(Bacaan
Pertama Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXI – Selasa, 26 Agustus 2014)
Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang
Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu memberi persepuluhan dari
selasih, adas manis dan jintan, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu
abaikan, yaitu: keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan. Yang satu harus
dilakukan dan yang lain jangan diabaikan. Hai kamu pemimpin pemimpin buta,
nyamuk kamu saring dari dalam minumanmu, tetapi unta yang di dalamnya kamu
telan.
Celakalah
kamu, hai ahli-hali Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang
munafik, sebab cawan dan pinggan kamu bersihkan sebelah luarnya, tetapi sebelah
dalamnya penuh rampasan dan kerakusan. Hai orang Farisi yang buta, bersihkanlah
dahulu sebelah dalam cawan itu, maka sebelah luarnya juga akan bersih. (Mat
23:23-26)
Bacaan
Pertama: 2Tes 2:1-3a,13b-17; Mazmur Tanggapan: Mzm 96:10-13
Banyak
orangtua dengan penuh kesadaran menyediakan sebuah rumah yang nyaman bagi
anak-anak mereka dan mereka juga sangat memperhatikan segala kebutuhan
anak-anak mereka. Namun apabila para orangtua tersebut membayar les musik bagi
anak-anak mereka dan selalu mengadakan perayaan ulang tahun yang mewah bagi
anak-anak mereka, sementara mereka gagal mengajar anak-anak mereka tentang
integritas, rasa ingin tahu, ambisi, dan bahkan makna kehidupan itu sendiri,
apakah mereka merupakan para orangtua yang baik? Apakah mereka setia dengan apa
yang diminta oleh Allah dari mereka? Tidak! Adalah suatu ketidakadilan untuk
menekankan perilaku eksternal – yang kelihatan orang lain – namun mengabaikan
hidup batiniah. Dapat dikatakan bahwa para orangtua yang begini adalah seperti
orang-orang Farisi yang diceritakan dalam Injil hari ini.
Orang-orang
Farisi itu mengajar orang-orang untuk memberi bobot lebih berat kepada
aspek-aspek praktek keagamaan yang kecil dan kurang penting daripada perintah
sentral Allah untuk memperlakukan orang-orang lain dengan belas kasih – “nyamuk
kamu saring dari dalam minumanmu, tetapi unta yang di dalamnya kamu telan” ,
seperti digambarkan oleh Yesus (Mat 23:24). Kerasnya teguran Yesus menunjukkan
betapa serius Allah menilai hidup batiniah manusia, bukan yang kelihatan dengan
mata. Hal ini juga menunjukkan bahwa Yesus tidak datang sekadar untuk
merekonsiliasikan kita dengan Allah, melainkan antara kita (manusia) satu sama
lain juga. Oleh salib-Nya, Dia dapat membebaskan kita dari
keserakahan/ketamakan yang telah menyebabkan kita mengabaikan
kebutuhan-kebutuhan dalam keluarga-keluarga dan komunitas-komunitas kita.
Marilah kita melihat isi hati kita sendiri. Dapatkah kita (anda
dan saya) melihat adanya sifat-sifat orang Farisi dalam diri kita? Tentu saja
dapat! Kita mungkin saja ingin untuk setia kepada semangat hukum Allah, namun
begitu mudah kita menjadi jatuh dan gagal. Dalam kehidupan kita ini begitu menggoda
bagi kita untuk kita salah/keliru menilai, hal-hal yang salah malah kita nilai
berharga. Kita fokus pada kepatuhan praktek agama yang bersifat eksternal, yang
mudah terlihat oleh orang-orang lain, walaupun pada kenyataannya hati kita
penuh dengan noda-noda egoisme, ketamakan, kecemburuan, dlsb. yang tak mampu
kita atasi sendiri. Hanya apabila Yesus hidup dalam diri kita maka keadilan
Allah dan belas kasih-Nya akan datang ke tengah dunia. Hanya pada saat itulah
kita akan mampu untuk membuat pilihan-pilihan yang benar dan bertindak-tanduk
seperti seharusnya.
Kemungkinan
besar tindakan-tindakan dan keputusan-keputusan kita tidak akan membenarkan
hal-hal yang salah atau ketidakadilan dalam skala besar. Walaupun demikian, apa
yang kita lakukan sehari-hari sungguh berarti. Setiap kali kita menunjukkan
kebaikan hati kepada para miskin dan “wong cilik” pada umumnya, kita menganggap
lunas utang orang kepada kita, tidak menggerutu lagi karena disakiti, maka
berkat-berkat besar mengalir ke dalam diri kita. Para malaikat pun bersukacita.
Mengapa mereka bersuka-ria? Karena perubahan hati kita tidak hanya
menguntungkan kita, melainkan juga sekali lagi secara sekilas menunjukkan
kepada dunia belas kasih, kemuliaan, dan kuasa Allah sendiri.
DOA:
Terpujilah Engkau, ya Tuhan Yesus, karena kemenangan-Mu atas ketidakadilan dan
kejahatan! Ajarlah kami untuk menimbang-nimbang segala hal seperti yang
Kaulakukan, dan untuk mempraktekkan keadilan dengan melayani dan menolong
orang-orang lain. Amin.
Sdr.
F.X. Indrapradja, OFS
Tiada ulasan:
Catat Ulasan