(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXVI – Senin, 28 September 2015)
Keluarga Fransiskan Kapusin: Peringatan B. Inosensius dari Bertio, Imam
Kemudian timbullah pertengkaran di antara murid-murid Yesus tentang siapakah yang terbesar di antara mereka. Tetapi Yesus mengetahui pikiran mereka. Karena itu Ia mengambil seorang anak kecil dan menempatkannya di samping-Nya , dan berkata kepada mereka, “Siapa saja yang menyambut anak ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku, ia menyambut Dia, yang mengutus Aku. Karena yang terkecil di antara kamu sekalian, dialah yang terbesar.”
Yohanes berkata, “Guru, kami lihat seseorang mengusir setan demi nama-Mu, lalu kami cegah orang itu, karena ia bukan pengikut kita.” Yesus berkata kepadanya, “Jangan kamu cegah, sebab barangsiapa tidak melawan kamu, ia ada di pihak kamu.” (Luk 9:46-50)
Bacaan Pertama: Za 8:1-8; Mazmur Tanggapan: Mzm 102:16-23,29
Yesus mempunyai alasan untuk menjadi jengkel – malah sangat jengkel – dengan para murid-Nya. Kita melihat bahwa tiga orang di antara mereka baru saja menyaksikan transfigurasi di atas gunung (Luk 9:28-36) dan para murid yang lebih banyak jumlahnya juga menyaksikan Yesus mengusir roh jahat dari seorang anak yang sakit (Luk 9:37-43a), namun kemudian Yesus secara spesifik mengingatkan para murid-Nya itu akan penderitaan-Nya kelak (pemberitahuan kedua; Luk 9:43b-46), seraya menjelaskan bahwa Kerajaan-Nya bukanlah kerajaan dengan kekuasan duniawi melainkan kekuasaan berdasarkan kerendahan hati atau kedinaan. Walaupun mendengar pemberitahuan Yesus itu, para murid masih saja bertengkar antara mereka sendiri tentang siapakah yang terbesar di antara mereka (Luk 9:46). Kiranya mereka berkompetisi satu sama lain untuk memperoleh posisi kekuasaan dalam Kerajaan yang akan datang. Ah, begitu lamban mereka untuk sampai ke titik di mana mereka sungguh merangkul kerendahan hati Yesus, yang mengosongkan diri-Nya guna menyenangkan hati Bapa di surga!
Yesus dapat saja menegur para murid-Nya dengan keras. Namun pada kenyataannya, Dia sekali lagi mengajar para murid bahwa kemuliaan dalam Kerajaan adalah milik dari yang paling kecil di antara mereka. Walaupun para murid itu lamban dalam memahami ajaran-Nya, Yesus tidak pernah berhenti menjelaskannya kepada mereka dalam kata-kata dan perbuatan-perbuatan. Kekerasan kepala para murid dan juga persaingan tak sehat yang terjadi di antara mereka bukanlah halangan bagi Yesus. Yesus ingin agar para murid-Nya sungguh mencerminkan kerendahan hati-Nya. Memang benar bahwa para murid mengasihi Yesus. Bahkan mereka percaya bahwa Yesus adalah sang Mesias dan mereka sungguh berani dalam memprolamasikan Kerajaan-Nya. Namun kita juga tidak dapat menyangkal kenyataan bahwa pelajaran tentang kerendahan hati atau kedinaan itu sangatlah sulit bagi mereka untuk menyimaknya.
Yesus tidak pernah “kapok” dan/atau menyerah dalam hal memperbaiki kebebalan para murid-Nya, demikian pula Dia tidak pernah menyerah dalam hal kita. Kita menemukan begitu banyak hal, baik dalam hati dan dalam dunia di sekeliling kita yang menarik kita kepada sikap dan perilaku yang mau untung sendiri dan juga cinta kekuasaan. Barangkali kita – terpaksa atau tidak terpaksa – mengeluh tidak puas tentang apa saja yang berhasil dicapai oleh kita atau anak-anak kita, atau merasa susah/tidak enak untuk memperkenankan orang lain yang dekat dengan kita menjadi sorotan orang-orang karena keberhasilannya. Percakapan-percakapan kita seringkali dapat berputar-putar di sekeliling diri kita sendiri saja. Kita dapat merasa terdorong untuk terus menanjak dalam karir – no matter what – jadi, tentunya juga tanpa berpikir tentang efek-efek negatif dari “keberhasilan” kita dalam karir tersebut atas kehidupan keluarga kita dan hidup doa kita.
Dorongan-dorongan manusiawi dapat sangat berakar kuat dalam diri kita dan semua itu biasanya tidak dapat diubah dalam satu malam. Akan tetapi Yesus ingin agar kita menjadi serupa dengan diri-Nya, dan melakukan apa saja yang diperlukan untuk mencapai transformasi diri kita. Yang diminta oleh-Nya hanyalah bahwa kita meluangkan waktu untuk bersama Dia secara teratur, dengan demikian memperkenankan terwujudnya transformasi termaksud. Kita dapat membuat suatu komitmen untuk berdoa setiap hari dan membaca/mempelajari sabda-Nya. Kita dapat berpaling kepada Yesus dengan cinta kasih yang tulus setiap saat dalam hidup keseharian kita, guna menjaga pikiran kita dan memeriksa apakah pemikiran-pemikiran kita menyenangkan hati Bapa surgawi. Marilah kita mengambil langkah-langkah sederhana ini dan membuka pintu hati kita bagi Yesus agar Ia membentuk karakter-Nya yang rendah hati dalam diri kita.
DOA: Bapa surgawi, kami memuji Engkau untuk kerendahan hati-Mu yang sempurna! Engkau mengasihi kami tanpa syarat apa pun. Kami bersembah sujud di hadapan-Mu dengan penuh rasa syukur. Amin.
Catatan: Untuk mendalami Bacaan Injil hari ini (Luk 9:46-50), bacalah tulisan yang berjudul “YESUS MENGETAHUI PIKIRAN MEREKA” (bacaan tanggal 28-9-15) dalam situs/blog PAX ET BONUMhttp://catatanseorangofs.wordpress.com; kategori: 15-09 PERMENUNGAN ALKITABIAH SEPTEMBER 2015.
Cilandak, 23 September 2015 [Pesta S. Padre Pio dari Pietrelcina, Imam]
Sdr. F.X. Indrapradja, OFS
Tiada ulasan:
Catat Ulasan