( Bacaan Pertama
Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXXIV – Selasa, 27 November 2012 )
Fransiskan Konventual: Pesta S. Fransiskus-Antonius
Pasani, Imam
Ketika beberapa
orang berbicara tentang Bait Allah, betapa bangunan itu dihiasi dengan batu
yang indah-indah dan dengan berbagai-bagai barang persembahan, berkatalah
Yesus, “Apa yang kamu lihat di situ – akan datang harinya ketika tidak ada satu
batu pun akan dibiarkan terletak di atas batu yang lain; semuanya akan
diruntuhkan.”
Lalu mereka
bertanya kepada Yesus, “Guru, kapan itu akan terjadi? Apa tandanya, kalau itu
akan terjadi?” Jawab-Nya, “Waspadalah, supaya kamu jangan disesatkan. Sebab
banyak orang akan datang dengan memakai nama-Ku dan berkata: ‘Akulah Dia,’ dan:
‘Saatnya sudah dekat.’ Janganlah kamu mengikuti mereka. Apabila kamu mendengar
tentang peperangan dan pemberontakan, janganlah kamu takut. Sebab semuanya itu
harus terjadi dahulu, tetapi itu tidak berarti kesudahannya akan datang
segera.”
Ia berkata kepada
mereka, “Bangsa akan bangkit melawan bangsa dan kerajaan melawan kerajaan, dan
akan terjadi gempa bumi yang dahsyat dan di berbagai tempat akan ada penyakit
sampar dan kelaparan, dan akan terjadi juga hal-hal yang menakutkan dan
tanda-tanda yang dahsyat dari langit. (Luk 21:5-11)
Bacaan Pertama: Why
14:14-20; Mazmur Tanggapan: Mzm 96:10-13
Pada zaman Yesus
Bait Suci di Yerusalem merupakan bangunan yang indah dan sangat mengesankan
bagi siapa saja yang memandangnya. Herodus Agung baru saja membangunnya
kembali, dari tahun 19 sampai tahun 9 SM. Bangunan Bait Suci ini dua kali lebih
luas daripada bangunan sebelumnya dan lebih indah pula karena dipenuhi banyak
hiasan.
Jadi, tidak
mengherankanlah, apabila ada banyak orang yang datang ke Bait Suci pada waktu
Yesus berkhotbah di tempat itu. Mereka mengagumi struktur dan berbicara
mengenai keindahan serta betapa besar dan kokoh bangunan itu. Sebagai suatu
umat, mereka sangat bangga akan Bait Suci mereka.
Jadi, tentunya
mereka sangat terkejut pada saat mendengar Yesus “meramalkan” kehancuran Bait
Suci yang baru itu, suatu kehancuran yang begitu besar sehingga “tidak ada satu
batu pun akan dibiarkan terletak di atas batu yang lain; semuanya akan diruntuhkan”
(Luk 21:6). Langsung saja mereka ingin memperoleh informasi terinci. Mereka
bertanya kepada Yesus: “Guru, kapan itu akan terjadi? Apa tandanya, kalau itu
akan terjadi?” (Luk 21:7).
Sesungguhnya kita
dapat membandingkan diri kita seperti orang-orang pada zaman Yesus itu. Mereka
sangat bangga dengan Bait Suci di Yerusalem dan kemuliaan yang dipancarkannya.
Demikian pula halnya dengan kita: kita begitu bangga akan capaian-capaian kita,
bangunan-bangunan yang ada dalam kota kita, teknologi kita dlsb.
Dalam hal ini kita
dapat mendengar bisikan Yesus: “Hati-hatilah, jangan sampai kamu terkecoh!
Semua hal ini akan berlalu. Ya, memang aku ingin agar kamu memperbaiki kondisi
bumi, menggunakan segala sumberdaya yang telah Kuberikan kepadamu. Akan tetapi,
kamu harus menggunakan segala hal itu untuk kebaikan, untuk orang-orang
miskinku, membawa kehidupan lebih baik bagi “wong cilik” yang sangat Kukasihi.”
Apakah yang telah
kita lakukan dengan segala sumber daya alam kita, kekayaan alam kita? Apakah
yang dinikmati oleh saudari-saudara kita di Papua, Kalimantan dan beberapa
tempat lain, padahal selama ini kekayaan alam mereka telah diguras
habis-habisan demi kepentingan sejumlah kecil orang serakah, malah untuk
keuntungan negeri-negeri besar dan berkuasa? Di negara-negara maju, apakah
berbagai sumber daya alam mereka diolah untuk menjadi produk-produk yang dapat
membantu kesejahteraan rakyat mereka dan penduduk dunia lainnya? Ataukah hanya
sebagai sarana untuk menghasilkan berbagai produk untuk penghancuran sesama
manusia? Umat manusia – teristimewa dari negara-negara maju – sampai hari ini
belum mampu untuk menemukan jalan/cara damai untuk menolong negara-negara atau
bangsa-bangsa yang masih terkebelakang … para penduduk dunia yang masih
kekurangan gizi dlsb.
Sebagai
pribadi-pribadi, kiranya apakah yang dapat kita lakukan? Apakah upaya kita
sebagai individu-individu dapat membuat efek terhadap masalah kelaparan,
penindasan yang berskala dunia? Tentu saja kita dapat! Mungkin kita tidak akan
melihat hasilnya secara khasat mata, namun jika kita menggunakan harta-kekayaan
kita dengan bijaksana, hidup secara sederhana dan memberikan berbagai “surplus”
kita untuk berbagai karya karitatif, maka kita akan membantu masalah kemiskinan
dan penderitaan di dalam dunia. Janganlah kita sampai terkecoh oleh nilai-nilai
berkaitan dengan kepemilikan harta-kekayaan yang berasal dari dunia, dari si
Jahat!.
DOA: Tuhan Yesus,
ajarlah dan ingatkanlah aku senantiasa bahwa dunia ini dan segala kemuliaannya
akan berlalu. Tanamkanlah dalam diriku rasa haus dan lapar akan kemuliaan yang
akan datang bersama kedatangan-Mu kelak pada akhir zaman. Amin.
Sdr. F.X.
Indrapradja, OFS
Tiada ulasan:
Catat Ulasan