(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan III Adven – Jumat 16 Desember 2016)
Kamu telah mengirim utusan kepada Yohanes dan ia telah bersaksi tentang kebenaran; tetapi aku tidak memerlukan kesaksian dari manusia, namun Aku mengatakan hal ini, supaya kamu diselamatkan. Ia adalah pelita yang menyala dan bercahaya dan kamu hanya mau menikmati seketika saja cahayanya itu. Tetapi Aku mempunyai suatu kesaksian yang lebih penting daripada kesaksian Yohanes, yaitu segala pekerjaan yang diserahkan Bapa kepada-Ku, supaya Aku melaksanakannya. Pekerjaan itu juga yang Kukerjakan sekarang, dan itulah yang memberi kesaksian tentang Aku bahwa Bapa telah mengutus Aku. (Yoh 5:33-36)
Bacaan Pertama: Yes 56:1-3a,6-8; Mazmur Tanggapan: Mzm 67:2-3,5,7-8
Tanyalah kepada siapa saja apakah dia berpikir bahwa dirinya adalah seorang yang suci, maka jawabannya adalah “tidak” atau “tidak sesuci seperti seharusnya diriku”. Pada umumnya memang kita tidak berpikir bahwa diri kita itu suci. Namun demikian, dalam keseluruhan bacaan Perjanjian Baru sesungguhnya kita – tanpa kecuali – dipanggil untuk menjadi orang-orang suci (orang-orang kudus), bahkan kita sebagai umat-Nya seringkali disebut sebagai “orang kudus” (lihat Rm 1:7; Rm 8:27; 2Kor 8:4; 2Kor 9:1; Ibr 13:24). Oleh karena itu, mengapa begitu sulit bagi kita untuk percaya bahwa kita sebenarnya mampu menghayati suatu hidup yang kudus?
Sekarang pikirkanlah berbagai contoh yang diberikan oleh semua orang kudus Gereja. Tidaklah sulit bagi kita untuk mempersepsikan mereka sebagai para perempuan dan laki-laki kudus, manakala dengan penuh kekaguman kita melihat atau mempelajari “testimoni” dari karya-karya dan kepribadian mereka ketika masih hidup di dunia (lihat Yoh 5:36;14:12).
Kita memandang orang-orang kudus Gereja itu sebagai insan-insan istimewa. Hal ini tidak salah, namun kita sering melupakan fakta bahwa mereka juga adalah pribadi-pribadi manusia seperti kita, dengan segala kekurangan dan kecenderungan untuk berdosa. Sangat sedikit dari para kudus Gereja itu hidup dalam suatu kehidupan yang terlindungi dari cacat noda dunia. Sebaliknya, mereka malah mengalami godaan-godaan seperti kita alami, bahkan mereka juga mengalami kegagalan dalam melawan godaan-godaan tersebut. Namun mereka kembali dan kembali lagi kepada Tuhan dan belajar dari kesalahan mereka.
Yesus menjadi salah seorang dari kita, sepenuhnya manusia, namun tanpa noda dosa. Penulis “Surat kepada Orang Ibrani” menulis: “… Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita. Sebaliknya sama seperti kita, Ia telah dicobai, hanya saja Ia tidak berbuat berbuat dosa” (Ibr 4:15). Yesus ingin menunjukkan kepada kita semua bahwa kita sungguh dapat menjadi kudus seperti Dia adalah kudus. Yesus tidak hidup terisolir dalam dunia yang penuh dosa ini. Yesus hidup di tengah-tengah orang banyak, Ia bahkan membawa kekudusan-Nya ke dalam dunia, sehingga dengan demikian Allah dapat mengubah kegelapan menjadi terang, dan ketakutan diubah menjadi pengharapan. Yesus – lebih dari siapa pun juga – sungguh hidup di dalam dunia namun tidak duniawi.
Jalan yang benar menuju kekudusan adalah untuk secara konstan/tetap berupaya berjalan langkah demi langkah selagi kita memperkenankan diri kita direformasikan, dibentuk kembali, dan diciptakan kembali oleh Roh Kudus. Untuk itu kita perlu meyakini bahwa hidup seperti Yesus bukanlah sekadar sebuah ideal yang indah-indah, melainkan suatu kemungkinan yang riil. Jadi, kita tidak pernah boleh berkecil hati! Kita harus senantiasa mengingat bahwa kekudusan bukanlah sebuah tujuan/destinasi, melainkan suatu perjalanan seumur hidup. Yang diperlukan adalah satu langkah “ketaatan dan rasa percaya”. Langkah ini disusul oleh langkah serupa, dst. secara terus-menerus dalam upaya kita berjalan menuju surga.
DOA: Tuhan Yesus, aku memuji Engkau dan menyembah-Mu sebagai Juruselamat dan Saudaraku serta berterima kasih penuh syukur kepada-Mu karena Engkau menunjukkan jalan bagaimana caranya aku dapat menjadi kudus, seperti Engkau juga kudus. Berikanlah kepada keyakinan dan pengharapan, ya Tuhan, bahwa aku pun dapat menjadi seorang kudus. Amin.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan