(Bacaan Injil Misa Kudus, HARI MINGGU BIASA V [TAHUN A] – 5 Februari 2017)
“Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang. Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. Lagi pula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah tempayan, melainkan di atas kaki pelita sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu. Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di surga.” (Mat 5:13-16)
Bacaan Pertama: Yes 58:7-10; Mazmur Tanggapan: Mzm 112:4-9; Bacaan Kedua: 1Kor 2:1-5
Silahkan anda hening sejenak dan cobalah melakukan perjalanan ke zaman dahulu, yaitu zaman Yesus hidup di dunia. Pada waktu itu belum ada listrik, belum ada air conditioning, belum ada lemari pendingin. Orang belum ribut-ribut soal air sungai yang terkonteminasi oleh zat-zat kimia yang berasal dari limbah industri. Makanan yang tidak dimakan menjadi basi. Pada malam hari, yang ada hanyalah kegelapan total …gelap pekat sepekat-pekatnya. Dengan demikian, kalau Yesus berbicara tentang “garam” dan “terang”, Ia sebenarnya mengacu kepada dua arus utama dalam kehidupan manusia. Semua itu vital bagi kebaikan dan keutuhan, dan bagi kebebasan dari ketidakjelasan/kekaburan.
Yesus mengatakan bahwa kita adalah “garam” untuk meningkatkan nilai kehidupan di sekeliling kita, dan untuk menjaganya dari kerusakan. Garam itu membuat makanan tidak hambar (“ada rasa”), dengan demikian sebagai “garam” kita harus meningkatkan kebaikan dan kehidupan Ilahi dalam diri orang-orang lain. Santo Khromatius – seorang uskup di Italia utara sekitar 16 abad yang lalu – menulis sebagai berikut: “Tuhan menamakan para murid-Nya “garam bumi” (salt of the earth) karena mereka menambahkan “bumbu penyedap” pada hati manusia berupa hikmat surgawi, hati yang telah dibuat hambar oleh Iblis” (Risalat 5,1). Banyak orang benar-benar percaya bahwa Kekristenan (Kristianitas) merupakan hidup keagamaan yang membosankan, lemah dan sungguh hambar menjemukan. Oleh karena itu betapa indahnya kalau orang-orang itu melihat dalam diri kita sukacita Injili yang sejati.
Kehidupan Kristiani yang sejati sebenarnya jauh dari sifat bosan-menjemukan. Allah memanggil kita untuk menunjukkan kebenaran ini agar orang-orang lain akan melihat sukacita, hikmat-kebijaksanaan dan pengendalian-diri yang dihasilkan oleh kehidupan Kristiani itu. Allah minta kepada kita untuk memelihara sabda-Nya, menjaganya dari kerusakan karena sikap acuh-tak-acuh kita. Melalui kata-kata dan perbuatan-perbuatan kita, melalui cintakasih kita kepada Yesus dan tindakan saling mengasihi dengan sesama kita, kita dapat memproklamasikan Injil Tuhan Yesus Kristus oleh kuasa dan otoritas yang berasal dari-Nya – tanpa itu dunia akan menjadi layu dan loyo dalam arti rohani – ramai dan gegap gembita di atas permukaannya namun sesungguhnya hampa-melompong dalam jiwa. Banyak orang yang sudah bosan dengan kenikmatan badani, mulai mencari-cari hal yang “rohani” lewat berbagai praktek dan ajaran dari nabi-nabi palsu yang banyak berkeliaran. Kenikmatan rohani yang diperoleh pun akhirnya hanyalah kenikmatan rohani palsu belaka.
Yesus juga menamakan kita para murid-Nya “terang dunia”. Rencana abadi-Nya adalah agar melalui kita, “seperti melalui pancaran sinar bercahaya, Dia dapat mencurahkan terang-pengetahuan tentang diri-Nya ke seluruh dunia” (Chromatius, Risalat 5,1). Ah, sungguh sebuah panggilan yang indah! Yang menguatkan kita lagi adalah ketika mengetahui, bahwa kuasa untuk tetap setia kepada panggilan kita tidaklah datang dari diri kita sendiri, melainkan dari Roh Kudus yang berdiam dalam diri kita, seperti yang ditulis oleh Santo Paulus: “… harta ini kami miliki dalam bejana tanah liat, supaya nyata bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami” (2Kor 4:7). Oleh karena itu, setiap hari marilah kita membuka hidup kita lebih-lebih lagi kepada-Nya, sehingga terang-Nya dapat semakin memancar terang-benderang di dalam diri kita dan membuat terang jalan bagi orang-orang lain.
DOA: Roh Kudus Allah, datanglah dan penuhilah hati kami dengan hikmat-Mu dan kasih-Mu. Ajarlah kami, aturlah hidup kami, dan bimbinglah kami. Kuatkanlah kami agar setiap hari kami benar-benar berfungsi sebagai garam bumi dan terang dunia. Amin.
Sumber :
Tiada ulasan:
Catat Ulasan