(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa IV – Sabtu, 4 Februari 2017)
Keluarga Fransiskan Kapusin: S. Yosef dari Leonissa, Imam Biarawan
Kemudian rasul-rasul itu kembali berkumpul dengan Yesus dan memberitahukan kepada-Nya semua yang mereka kerjakan dan ajarkan. Lalu Ia berkata kepada mereka, “Mari kita menyendiri ke tempat yang terpencil, dan beristirahat sejenak!” Sebab memang begitu banyaknya orang yang datang dan yang pergi, sehingga makan pun mereka tidak sempat. Lalu berangkatlah mereka dengan perahu menyendiri ke tempat yang terpencil. Tetapi pada waktu mereka bertolak banyak orang melihat mereka dan mengetahui tujuan mereka. Dengan mengambil jalan darat bergegas-gegaslah orang dari semua kota ke tempat itu sehingga mendahului mereka. Ketika mendarat, Yesus melihat orang banyak berkerumun, maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka seperti domba yang tidak mempunyai gembala. Lalu mulailah Ia mengajarkan banyak hal kepada mereka. (Mrk 6:30-34)
Bacaan Pertama: Ibr 13:15-17,20-21; Mazmur Tanggapan: Mzm 23:1-6
Berbagai jenis burung dalam kelompok-kelompok besar bermigrasi ke tempat-tempat tertentu secara rutin musiman, tetapi semua didasarkan naluri saja. Di lain pihak, manusia yang mempunyai hati-nurani berani bertanya, “Mengapa aku hidup dan mengapa aku mati?” Kita – manusia – mempunyai rasa lapar dan haus akan kebenaran yang akan membebaskan diri kita, dan dalam menemukan Yesus, kita menemukan kebebasan itu. Kebenaran-Nya memuaskan rasa dahaga kita dan membuat kenyang rasa lapar kita, dan kita pun dibebaskan sehingga dapat seperti sebatang anak panah yang terbang lurus-langsung ke surga.
Yesus datang ke tengah-tengah umat manusia untuk membebaskan kita dari sikap masa bodoh dan dosa-dosa kita. Sepanjang pelayanan-Nya di depan publik, Yesus senantiasa dikelilingi oleh orang banyak, dan dengan bela-rasa dan empati yang besar, Ia mengambil waktu untuk “mengajarkan banyak hal kepada mereka” (Mrk 6:34). Hanya setelah Ia mengenyangkan hati dan pikiran orang banyak itu dengan pesan Injil, maka Yesus memperhatikan pula kebutuhan-kebutuhan fisik mereka dan memberikan roti dan ikan untuk mengenyangkan mereka, lewat sebuah mukjizat pergandaan roti dan ikan (lihat Mrk 6:30-44). Acara makan roti dan ikan ini terjadi pada sebuah sesi pengajaran, seakan kedua hal itu tak terpisahkan. Roti dalam peristiwa ini adalah suatu “foretaste” – katakanlah “icip-icip pendahuluan” – dari perjamuan Ekaristi.
Bahkan sekarang pun, dalam perayaan Misa Kudus, “Liturgi Sabda” senantiasa mendahului “Liturgi Ekaristi”. Kita tidak mendekati meja Tuhan sebelum hati dan pikiran kita dipenuhi dengan kebenaran-Nya. Konsili Vatikan II menyatakan: “Misa suci dapat dikatakan terdiri dari dua bagian, yakni Liturgi Sabda dan Liturgi Ekaristi. Keduanya begitu erat berhubungan, sehingga merupakan satu tindakan ibadat” (Konstitusi Sacrosanctum Concilium tentang Liturgi Suci, 56). Dengan demikian, sesungguhnya adalah vital bagi kita untuk menaruh perhatian yang serius pada Sabda Allah dan merefleksikan apa yang dibacakan dari Kitab Suci dalam Misa. Mengalami kasih Allah bersifat vital, namun itu hanya sebagian saja dari “persamaan matematika” yang ada. Kita manusia dikaruniai Allah dengan intelek, emosi dan kehendak. Kalau pikiran kita tidak diberi asupan positif, maka kita tidak akan mengetahui bagaimana cara yang baik untuk melawan kecenderungan kita untuk berdosa. Kita tidak akan mengetahui caranya bagaimana untuk melakukan discernment atas cara-cara Allah bekerja dalam hati kita dan di dalam dunia. Tidak cukuplah bagi kita mengalami sentuhan Allah. Kita juga perlu belajar jalan-jalan-Nya (cara-cara-Nya) dan bagaimana untuk mencocokkan kehidupan kita dengan ajaran-ajaran-Nya.
Apakah anda ingin mengenal dan mengalami damai-sejahtera Kristus? Apakah anda ingin dibebas-merdekakan dari dosa yang membelenggu diri anda selama ini? Upayakanlah diri anda untuk semakin akrab dengan sabda Allah dalam Kitab Suci. Pelajarilah hikmat-kebijaksanaan Allah. Mohonlah kepada Roh Kudus untuk membuka pikiran anda setiap saat anda menghadiri Misa Kudus. Tempatkanlah Alkitab anda di tempat yang mudah terlihat dan terjangkau (maksudnya jangan ditaruh di rak paling tinggi/atas). Kreatif-lah dalam mencari waktu yang cocok untuk membaca dan merenungkan Kitab Suci dalam keheningan. Dari banyak metode pendalaman Kitab Suci, gunakanlah cara yang paling cocok dengan anda sendiri, misalnya dengan melakukan Lectio Divina. Satu hal yang harus kita sadari: Setiap hari, Yesus sang Guru, berdiri menanti-nanti di depan pintu hati anda!
DOA: Bapa surgawi, aku mohon agar Engkau berkenan untuk mengaruniakan kepadaku lebih dan lebih lagi dari hikmat-Mu. Pada waktu aku mempelajari dan merenungkan sabda-Mu yang ada dalam Kitab Suci, jagalah aku dari segala gangguan dan godaan. Semoga Roh Kudus-Mu senantiasa membimbingku. Aku berdoa demikian, dalam nama Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamatku, yang hidup dan berkuasa bersama Dikau dalam persekutuan Roh Kudus, Allah sepanjang masa. Amin.
Sumber :
Tiada ulasan:
Catat Ulasan