(Bacaan Injil Misa Kudus, HARI MINGGU BIASA IV [TAHUN A], 29 Januari 2017)
Ketika Yesus melihat orang banyak itu, naiklah Ia ke atas bukit dan setelah Ia duduk, datanglah murid-murid-Nya kepada-Nya. Yesus pun mulai berbicara dan mengajar mereka, kata-Nya, “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang punya Kerajaan Surga. Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur. Berbahagialah orang yang lemah-lembut, karena mereka akan memiliki bumi. Berbahagialah orang yang lapar dan harus akan kehendak Allah, karena akan dipuaskan. Berbahagialah orang yang berbelaskasihan, karena mereka akan beroleh belas-kasihan. Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah. Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah. Berbahagialah orang yang dianiaya karena melakukan kehendak Allah, karena merekalah yang punya Kerajaan Surga. Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di surga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu.” (Mat 5:1-12)
Bacaan Pertama: Zef 2:3;3:12-13; Mazmur Tanggapan: Mzm 146:1,7–10; Bacaan Kedua: 1Kor 1:26-31
Yesus memberikan kepada kita “Sabda-sabda Bahagia” sebagai resep-resep untuk memperoleh kebahagiaan sejati. Secara bersama-sama, “Sabda-sabda Bahagia” itu membentuk suatu sketsa karakter dari kehidupan Kristiani – kehidupan yang memimpin kita kepada kebahagiaan karena didasarkan pada Kristus sendiri. Kita salah memahami “Sabda-sabda Bahagia” jikalau kita memandangnya sebagai seperangkat persyaratan. Yesus tidak mengatakan, “Engkau harus miskin, engkau harus lemah-lembut.” Yesus mengatakan, “Engkau akan berbahagia apabila engkau menjadi miskin, berbahagia apabila engkau menjadi lemah-lembut.”
Setiap “Sabda Bahagia” menggambarkan suatu aspek berbeda dari kehidupan Allah. Allah-lah yang bersedih-hati melihat dosa-dosa kita, Allah yang merindukan keadilan, Allah yang membawa damai-sejahtera. Dilihat dengan cara seperti itu, “Sabda-sabda Bahagia” adalah undangan-undangan kepada kita untuk ikut ambil bagian dalam kehidupan Allah. Apabila “Sabda-sabda Bahagia” itu merupakan tuntutan-tuntutan, maka “Sabda-sabda Bahagia” itu akan menciutkan hati saja. Siapa yang dapat memenuhi “tuntutan-tuntutan” seperti itu, siapa yang dapat lulus? Namun sebagai undangan-undangan, maka “Sabda-sabda Bahagia” itu merupakan suatu sumber pengharapan, karena Yesus ingin agar kita ikut ambil bagian dalam kebahagiaan-Nya dan kepenuhan-berkat-Nya. Hasrat utama Yesus adalah agar kita – bersama-Nya – menjadi pewaris-pewaris dari hidup Allah.
“Sabda-sabda Bahagia” berbicara mengenai warisan yang kita terima apabila kita bersatu dengan Yesus. Selagi kita menyediakan waktu bersama Yesus dalam doa, maka Dia memberikan kepada kita suatu hasrat yang lebih besar terhadap diri-Nya. Hasrat kepada Yesus ini membuat kita lebih berkemauan untuk menjalani suatu kehidupan yang mencerminkan “Sabda-sabda Bahagia”. Kita memulai suatu siklus pertumbuhan, di mana pernyataan diri Yesus membimbing kita kepada pertumbuhan dalam keserupaan dengan Kristus, yang pada gilirannya membuka diri kita bagi pernyataan diri-Nya yang lebih dalam lagi. Semua itu bermula ketika kita mencari wajah Yesus Kristus dalam doa, teristimewa dalam Perayaan Ekaristi. Ketika kita menemukan Dia, maka kita dapat sedikit mencicipi kehidupan-Nya, dan icip-icip itu terasa manis bagi hati kita, sehingga kita pun akan terdorong untuk merasakan lebih lagi. Kita menjadi bersedia menanggung kesusahan, untuk menyingkiran kekayaan-kekayaan palsu, untuk berbelas kasih lewat kata-kata dan tindakan-tindakan baik kita kepada orang-orang lain. Mengapa? Karena kita merasa yakin bahwa tidak ada yang dapat melampaui hidup Yesus Kristus dalam diri kita.
Oleh karena itu, marilah kita berketetapan hati untuk mencari wajah Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamat kita. Marilah kita menyediakan waktu yang cukup untuk ada bersama Dia dalam doa. Sangat tidak salah apabila kita menyediakan satu hari tersendiri untuk melakukan retret pribadi agar dapat berada bersama Yesus. Perkenankanlah Yesus mengajar kita (anda dan saya) tentang siapa sebenarnya Dia. Perkenankanlah Dia memberikan kepada kita lebih lagi dari hidup terberkati – hidup bahagia – yang berasal dari kenyataan bahwa kita dapat memandang wajah-Nya lebih jelas lagi dalam hati kita. Janganlah pernah lupa, Saudari dan Saudaraku yang dikasihi Kristus, bahwa warisan surgawi itu memang diperuntukkan bagi kita. Oleh karena itu, marilah kita menerimanya – melalui Dia, Tuhan dan Juruselamat kita!
DOA: Bapa surgawi, terima kasih penuh syukur kami haturkan kepada-Mu karena Engkau telah memberikan warisan kepada kami melalui Yesus Kristus, Putera-Mu, Tuhan dan Juruselamat kami. Terima kasih untuk segala kebahagiaan yang telah Engkau sediakan bagi kami. Amin.
Sumber :
Tiada ulasan:
Catat Ulasan