( Bacaan Pertama Misa Kudus, Hari kelima dalam Oktaf Natal, Kamis 29-12-11 )
Lalu ketika tiba waktu penyucian menurut hukum Musa, mereka membawa Dia ke Yerusalem untuk menyerahkan-Nya kepada Tuhan, seperti ada tertulis dalam hukum Tuhan, “Semua anak laki-laki sulung harus dikuduskan bagi Allah”, dan untuk mempersembahkan kurban menurut apa yang difirmankan dalam hukum Tuhan, yaitu sepasang burung tekukur atau dua ekor anak burung merpati.
Adalah di Yerusalem seorang bernama Simeon. Ia seorang yang benar dan saleh yang menantikan penghiburan bagi Israel, dan Roh Kudus ada di atasnya. Kepadanya telah dinyatakan oleh Roh Kudus bahwa ia tidak akan mati sebelum ia melihat Mesias, yaitu Dia Yang Diurapi Tuhan. Ia datang ke Bait Allah oleh Roh Kudus. Ketika Yesus, Anak itu, dibawa masuk oleh orangtua-Nya untuk melakukan kepada-Nya apa yang ditentukan hukum Taurat, ia menyambut Anak itu dan menggendong-Nya sambil memuji Allah, katanya, “Sekarang, Tuhan, biarkanlah hamba-Mu ini pergi dalam damai sejahtera, sesuai dengan firman-Mu, sebab mataku telah melihat keselamatan yang daripada-Mu, yang telah Engkau sediakan di hadapan segala bangsa, yaitu terang yang menyatakan kehendak-Mu bagi bangsa-bangsa lain dan menjadi kemuliaan bagi umat-Mu, Israel.”
Bapa serta ibu-Nya amat heran akan segala sesuatu yang dikatakan tentang Dia. Lalu Simeon memberkati mereka dan berkata kepada Maria, ibu Anak itu, “Sesungguhnya Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan atau membangkitkan banyak orang di Israel dan untuk menjadi suatu tanda yang menimbulkan perbantahan – dan suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri – supaya menjadi nyata pikiran hati banyak orang.” (Luk 2:22-35)
Bacaan Pertama: 1Yoh 2:3-11; Mazmur Tanggapan: Mzm 96:1-3,5-6
Simeon adalah “seorang yang benar dan saleh yang menantikan penghiburan bagi Israel, dan Roh Kudus ada di atasnya” (Luk 2:25). Kelihatannya Simeon banyak meluangkan waktunya di Bait Allah dan tentunya sangat mencintai segala upacara keagamaan yang berlangsung di tempat itu, misalnya upacara persembahan kurban dlsb.
Namun kehidupan spiritual Simeon jauh melampaui batas-batas ritus keagamaan yang kasat mata. Kehadirannya di Bait Allah mengungkapkan rasa lapar dan dahaganya akan kehadiran Allah. Dapatkah anda membayangkan setiap pagi, ketika Simeon bangun dari tidur lalu berkata dalam doanya: “Inilah aku, Tuhan. Apakah yang Engkau ingin katakan kepadaku hari ini?” Justru karena kewaspadaan Simeon yang bersifat konsisten terhadap kehadiran Allah, maka mungkinlah bagi dirinya untuk mendengar arahan dari Roh Kudus untuk pergi ke Bait Allah. Lukas mencatatnya dengan sepotong kalimat singkat: “Ia datang ke Bait Allah oleh Roh Kudus” (Luk 2:27). Simeon sangat akrab dengan Kitab Suci, oleh karena itulah dia percaya bahwa Allah akan memenuhi janji-janji-Nya. Simeon menanti-nantikan kedatangan sang Mesias dan kepadanya telah dinyatakan oleh Roh Kudus bahwa dia tidak akan mati sebelum dirinya melihat Mesias (lihat Luk 2:26).
Sekarang marilah kita (anda dan saya) melihat diri kita sendiri. Sampai seberapa banyak kita sudah menyerupai Simeon? Andaikan Allah melihat dan memeriksa isi hati kita, apakah Dia melihat iman di dalam hati itu? Ketaatan? Penyerahan diri? Apakah Dia melihat diri kita lembut dan tanggap terhadap sentuhan Roh-Nya? Seandainya diri kita belum sampai di sana, maka janganlah merasa susah dulu (bahasa kerennya: Don’t worry!). Percayalah, bahwa sementara kita menyerahkan diri kita kepada Allah setiap hari, maka Dia akan membentuk diri kita masing-masing menjadi seorang pribadi seperti Simeon.
Agar dapat memusatkan perhatian kita pada sasaran ini, maka kita harus mengambil beberapa langkah praktis. Apabila kita berdoa, ingatlah bahwa kita masing-masing secara unik sangat berharga di hadapan Tuhan. Kita harus percaya pada kebenaran, bahwa Allah mempunyai rencana istimewa bagi hidup kita masing-masing. Pada waktu kita membaca Kitab Suci dan merenungkannya, baiklah kita menghaturkan permohonan dan mempunyai ekspektasi bahwa Allah akan menyatakan kesetiaan dan kuasa-Nya kepada kita. Pada saat-saat tertentu dalam kehidupan sehari-hari kita yang dipenuhi banyak kesibukan ini, kita dapat berhenti sejenak dan dengan kata-kata lembut atau dalam batin mengatakan kepada Tuhan, bahwa kita membutuhkan-Nya. Kita serahkan kepada-Nya segala rasa takut kita, maka Dia pun akan menempatkan rasa percaya dalam hati kita. Dalam keheningan kita mendengarkan bisikan-Nya: Tuhan ingin berbicara kepada kita sebagaimana Dia dahulu kala berbicara kepada Simeon. Roh Kudus-Nya ingin mengajar kita masing-masing dan membimbing jalan kita, untuk membuang pola-dosa yang sudah melumut dalam diri kita, untuk syering dengan orang lain tentang kasih Allah, atau membantu seseorang yang membutuhkan pertolongan.
Sekarang, masalahnya adalah apakah kita mau dibentuk oleh Roh Kudus? Apabila kita mendengar bisikan suara Roh Kudus, maukah kita mentaatinya? Ketika Simeon menunjukkan ketaatannya, dia pun melihat wajah Yesus. Kita pun seharusnya mempunyai ekspektasi yang paling sedikit sama dengan ekspektasi Simeon, karena Allah sesungguhnya ingin semua mata melihat keselamatan-Nya. Dengan demikian “Kidung Simeon” (Luk 2:29-32) yang kita daraskan/nyanyikan dalam Ibadat Penutup (Completorium) setiap malam akan sungguh bermakna.
DOA: Tuhan Yesus, aku ingin memandang Engkau. Hanya dalam diri-Mu-lah aku menemukan damai-sejahtera dan sukacita yang sejati. Oleh terang-Mu bukalah mataku agar mampu memandang kemuliaan Bapa surgawi. Engkau adalah pengharapan segenap umat manusia! Amin.
Sdr. F.X. Indrapradja, OFS
Tiada ulasan:
Catat Ulasan