(Bacaan
Injil Misa Kudus, Peringatan S. Monika – Rabu, 27 Ogos 2014)
Bacaan
Pertama: 2Tes 3:6-10,16-18; Mazmur Tanggapan: Mzm 128:1-2,4-5
“Ketika
Tuhan melihat janda itu, tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan” (Luk 7:13).
Pada
hari ini Gereja memperingati Santa Monika [331-387] dari Afrika Utara, salah
seorang kudus yang sangat dicintai oleh umat. Monika adalah ibunda dari seorang
kudus terkemuka dalam Gereja, Santo Augustinus dari Hippo [354-430], Uskup dan
Pujangga Gereja. Monika dibesarkan sebagai seorang Kristiani. Ketika mencapai
usia nikah, maka dia dinikahkan dengan seorang kaya, Patrisius, seorang yang
masih kafir. Monika berharap agar suaminya masuk agama Kristiani, dan ini
dilakukannya lewat teladan hidupnya yang baik. Monika percaya pada tulisan
Santo Paulus, “… suami yang tidak beriman itu dikuduskan oleh istrinya” (1Kor
7:14). Setelah kurun waktu yang cukup panjang, akhirnya Patrisius pun dibaptis
dan meninggal dunia tidak lama setelah itu.
Monika
dan Patrisius dianugerahi tiga orang anak, termasuk Augustinus, yang terlalu
cepat menjadi dewasa namun menjadi seorang muda yang “liar” (Inggris: wild
youth; dalam Ronda De Sola Chervin, Treasury of Women Saints, Manila,
Philippines: 1994, ST PAULS, hal. 46). Saya tidak mengetahui apakah Augustinus
adalah seorang “suwandi” (suka wanita di mana-mana) seperti dikatakan banyak
orang. Yang saya ketahui adalah bahwa dia mempunyai seorang anak yang lahir di
luar pernikahan. Monika mendoakan puteranya yang satu ini tanpa kenal lelah.
Para uskup yang dimintai nasihat olehnya mengatakan bahwa seorang anak
laki-laki yang terus-menerus didoakan dengan banyak air mata (oleh ibunya)
tidak akan “hilang”.
Suatu
insiden yang mengharukan terjadi ketika Augustinus memutuskan untuk pergi ke
Roma tanpa sang ibunda. Monika ditinggalkan oleh Augustinus dengan sebuah
tipuan. Akan tetapi Monika kemudian menyusul mengikuti puteranya ke Italia.
Monika merencanakan pernikahan Augustinus dengan seorang perempuan “baik-baik”
sebagai substitut dari teman perempuan yang telah memberikan seorang putera
seperti saya singgung di atas. Anak laki-laki tersebut diberi nama Adeodatus,
artinya karunia Allah. Augustinus memutuskan untuk hidup bertarak.
Setelah Augustinus dibaptis, Monika menjadi seorang figur ibu bagi
para murid Augustinus yang berkumpul di sekelilingnya untuk berdiskusi di
bidang filsafat dan keagamaan. Pada saat-saat itulah Augustinus memahami
hikmat-kebijaksanaan sang ibunda selama ini. Sebelum kematian sang ibu pada
usianya yang ke-56, ibu dan anak mengalami suatu pengalaman mistik bersama
ketika mereka memandangi laut dari Ostia, di dekat muara sungai Tiber (lihat
“Pengakuan-pengakuan” Kitab IX, x.23 (Penerbit Kanisius & BPK Gunung Mulia,
hal. 265). Setelah kematiannya, Augustinus menangis tersedu-sedu, mengingat
segala susah dan sakit yang telah diderita ibunya yang disebabkan ulahnya.
Sekarang,
marilah kita memusatkan perhatian kita kepada bacaan Injil hari ini. Apa
relevansinya? Monika adalah seorang janda seperti sang janda dalam Injil hari
ini. Augustinus adalah seperti anak yang sudah mati: pada masa hidupnya pernah
mengalami mati rohani walaupun masih hidup.
Apa
sebenarnya pesan dari Injil hari ini? Tentunya tentang bela rasa dan
penuh-pengertian Yesus terhadap seorang pribadi manusia yang sangat membutuhkan
pertolongan, walaupun tidak diungkapkan dengan kata-kata. Dengan demikian, bagi
sang janda, realitas dari kasih Allah tidak pernah lagi sekadar teori. Seperti
sang janda dari Nain itu, Monika sungguh mengalami kasih Allah itu secara riil.
Yesus berkata kepada janda itu untuk tidak menangis (Luk 7:13). Lalu Yesus
memberikan kehidupan kepada orang muda tersebut, anak satu-satunya dari sang
janda. Dalam keheningan doa-doa penuh air mata dari Monika yang memohon agar
Augustinus diselamatkan, kiranya Tuhan Yesus pun berkata kepadanya, “Jangan
menangis!” Hati Tuhan pun tergerak oleh belas kasihan (Luk 7:13). Rahmat-Nya
bekerja, dan kita pun mempunyai salah seorang kudus besar tokoh Gereja yang
juga dihormati oleh saudari-saudara kita Kristen Protestan.
DOA:
Tuhan Yesus, buatlah kami sebagai para orangtua agar senantiasa bertekun dalam
mendoakan anak-anak kami agar tetap berada di jalan-Mu. Terpujilah nama-Mu
selalu, ya Yesus. Amin.
Sdr.
F.X. Indrapradja, OFS
Tiada ulasan:
Catat Ulasan