(Bacaan Injil Misa Kudus, Peringatan S. Sesilia, Perawan Martir – Kamis, 22 November 2018)
Ketika Ia telah mendekati dan melihat kota itu, Yesus menangisinya, kata-Nya: “Alangkah baiknya jika pada hari ini juga engkau mengerti apa yang perlu untuk damai sejahteramu! Tetapi sekarang hal itu tersembunyi bagi matamu. Sebab akan datang harinya, ketika musuhmu akan mengelilingi engkau dengan kubu, lalu mengepung engkau dan menghimpit engkau dari segala jurusan. Mereka akan membinasakan engkau beserta dengan penduduk yang ada padamu, dan mereka tidak akan membiarkan satu batu pun tinggal terletak di atas batu yang lain, karena engkau tidak mengetahui saat ketika Allah datang untuk menyelamatkan engkau.” (Luk 19:41-44)
Bacaan Pertama: Why 5:1-10; Mazmur Tanggapan: Mzm 149:1-6,9
Betapa dalam kepedihan yang dirasakan oleh hati Yesus bagi orang-orang Yahudi di Yerusalem! Yesus akrab-familiar dengan kasih dan bela rasa Bapa-Nya, namun pada saat yang sama Dia juga mengenal keadilan Allah serta kekudusan-Nya. Hal ini memampukan diri-Nya untuk melihat jauh ke depan konsekuensi-konsekuensi kerusakan yang akan menimpa orang-orang yang tidak mau merangkul diri-Nya atau Injil yang diwartakan-Nya. Sekali pun selagi Dia menyiapkan pengorbanan-Nya yang paling besar demi keselamatan kita, Yesus mengetahui bahwa banyak orang tetap tidak mau menerima pesan-Nya dan lebih suka memilih hidup dalam dosa.
Sabda Allah yang terdapat dalam Kitab Suci berulang kali menunjukkan kepada kita bahwa Allah tidak senang melihat kita mati dalam kedosaan dan dengan demikian menjadi terpisah dari diri-Nya. Dia mengasihi kita! Namun kita harus selalu mengingat dengan baik, bahwa sementara Dia adalah Bapa kita yang sangat mengasihi anak-anak-Nya, Allah juga adalah Hakim yang adil, dan keadilan serta penghukuman-Nya tidak boleh dipandang enteng. Allah tidak begitu saja mengabaikan ketidaktaatan atau ketidaksetiaan kita. Kalau begitu halnya, maka akan merupakan kontradiksi terhadap kodrat-Nya.
Kadang-kadang, dalam upaya membenarkan diri dari kedosaan kita atau untuk menghindarkan diri dari panggilan untuk berubah, kita berpikir atau berkata kepada diri kita sendiri, “Allah adalah kasih. Ia tidak akan menghukum aku.” Atau kita terus saja mendesak dosa-dosa kita ke belakang pikiran kita, melupakan bahwa diri kita harus bertobat dan mengabaikan tuntutan bahwa kita harus kembali kepada Allah. Namun hal ini menunjukkan ketiadaan hakiki dari pemahaman akan kodrat Allah. Bahkan orang-orang Yahudi, umat pilihan-Nya sendiri yang sangat dikasihi-Nya, harus mengalami hukuman demi penyucian. Dengan demikian, tentu saja kita tidak dapat mengambil kesimpulan bahwa kita dikecualikan dari keadilan Allah.
Puji Tuhan untuk frase paling akhir dari perikop Injil hari ini: “…… saat ketika Allah datang untuk menyelamatkan engkau” (lihat Luk 19:44). Syukur kepada Allah, kita masih berada dalam “masa kunjungan” suatu masa di mana rahmat dan belas kasihan Allah ditawarkan kepada kita semua sebelum pengadilan terakhir. Setiap hari Roh Kudus “mengusik” hati kita untuk kembali kepada Allah sebelum terlambat. Setiap hari, belas kasihan dan rahmat Allah tersedia bagi siapa saja yang bertobat, berbalik kepada jalan-Nya. Santo Paulus menasihati jemaat di Efesus: “Aku, orang yang dipenjarakan karena Tuhan, menasihatkan kamu, supaya hidupmu sebagai orang-orang yang telah dipanggil berpadanan dengan panggilan itu” (Ef 4:1).
Sekarang kita dapat bertanya kepada diri kita sendiri: Apakah aku hidup sesuai dengan janji-janji baptisku? Apakah aku cepat bertobat apabila aku sampai melibatkan diri dalam dosa (dengan pikiran, perkataan, perbuatan dan kelalaian)? Apakah aku membawa orang-orang lain untuk mengenal Allah?
Saudari dan Saudariku yang dikasihi Kristus, setiap saat kita dapat berpaling kepada Yesus dan mengalami pembersihan oleh darah-Nya dan menerima hidup baru. Oleh karena itu, marilah kita menghadap-Nya dengan hati yang penuh pertobatan dan menerima amanat agung (Mat 28:18-20) dari Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamat kita – untuk pergi ke tengah dunia dengan membawa pesan keselamatan-Nya kepada saudari-saudara kita yang lain.
DOA: Bapa surgawi, pada saat ini aku berdiri dengan penuh kekaguman akan perbuatan-perbuatan-Mu yang agung! Dengan tulus hati aku menundukkan diriku terhadap kekuasaan-Mu. Engkau adalah Khalik langit dan bumi, Mahakuasa, Mahaperkasa, …… Mahalain dalam hal-hal yang baik bagi kami ciptaan-Mu. Curahkanlah karunia “takut akan Allah” ke dalam diriku sebagai makhluk ciptaan-Mu. Kasihanilah bangsa kami yang sedang sakit parah ini agar dapat beriman kepada-Mu secara benar. Anugerahkanlah “hikmat-kebijaksanaan” kepada para pemimpin bangsa kami, termasuk para pemuka agamanya. Terpujilah nama-Mu selalu, ya Allah yang Mahaagung, yang kusembah dalam nama Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamatku! Amin.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan