(Bacaan Injil Misa
Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXI – Senin, 26 Agustus 2013)
Celakalah kamu, hai
ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, karena
kamu menutup pintu-pintu Kerajaan Surga di depan orang. Sebab kamu sendiri
tidak masuk dan kamu merintangi mereka yang berusaha untuk masuk.
Celakalah kamu, hai
ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab
kamu menelan rumah janda-janda dan kamu mengelabui mata orang dengan doa yang
panjang-panjang. Karena itu, kamu pasti akan menerima hukuman yang lebih berat.
Celakalah kamu, hai
ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab
kamu mengarungi lautan dan menjelajahi daratan, untuk membuat satu orang saja
menjadi penganut agamamu dan sesudah hal itu terjadi, kamu menjadikan dia calon
penghuni neraka, yang dua kali lebih jahat daripada kamu sendiri.
Celakalah kamu, hai
pemimpin-pemimpin buta, yang berkata: Bersumpah demi Bait Suci, sumpah itu
tidak sah; tetapi bersumpah demi emas Bait Suci, sumpah itu mengikat. Hai kamu
orang-orang bodoh dan orang-orang buta, manakah yang lebih penting, emas atau
Bait Suci yang menguduskan emas itu? Bersumpah demi mezbah, sumpah itu tidak sah;
tetapi bersumpah demi persembahan yang ada di atasnya, sumpah itu mengikat. Hai
kamu orang-orang buta, manakah yang lebih penting, persembahan atau mezbah yang
menguduskan persembahan itu? Karena itu, siapa saja yang bersumpah demi mezbah,
ia bersumpah demi mezbah dan juga demi segala sesuatu yang terletak di atasnya.
Siapa saja yang bersumpah demi Bait Suci, ia bersumpah demi Bait Suci dan juga
demi Dia, yang tinggal di situ. Siapa saja yang bersumpah demi surga, ia
bersumpah demi takhta Allah dan juga demi Dia, yang bersemayam di atasnya. (Mat
23:13-22)
Bacaan Pertama:
1Tes 1:2b-5. 8b-10; Mazmur Tanggapan: Mzm 149:1-6,9
“Celakalah kamu,
hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi” (Mat 23:13).
Memang mudahlah
bagi kita berpendapat bahwa orang-orang Farisi adalah sekelompok orang yang
bersikap legaslistik dan sombong yang ingin menghancurkan Kerajaan Allah.
Sebenarnya mereka bukanlah orang-orang yang paling buruk. Pengabdian mereka
kepada Allah dalam artian tertentu sungguh luarbiasa dan mereka senantiasa siap
untuk melakukan pengorbanan demi Allah yang mereka sembah dan umat-Nya
(Ingatlah apa yang dilakukan oleh Saulus sebelum ia bertobat dan kemudian
bernama Paulus). Hasrat mereka yang utama adalah melindungi Yudaisme dari
penyusupan oleh sumber-sumber asing seperti kekafiran Roma. Dengan
“mati-matian” mereka mempertahankan Kitab Suci dan berupaya untuk menjaga agama
mereka agar tetap murni. Inilah segala kualitas mereka yang bagus, dan tentunya
mereka adalah orang-orang yang mengesankan sehingga mampu menarik banyak
pengikut.
Masalahnya adalah bahwa ada sejumlah orang Farisi yang
begitu mati-matian ingin memelihara dan mempertahankan Yudaisme sebagaimana
mereka pahami sendiri sehingga mereka samasekali menutup diri terhadap
kemungkinan bagi Allah untuk melakukan hal-hal yang baru. Sungguh tak diduga
oleh mereka penyelamatan Allah dapat datang melalui seorang tukang kayu miskin
dari Nazaret yang “dekat” dengan para pemungut cukai dan para pendosa serta
orang-orang tak beriman lainnya. Bagaimana mungkin Allah menggunakan orang yang
tidak sependapat dengan keyakinan mereka?
Dengan mengingat
hal ini, kita dapat melihat hati Yesus secara lebih jelas ketika Dia mengutuk
orang-orang Farisi. Yesus bukan merasa muak dengan mereka, hati-Nya patah dan
hancur melihat kedegilan hati dan sikap sok suci mereka. Bayangkan Yesus
mengucapkan kata-kata yang keras dengan air mata berlinang dan suara yang
serak. Inilah sekelompok orang yang begitu penuh pengabdian kepada Allah
seturut versi mereka sendiri, namun mata mereka dibutakan terhadap rahmat yang
tersedia bagi mereka. Sungguh tragis melihat mereka yang tidak mampu mengenali
Yesus dan menolak Yesus sebagai sang Mesias yang dinanti-nantikan!
Cerita tentang
orang-orang Farisi ini dapat menjadi pelajaran guna mengingatkan kita.
Sementara kebenaran-kebenaran teologis tidak pernah berubah, Roh Kudus
senantiasa bekerja di tengah-tengah kita, kadang-kadang dengan cara-cara yang
baru dan berbeda. Sungguh mudahlah, namun sungguh berbahaya juga, bagi kita
untuk mempunyai Allah yang sudah didefinisikan secara pasti. Yesus dapat saja
mengundang kita kepada suatu dimensi baru dalam relasi kita dengan diri-Nya.
Kita tidak boleh melarikan diri dari hal seperti itu karena hal itu berbeda
daripada apa yang selama ini kita ketahui. Marilah kita menggunakan hikmat dan
discernment, namun kita juga harus senantiasa siap dan terbuka bagi cara-cara
doa yang tidak familiar, mendengar bisikan Roh Kudus yang tidak familiar, dan
menunjukkan cintakasih kita kepada umat Allah dengan cara yang tidak familiar
juga.
DOA: Roh Kudus
Allah, lembutkanlah hatiku. Aku tidak ingin luput melihat diri-Mu selagi Engkau
bergerak dalam hidupku dengan cara-cara baru pada hari ini. Aku tidak ingin
menjadi terbatas dalam perspektifku tentang Siapa Engkau sebenarnya. Amin.
Sdr. F.X.
Indrapradja, OFS
Tiada ulasan:
Catat Ulasan