(Bacaan Pertama Misa Kudus, Hari Biasa sesudah Penampakan Tuhan – Rabu, 6 Januari 2016)
OFMCap.: Peringatan B. Didakus Yosef dr Sadiz, Imam
Saudara-saudaraku yang terkasih, jikalau Allah demikian mengasihi kita, maka kita juga harus saling mengasihi. Tidak ada seorang pun yang pernah melihat Allah. Jika kita saling mengasihi, Allah tetap di dalam kita, dan kasih-Nya sempurna di dalam kita.
Demikianlah kita ketahui bahwa kita tetap berada di dalam Allah dan dia di dalam kita, karena Ia telah mengaruniakan Roh-Nya kepada kita. Dan kami telah melihat dan bersaksi bahwa Bapa telah mengutus Anak-Nya menjadi Juruselamat dunia. Siapa yang mengaku bahwa Yesus adalah Anak Allah, Allah tetap berada di dalam dia dan dia di dalam Allah. Kita telah mengenal dan telah percaya akan kasih Allah kepada kita. Allah adalah kasih, dan siapa yang tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia.
Dalam hal inilah kasih Allah sempurna di dalam kita, yaitu kalau kita mempunyai keberanian percaya pada hari penghakiman, karena sama seperti Dia, kita juga ada di dunia ini. Di dalam kasih tidak ada ketakutan: Kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman dan siapa yang takut, ia tidak sempurna di dalam kasih. (1 Yoh 4:11-18)
Mazmur Tanggapan: Mzm 72:1-2,10-13; Bacaan Injil: Mrk 6:45-52
“Siapa yang tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia” (1 Yoh 4:16).
Dengan menggunakan beberapa patah kata sederhana, Yohanes mengungkap jantung kehidupan dalam Kerajaan Allah: “saling mengasihi” (1 Yoh 4:12). Kelihatannya cukup straightforward dan langsung. Kita semua mengetahui apa yang dimaksudkan dengan “kasih”. Di sini Kitab Suci menceritakan kepada kita bahwa kita cukup mengambil langkah ke luar dan melakukannya. Jadi bagaimana sesuatu yang terdengar begitu sederhana namun begitu sulit untuk diwujudkan dalam praktek?
Jawabnya tidak terletak pada ketidakadilan dalam perintah-perintah Allah, juga tidak pada ketidakmauan-Nya untuk mengubah kita menjadi umat yang mengasihi. Jawabnya terletak dalam hati kita sendiri. Pengalaman mengatakan kepada kita bahwa siapa saja yang mencoba untuk mengasihi akan berhadap-hadapan dengan kodrat manusiawinya yang cenderung berdosa. Pengalaman upaya untuk mengasihi itu membuat kita menjadi merasa rendah – namun perlu – untuk menyadari bahwa kita tidak mempunyai berbagai sumber daya sendiri untuk mengasihi sepenuh dan benar-benar seperti Yesus mengasihi. Kesadaran diri yang sedemikian membuat kita bertekuk lutut dan berseru: “Tuhan, aku tidak dapat mengasihi berdasarkan kekuatanku sendiri. Aku membutuhkan kasih-Mu. Berdayakanlah diriku agar dapat mengasihi tanpa pamrih.”
Sebuah doa seperti itu menandakan awal dari suatu pertobatan yang tahan lama – bahkan sampai akhir hidup kita – selagi diri kita dikosongkan dari cinta-diri dan dipenuhi dengan kasih kepada Yesus. Manakala kita sadar bahwa kita tidak mampu untuk mengasihi atau tidak mampu untuk mengampuni, maka kita dapat merasa terhibur karena kita mengetahui bahwa Allah mengundang kita untuk masuk lebih dalam lagi ke dalam hati-Nya. Melalui pertobatan yang tulus, kita belajar bagaimana untuk mengosongkan diri kita dan menyambut Roh Kudus ke dalam hati kita. Kemudian, dipenuhi dengan kasih ilahi, kita melihat diri kita diberdayakan untuk menunjukkan kasih di mana kita pernah mundur dengan penuh rasa penolakan, rasa takut, kesombongan, atau keserakahan.
Kita masih berada di bawah rahmat masa Natal, suatu masa di mana Allah mengundang kita untuk merangkul secara lebih penuh terang Kristus yang telah terbit dalam dunia. Waktu atau masa apa lagi yang lebih baik untuk memohon kepada-Nya agar diri kita diisi dengan kasih ilahi yang lebih mendalam lagi? Waktu atau masa apa lagi yang lebih baik untuk menyingkirkan cinta-diri sehingga dengan demikian Yesus dapat mengisi diri kita lagi dan lagi?
Saudari dan Saudaraku, marilah kita melangkah ke luar dalam iman dan mengkomit diri kita untuk mengasihi orang-orang di sekeliling kita dengan kasih yang mengalir dari Bapa surgawi.
DOA: Yesus, Engkau adalah kasih Allah yang dicurahkan ke dalam hatiku. Berlimpah-limpahlah dalam diriku sehingga dengan demikian dunia akan melihat kasih dan rahmat yang sangat dibutuhkannya. Amin.
Catatan: Untuk mendalami Bacaan Injil hari ini (Mrk 6:45-52), bacalah tulisan yang berjudul “JIKA KITA BERADA BERSAMA YESUS, APA YANG HARUS DITAKUTI?” (bacaan tanggal 6-1-16) dalam situs/blog PAX ET BONUM http://catatanseorangofs.wordpress.com; kategori: 16-01 PERMENUNGAN ALKITABIAH JANUARI 2016.
Cilandak, 3 Januari 2016 [HARI RAYA PENAMPAKAN TUHAN]
Sdr. F.X. Indrapradja, OFS
Tiada ulasan:
Catat Ulasan