(Bacaan Injil Misa Kudus, Peringatan S. Augustinus dr Hippo, Uskup Pujangga Gereja – Senin, 28 Agustus 2017)
Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, karena kamu menutup pintu-pintu Kerajaan Surga di depan orang. Sebab kamu sendiri tidak masuk dan kamu merintangi mereka yang berusaha untuk masuk.
Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu menelan rumah janda-janda dan kamu mengelabui mata orang dengan doa yang panjang-panjang. Karena itu, kamu pasti akan menerima hukuman yang lebih berat.
Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu mengarungi lautan dan menjelajahi daratan, untuk membuat satu orang saja menjadi penganut agamamu dan sesudah hal itu terjadi, kamu menjadikan dia calon penghuni neraka, yang dua kali lebih jahat daripada kamu sendiri.
Celakalah kamu, hai pemimpin-pemimpin buta, yang berkata: Bersumpah demi Bait Suci, sumpah itu tidak sah; tetapi bersumpah demi emas Bait Suci, sumpah itu mengikat. Hai kamu orang-orang bodoh dan orang-orang buta, manakah yang lebih penting, emas atau Bait Suci yang menguduskan emas itu? Bersumpah demi mezbah, sumpah itu tidak sah; tetapi bersumpah demi persembahan yang ada di atasnya, sumpah itu mengikat. Hai kamu orang-orang buta, manakah yang lebih penting, persembahan atau mezbah yang menguduskan persembahan itu? Karena itu, siapa saja yang bersumpah demi mezbah, ia bersumpah demi mezbah dan juga demi segala sesuatu yang terletak di atasnya. Siapa saja yang bersumpah demi Bait Suci, ia bersumpah demi Bait Suci dan juga demi Dia, yang tinggal di situ. Siapa saja yang bersumpah demi surga, ia bersumpah demi takhta Allah dan juga demi Dia, yang bersemayam di atasnya. (Mat 23:13-22)
Bacaan Pertama: 1Tes 1:2b-5. 8b-10; Mazmur Tanggapan: Mzm 149:1-6,9
“Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi” (Mat 23:13).
Memang mudahlah bagi kita berpendapat bahwa orang-orang Farisi adalah sekelompok orang yang bersikap legaslistik dan sombong yang ingin menghancurkan Kerajaan Allah. Sebenarnya mereka bukanlah orang-orang yang paling buruk. Pengabdian mereka kepada Allah dalam artian tertentu sungguh luarbiasa dan mereka senantiasa siap untuk melakukan pengorbanan demi Allah yang mereka sembah dan umat-Nya (Ingatlah apa yang dilakukan oleh Saulus sebelum ia bertobat dan kemudian bernama Paulus). Hasrat mereka yang utama adalah melindungi Yudaisme dari penyusupan oleh sumber-sumber asing seperti kekafiran Roma. Dengan “mati-matian” mereka mempertahankan Kitab Suci dan berupaya untuk menjaga agama mereka agar tetap murni. Inilah segala kualitas mereka yang bagus, dan tentunya mereka adalah orang-orang yang mengesankan sehingga mampu menarik banyak pengikut.
Masalahnya adalah bahwa ada sejumlah orang Farisi yang begitu mati-matian ingin memelihara dan mempertahankan Yudaisme sebagaimana mereka pahami sendiri sehingga mereka samasekali menutup diri terhadap kemungkinan bagi Allah untuk melakukan hal-hal yang baru. Sungguh tak diduga oleh mereka penyelamatan Allah dapat datang melalui seorang tukang kayu miskin dari Nazaret yang “dekat” dengan para pemungut cukai dan para pendosa serta orang-orang tak beriman lainnya. Bagaimana mungkin Allah menggunakan orang yang tidak sependapat dengan keyakinan mereka?
Dengan mengingat hal ini, kita dapat melihat hati Yesus secara lebih jelas ketika Dia mengutuk orang-orang Farisi. Yesus bukan merasa muak dengan mereka, hati-Nya patah dan hancur melihat kedegilan hati dan sikap sok suci mereka. Bayangkan Yesus mengucapkan kata-kata yang keras dengan air mata berlinang dan suara yang serak. Inilah sekelompok orang yang begitu penuh pengabdian kepada Allah seturut versi mereka sendiri, namun mata mereka dibutakan terhadap rahmat yang tersedia bagi mereka. Sungguh tragis melihat mereka yang tidak mampu mengenali Yesus dan menolak Yesus sebagai sang Mesias yang dinanti-nantikan!
Cerita tentang orang-orang Farisi ini dapat menjadi pelajaran guna mengingatkan kita. Sementara kebenaran-kebenaran teologis tidak pernah berubah, Roh Kudus senantiasa bekerja di tengah-tengah kita, kadang-kadang dengan cara-cara yang baru dan berbeda. Sungguh mudahlah, namun sungguh berbahaya juga, bagi kita untuk mempunyai Allah yang sudah didefinisikan secara pasti. Yesus dapat saja mengundang kita kepada suatu dimensi baru dalam relasi kita dengan diri-Nya. Kita tidak boleh melarikan diri dari hal seperti itu karena hal itu berbeda daripada apa yang selama ini kita ketahui. Marilah kita menggunakan hikmat dan discernment, namun kita juga harus senantiasa siap dan terbuka bagi cara-cara doa yang tidak familiar, mendengar bisikan Roh Kudus yang tidak familiar, dan menunjukkan cintakasih kita kepada umat Allah dengan cara yang tidak familiar juga.
DOA: Roh Kudus Allah, lembutkanlah hatiku. Aku tidak ingin luput melihat diri-Mu selagi Engkau bergerak dalam hidupku dengan cara-cara baru pada hari ini. Aku tidak ingin menjadi terbatas dalam perspektifku tentang Siapa Engkau sebenarnya. Amin.
Sumber :
Tiada ulasan:
Catat Ulasan