(Bacaan Injil Misa Kudus, HARI MINGGU BIASA V [Tahun B], 4 Februari 2018)
Sekeluarnya dari rumah ibadat itu Yesus bersama Yakobus dan Yohanes pergi ke rumah Simon dan Andreas. Ibu mertua Simon terbaring karena sakit demam. Mereka segera memberitahukan keadaannya kepada Yesus. Ia pergi ke tempat perempuan itu, dan sambil memegang tangannya Ia membangunkan dia, lalu lenyaplah demamnya. Kemudian perempuan itu melayani mereka. Menjelang malam, sesudah matahari terbenam, dibawalah kepada Yesus semua orang yang menderita sakit dan yang kerasukan setan. Seluruh penduduk kota itu pun berkerumun di depan pintu. Ia menyembuhkan banyak orang yang menderita bermacam-macam penyakit dan mengusir banyak setan; Ia tidak memperbolehkan setan-setan itu berbicara, sebab mereka mengenal Dia.
Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang terpencil dan berdoa di sana. Tetapi Simon dan kawan-kawannya mencari-cari Dia. Ketika mereka menemukan-Nya, mereka berkata kepada-Nya, “Semua orang mencari Engkau.” Jawab-Nya, “Marilah kita pergi ke tempat lain, ke kota-kota sekitar ini, supaya di sana juga Aku memberitakan Injil, karena untuk itu Aku telah datang.” Lalu pergilah Ia ke seluruh Galilea memberitakan Injil dalam rumah-rumah ibadat mereka dan mengusir setan-setan. (Mrk 1:29-39)
Bacaan Pertama: Ayb 7:1-4,6-7; Mazmur Tanggapan: Mzm 147:1-6; Bacaan Kedua: 1Kor 9:16-19,22-23
Pernahkah anda merasa pada suatu pagi hari, bahwa anda sungguh merasa tidak mampu bangkit dari tempat tidurmu? Barangkali sesuatu yang anda tidak/kurang senangi masuk dalam jadual hari itu; misalnya pertemuan dengan para wakil serikat sekerja dalam rangka PHK puluhan orang buruh pabrik karena kebijakan reduksi biaya perusahaan, mengunjungi ibu mertua yang sedang diopname di rumah sakit, atau karena anda memang sedang tidak enak badan, dlsb.
Seperti ibu mertua Simon Petrus yang sedang menderita sakit demam, kita juga dapat dibuat tertekan oleh beban-beban yang bersifat fisik, emosional atau spiritual. Selama masa-masa “penderitaan” seperti itu, kita dapat mengalami depresi, sehingga hampir tidak dimungkinkanlah bagi kita untuk mengasihi dan memperhatikan orang-orang lain. Bahkan pada saat-saat seperti itu tidak mudahlah bagi kita untuk percaya bahwa Allah (atau siapa saja) sungguh memperhatikan diri kita.
Ketika Yesus mendengar tentang ibu mertua Simon Petrus, langsung Ia pergi ke tempat tinggal perempuan itu. Yesus memegang tangan perempuan itu dan membangunkannya, lalu lenyaplah demamnya. Singkatnya, Yesus menyembuhkan ibu Simon Petrus, dan perempuan itu mulai melayani Yesus dan para murid yang hadir di tempat itu. Kuat-kuasa, otoritas dan kasih yang sungguh luarbiasa, dimanifestasikan dalam kehadiran Yesus. Tidak sesuatu pun – penyakit, dosa, roh jahat – yang dapat melawan Dia.
Markus menyajikan cerita ini dalam Injilnya untuk menunjukkan bagaimana Yesus menggunakan otoritas-Nya dengan penuh kasih. Ia sedemikian mengasihi kita sehingga Dia menjadi seorang manusia dan masuk ke dalam kondisi kita-manusia yang lemah dan terluka, lalu Dia berjaya lewat penyerahan hidup-Nya sendiri di atas kayu salib. Ia mengambil segala penderitaan kita dan memikul sendiri sakit-penyakit kita. Sekarang Ia mengundang kita menerima kasih-Nya dan kuasa penyembuhan-Nya. Sang pemazmur menulis: “Ia menyembuhkan orang-orang yang patah hati dan membalut luka-luka mereka” (Mzm 147:3). Yesus sungguh ingin menyembuhkan kita sedalam mungkin – dengan meningkatkan kapasitas kita untuk menerima dalam iman segala sesuatu yang dilakukan-Nya bagi kita di atas kayu salib, dengan menarik kita lebih dekat lagi kepada diri-Nya.
Karena senantiasa berjuang untuk menjadi serupa dengan Gurunya, Santo Paulus dengan tulus dan berani menulis kepada jemaat di Korintus seperti berikut: “Bagi orang-orang yang lemah aku menjadi seperti orang yang lemah, supaya aku dapat memenangkan mereka yang lemah. Bagi semua orang aku telah menjadi segala-galanya, supaya aku sedapat mungkin menyelamatkan beberapa orang dari antara mereka. Semuanya ini aku lakukan karena Injil, supaya aku mendapat bagian di dalamnya” (1Kor 9:22-23). Apabila kita sungguh percaya kepada Yesus Kristus, maka harus turut ambil bagian dalam misteri-misteri-Nya di atas altar, dan senantiasa patuh serta taat kepada perintah-perintah-Nya. Dengan demikian, Roh Kudus akan masuk ke dalam diri kita dengan lebih mendalam lagi dan memberikan kepada kita kuasa untuk mencerminkan kasih Kristus dengan lebih penuh lagi. Yesus ingin memerintah atas segala kegiatan kita melalui Roh-Nya, untuk membuat kita mengasihi Tuhan dan melayani umat-Nya dengan kerendahan hati dan bela-rasa.
Karena diperkuat oleh kehadiran Roh Kudus dalam diri kita, marilah kita berjalan dalam otoritas dan bela-rasa Yesus. Selagi kita melakukannya, maka – berkat rahmat Tuhan – kita pun akan menerima kemampuan seperti Paulus, yaitu untuk menjadi segalanya bagi semua orang, melayani mereka dalam kasih.
DOA: Tuhan Yesus, memerintahlah atas segala kegiatan kami melalui Roh Kudus-Mu, agar kami dapat mengasihi-Mu secara total, dengan demikian mampu melayani umat-Mu dengan kerendahan hati dan bela-rasa. Oleh Roh Kudus-Mu, bentuklah diriku menjadi murid-Mu yang baik, sehingga – seperti Paulus dan Engkau sendiri – aku dapat menjadi segalanya bagi semua orang. Amin.
Sdr. F.X. Indrapradja, OFS
Tiada ulasan:
Catat Ulasan