(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan V Prapaskah – Jumat, 12 April 2019)
Sekali lagi orang-orang Yahudi mengambil batu untuk melempari Yesus. Kata Yesus kepada mereka, “Banyak pekerjaan baik yang berasal dari Bapa-Ku yang Kuperlihatkan kepadamu; pekerjaan manakah di antaranya yang menyebabkan kamu mau melempari Aku?” Jawab orang-orang Yahudi itu, “Bukan karena suatu pekerjaan baik maka kami mau melempari Engkau, melainkan karena Engkau menghujat Allah dan karena Engkau, sekalipun hanya seorang manusia saja, menjadikan diri-Mu Allah. Kata Yesus kepada mereka, “Bukankah ada tertulis dalam kitab Tauratmu: Aku telah berfirman: Kamu adalah ilah? Jikalau mereka, kepada siapa firman itu disampaikan, disebut ilah – sedangkan Kitab Suci tidak dapat dibatalkan – masihkah kamu berkata kepada Dia yang dikuduskan oleh Bapa dan yang telah diutus-Nya ke dalam dunia: Engkau menghujat Allah! Karena Aku telah berkata: Aku Anak Allah? Jikalau Aku tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan Bapa-Ku, janganlah percaya kepada-Ku, tetapi jikalau Aku melakukannya dan kamu tidak mau percaya kepada-Ku, percayalah akan pekerjaan-pekerjaan itu, supaya kamu boleh mengetahui dan mengerti bahwa Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Bapa.” Sekali-kali mereka mencoba menangkap Dia, tetapi Ia luput dari tangan mereka.
Kemudian Yesus pergi lagi ke seberang Yordan, ke tempat Yohanes membaptis dahulu, lalu Ia tinggal di situ. Banyak orang datang kepada-Nya dan berkata, “Yohanes memang tidak membuat satu tanda mukjizat pun, tetapi semua yang pernah dikatakan Yohanes tentang orang ini memang benar.” Lalu banyak orang di situ percaya kepada-Nya. (Yoh 10:31-42)
Bacaan Pertama: Yer 20:10-13; Mazmur Tanggapan: Mzm 18:2-7
Dalam banyak bacaan di pekan V Prapaskah ini, kita telah melihat bagaimana klaim Yesus sebagai Putera Allah membuat marah banyak pemimpin/pemuka agama Yahudi – sampai-sampai sebagian dari mereka berniat untuk membunuh-Nya. Bagi mereka itu Yesus telah menghujat Allah. Dalam pembelaan-Nya, Yesus menunjuk Bapa-Nya sebagai Pribadi yang mengutus diri-Nya ke tengah dunia. Yesus menantang para lawan-Nya agar paling sedikit menerima pekerjaan baik yang dilakukan-Nya walau pun mereka tidak dapat menerima kata-kata yang diucapkan-Nya.
Yohanes seringkali menggambarkan para lawan Yesus sebagai “orang-orang Yahudi”. Tentu saja memang sebagian besar dari tokoh-tokoh dalam Injil adalah orang-orang (yang berkebangsaan dan beragama) Yahudi – Yesus sendiri, ibunda-Nya, Yusuf ayah-Nya, para murid-Nya, banyak dari orang-orang yang menerima-Nya dan juga mereka yang menolak diri-Nya. Akan tetapi, Yohanes menggunakan istilah “orang-orang Yahudi” untuk mengacu secara spesifik kepada para pemuka/pemimpin agama yang melawan Yesus. Sayang sekali, pernyataan-pernyataan Yohanes tentang perlawanan/oposisi keras “orang-orang Yahudi” terhadap Yesus kadang-kadang diambil sebagai suatu gambaran negatif keseluruhan orang Yahudi. Dari abad ke abad penggambaran yang terdistorsi ini telah dipakai sebagai pembenaran sikap dan tindakan anti-semitisme – kadang-kadang malah dengan akibat-akibat yang bersifat katastropis – lihatlah misalnya pembunuhan massal yang dilakukan oleh Nazi Jerman atas orang-orang Yahudi dalam Perang Dunia II (holocaust).
Konsili Vatikan II dan para Paus telah bekerja keras untuk mengoreksi kesalahpahaman ini dan mempromosikan rasa hormat kepada orang-orang Yahudi, baik secara individual maupun koletif. Pada tahun 2000, ketika berada di Yerusalem, almarhum Paus Yohanes Paulus II mendeklarasikan: “Saya meyakinkan umat Yahudi bahwa Gereja Katolik …… merasa sedih secara mendalam disebabkan oleh kebencian, tindakan-tindakan penganiayaan, dan peragaan anti Semitisme yang ditujukan terhadap orang-orang Yahudi oleh orang-orang Kristiani kapan dan di mana saja.
Pada tahun yang sama, Sri Paus juga memimpin “Kebaktian Permohonan Ampun” di Vatikan. Pada kesempatan itu Sri Paus mengakui peranan Abraham sebagai Bapak iman bagi semua orang Kristiani, dan kenyataan adanya banyak orang Kristiani yang membawa /menyebabkan penderitaan atas diri anak-anak Abraham. Dalam doanya Sri Paus mohon pengampunan dari Allah dan mengatakan: “kami mau mengkomit diri kami sendiri guna tercapainya persaudaraan sejati dengan umat perjanjian”
Umat Yahudi akan senantiasa menjadi umat pilihan Allah, no matter what! Allah tidak pernah menarik perjanjian-Nya dengan umat Yahudi dan juga tidak pernah menarik berkat-Nya bagi umat pilihan-Nya itu. “Sebab Allah tidak menyesali karunia-karunia dan panggilan-Nya” (Rm 11:29). Marilah kita tidak letih-letihnya berdoa mohon kepada Allah agar mempersatukan hati umat Kristiani dan umat Yahudi di mana-mana dalam persaudaraan sejati.
DOA: Bapa surgawi, ampunilah kami untuk cara-cara kami yang telah membiarkan bertumbuhnya prasangka dalam hati kami. Perkenankanlah kami menabur cintakasih di mana ada kebencian, dan persaudaraan sejati di mana ada perpecahan antar semua orang Yahudi dan orang Kristiani. Amin.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan