Beberapa waktu
kemudian berangkatlah Maria dan bergegas menuju sebuah kota di pegunungan
Yehuda. Di situ ia masuk ke rumah Zakharia dan memberi salam kepada Elisabet.
Ketika Elisabet mendengar salam Maria, melonjaklah anak yang di dalam rahimnya
dan Elisabet pun dengan Roh Kudus, lalu berseru dengan suara nyaring,
“Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu.
Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku? Sebab sesungguhnya,
ketika salammu sampai di telingaku, anak yang di dalam rahimku melonjak
kegirangan. Berbahagialah ia yang percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya
dari Tuhan, akan terlaksana.”
Lalu kata Maria,
“Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku,
sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya. Sesungguhnya, mulai dari
sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia, karena Yang Mahakuasa
telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan kuduslah nama-Nya.
Rahmat-Nya turun-temurun atas orang yang takut akan Dia. Ia memperlihatkan
kuasa-nya dengan perbuatan tangan-Nya dan mencerai-beraikan orang-orang yang
congkak hatinya; Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dari takhtanya dan
meninggikan orang-orang yang rendah; Ia melimpahkan segala yang baik kepada
orang yang lapar, dan menyuruh orang yang kaya pergi dengan tangan hampa; Ia
menolong Israel, hamba-Nya, karena Ia mengingat rahmat-Nya, seperti yang
dijanjikan-Nya kepada nenek moyang kita, kepada Abraham dan keturunannya untuk
selama-lamanya.” Maria tinggal kira-kira tiga bulan lamanya bersama dengan
Elisabet, lalu pulang kembali ke rumahnya. (Luk 1:39-56)
Bacaan Pertama: Zef
3:14-18 atau Rm 12:9-16b; Mazmur Tanggapan: Yes 12:2-6
“Rahmat-Nya
turun-temurun atas orang yang takut akan Dia” (Luk 1:50).
Apakah yang
dimaksudkan dengan “takut akan Allah”? Takut akan Allah berarti menghormati Dia
sebagai sang Pencipta yang Mahakuasa, Penguasa Tertinggai, sebab dan tujuan
akhir dari segala yang ada. “Takut” di sini jauh berbeda jika dibandingkan
dengan rasa takut yang kita alami manakala kita menghadapi bencana alam yang
dahsyat atau serbuan tentara musuh. Takut akan Allah adalah rasa takut yang
jauh lebih mendalam dan kudus di hadapan hadirat Allah yang tak terbayangkan.
Pada saat Allah
“muncul” di gunung Sinai, orang-orang Israel dipenuhi dengan rasa takjub (Kel
19:16-19; 20:18-21). Pengalaman akan kuasa dan keagungan-Nya begitu indah,
namun hal tersebut juga begitu besar sehingga menginspirasikan/menimbulkan
semacam rasa takut. Orang-orang merasa begitu rendah di hadapan hadirat-Nya:
Dia yang begitu superior dibanding ciptaan-Nya. Maria sungguh menghormati Tuhan
dan percaya sepenuhnya kepada-Nya. Takutnya akan Allah yang penuh dengan rasa
hormat menunjukkan pengakuannya terhadap belas kasih Allah seperti dengan
indahnya diungkapkan dalam kidungnya: Magnificat.
Penampilan-penampilan
Allah tidak dimaksudkan untuk menakutkan orang, melainkan untuk meyakinkan.
Seperti anak-anak kecil, kita dimaksudkan untuk mempunyai rasa takut yang sehat
akan Bapa surgawi, suatu rasa takut yang menggerakkan kita untuk percaya dan
mentaati-Nya. Takut akan Allah dengan layak dan pantas akan menguatkan
pengharapan, karena ketika kita mengakui kuasa Allah yang mahadahsyat, kita
menjadi yakin bahwa Dia mampu untuk mewujudkan setiap rencana indah-Nya bagi
kehidupan kita.
Maria benar ketika
dia memandang dirinya sebagai seorang “hamba yang rendah” dalam relasinya
dengan Tuhan. Maria mengetahui bahwa bukan karena jasanya atau apa yang
dilakukannya maka dia memperoleh privilese sebagai Bunda Yesus yang adalah
Allah. Semua itu menjadi kenyataan karena kasih dan kemurahan-hati Allah –
belas kasih tidak hanya bagi dirinya, melainkan bagi orang-orang dari berbagai
generasi. Maria mampu untuk mengatakan “YA” kepada undangan Allah karena dia tahu
bahwa Dia itu mahaperkasa dan maharahim, melampaui apa yang dapat dicerna oleh
akal-budi atau pemahaman manusia. Inilah jenis hati yang ingin diberikan Roh
Kudus kepada kita – penuh dengan rasa hormat kepada Allah dan mau menjadi
bejana-bejana belas kasih-Nya bagi dunia.
DOA: Allah
Tritunggal Mahakudus, aku merendahkan diriku di hadapan-Mu. Aku mengakui bahwa
segala yang baik berasal dari-Mu. Aku adalah seorang hamba yang tak berguna,
seorang pendosa. Namun demikian, Engkau telah mengasihi diriku dan membawaku ke
dalam eksistensi sehingga aku dapat ikut ambil bagian dalam kehidupan kekal
bersama Dikau, ya Allahku. Terpujilah Engkau selama-selamanya. Ya Bapa, Putera
dan Roh Kudus. Engkau yang dalam tritunggal yang sempurna dan dalam keesaan
yang sederhana, hidup dan memerintah serta dimuliakan, Allah yang Mahakuasa
sepanjang segala masa. Amin.
Sdr. F.X.
Indrapradja, OFS
Tiada ulasan:
Catat Ulasan