Halaman

"BAPA YANG KEKAL KUPERSEMBAHKAN KEPADA-MU, TUBUH DAN DARAH, JIWA DAN KE-AILAHAN PUTERA-MU YANG TERKASIH TUHAN KAMI YESUS KRISTUS, DEMI PENEBUSAN DOSA-DOSA KAMI DAN DOSA SELURUH DUNIA" - YESUS RAJA KERAHIMAN ILAHI, AKU PERCAYA KEPADA-MU

Khamis, April 03, 2014

BERBEDA DENGAN KEBANYAKAN ORANG LAIN

(Bacaan Pertama Misa Kudus, Hari Biasa Pekan IV – Jumat, 4 April 2014)
Karena angan-angannya tidak tepat maka berkatalah mereka satu sama lain: “Pendek dan menyedihkan hidup kita ini, dan pada akhir hidup manusia tidak ada obat mujarab. Marilah kita menghadang orang yang baik, sebab bagi kita ia menjadi gangguan serta menentang pekerjaan kita. Pelanggaran-pelanggaran hukum dituduhkannya kepada kita, dan kepada kita dipersalahkannya dosa-dosa terhadap pendidikan kita. Ia membanggakan mempunyai pengetahuan tentang Allah, dan menyebut dirinya anak Tuhan, Bagi kita ia merupakan celaan atas anggapan kita, hanya melihat dia saja sudah berat rasanya bagi kita. Sebab hidupnya sungguh berlainan dari kehidupan orang lain, dan lain dari lainlah langkah lakunya. Kita dianggap olehnya sebagai yang tidak sejati, dan langkah laku kita dijauhinya seolah-olah najis adanya. Akhir hidup orang benar dipujinya bahagia, dan ia bermegah-megah bahwa bapanya ialah Allah. Coba kita lihat apakah perkataannya benar dan ujilah apa yang terjadi waktu ia berpulang. Jika orang yang benar itu sungguh anak Allah, niscaya Ia akan menolong dia serta melepaskannya dari tangan para lawannya. Mari, kita mencobainya dengan aniaya dan siksa, agar kita mengenal kelembutannya serta menguji kesabaran hatinya. Hendaklah kita menjatuhkan hukuman mati keji terhadapnya, sebab menurut katanya ia pasti mendapat pertolongan.”
Demikianlah mereka berangan-angan, tapi mereka sesat, karena telah dibutakan oleh kejahatan mereka. Maka mereka tidak tahu akan rahasia-rahasia Allah, tidak yakin akan ganjaran kesucian, dan tidak menghargakan kemuliaan bagi jiwa yang murni. (Keb 2:1a,12-22)

Mazmur Tanggapan: Mzm 34:17-21,23; Bacaan Injil: Yoh 7:1-2,10,25-30

Kitab Kebijaksanaan (Salomo) adalah sebuah kitab yang relatif belakangan dimasukkan ke dalam Kitab Suci. Kapan? Tanggal/waktu yang banyak diterima sehubungan dengan munculnya Kitab Kebijaksanaan ini adalah sekitar tahun 50 S.M. Hanya versi dalam bahasa Yunani saja yang berhasil diketemukan, walaupun ada pakar-pakar yang percaya bahwa sebagian dari Kitab ini mungkin disusun dalam bahasa Ibrani. Tidak adanya suatu versi dalam bahasa Ibrani adalah salah satu alasan mengapa sejumlah tradisi iman telah menolak dimasukkannya Kitab Kebijaksanaan ini dalam kanon Kitab Suci.

Dalam Kitab ini ada suatu proklamasi kenabian tentang bagaimana orang akan bereaksi terhadap “orang yang baik” di mana ketidakbersalahannya akan mengungkap dosa-dosa mereka (Keb 2:12). Dengan memproklamasikan dirinya sebagai anak Tuhan/Allah (Keb 2:13,16), maka orang-orang memandang-Nya sebagai suatu beban “sebab hidupnya sungguh berlainan dari kehidupan orang lain, dan lain dari lainlah langkah laku-Nya” (Keb 2:15). “Orang benar” ini akan mengalami aniaya dan siksa (Keb 2:19), dan dirinya pun akan dijatuhi hukuman mati keji (Keb 2:20). Sungguh suatu “ramalan” yang jitu bagaimana orang-orang akan bereaksi terhadap Yesus!

Dua ribu tahun kemudian, kita dapat bertanya apakah sikap-sikap manusia telah banyak berubah, dengan catatan bahwa sekarang kita telah mempunyai banyak kesaksian tentang siapa “orang benar” itu sebenarnya. Bukankah sekarang masih ada banyak orang yang memandang jalan-jalan/cara-cara Yesus sangat tidak nyaman, malah seperti beban saja? Bukankah banyak orang merasa takut bahwa diri mereka akan dilihat oleh orang-orang lain sebagai “orang aneh” jika mereka mencoba untuk hidup seturut ajaran-ajaran-Nya? Tentunya anda sekalian masih ingat bagaimana Santo Fransiskus dari Assisi diolok-olok dan diejek-diejek serta dipermalukan pada saat-saat dia memutuskan untuk mengikuti jejak Yesus Kristus? Demikian pula dengan banyak orang kudus lainnya. Memang mengikuti jejak Yesus mengandung “biaya pemuridan/kemuridan” yang tidak kecil. Atas dasar alasan inilah tidak sedikit orang yang meninggalkan diri-Nya atau batal mengikuti jejak-Nya.

Ada suatu peristiwa kecil yang saya alami sendiri di bandara Surabaya di tahun 1990an, ketika saya mau pulang ke Jakarta dari sebuah perjalanan dinas yang melelahkan. Di tempat itu saya berjumpa dengan beberapa teman anggota direksi sebuah bank milik keluarga Cendana. Kami ngobrol ke sana ke mari sambil jalan karena ternyata akan berada dalam flight yang sama. Ketika mereka mau masuk “lounge” khusus penumpang “business class” saya meneruskan jalan saya untuk menuju ruang tunggu penumpang kelas ekonomi yang ramai seperti pasar itu. Seorang dari mereka berseru dengan suara keras kira-kira begini: Kenapa naik economy class, kan lu direktur bank? Apakah bank elu mau bangkrut? Menanggapi “teriakan” itu saya hanya tersenyum dan melanjutkan jalan saya. Tidak sedikit orang yang mendengar teriakan sombong dari teman saya itu. Sebagai direktur-eksekutif sebuah bank swasta nasional, memang saya berhak untuk naik “business class” atau “first class”, tapi saya berupaya untuk mengikuti teladan kesederhanaan yang diberikan oleh Yesus dan orang-orang kudus-Nya, seperti bapak rohani saya, Santo Fransiskus. Waktu berjalan terus sampai saat datang krisis ekonomi. Bank teman saya itu ditutup, tetapi bank di mana saya bekerja masih tetap ada sampai hari ini. Pengalaman serupa tapi tak sama saya alami beberapa kali di tempat dan waktu yang berbeda.

Hikmat-kebijaksanaan khusus apakah yang dimiliki Yesus, sehingga memampukan diri-Nya untuk hidup secara berbeda dengan kebanyakan orang lain? Yesus begitu yakin akan kasih dan perlindungan Bapa-Nya, sehingga Dia mampu menemui orang-orang dan memberikan kasih Allah Bapa kepada mereka semua – bahkan mereka yang menentang-Nya, melawan-Nya, memusuhi-Nya, mendzolimi-Nya. Yesus adalah puncak kepenuhan nubuat sang nabi: “Aku tahu, bahwa aku tidak akan mendapat malu” (Yes 50:7). Hikmat-Nya adalah buah dari pengenalan-Nya akan kasih Bapa surgawi, menaruh kepercayaan pada kasih itu, dan berkeinginan untuk membagikan kasih itu dengan setiap orang. Yesus tidak pernah goyah dalam menjalani panggilan-Nya untuk mewujudkan penebusan bagi kita semua.

Selagi kita semakin mengenal kasih Bapa surgawi bagi kita yang diwujudkan dalam kematian Yesus di kayu salib, kita semakin penuh menanggapi kehadiran Roh Kudus yang berdiam dalam diri kita, kita pun akan mulai mengenakan “pikiran Kristus” (1Kor 2:16; bdk. Flp 2:5). Diberdayakan oleh Roh Allah sendiri, kita pun akan mampu bertumbuh dalam keserupaan dengan Yesus, Tuhan kita, sang “Orang benar”.

DOA: Tuhan Yesus, kami berterima kasih penuh kepada-Mu karena Engkau sudi mati di kayu salib demi kami, sehingga kami dapat menerima kasih Bapa surgawi. Melalui Roh Kudus-Mu, penuhi diri kami dengan hikmat-Mu, ya Tuhan, karena kami sungguh ingin menjadi serupa dengan diri-Mu. Amin.


Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Rabu, April 02, 2014

ALLAH SENANTIASA MEMANGGIL KITA

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan IV Prapaskah – Kamis, 3 April 2014)

Kalau Aku bersaksi tentang diri-Ku sendiri, maka kesaksian-Ku tidak benar; ada yang lain yang bersaksi tentang Aku dan Aku tahu bahwa kesaksian yang diberikan-Nya tentang Aku adalah benar. Kamu telah mengirim utusan kepada Yohanes dan ia telah bersaksi tentang kebenaran; tetapi Aku tidak memerlukan kesaksian dari manusia, namun Aku mengatakan hal ini, supaya kamu diselamatkan. Ia adalah pelita yang menyala dan bercahaya dan kamu hanya mau menikmati seketika saja cahayanya itu. Tetapi Aku mempunyai suatu kesaksian yang lebih penting daripada kesaksian Yohanes, yaitu segala pekerjaan yang diserahkan Bapa kepada-Ku, supaya Aku melaksanakannya. Pekerjaan itu juga yang Kukerjakan sekarang, dan itulah yang memberi kesaksian tentang Aku bahwa Bapa telah mengutus Aku. Bapa yang mengutus Aku, Dialah yang bersaksi tentang Aku. Kamu tidak pernah mendengar suara-Nya, rupa-Nya pun tidak pernah kamu lihat, dan firman-Nya tidak menetap di dalam dirimu, sebab kamu tidak percaya kepada Dia yang diutus-Nya. Kamu menyelidiki Kitab-kitab Suci, sebab kamu menyangka bahwa di dalamnya kamu temukan hidup yang kekal, tetapi walaupun Kitab-kitab Suci itu memberi kesaksian tentang Aku, namun kamu tidak mau datang kepada-Ku untuk memperoleh hidup itu.

Aku tidak memerlukan hormat dari manusia. Tetapi tentang kamu, memang Aku tahu bahwa di dalam hatimu kamu tidak mempunyai kasih terhadap Allah. Aku datang dalam nama Bapa-Ku dan kamu tidak menerima Aku; jikalau orang lain datang atas namanya sendiri, kamu akan menerima dia. Bagaimana kamu dapat percaya, kamu yang menerima hormat seorang dari yang lain dan tidak mencari hormat yang datang dari Allah yang Esa? Jangan kamu menyangka bahwa Aku akan mendakwa kamu di hadapan Bapa; yang mendakwa kamu adalah Musa yang kepadanya kamu menaruh pengharapan. Sebab jikalau kamu percaya kepada Musa, tentu akan percaya juga kepada-Ku, sebab ia telah menulis tentang Aku. Tetapi jikalau kamu tidak percaya kepada apa yang ditulisnya, bagaimana kamu akan percaya kepada apa yang Kukatakan?” (Yoh 5:31-47)

Bacaan Pertama: Kel 32:7-14; Mazmur Tanggapan: Mzm 106:19-23

Dengan begitu banyak cara, Allah terus-menerus memberi kesaksian kepada kita tentang Putera-Nya – Yesus – agar supaya kita dapat datang kepada-Nya untuk menerima kepenuhan hidup. Allah mengetahui bahwa jika kita tidak datang kepada Yesus, maka kita akan tetap buta, bersikap masa bodoh, dan berjalan menuju kehancuran diri kita sendiri. Oleh karena itu Yesus berseru, “Datanglah kepadaku” (bdk. Yoh 5:40; Yes 55:3). Yesus memanggil kita melalui Gereja dan dalam Kitab Suci. Suara-Nya terdengar berulang-ulang melalui berbagai penyembuhan ajaib dan pewartaan penuh inspirasi dari para pelayan-Nya. Melalui bisikan Roh Kudus-Nya dalam batin kita, Yesus menyatakan kerinduan-Nya untuk berbicara kepada pikiran kita dan juga menembus hati kita dengan kesadaran akan kedosaan kita dan pengampunan dari Allah.

Allah senantiasa memanggil kita, dan Ia meminta agar kita menanggapi panggilan-Nya dengan iman, yang adalah “dasar dari segala sesuatu yang diharapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak dilihat” (Ibr 11:1). Iman bersifat hakiki karena kehidupan yang ingin diberikan Allah tidaklah datang dari dunia ini – suatu kehidupan yang dapat kita lihat, kita rasakan dan kita sentuh. Kalau begitu, kehidupan dari mana? Kehidupan dari atas sana! Yesus bersabda: “Kamu berasal dari bawah, Aku dari atas; kamu dari dunia ini, Aku bukan dari dunia ini” (Yoh 8:23). Artinya, hal ini melampaui pemahaman manusia. Mengapa? Karena hati mereka tertuju pada hal-hal yang kelihatan, maka sulitlah bagi orang-orang Farisi untuk menerima kesaksian Allah tentang Yesus (lihat Yoh 5:43). Akan tetapi, apabila kita mempersiapkan hati kita untuk menerima kehidupan dari “atas”, maka kesaksian Allah tersebut akan bercahaya dalam diri kita.

Dalam upaya mereka untuk memahami hukum-hukum Allah, orang-orang Farisi mempelajari Kitab Suci secara intens (Yoh 5:39-40). Kadang-kadang kita dapat tergoda untuk mempelajari Kitab Suci dengan cara serupa, yaitu mengandalkan pada kekuatan intelektual dengan harapan bahwa melalui pemahaman kita, maka kita dapat memiliki kuasa Allah. Sebenarnya Allah meminta kita untuk cukup mengheningkan jiwa kita untuk memperkenankan sabda-Nya menembus hati kita. Allah ingin agar kita menerima hidup-Nya, tidak hanya memahami-Nya, karena jika kita menerima dari Dia sendiri, Dia akan memberdayakan kita untuk menyampaikan sabda-Nya kepada orang-orang lain.

Saudari dan Saudaraku, sekarang marilah kita memohon kepada Roh Kudus untuk membuka hati kita bagi semua hal yang memberi kesaksian tentang kemuliaan Yesus Kristus. Marilah kita belajar untuk mengheningkan pikiran kita, selagi kita berdoa agar kita dapat menerima “hal-hal yang tidak kelihatan” yang datang dari takhta Allah.

DOA: Yesus, kami datang menghadap hadirat-Mu dan mohon diberikan kehidupan. Transformasikanlah setiap aspek kehidupan kami dengan kehidupan ilahi-Mu sehingga dengan demikian kami dapat menyembah-Mu dan juga memuliakan Bapa surgawi. Amin.


Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Selasa, April 01, 2014

SIAPAKAH YESUS INI?

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan IV Prapaskah – Rabu, 2 April 2014)


Tetapi Ia berkata kepada mereka, “Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Aku pun bekerja juga.” Sebab itu, para pemuka Yahudi makin berusaha untuk membunuh-Nya, bukan saja karena Ia melanggar peraturan Sabat, tetapi juga karena Ia mengatakan bahwa Allah adalah Bapa-Nya sendiri dan dengan demikian menyamakan diri-Nya dengan Allah.

Lalu Yesus menjawab mereka, “Sesungguhnya Aku berkata, Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari diri-Nya sendiri, jikalau Ia tidak melihat Bapa mengerjakannya; sebab apa yang dikerjakan Bapa, itu juga yang dikerjakan Anak. Sebab Bapa mengasihi Anak dan Ia menunjukkan kepada-Nya segala sesuatu yang dikerjakan-Nya sendiri, bahkan Ia akan menunjukkan kepada-Nya pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar lagi daripada pekerjaan-pekerjaan itu, sehingga kamu menjadi heran. Sebab sama seperti Bapa membangkitkan orang-orang mati dan menghidupkannya, demikian juga Anak menghidupkan siapa saja yang dikehendaki-Nya. Bapa tidak menghakimi siapa pun, melainkan telah menyerahkan penghakiman itu seluruhnya kepada Anak, supaya semua orang menghormati Anak sama seperti mereka menghormati Bapa. Siapa saja yang tidak menghormati Anak, ia juga tidak menghormati Bapa yang mengutus Dia.

Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Siapa saja yang mendengar perkataan-Ku dan percaya kepada Dia yang mengutus Aku, ia mempunyai hidup yang kekal dan tidak turut dihukum, sebab ia sudah pindah dari dalam maut ke dalam hidup. Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Saatnya akan tiba dan sudah tiba bahwa orang-orang mati akan mendengar suara Anak Allah, dan mereka yang mendengarnya, akan hidup. Sebab sama seperti Bapa mempunyai hidup diri-Nya sendiri, demikian juga diberikan-Nya Anak mempunyai hidup dalam diri-Nya sendiri. Ia telah memberikan kuasa kepada-Nya untuk menghakimi, karena Ia adalah Anak Manusia. Janganlah kamu heran akan hal itu, sebab saatnya akan tiba bahwa semua orang yang di dalam kuburan akan mendengar suara-Nya, dan mereka yang telah berbuat baik akan keluar dan bangkit untuk hidup yang kekal, tetapi mereka yang telah berbuat jahat akan bangkit untuk dihukum.

Aku tidak dapat berbuat apa pun dari diri-Ku sendiri; Aku menghakimi sesuai dengan apa yang Aku dengar, dan penghakiman-Ku adil, sebab Aku tidak menuruti kehendak-Ku sendiri, melainkan kehendak Dia yang mengutus Aku. (Yoh 5:17-30)

Bacaan Pertama: Yes 49:8-15; Mazmur Tanggapan: Mzm 145:8-9,13-14,17-18

Bayangkanlah diri anda sebagai salah seorang Yahudi yang baru saja menyaksikan Yesus menyembuhkan orang lumpuh di dekat kolam Betesda. Mukjizat itu membuat anda merasa takjub dan sungguh menarik perhatian anda. Namun sekarang anda mendengar Yesus mengatakan bahwa Allah adalah Bapa-Nya sendiri yang “membangkitkan orang-orang mati dan menghidupkannya”, serta menyebut diri-Nya sebagai Anak yang juga “menghidupkan siapa saja yang dikehendaki-Nya” dan menerima wewenang dari Bapa untuk melakukan semua “penghakiman” atas manusia (Yoh 5:21-22). Tradisi Yahudi anda mengajarkan bahwa hanyalah Allah yang membangkitkan orang-orang mati, memberikan kehidupan dan juga menghakimi. Oleh karena itu anda mulai bertanya dalam hati, siapakah Yesus ini? Apakah Ia sungguh mengklaim diri-Nya sebagai Allah? Apakah Ia sang Mesias yang telah dijanjikan Allah? Ataukah Ia hanya seorang nabi palsu, seorang yang berpikiran tidak waras?

Pada zaman modern ini, sekitar 2.000 tahun setelah peristiwa ini terjadi, pertanyaan tentang “Siapakah Yesus ini?” masih ada. Perwahyuan melalui kuasa Roh Kudus, kesaksian dari kepercayaan-kepercayaan dan tradisi-tradisi, bukti-bukti sejarah – semuanya menunjukkan kepada kita arah yang benar, namun tidak mengecualikan kita dari kewajiban untuk menjawab pertanyaan itu bagi diri kita sendiri. Masing-masing kita harus bertanya kepada diri kita sendiri: Apakah aku sungguh percaya bahwa Yesus adalah sang Mesias (Kristus), Dia yang dijanjikan, Anak (Putera) Allah, Dia yang satu dengan Bapa? Apakah aku percaya bahwa Dia wafat dan bangkit dari antara orang mati seturut Kitab Suci dan sekarang Dia duduk di sebelah kanan Bapa? Apakah aku percaya bahwa Yesus ingin mensyeringkan hidup-Nya sendiri dengan diriku dan menjalin relasi pribadi dengan diriku melalui kuasa Roh Kudus-Nya.

Masa Prapaskah adalah masa untuk memusatkan perhatian kita secara baru pada kematian dan kebangkitan Yesus. Ini adalah masa bagi suatu pandangan segar pada ketaatan tanpa kompromi dari Yesus pada rencana Bapa surgawi untuk menyelamatkan dan menebus kita. Hanya dengan mempercayai sepenuh hati bahwa Yesus adalah menurut apa yang dikatakan-Nya tentang diri-Nya sendiri, maka kita akan mulai memahami rencana besar keselamatan ini.

Pada masa Prapaskah ini, marilah kita mengakui dengan lebih mendalam bahwa Yesus adalah Tuhan atas hidup kita. Marilah kita juga mengungkapkan iman-kepercayaan kita bahwa Yesus adalah sungguh sang Juruselamat dan janji-janji-Nya benar. Marilah kita menggantungkan diri pada-Nya sepenuhnya, berharap pada-Nya saja. Yesus adalah sungguh andalan kita!

DOA: Yesus, Engkau adalah Putera Allah yang diutus oleh Bapa surgawi untuk membangkitkan orang-orang mati dan memberi kehidupan kepada mereka. Aku percaya bahwa Engkau hidup dan aktif dalam kehidupanku sekarang, dan bahwa pada suatu hari kelak aku akan berjumpa dengan Engkau – muka ketemu muka. Amin.


Sdr. F.X. Indrapradja, OFS