(Bacaan Injil Misa
Kudus, Hari Biasa Pekan I Adven – Jumat, 6 Desember 2013)
Ketika
Yesus meneruskan perjalanan-Nya dari sana, dua orang buta mengikuti-Nya sambil
berseru-seru dan berkata, “Kasihanilah kami, hai Anak Daud.” Setelah Yesus
masuk ke dalam sebuah rumah, datanglah kedua orang buta itu kepada-Nya dan Yesus
berkata kepada mereka, “Percayakah kamu bahwa Aku dapat melakukannya?” Mereka
menjawab, “Ya Tuhan, kami percaya.” Yesus pun menyentuh mata mereka sambil
berkata, “Jadilah kepadamu menurut imanmu.” Lalu meleklah mata mereka. Kemudian
Yesus dengan tegas berpesan kepada mereka, “Jagalah supaya jangan seorang pun
mengetahui hal ini.” Tetapi mereka keluar dan memasyhurkan Dia ke seluruh
daerah itu. (Mat 9:27-31)
Bacaan Pertama: Yes
29:17-24; Mazmur Tanggapan: Mzm 27:1,4,13-14
“Jadilah kepadamu
menurut imanmu” (Mat 9:29).
Dua orang buta
mendekati Yesus dengan suatu permintaan yang sederhana: “Kasihanilah kami, hai
Anak Daud” (Mat 9:27). Dengan mata iman, mereka dapat mengenali bahwa Yesus
bukanlah rabi sembarang rabi, melainkan sang Mesias sendiri – ahli waris takhta
Daud, Dia Yang Diurapi, yang telah datang untuk memenuhi janji-janji Allah
kepada umat-Nya. Walaupun kebutaan fisik mereka telah menghalangi mereka untuk
melihat Yesus, mereka biar bagaimana pun juga percaya kepada-Nya dari apa yang
mereka dengar. Mereka berseru kepada Yesus karena mereka tahu betul bahwa Dia
dapat menawarkan kepda mereka sesuatu yang tak dapat mereka menolaknya –
kesembuhan dan suatu hidup baru. Menanggapi iman dua orang buta itu, Yesus
menunjukkan kepada mereka kedalaman dari kasih Allah, memulihkan mereka tidak
secara fisik saja, melainkan secara spiritual juga.
Yesus ingin kita
mendekati diri-Nya dengan keyakinan yang sama seperti dua orang buta dalam
bacaan Injil hari ini, yaitu dengan rendah hati memohon belas kasihan dan
rahmat kepada-Nya. Apakah yang dapat menghalang-halangi diri kita untuk
bertindak seperti dua orang buta tadi? Barangkali kemasabodohan, atau
ketidakpercayaan, atau bahkan perasaan bahwa diri kita tidaklah pantas. Namun
dalam hal ini Santo Paulus mengingatkan kita bahwa tidak ada sesuatu pun yang
dapat memisahkan kita dari kasih Kristus, bahkan kematian (maut) sekali pun
(lihat Rm 8:31-39).
Kadang-kadang kita
dapat merasa bahwa kita tidak mempunyai iman yang cukup, iman yang menyebabkan
Yesus ingin menjawab ketika kita berseru kepada-Nya. Kita menjadi semakin
ciut-hati ketika kita mencoba mengerahkan iman yang lebih dan lebih lagi dengan
mencoba berdoa secara lebih keras lagi. Untunglah Allah mengetahui
kelemahan-kelemahan diri kita, malah lebih baik daripada kita sendiri mengenal
semua itu. Dan, Allah senantiasa siap untuk memberikan kepada kita rahmat yang
kita perlukan untuk menanggapi sabda-Nya dengan penuh kepercayaan dan ketaatan.
Bagaimana kita
dapat bertumbuh dalam iman? Katekismus Gereja Katolik (KGK) mengatakan kepada
kita bahwa iman adalah sepenuhnya satu anugerah rahmat yang diberikan Allah
kepada manusia. “Supaya dapat hidup dalam iman, dapat tumbuh dan dapat bertahan
sampai akhir, kita harus memupuknya dengan Sabda Allah dan minta kepada Tuhan
supaya menumbuhkan iman itu” (KGK, 162). Jadi, iman tidak datang karena kita
melihat, melainkan dengan mendengar sabda Allah, dengan dengan percaya bahwa
sabda-Nya sungguh dapat diandalkan karena Allah-lah Pengarangnya yang asli.
Yesus ingin
memberikan kepada kita jauh lebih banyak daripada yang kita dapat minta atau
bayangkan. Yesus menginginkan keakraban atau keintiman dengan kita
masing-masing. Ia ingin mencurahkan cintakasih-Nya dan bersahabat dengan kita
semua. Santo Augustinus dari Hippo pernah berkata: “Allah mengasihi kita
masing-masing seakan-akan hanya ada seorang saja dari kita untuk dikasihi”.
Oleh karena itu, marilah kita semakin mendekat kepada Tuhan dalam masa Adven
ini dengan ekspektasi penuh pengharapan bahwa Dia akan memenuhi janji-janji-Nya.
DOA: Tuhan Yesus,
aku mengasihi Engkau dan menyerahkan diriku sepenuhnya kepada-Mu. Jadikanlah
hatiku seperti hati-Mu. Amin.
Sdr. F.X.
Indrapradja, OFS
Tiada ulasan:
Catat Ulasan