(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan II Paskah – Sabtu, 4 Mei 2019)
HARI SABTU IMAM
Ketika hari mulai malam, murid-murid Yesus pergi ke danau, lalu naik ke perahu dan menyeberang ke Kapernaum. Hari sudah gelap dan Yesus belum juga datang mendapatkan mereka, sementara laut bergelora karena tiupan angin kencang. Sesudah mereka mendayung kira-kira lima atau enam kilometer jauhnya, mereka melihat Yesus berjalan di atas air mendekati perahu itu. Mereka pun ketakutan. Tetapi Ia berkata kepada mereka, “Inilah Aku, jangan takut!” Karena itu, mereka mau menaikkan Dia ke dalam perahu, dan seketika itu juga perahu itu sampai ke pantai yang mereka tuju. (Yoh 6:16-21)
Bacaan Pertama: Kis 6:1-7; Mazmur Tanggapan: Mzm 33:1-2,4-5,18-19
Orang banyak begitu terkesan oleh mukjizat-mukjizat Yesus sehingga mereka ingin (dengan paksa) membuat Dia menjadi Raja (Yoh 6:15), dengan demikian akan menempatkan diri-Nya sebagai oposisi yang berhadap-hadapan dengan Herodes Antipas yang pada umumnya dipandang sebagai pengkhianat bangsa (dia memang bukan bangsa Yahudi). Namun Yesus tidak mau menerima hal tersebut. Tidak hanya tindakan seperti itu akan memprovokasi intervensi militer dari pihak Romawi; namun juga yang lebih penting adalah, bahwa apabila dinobatkan sebagai seorang raja dunia maka hal tersebut akan merupakan tafsiran yang salah samasekali dari Kerajaan yang hendak didirikan Yesus dengan kedatangan-Nya. Di hadapan Pilatus, Yesus menyatakan dengan penuh empati bahwa Kerajaan-Nya bukanlah dari dunia ini (lihat Yoh 18:36). Oleh karena itu Yesus menyingkir ke gunung seorang diri, dan para murid-Nya naik perahu menyeberang ke Kapernaum; sebenarnya untuk menghindar dari konsekuensi-konsekuensi yang tidak diinginkan.
Kita akan lihat, bahwa kesulitan para murid tidak berhenti sekali mereka berhasil “melarikan diri” dari orang banyak. Danau Galilea ini dalam teks Injil beberapa versi bahasa Inggris disebut “Sea of Galilee” (“Laut Galilea”: misalnya dalam Revised Standard Version; Christian Community Bible – Catholic Pastoral Edition; The New American Bible; The New Jerusalem Bible). “Laut” dipandang sebagai sebuah tempat “khaos” (Inggris: chaos), tempat tinggal roh-roh jahat dan kekuatan-kekuatan berbahaya yang harus dengan kuat ditahan oleh Allah. Misalnya dalam “Ucapan Ilahi terhadap Asyur”: Wahai! Ributnya banyak bangsa-bangsa, mereka ribut seperti ombak laut menderu! Gaduhnya suku-suku bangsa, mereka gaduh seperti gaduhnya air yang hebat! Suku-suku bangsa gaduh seperti gaduhnya air yang besar; tetapi TUHAN (YHWH) menghardiknya, sehingga mereka lari jauh-jauh, terburu-buru seperti sekam di tempat penumbukan dihembus angin, dan seperti dedak ditiup puting beliung” (Yes 17:12-13; lihat juga Mzm 18:16-17). Jadi, walaupun berhasil menghindar dari tekanan orang banyak, para murid Yesus sekarang mendapatkan diri mereka berkonfrontasi dengan kuasa-kuasa yang tak dapat mereka hindari atau kendalikan.
Pada titik krisis ini, ketika segala kekuatan lahir dan batin para murid hampir terkuras habis, muncullah Yesus yang berjalan di atas air. Melihat kenyataan itu, mereka sungguh merasa takut! Sang Guru, yang mampu melipat-gandakan roti dan ikan, sekarang “mendemonstrasikan” kuat-kuasa yang jauh lebih dahsyat, yang menunjukkan otoritas yang menentukan atas air danau yang mengamuk. Pada saat Yesus berbicara, kata-kata-Nya tidak hanya menghibur – “Jangan takut” (Yoh 6:20). Namun Yesus juga bersabda, “Inilah Aku”, kata-kata yang dengan cepat ditangkap oleh para murid-Nya sebagai gelar yang dimiliki oleh YHWH saja, satu-satunya Allah yang benar (“AKU ADALAH AKU” [Kel 3:14 LAI edisi TB; bdk. Yoh 8:58] yang menurut Prof. DR. Martin Harun, OFM dalam kuliah beliau lebih tepat diterjemahkan sebagai “AKU ADALAH AKU YANG ADA”).
Dalam cerita ini dengan berbagai cara Yesus memanifestasikan kuat-kuasa Allah, kuasa yang mencakup kendali (kontrol) atas kuasa-kuasa kegelapan dan pada saat sama keamanan dan proteksi bagi mereka yang telah dipanggil-Nya. Lebih lanjut Ia terus berbicara mengenai perlunya bagi semua orang untuk ikut ambil bagian dalam hidup-Nya sampai satu titik di mana kita sungguh-sungguh makan tubuh-Nya dan minum darah-Nya. Namun sebelum kita mulai merenungkan kebenaran-kebenaran yang indah ini, kita masih mempunyai kesempatan untuk beristirahat di pantai danau dan merenungkan keagungan Allah dan belas kasih-Nya.
DOA: Tuhan Yesus, kami percaya bahwa Engkaulah Allah yang Mahakudus, Mahakuasa, Raja atas segala raja dan sempurna dalam kasih. Oleh rahmat-Mu, tolonglah kami untuk menempatkan iman dan kepercayaan kami dalam Engkau. Semoga kami senantiasa terbuka bagi kasih dan kerahiman-Mu, dan semoga hati kami menjadi tenang dalam kehadiran-Mu seperti yang telah Kaulakukan atas air danau itu. Amin.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan