(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Adven III – Kamis, 15 Desember 2016)
Setelah utusan Yohanes itu pergi, mulailah Yesus berbicara kepada orang banyak itu tentang Yohanes, “Untuk apakah kamu pergi ke padang gurun? Melihat buluh yang digoyangkan anginkah? Atau untuk apakah kamu pergi? Melihat orang yang berpakaian haluskah? Orang yang berpakaian indah dan hidup mewah, tempatnya di istana raja. Jadi, untuk apakah kamu pergi? Melihat seorang nabikah? Benar, dan Aku berkata kepadamu, bahkan lebih daripada nabi. Karena tentang dia ada tertulis: Lihatlah, Aku menyuruh utusan-Ku mendahului Engkau, ia akan mempersiapkan jalan-Mu di hadapan-Mu.
Aku berkata kepadamu: Di antara mereka yang dilahirkan oleh perempuan tidak ada seorang pun yang lebih besar daripada Yohanes, namun yang terkecil dalam Kerajaan Allah lebih besar daripada dia.” Seluruh orang banyak yang mendengarkan-Nya, termasuk para pemungut cukai, mengakui kebenaran Allah, karena mereka telah memberi diri dibaptis oleh Yohanes. Tetapi orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat menolak maksud Allah terhadap diri mereka, karena mereka tidak mau dibaptis oleh Yohanes. (Luk 7:24-30)
Bacaan Pertama: Yes 54:1-10; Mazmur Tanggapan: Mzm 30:2,4-6,11-13
“Di antara mereka yang dilahirkan oleh perempuan tidak ada seorang pun yang lebih besar daripada Yohanes, namun yang terkecil dalam Kerajaan Allah lebih besar daripada dia” (Luk 7:28).
Sementara kita menekuni bacaan-bacaan Injil masa Adven yang dipakai dalam Misa Kudus, muncullah dari halaman-halaman Kitab Suci seseorang yang “aneh”. Dia adalah Yohanes Pembaptis, seorang pribadi yang “nyentrik”, yang tampil di padang gurun dan memberitakan baptisan tobat untuk pengampunan dosa. Yohanes memakai jubah bulu unta dan ikat pinggang kulit, dan makanannya belalang dan madu hutan (lihat Mrk 1:4,6).
Jangan-jangan seandainya kita bertemu dengan Yohanes Pembaptis secara pribadi, banyak dari kita akan mencoba untuk menghindar. Kita juga rasanya cenderung untuk tidak pernah akan mengundangnya datang ke rumah kita; bukannya karena kita tidak tahu bagaimana menyiapkan makanan dari belalang dan madu hutan, melainkan justru karena kita tidak akan merasa nyaman dengan kehadiran orang semacam itu. Namun demikian, Yesus mendeklarasikan bahwa sejarah manusia tidak pernah melihat seseorang yang dilahirkan oleh perempuan yang lebih besar daripada Yohanes Pembaptis ini.
Selagi kita mendengarkan pesan Yohanes Pembaptis selama masa Adven ini, maka dalam upaya pencaharian kita akan Yesus, kita sesungguhnya mencari lebih jauh daripada sekadar seorang bayi yang terbaring tak-berdaya pada palungan di kandang Betlehem dalam suasana gembira-mengharukan yang sangat menyentuh hati sanubari kita. Sesungguhnya, pada akhirnya pencaharian kita akan sampai kepada perjumpaan dengan Yesus yang sudah dewasa.
Ada alasan baik untuk suatu penekanan pada Yesus sebagai seorang dewasa, bahkan ketika kita menyiapkan kelahiran-Nya. Keprihatinan liturgi dalam masa Adven adalah kebenaran (yang tak mungkin dapat dipahami sekadar dengan akal-budi manusia) tentang Allah yang menjadi manusia – seorang pribadi dengan segala plus-minus yang melekat pada kodratnya. Lebih dari itu, bacaan liturgi untuk masa Adven dengan penuh empati memproklamasikan alasan mengapa Dia menjadi manusia. Sebagai seorang pribadi manusia yang dewasa, Yesus merentangkan tangan-Nya di atas kayu salib demi keselamatan dunia.
Seperti halnya dengan mengundang Yohanes Pembaptis untuk datang ke rumah kita, barangkali kita juga akan merasa kurang enak atau kurang nyaman kalau berpikir tentang penyaliban Yesus, justru dalam masa Adven ini. Kita bertanya: “Memangnya kita sudah ada dalam masa Prapaskah?” Sebuah kenyataan tak terbantahkan: “Palungan membawa kita kepada Salib!” Betlehem itu digenapi di atas bukit Kalvari. Adven kita tidak akan lengkap tanpa penghargaan serta penghormatan terhadap kurban salib-Nya di Golgota. Sebagai akhir permenungan kita, baiklah kita lihat apa yang ditulis oleh almarhum Uskup Agung Fulton J. Sheen dari New York (The Life of Christ) sekitar setengah abad lalu:
“Putera Allah pada waktu menjadi manusia telah diundang memasuki dunia-Nya sendiri melalui sebuah pintu-belakang. Terbuang dari dunia, Ia dilahirkan di bawah muka bumi, dengan pengertian bahwa Dialah penghuni-gua yang pertama-tama tercatat dalam sejarah. Di sanalah Ia mengguncangkan dunia sampai ke alasnya. Oleh karena Ia telah dilahirkan dalam sebuah gua, maka semua orang yang ingin masuk menengok-Nya harus membungkuk, sebagai tanda kerendahan hati. Orang yang sombong tidak mau membungkuk, oleh karenanya mereka lalu tidak melihat Allah. Sedangkan orang-orang yang membungkukkan ke-aku-annya lalu masuk, dan mereka akan menemukan bahwa mereka samasekali tidak berada di dalam sebuah gua, melainkan di dalam suatu dunia baru: seorang Bayi duduk di pangkuan ibu-Nya seraya dunia bertumpu tenang di atas jari-jari tangan-Nya.
Dengan demikian tertancaplah palungan dan salib pada kedua ujung kehidupan Sang Penebus! Dia telah menerima palungan itu sebab tak ada tempat bagi-Nya di dalam rumah penginapan; Dia menerima salib sebab manusia mengatakan: “Kami tidak mau menerima orang ini menjadi raja kami.” Disangkal ketika masuk-nya, ditolak waktu pergi-Nya, Ia telah telah dibaringkan dalam kandang milik seorang asing pada permulaannya dan dalam makam milik seorang asing pula pada akhirnya. Seekor lembu dan seekor keledai mengitari palungan tempat tidur-Nya di Betlehem; dua orang penjahat akan mengapit salib-Nya di puncak Kalvari. Di dalam kandang kelahiran itu Ia dibedung dengan kain lampin; di dalam makam Ia dibaringkan, terbungkus dalam kain-kain pula – suatu lambang pembatasan-pembatasan yang dikenakan atas ke-Allahan-Nya tatkala Dia mengambil rupa manusia. …… Dia sudah memanggul salib-Nya – salib satu-satunya yang disesuaikan bagi seorang Bayi, sebuah salib kemiskinan, pembuangan serta pembatasan. Bahkan dari Kabar Baik yang dikumandangkan para malaikat di atas bukit-bukit Betlehem, sudah menggema pula maksud-kurban-Nya: “Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud.”
DOA: Roh Kudus Allah, ajarlah aku – teristimewa dalam masa Adven ini – agar aku semakin yakin bahwa “Palungan Yesus akan selalu membawaku kepada Salib-Nya”, dengan demikian kebangkitan bersama-Nya. Amin.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan