifat liturgis. Juga supaya mereka sungguh menghargai praktek-praktek dan pengamalan bakti kepadanya, yang di sepanjang zaman telah dianjurkan oleh Wewenang mengajar Gereja; pun juga supaya mereka dengan khidmat mempertahankan apa yang di masa lampau telah ditetapkan mengenai penghormatan patung-patung Kristus, Santa Perawan dan para Kudus [194]. Kepada para teolog serta pewarta sabda Allah Gereja menganjurkan dengan sangat, supaya dalam memandang martabat Bunda Allah yang istimewa mereka pun, dengan sungguh-sungguh mencegah segala ungkapan berlebihan yang palsu seperti juga kepicikan sikap batin [195]. Hendaklah mereka mempelajari Kitab Suci, ajaran para Bapa dan Pujangga suci serta liturgi-liturgi Gereja di bawah bimbingan Wewenang mengajar Gereja, dan dengan cermat menjelaskan tugas-tugas serta karunia-karunia istimewa Santa Perawan, yang senantiasa tertujukan pada Kristus, sumber segala kebenaran, kesucian dan kesalehan. Hendaknya mereka dengan sungguh-sungguh mencegah apa-apa saja, yang dalam kata-kata atau perbuatan dapat menyesatkan para saudara terpisah atau siapa saja selain mereka mengenai ajaran Gereja yang benar. Selanjutnya hendaklah kaum beriman mengingat, bahwa bakti yang sejati tidak terdiri dari perasaan yang mandul dan bersifat sementara, tidak pula dalam sikap mudah percaya tanpa dasar. Bakti itu bersumber pada iman yang sejati, yang mengajak kita untuk mengakui keunggulan Bunda Allah, dan mendorong kita untuk sebagai putera-puterinya mencintai Bunda kita dan meneladan keutamaan-keutamaannya.
V. MARIA, TANDA HARAPAN YANG PASTI DAN PENGHIBURAN BAGI UMAT ALLAH YANG MENGEMBARA DI DUNIA
68.
Sementara itu, Bunda Yesus telah dimuliakan di surga dengan badan dan jiwanya, dan menjadi citra serta awal Gereja yang harus mencapai kepenuhannya di masa yang akan datang. Begitu pula di dunia ini ia [Maria] menyinari Umat Allah yang sedang mengembara sebagai tanda harapan yang pasti dan penghiburan, sampai tibalah hari Tuhan (lih. 2Ptr 3:10).
69.
Bagi Konsili suci ini merupakan kegembiraan dan penghiburan yang besar, bahwa juga di kalangan para saudara yang terpisah ada yang menghormati Bunda Tuhan dan Penyelamat sebagaimana harusnya, khususnya dalam Gereja-Gereja Timur, yang dengan semangat berkobar dan jiwa bakti yang tulus merayakan ibadat kepada Bunda Allah yang tetap Perawan [196]. Hendaklah segenap Umat Kristiani sepenuh hati menyampaikan doa-permohonan kepada Bunda Allah dan Bunda umat manusia, supaya dia, yang dengan doa-doanya menyertai Gereja pada awal-mula, sekarang pun di surga – dalam kemuliaannya melampaui semua para suci dan para malaikat, dalam persekutuan para kudus – menjadi pengantara pada Puteranya, sampai semua keluarga bangsa-bangsa, entah yang ditandai dengan nama Kristiani, entah yang belum mengenal Penyelamat mereka, dalam damai dan kerukunan dihimpun dalam kebahagiaan menjadi satu Umat Allah, demi kemuliaan Tritunggal yang Mahakudus dan Esa yang tak terbagi.
CATATAN-CATATAN KAKI
[173] Syahadat iman dalam Misa Romawi: Syahadat Konstantinopel: MANSI 3,566. Lih. KONSILI EFESUS, dalam MANSI 4,1130 (juga 2,665 dan 4,1071). KONSILI KALSEDON, dalam MANSI 7,111-116. KONSILI KONSTANTINOPEL II, dalam MANSI 9,375-396.
[174] Doa Syukur Agung Misa Romawi.
[175] S. AGUSTINUS, Tentang Keperawanan suci, 6: PL 40,399.
[176] Lih. PAULUS VI, Amanat dalam konsili, tanggal 4 Desember 1963: AAS 56 (1964) hlm. 37.
[177] Lih. S. GERMANUS dari Konstantinopel, homili pada hari raya Warta gembira kepada Bunda Allah: PG 98,328A; Homili pada hari Meninggalnya S. Maria 2: kolom 357. ANASTASIUS dari Antiokia, Kotbah 2 tentang Warta gembira, 2: PG 89,1377AB; Kotbah 3,2: kolom 1388C. S. ANDREAS dari Kreta, Madah pada hari kelahiran S. Perawan 4: PG 97,1321B; Pada hari Kelahiran Santa Perawan 1: kolom 812A; Homili pada hari raya Meninggalnya S. Maria 1: kol. 1068C. S. SOFRONIUS, Amanat 2 pada hari raya Warta gembira, 18: PG 87 (3),3237BD.
[178] Lih. S. IRENEUS, Melawan bidaah-bidaah III, 22,4: PG 7,959A; HARVEY 2,123.
[179] S. IRENEUS, di tempat yang sama: HARVEY 2,124.
[180] S. EPIFANIUS, Melawan bidaah, 78,18: PG 42,728CD-729AB.
[181] S. HIRONIMUS, Surat 22,21: PL 22,408. Lih. S. AGUSTINUS, Kotbah 51,2,3: PL 38,335; Kotbah 232,2: kolom 1108. S. SIRILUS dari Yerusalem, Katekese 12,15: PG 33,741 AB. S. YOHANES KRISOSTOMOS, Tentang Mzm 44:7: PG 55,193. S. YOHANES dari Damsyik, Homili 2 pada hari raya Meninggalnya S. P. Maria, 3: PG 96,728.
[182] Lih. KONSILI LATERAN tahun 649, kanon 3: MANSI 10,1151. S. LEO AGUNG, surat kepada Flavianus: PL 54,759. KONSILI KALSEDON: MANSI 7,462. S. AMBROSIUS, tentang pendidikan para perawan: PL 16,320.
[183] Lih. PIUS XII, Ensiklik Mystici Corporis, 29 Juni 1943: AAS 35 (1943) 247-248.
[184] Lih. PIUS IX, Bulla Ineffabilis, 8 Desember 1854: Acta Pii IX, I, I, hlm. 616: DENZ. 1641 (2803).
[185] Lih. PIUS XII, Konstitusi apostolik Munificentissimus, 1 November 1950: AAS 42 (1950); DENZ. 2333 (3903). Lih. S. YOHANES dari Damsyik, Pada hari raya Meninggalnya Bunda Allah, Homili 2 dan 3: PG 96,721-761, khususnya kolom 728B. S. GERMANUS dari Konstantinopel, Pada hari raya Meninggalnya Santa Bunda Allah, Kotbah 1: PG 98 (6),340-348; Kotbah 3: kolom 361. S. MODESTUS dari Yerusalem, Pada hari raya meninggalnya Santa Bunda Allah: PG 86 (2), 3277-3312.
[186] Lih. PIUS XII, Ensiklik Ad coeli Reginam, 11 Oktober 1954: AAS 46 (1954) hlm. 633-636: DENZ. 3913 dsl.
[187] Lih. KLEUTGEN, Naskah yang diperbaharui tentang Misteri Sabda ilahi, bab IV: MANSI 53,290. Lih. juga S. ANDREAS dari Kreta, Pada hari kelahiran Maria, Kotbah 4: PG 97,865A. S. GERMANIUS dari Konstantinopel, Pada Warta gembira Bunda Allah: PG 98, 321BC; Pada meninggalnya Bunda Allah, III: kolom 361D. S. YOHANES dari Damsyik, Pada hari meninggalnya Santa Perawan Maria, Homili 1,8: PG 96,712BC-713A.
[188] Lih. LEO XIII, Ensiklik Adiutricem populi, 5 September 1895: AAS 15 (1895-96) hlm. 303. S. PIUS X, Ensiklik Ed diem illum, 2 Februari 1904: Acta, I, hlm. 154: DENZ. 1978a (3370). PIUS XI, EnsiklikMiserentissimus, 8 Mei 1928: AAS 20 (1928) hlm. 178. PIUS XII, Amanat radio, 13 Mei 1946: AAS 38 (1946) hlm. 266.
[189] S. AMBROSIUS, Surat 63: PL 16,1218.
[190] S. AMBROSIUS, Penjelasan tentang Lukas II, 7: PL 15,1555.
[191] Lih. Pseudo-PETRUS DAMIANUS, Kotbah 63: PL 144,861AB. GODEFRIDUS dari S. VIKTOR, pada hari kelahiran Santa Maria, manuskrip Paris, Mazarine, 1002, lembar 109 r. GERHOHUS REICH, De gloria et honore Filii hominis (tentang kemuliaan dan kehormatan Putera manusia), 10: PL 194,1105AB.
[192] S. AMBROSIUS, di tempat yang sama, dan dalam penjelasan Luk X, 24-25: PL 15,1810. S. AGUSTINUS, tentang Yoh. traktat 13,12: PL 35,1499. Lih. Kotbah 191,2,3: PL 38, 1010, dan lain-lain. Lih. juga BEDA terhormat, Tentang Luk Penjelasan I, bab 2: PL 92,330. ISAAK DE STELLA, Kotbah 51: PL 194,1863A.
[193] Doa Di bawah perlindunganmu.
[194] KONSILI NISEA II, tahun 787: MANSI 13,378-379; DENZ. 302 (600-601). KONSILI TRENTE, Sidang 25: MANSI 33,171-172.
[195] Lih. PIUS XII, Amanat radio, 24 Oktober 1954: AAS 46 (1954), hlm. 679. Ensiklik Ad coeli Reginam,11 Oktober 1954: AAS 46 (1954) hlm. 637.
[196] Lih. PIUS XI, Ensiklik Ecclesiam Dei, 12 November 1923: AAS 15 (1923) hlm. 581. PIUS XII, EnsiklikFulgens corona, 8 September 1953: AAS 45 (1953) hlm. 590-591.
Disalin dari dokumen resmi Gereja dalam bahasa Indonesia terbitan KWI oleh:
Sdr. F.X. Indrapradja, OFS
Tiada ulasan:
Catat Ulasan